Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau Di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area

(1)

PELAKSANAAN TUGAS KESEHATAN KELUARGA

SUKU MINANGKABAU DI KELURAHAN TEGAL SARI III

KECAMATAN MEDAN AREA

SKRIPSI

Oleh

Mona Santi Nainggolan 061101054

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area

Peneliti : Mona Santi Nainggolan Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Nim : 061101054

Tahun : 2010

Tanggal Lulus : 1 Juli 2010

Pembimbing Penguji I

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS Farida Linda Sari, S.Kep, M.Kep NIP. 19710305 200112 2 001 NIP. 19780320 200501 2 003

Penguji II

Iwan Rusdi, S.Kp, MNS NIP. 19730909 200003 1 001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, 2 Juli 2010 Pembantu Dekan I

Erniyati, S.Kp, MNS


(3)

Judul : Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area

Nama Mahasiswa : Mona Santi Nainggolan

NIM : 061101054

Jurusan : Sarjana Keperawatan ( S.Kep )

Tahun : 2010

========================================================== Abstrak

Setiap keluarga mempunyai tugas kesehatan yang tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Ada lima tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga dengan baik. Pelaksanaan tugas kesehatan keluarga ini tidak terlepas dari faktor budaya yang dimiliki oleh keluarga tersebut, seperti pada suku Minangkabau yang menganut sistem matrilineal.

Penelitian ini betujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada suku Minangkabau. Populasi pada penelitian ini adalah keluarga bersuku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area. Sampel yang diperoleh adalah sebesar 10% dari populasi yaitu 41 keluarga bersuku Minangkabau asli. Dari hasil penelitian yang diperoleh, secara umum pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada suku Minangkabau dalam kategori baik, secara rinci dalam hal mengenal masalah kesehatan keluarga 85,4% dengan kategori baik, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat 87,8% dengan kategori baik, memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda 85,4% dengan kategori baik, mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga 65,9% dengan kategori baik, mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada) 80,5% dengan kategori baik.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan kurang tergali lebih dalam tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada suku Minangkabau. Untuk itu, peneliti selanjutnya ditujukan untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada suku Minangkabau.

__________________________________________________________________ Kata Kunci : Tugas kesehatan keluarga, Suku Minangkabau.


(4)

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area . Adapun tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan dan membantu penulis dalam pembuatan hingga penyelesaian skripsi ini.

3. Lufthiani, S.Kep, Ns selaku dosen Penguji I dan Iwan Rusdi, SKp, MNS selaku dosen Penguji II yang telah memberikan kritikan dan saran pada skripsi ini. 4. Reni Asmara Ariga SKp, MARS selaku dosen Pembimbing Akademik yang

selama ini telah membimbing penulis selama proses perkuliahan hingga selesai serta seluruh dosen, staff pegawai yang ada di Fakultas Keperawatan USU yang telah membantu penulis selama ini.

5. Chairunisa, M.Pd, yang telah menyediakan waktunya untuk memvalidkan kuesioner penelitian sehingga penelitian dapat berjalan.


(5)

6. H. Irwan Daniel Nasution, Lurah Tegal Sari III Kecamatan Medan Area yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di wilayah ini dan keluarga Minangkabau yang telah bersedia menjadi responden.

7. Kedua orangtuaku, Bapak (Ir. M.R.P. Nainggolan), Mama (Ir. A.P. Sitompul), saudara-saudaraku (Andry, Erwin, Haris, Fery, Nando, dan Grace) dan keluargaku yang lain (Opung, Amangboru dan Bou Sovia, Sovia dan Yoel) sebagai tempat untuk mengadu ketika penulis punya masalah di perkuliahan ataupun selama proses penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas dukungan, doa dan bimbingan yang penulis dapatkan selama ini.

8. Sahabat-sahabat terkasih Lagosna (Daniel, Lamhot, Grace dan Soraya) dan seseorang yang penulis kasihi (Fresman Arigato Sibarani) atas semangat, doa, dukungan dan bantuan yang selalu diberikan pada penulis.

