Marga-marga pada suku Karo Sistem Kekerabatan Suku Karo

Menurut sejarah perkembangan Pemerintahan Kotamadya daerah Tk. II Medan, pada tahun 1925 dan 1926, Van Steim Callenfels menemukan tumpukan kulit kerang di perkebunan tembakau seritis dan di dalam tumpukan kulit kerang itu juga ditemukan peralatan manusia Pra Sejarah, berupa serpih bilah dan beberapa lumpang batu dan alat tumbuknya yang masih sangat kasar buatannya. Tumpukan kulit kerang ini juga ditemukan diperkebunan Buluh Cina dan Tandan Hilir. Ini menurut para ahli berasal dari Zaman Batu Madya Mezolitieum. Penemuam-penemuan ini menunjukkan, bahwa di daerah ini pernah hidup manusia purba. Daerah-daerah yang disebutkan di atas adalah masuk wilayah Karo dan karenanya menjadi jelas, bahwa daerah Karo sudah hiddup manusia purba 10.000 tahun yang lalu Prinst, 1996.

2.2. Marga-marga pada suku Karo

Secara garis besar suku Karo ini terdiri dari lima marga yaitu : Karo-karo, Ginting, Sembiring, Tarigan, dan Perangin-angin Prinst, 1996.

2.3. Sistem Kekerabatan Suku Karo

Kekerabatan di tanah Karo diikat dalam “Sangkep si Telu” yang menunjuk kepada tiga pilar yang kuat dan saling mendukung. Walau ketiganya terpisah dan memiliki fungsi berbeda, tetapi saling mendukung. Dalam masyarakat Karo ketiga pilar itu digelar: Kalimbubu orang tua dari pihak istri dan semua saudara laki-laki dari pihak istri yang terdapat dalam keluarganya dan juga keluarga dari pihak ayahnya yang Universitas Sumatera Utara masih satu ibu. Kalimbubu dapat juga disamakan dengan hula-hula pada masyarakat Tapanuli. Kalimbubu adalah golongan yang sangat dihormati, dinamakan juga dibata ni idah, yaitu tuhan yang dapat dilihat. Murah rezeki, anak sehat-sehat itu semua karena Tuah berkat kalimbubu. Demi tuah-nya, maka apabila ia sakit morah-morah kalimbubu, karena sesuatu yang tidak senonoh yang dilakukan anak beru-nya, dapat menimbulkan akibat yang buruk.. Untuk itu, maka ada upacara untuk minta maaf kepada Kalimbubu yang disebut dengan nabel. Senina Sembuyak semua orang yang dalam istilah karo dipandang sebagai saudara laki-laki atau perempuan.SeninaSembuyak adalah saudara antara anggota-anggota yang masih memiliki satu marga, satu ayahibu, satu cicit, dan seterusnya. Anak Beru keluarga-keluarga yang termasuk dalam keluarga yang menikahi istri.Anak Beru juga dinamakan sebagai si majekkan lape-lape, yaitu yang membuat tempat berteduh bagi kalimbubu-nya. Pertengkaran-pertengkaran di dalam keluarga merupakan tugas anak beru yang mendamaikannya. Segala upacara-upacara, umpamanya upacara perkawinan, memasuki rumah baru, kematian, dan lain sebagainya diselesaika oleh anak beru. Di dalam hal-hal yang berhubungan dengan adat, orang lain tidak boleh berhubungan langsung dengan kalimbubu, tetapi harus melalui perantara anak beru. Jika ada dua pihak yang bersengketa, maka yang berhadapan langsung adalah anak beru dari masing-masing pihak yang bersengketa. Fungsi anak beru Universitas Sumatera Utara disini adalah sebagai penyambung lidah. Menurut masyarakat Karo, anak beru dan senina merupakan jaminan bagi mereka. Sangkep si Telu ini menjadi dasar bagi seluruh hubungan kekerabatan dalam masyarakat Karo, baik yang berdasarkan pertalian darah maupun pertalian karena hubungan perkawinan.Di dalam Sangkep si Telu inilah terletak azas gotong- royong aron, dan musyawarah dalam arti kata yang sedalam-dalamnya Fauzia, 2009. 2.4. Kebudayaan Karo 2.4.1. Erpanger Kulau