37 Melalui basis kelompok, dimungkinkan terjadinya proses belajar bersama
yang lebih efisien dan efektif, sehingga peningkatan dan penguatan kapasitas KSM terkait dengan pengembangan kemampuan kapasitas para anggotanya
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat berjalan. d.
Partisipasi yang nyata. Melalui basis kelompok, peluang setiap anggota untuk memberikan kontribusi
kepada kelompok atau anggota kelompok lainnya, sebagai wujud komitmen kebersamaan dapat berjalan. Dengan demikian, potensi untuk menumbuhkan
keswadayaannya dalam wujud partisipasi nyata terbuka luas.
I. 5.4. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan P2KP..
Partisipasi merupakan bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan dari dalam dirinya maupun dari luar
dirinya, dalam keseluruhan proses kegiatan yang berlangsung. Partisipasi masyarakat sendiri, diartikan sebagai keterlibatan sekelompok masyarakat, baik
secara aktif maupun sukarela dengan alasan intrinsik maupun ekstrinsik dalam suatu proses kegiatan baik pemerintah maupun pembangunan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan hingga perkembangannya. Gagasan tentang pelibatan warga atau masyarakat dalam kajian masalah
pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan masyarakat guna peningkatan partisipasi masyarakat sesungguhnya bukanlah topik yang baru sama
sekali. Semenjak timbulnya kesadaran bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi economic growth menimbulkan permasalahan kesenjangan, ketidakadilan dan
kemerataan dalam pembagian manfaat pembangunan, maka berkembanglah
Universitas Sumatera Utara
38 berbagai pandangan yang ingin memberikan alternatif kepada pandangan yang
hanya mengandalkan pertumbuhan. Perbedaan pandangan tentang pendekatan pembangunan tersebut
berlangsung cukup lama, yang mana tujuannya adalah mengakhiri era delivered development dimana pembangunan direncanakan sepenuhnya dari atas, dan
dengan era partisipatory development dimana pembangunan direncanakan dari bawah dengan melibatkan warga dan menempatkan warga sebagai subyek dalam
proses pembangunan Korten : 1986. Di Indonesia pendekatan pembangunan dengan mengikutsertakan warga
atau masyarakat mulai tumbuh pada awal Pelita VI, yang mana hal ini ditandai dengan munculnya program-program penanggulangan kemiskinan yang
menggunakan pola atau skema tindakan serangan langsung yang lebih substansial terhadap permasalahan Molejarto : 1994. Diantaranya kegiatan-kegiatan seperti
Pemetaan Kantong Kemiskinan, Inpres Desa Tertinggal dan lain-lain, hingga yang sedang berjalan saat ini yakni Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
yang dikenal dengan P2KP. Adapun P2KP ini dalam pelaksanaannya menggunakan pola pendekatan
bertumpu kepada partisipasi aktif masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat maka keberhasilan pelaksanaan P2KP tidak
mungkin untuk dapat dicapai secara optimal. Diketahui bahwa, suatu identifikasi kemiskinan yang dilakukan tanpa
melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya lalu kemudian digulirkan sebuah program “bantuan” kepada orang-orang yang tergolong miskin, acapkali yang
terjadi adalah kecenderungan sosial. Hal ini disebabkan, karena dalam pandangan
Universitas Sumatera Utara
39 masyarakat setempat, bahwa masyarakat yang memperoleh bantuan bukanlah
tergolong warga yang miskin dilingkungan tempat tinggal mereka. Masyarakat setempat memiliki pandangan atau konsep tersendiri mengenai kemiskinan di
wilayah tinggal mereka. Inilah yang umum disebut sebagai “kearifan lokal”. Dalam mengidentifikasikan kemiskinan masyarakat, unsur kearifan lokal perlu
dihargai, masyarakat yang lebih mengetahui keadaan wilayahnya daripada orang luar yang datang ,membawa seperangkat alat untuk melihat kemiskinan di wilayah
mereka Santoso, 2005. Oleh karenanya P2KP sendiri merupakan sekaligus sebagai suatu program
penanggulangan kemiskinan di perkotaan yang mendudukkan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Partisipasi dalam hal ini dilakukan
secara partisipatif dalam tiat-tiap langkah pelaksanaan P2KP, atau lebih dikenal dengan siklus P2KP, yakni dimulai dari siklustahap Rembuk Kesiapan
Masyarakat hingga Pemanfaatan Dana Bantuan Langsung Tunai. Adapun salah satu tahap yang paling mendominasi unsur partisipasi di dalamnya yakni tahap
Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat KSM. Pada hakekatnya, Kelompok Swadaya Masyarakat KSM didefenisikan
sebagai kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya kepentingan dan kebutuhan
yang sama, sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin di capai bersama. Sedangkan KSM dalam rangka P2KP, keberadaan
sekumpulan warga tersebut harus memenuhi kriteria sebagai pemanfaat proyek, serta bertujuan mengatasi berbagai permasalahan kemiskinan yang menyangkut
sarana dan prasarana dasar pengembangan SDM serta pengembangan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
40 Berkaitan dengan konsep diatas, P2KP yang mengedepankan pola
pendekatan yang bertumpu pada aspirasi masyarakat ini dalam pelaksanaannya juga dijadikan sebagai pengalaman baru bagi Kelurahan Kota Bangun. Kelurahan
Kota Bangun yang terdiri dari delapan lingkungan ini, menyikapi program tersebut bukan semata-mata agar dapat memperoleh dan memanfaatkan dana
Bantuan Langsung Masyarakat BLM P2KP dalam rangka penanggulangan kemiskinan, namun kembali lagi sembari ditekankan kepada proses pembelajaran
kritis masyarakat dalam menentukan sendiri kebutuhan dan pemecahan masalahnya serta tumbuh kepercayaan diri bahwa masyarakat mampu
melaksanakan penyusunan suatu program. Terdapatnya berbagai kendala yang terjadi dalam pelaksanaan siklus P2KP
itu sendiri, menjadikan peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya keberlangsungan dari pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam P2KP Kelurahan
Kota Bangun serta hasil akhirnya dan bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat didalamnya. Untuk itu peneliti dalam hal ini memfokuskan diri
melihat lebih jauh berlangsungnya tahap Kelompok Swadaya Masyarakat KSM pada P2KP Kelurahan Kota Bangun sehubungan dengan berjalannya tahap
tersebut berkenaan dengan proses penelitian yang dilakukan.
I. 6. Defenisi Konsep