9. Teman-temanku (Amel, Rosy, Valen, Ance, Lucia), teman-teman seperjuangan stambuk 06 yang tidak dapat disebut satu persatu namanya, dan Kelompok kecilku (Kak Martha, Efrida, Erika dan Paula) atas semangat dan masukannya selama ini.

Biarlah Allah Bapa yang akan mencurahkan berkat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.

Medan, Juli 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak... ii

Prakata... iii

Daftar Isi... v

Daftar Skema... vii

Daftar Tabel ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian... 5

3. Tujuan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 7

1. Keluarga ... 8

1.1 Defenisi Keluarga... 7

1.2. Tipe Keluarga... 9

1.3 Struktur Keluarga... 11

1.4 Fungsi Pokok Keluarga... 13

1.5 Peran Keluarga... 14

1.6 Tugas Kesehatan Keluarga... 15

2. Suku Minangkabau ... 17

2.1 Asal Usul Suku Minangkabau... 17

2.2 Etimologi Minangkabau... 18

2.3 Sistem Kemasyarakatan/Kelarasan ... 19

2.4 Sistem kekerabatan Suku Minangkabau ... 20

2.5 Kehidupan Masyarakat Minangkabau... 23

2.6 Kebudayaan Suku Minangkabau... 24

2.7 Perilaku Kesehatan Suku Minangkabau... 27

3. Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga pada Suku Minangkabau 29 BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL... 32

1. Kerangka Konsep Penelitian... 32

2. Defenisi Operasional... 33

BAB 4 METODE PENELITIAN... 34

1. Desain Penelitian... 34

2. Populasi dan sampel penelitian ... 34

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

4. Pertimbangan Etik... 35

5. Instrumen Penelitian... 36

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 37

7. Teknik Pengumpulan Data... 38


(7)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN... 39

1. Hasil Penelitian ... 39

1.1 Karakteristik Responden... 39

1.2 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau ... 40

2. Pembahasan... 47

2.1 Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga pada Suku Minangkabau... 47

2.2 Analisa Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau... 54

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 57

1. Kesimpulan ... 57

2. Saran... 58

Daftar Pustaka... 60

Lampiran-lampiran

1. Inform Consent 2. Jadwal Penelitian 3. Taksasi Dana Penelitian 4. Kuesioner Penelitian 5. Hasil Penelitian

6. Surat Izin Survey Awal 7. Surat Pengambilan Data

8. Surat Keterangan dari Kelurahan Tegal Sari III 9. Daftar Riwayat Hidup


(8)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Pelaksanaan Tugas Kesehatan


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Presentase Karakteristik Responden

Keluarga Bersuku Minangkabau ... 40 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas Kesehatan

Keluarga Suku Minangkabau dalam Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga (n=41)... 41 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas Kesehatan

Keluarga Suku Minangkabau dalam Mengambil Keputusan untuk Melakukan Tindakan yang Tepat bagi Keluarga (n=41)... 43 Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas Kesehatan

Keluarga Suku Minangkabau dalam Memberikan Perawatan Anggota Keluarga yang Sakit atau yang Tidak Dapat Membantu Dirinya Sendiri karena Cacat atau Usianya yang Terlalu Muda

(n=41) ... 44 Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas Kesehatan

Keluarga Suku Minangkabau dalam Mempertahankan Suasana Rumah yang Menguntungkan Kesehatan dan Perkembangan

Kepribadian Anggota Keluarga (n=41)... 45 Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas

Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau dalam

Mempertahankan Hubungan Timbal Balik antara Keluarga dan Lembaga Kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada) (n=41)... 46 Tabel 5.12. Kategori Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga pada Suku


(10)

Judul : Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area

Nama Mahasiswa : Mona Santi Nainggolan

NIM : 061101054

Jurusan : Sarjana Keperawatan ( S.Kep )

Tahun : 2010

========================================================== Abstrak

Setiap keluarga mempunyai tugas kesehatan yang tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Ada lima tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga dengan baik. Pelaksanaan tugas kesehatan keluarga ini tidak terlepas dari faktor budaya yang dimiliki oleh keluarga tersebut, seperti pada suku Minangkabau yang menganut sistem matrilineal.

Penelitian ini betujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada suku Minangkabau. Populasi pada penelitian ini adalah keluarga bersuku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area. Sampel yang diperoleh adalah sebesar 10% dari populasi yaitu 41 keluarga bersuku Minangkabau asli. Dari hasil penelitian yang diperoleh, secara umum pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada suku Minangkabau dalam kategori baik, secara rinci dalam hal mengenal masalah kesehatan keluarga 85,4% dengan kategori baik, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat 87,8% dengan kategori baik, memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda 85,4% dengan kategori baik, mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga 65,9% dengan kategori baik, mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada) 80,5% dengan kategori baik.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan kurang tergali lebih dalam tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada suku Minangkabau. Untuk itu, peneliti selanjutnya ditujukan untuk mengeksplorasi lebih dalam tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada suku Minangkabau.

__________________________________________________________________ Kata Kunci : Tugas kesehatan keluarga, Suku Minangkabau.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan bersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998). Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membangun kebudayaan yang sehat. Sehingga keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga lain atau bahkan masyarakat yang ada di sekitarnya (Setiadi, 2006).

Menurut Friedman (1998) secara umum ada lima fungsi dasar keluarga yaitu : fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, fungsi reproduksi dan fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga.

Di zaman sekarang ini secara perlahan-lahan tetapi pasti telah terjadi erosi terhadap fungsi keluarga, makin sedikitnya waktu bagi orangtua untuk anak dan keluarga, serta meningkatnya angka perceraian. Sikap keluarga yang tidak peduli terhadap kebutuhan tumbuh kembang anak-anak dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan dan kesehatan anak (Suryanto, 2008). Berdasarkan Ditjen Bina Yanmedik Depkes RI Angka kematian Bayi mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 25,9 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian ibu maternal cenderung menurun dari 5,1 per 1000 kelahiran hidup (2002) menjadi 2,0 per


(12)

adalah 46 per 1000 kelahiran hidup (hasil SDKI). Pada tahun 2006 dari data 10 penyakit utama pasien rawat jalan di rumah sakit yang terbanyak adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 9,32 %, diikuti hipertensi esensial 4,67%. Dari data 10 penyakit utama pasien rawat inap terbanyak adalah diare dan gastroenteritis 7,95%, diikuti demam berdarah dengue 3,64%, demam tifoid dan paratifoid 3,26% (Indonesia, 2007). Angka penemuan kasus baru tuberculosis (TBC) di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 kasus TBC diperkirakan berkisar 160/100.000 penduduk.

Masalah-masalah kesehatan di atas dapat diatasi jika keluarga dapat menjalankan tugasnya dalam bidang kesehatan, seperti mengenal gangguan perkembangan dan gangguan kesehatan setiap anggotanya. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan kepada yang sakit, cacat atau usia yang terlalu muda. Mempertahankan suasana rumah yang harmonis dan menguntungkan untuk perkembangan kepribadian anggota keluarga, serta memanfaatkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan unit pelayanan kesehatan yang ada (Suryanto, 2008).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pada bagian kedua yang mengatur tentang kesehatan keluarga, menjelaskan bahwa setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan keluarga dalam keluarganya (Pasal 18). Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil, bahagia, dan sejahtera yang meliputi kesehatan suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.


(13)

Menurut Friedman, keluarga memiliki struktur nilai, norma dan budaya yang mempengaruhi segala tindakan yang akan dilakukan oleh keluarga. Nilai, norma dan budaya ini juga berperan pada keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan.

Di Sumatera utara khususnya di Medan, penduduknya terdiri dari beberapa macam suku, yaitu Melayu, Jawa, Mandailing, Minangkabau, Batak Toba, dan Tionghoa. Berdasarkan data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2000, jumlah penduduk yang bersuku Minangkabau di Kecamatan Medan Area sebanyak 35.016 orang dari 112.667 orang, dan jumlah penduduk bersuku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III pada tahun 2007 sebanyak 9.338 orang dari 14. 245 orang.

Suku Minangkabau terutama menonjol dalam bidang pendidikan dan perdagangan. Lebih dari separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan Singapura.

Suku Minangkabau memiliki sistem kekeluargaan matrilineal, yaitu suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Sistem kekeluargaan ini tetap dipertahankan masyarakat suku Minangkabau sampai sekarang bahkan bagi Minang yang berada di perantauan. Bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem adatnya (Abidin, 2008).


(14)

Pada zaman dahulu, keluarga Minangkabau lebih memilih melahirkan dengan dibantu dukun beranak daripada pergi ke pusat kesehatan. Mereka beranggapan bahwa melahirkan dibantu dukun beranak atau paraji biayanya lebih murah. Namun sekarang ini sesuai dengan perkembangan zaman, keluarga Minangkabau lebih memilih melahirkan di bidan atau Puskesmas. (Sudiharto, 2007).

Ada beberapa jenis penyakit yang menurut masyarakat Minangkabau tidak dapat dibawa kepada pelayanan medis seperti penyakit busung, kusta atau pada suku Minangkabau dikenal dengan biriang dan patah tulang yang biasanya hanya dibawa kepada dukun patah. Menurut mereka, penyakit busung dan kusta tersebut disebabkan karena guna-guna (ulah seseorang). Penyakit busung (perut membuncit, namun badan semakin kurus) biasanya disebabkan karena seseorang tersebut terkena kutukan karena telah memakan ikan (benda) larangan, dan untuk sembuh harus berobat kepada orang yang telah membuat larangan tersebut. Hampir sebagian besar masyarakat Minangkabau sudah lebih memilih untuk berobat kepada petugas kesehatan. Kepercayaan pada fasilitas kesehatan tergantung pada individu tersebut, lebih percaya kepada petugas kesehatan atau pengobatan alternatif (Caniago, 2009).

Berdasarkan keterangan diatas, peneliti mengetahui bahwa keluarga Minangkabau memiliki keunikan dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan kesehatan yang terjadi di dalam keluarga, maka peneliti tertarik meneliti tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area.


(15)

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area?

3. Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area.

4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak yaitu :

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran mengenai pelaksanaan tugas kesehatan yang ada pada keluarga suku Minangkabau.

2. Bagi Pelayanan Masyarakat

Hasil penelitian ini akan menggambarkan pelaksanaan tugas kesehatan pada keluarga berdasarkan suku Minangkabau sehingga ke depannya tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan di keluarga khususnya kepada keluarga-keluarga suku Minangkabau.

3. Bagi Keluarga/Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat membantu keluarga selain untuk meningkatkan kesehatan keluarganya, juga dapat mengubah pandangan keluarga/masyarakat tentang masalah kesehatan yang ada.


(16)

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep-konsep yang terkait dengan penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :

1. Keluarga Defenisi Keluarga Tipe Keluarga Struktur Keluarga Fungsi Pokok Keluarga Peran Keluarga

Tugas Kesehatan Keluarga 2. Suku Minangkabau Asal Usul Suku Minangkabau Etimologi Minangkabau

Sistem Kemasyarakatan/Kelarasan Sistem Kekerabatan Suku Minangkabau Kehidupan Masyarakat Minangkabau Kebudayaan Suku Minangkabau Perilaku Kesehatan Minangkabau


(18)

1. Keluarga

1.1 Defenisi Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikata-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

Menurut WHO (1969), keluarga merupakan anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (Setiadi, 2006).

Menurut Peraturan Pemerintah No.21 tahun 1994 Bab I ayat 1, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Akhmadi, 2009).

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sistem keluarga merupakan sistem terbuka atau sistem sosial yang hidup, terdiri dari beberapa sub-sub/komponen/sistem yaitu pasangan suami isteri, orangtua, anak, kakak adik (sibling), kakek-nenek-cucu, dan sebagainya. Semua sistem ini saling berinteraksi, saling ketergantungan, dan saling menentukan satu sama lain serta membentuk norma-norma atau ketentuan-ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh anggota keluarga tersebut (Wahini dalam Trisfariani, 2007).


(19)

1.2 Tipe Keluarga

Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan, antara lain :

Secara tradisional, dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

a. keluarga inti (Nuclear Family) yang terdiri dari suami, istri, dan anak mereka anak kandung, adopsi, atau keduanya,

b. keluarga besar (Extended Family) yang terdiri dari keluarga inti dan orang-orang yang masih memiliki hubungan darah seperti kakek/nenek, paman/bibi, dan sepupu (Friedman, 1998).

Secara Modern, dikelompokkan menjadi :

a. Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti (ayah,ibu, dan anak) tinggal dalam satu rumah yang ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan perkawinan.

b. Reconstituted Nuclear, adalah pembentukan dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun dari perkawinan baru.

c. Niddle Age/Age Couple, adalah keluarga dimana suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karir.

d. Dyadic Nuclear, adalah suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.


(20)

e. Single Parent, adalah keluarga dimana satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.

f.Dual Carrier, adalah keluarga dimana suami istri atau keduanya orang karir dan tanpa anak.

g. Commuter Married, adalah keluarga dimana suami istri atau keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada jarak tertentu.

h. Single Adult, adalah keluarga dimana wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin.

i. Three Generation, adalah keluarga yang terdiri dari tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam satu rumah.

j. Institusional, adalah keluarga yang terdiri dari anak-anak atau orang dewasa yang tinggal dalam satu panti.

k. Comunal, adalah keluarga yang berada dalam satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.

l. Group Marriage, adalah keluarga yang di dalam satu perumahan terdiri dari orangtua dan keturunannya .

m. Unmarried Parent and Child, adalah keluarga yang terdiri dari ibu dan anak dimana perkawinannya tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.

n. Cohibing Coiple, adalah keluarga yang terdiri dari dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.


(21)

o. Gay and lesbian family, adalah keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (Setiadi, 2006).

1.3 Struktur Keluarga

Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, antara lain :

Patrineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

Matrineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

Matrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

Patrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

Keluarga Kawin, adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2006).

Menurut Friedman, struktur keluarga terdiri atas :

Pola dan Proses Komunikasi. Pola interaksi keluarga yang berfungsi : (1) bersifat terbuka dan jujur, (2) selalu menyelesaikan konflik, (3) berpikiran positif, (4) tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri. Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk : (a) Karakteristik pengirim antara lain yakin dalam mengemukakan sesuatu pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas serta selalu meminta dan menerima umpan balik, (b) Karakteristik penerima


(22)

antara lain siap mendengarkan, memberikan umpan balik, dan melakukan validasi.

Struktur Peran. Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami, istri, anak dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing-masing individu dengan baik. Ada beberapa anak yang terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lain sedangkan orang tua mereka entah kemana atau malah berdiam diri di rumah.

Struktur Kekuatan. Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke arah positif.

Nilai-nilai Keluarga.Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi, dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah (Setyowati, 2008).


(23)

1.4 Fungsi Pokok Keluarga

Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi, dan sosial yang berbeda. Oleh karena itu, keluarga harus berfungsi menjadi perantara bagi tuntutan-tuntutan dan harapan dari semua individu yang ada dalam unit tersebut.

Friedman (1998) mengemukakan bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, antara lain :

Fungsi afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah .

Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

Fungsi ekonomi, adalah fungsi untuk memnuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan, adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota kelurga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Setiadi, 2006).

Menurut Peraturan Pemerintah No.21 tahun 1994 BAB I pasal 1 ayat 2, fungsi keluarga terbagi atas : fungsi cinta kasih dan fungsi melindungi. Fungsi cinta kasih yaitu dengan memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami, dengan istri, orang tua dengan anaknya serta hubungan


(24)

kekerabatan antar generasi, sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. Fungsi melindungi yaitu menambahkan rasa aman dan kehangatan pada setiap anggota keluarga (Akhmadi, 2009).

1.5 Peran Keluarga

Peran adalah sesuatu yang menunjuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefenisikan dan diharapkan secara normatif dari seorang yang memegang suatu posisi dalam situasi sosial tertentu (Friedman, 1998).

Dapat dikatakan bahwa peran merupakan sesuatu yang diharapkan akan dilakukan seseorang yang kemudian akan memberikan pemenuhan kebutuhan. Jika mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu, keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan, dan perlakuan yang baik dari orang tua, sehingga anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik, biologis, maupun sosiopsikologisnya.

Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul Effendy (1998) adalah sebagai berikut :

Peran ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.


(25)

Peran ibu : sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

Peran anak : anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

1.6 Tugas Kesehatan Keluarga

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Berikut ini tugas keluarga menurut Freeman (1981) sebagai berikut :

Pertama, mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumberdaya dan dana keluarga habis. Orangtua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga (Suprajitno, 2004 dalam Trisfariani 2007). Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya (Setiadi, 2006).

Kedua, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari


(26)

pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan sekitar keluarga (Setiadi, 2006).

Ketiga,memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi (Setiadi, 2006).

Keempat, mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. Keluarga memainkan peran yang bersifat mendukung anggota keluarga yang sakit. Dengan kata lain perlu adanya sesuatu kecocokan yang baik antara kebutuhan keluarga dan asupan sumber lingkungan bagi pemeliharaan kesehatan anggota keluarga (Friedman, 1998).

Kelima, mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada). Hubungan yang sifatnya positif akan memberi pengaruh yang baik pada keluarga mengenai fasilitas kesehatan. Diharapkan dengan hubungan yang positif terhadap pelayanan kesehatan akan merubah setiap perilaku anggota keluarga mengenai sehat sakit (Friedman, 1998).


(27)

2. Suku Minangkabau

2.1 Asal Usul Suku Minangkabau

Suku Minangkabau atau Minang (seringkali disebut Orang Padang) adalah suku yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku ini terkenal karena adatnya yang matrilineal, walau orang-orang Minangkabau sangat kuat memeluk agama Islam.

Minangkabau dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan masyarakatnya menganut budaya Minangkabau. Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu, Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung.

Banyak ahli telah meniliti dan menulis tentang sejarah Minangkabau, dengan pendapat, analisa dan pandangan yang berbeda. Tetapi pada umumnya mereka membagi beberapa periode kesejarahan; Minangkabau zaman sebelum Masehi, zaman Minangkabau Timur dan zaman kerajaan Pagaruyung (Abidin, 2008).

Suku Minangkabau merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah Timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar hingga tiba di dataran tinggi Luhak nan Tigo (darek). Kemudian dari Luhak nan Tigo inilah suku Minangkabau menyebar ke daerah pesisir (pasisie) di pantai barat pulau Sumatera, yang terbentang dari Barus di utara hingga Kerinci di selatan. Selain berasal dari Luhak nan Tigo, masyarakat pesisir juga banyak yang berasal dari India Selatan dan Persia. Dimana migrasi masyarakat tersebut terjadi ketika


(28)

pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan alternatif perdagangan selain Malaka, ketika kerajaan tersebut jatuh ke tangan Portugis (Akauts, 2008).

2.2 Etimologi Minangkabau

Minangkabau diambil dari kata Minang yang berarti kemenangan dan kabau yang berarti kerbau. Dengan kata lain Minangkabau berarti "Kerbau yang Menang". Penamaan ini berhubungan erat dengan sejarah terbentuknya Minangkabau yang diawali kemenangan dalam suatu pertandingan adu kerbau untuk mengakhiri peperangan melawan kerajaan besar dari Pulau Jawa.

Nama itu berasal dari sebuah legenda. Konon pada abad ke-13, kerajaan Singasari melakukan ekspedisi ke Minangkabau. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat lokal mengusulkan untuk mengadu kerbau Minangkabau dengan kerbau Jawa. Pasukan Majapahit menyetujui usul tersebut dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif. Sedangkan masyarakat Minangkabau menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau itu mencari kerbau Jawa dan langsung mencabik-cabik perutnya, karena menyangka kerbau tersebut adalah induknya yang hendak menyusui. Kecemerlangan masyarakat Minangkabau tersebutlah yang menjadi inspirasi nama Minangkabau.

Namun dari beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama Minangkabau sudah ada jauh sebelum peristiwa adu kerbau itu terjadi, dimana istilah yang lebih tepat sebelumnya adalah "Minangkabaukabwa", "Minangkabauakamwa", "Minangkabauatamwan" dan "Phinangkabhu". Istilah Minangkabauakamwa atau


(29)

Minangkabaukamba berarti Minangkabau (sungai) Kembar yang merujuk pada dua sungai Kampar yaitu Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. Sedangkan istilah Minangkabauatamwan yang merujuk kepada Sungai Kampar memang disebutkan dalam prasasti Kedukan Bukit dimana disitu disebutkan bahwa Pendiri Kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang melakukan migrasi massal dari hulu Sungai Kampar (Minangkabauatamwan) yang terletak di sekitar daerah Lima Puluh Kota, Sumatera Barat (Wikipedia, 2009).

2.3 Sistem Kemasyarakatan/Kelarasan

Sistem kemasyarakatan atau yang dikenal sebagai sistem kelarasan merupakan dua instisusi adat yang dibentuk semenjak zaman kerajaan. Minangkabau/Pagaruyung dalam mengatur pemerintahannya yaitu kelarasan Koto Piliang dan kelarasan Bodi Caniago. Kedua institusi tersebut masih tetap dijalankan oleh masyarakat adat Minangkabau sampai sekarang. Dalam sebuah tatanan pemerintahan, kedua institusi tersebut berjalan searah dengan instisuti lainnya atau lembaga-lembaga lainnya. Lembaga-lembaga tersebut terdiri dari: Rajo Tigo Selo; yang terdiri dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat.

Sistem yang dipakai dalam kelarasan koto piliang yaitu cucua nan datang dari langik, kaputusan indak buliah dibandiang. Maksudnya yaitu segala keputusan datang dari raja. Raja yang menentukan. Bila persoalan timbul pada suatu kaum, kaum itu membawa persoalan kepada Basa Ampek Balai. Jika persoalan tidak putus oleh Basa Ampek Balai, diteruskan kepada Rajo Duo Selo. Urusan adat


(30)

kepada Rajo Adat, dan urusan keagamaan kepada Rajo Ibadat. Bila kedua rajo tidak dapat memutuskan, diteruskan kepada Rajo Alam.

Sistem yang dipakai dalam kelarasan Bodi Caniago adalah nan bambusek dari tanah, nan tumbuah dari bawah.Kaputusan buliah dibandiang. Nanluruih buliah ditenok, nan bungkuak buliah dikadang. Maksudnya yaitu segala keputusan ditentukan oleh sidang kerapatan para penghulu. Bila persoalan timbul pada suatu kaum, kaum itu membawa persoalan kepada Datuak nan Batigo di Limo Kaum (Abidin, 2008).

2.4 Sistem Kekerabatan Suku Minangkabau

Sistem kekerabatan suku Minangkabau adalah matrilineal. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seseorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu. Menurut Muhammad Rajab (1969), sistem matrilineal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : keturunan dihitung menurut garis ibu, suku terbentuk menurut garis ibu, tiap orang diharuskan kawin dengan orang di luar sukunya (eksogami), pembalasan dendam merupakan satu kewajiban bagi seluruh suku, kekuasaan di dalam suku terletak di tangan ibu tetapi jarang sekali dipergunakan sedangkan yang sebenarnya berkuasa adalah saudara laki-lakinya. Perkawinan bersifat matrilokal yaitu suami mengunjungi rumah istrinya, hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak (saudara laki-laki ibu) kepada kemenakannya (anak dari saudara perempuan).


(31)

Sistem kekerabatan ini tetap dipertahankan masyarakat Minangkabau samapai sekarang. Bahkan selalu disempurnakan sejalan dengan usaha menyempurnakan sistem adatnya. Peranan penghulu (ninik mamak) boleh dikatakan sebagai faktor penentu dan juga indikator akan berjalan semestinya atau tidak sistem matrilineal itu. Sistem ini hanya diajarkan secara turun-temurun kemudian disepakati dan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya.

Untuk dapat menjalankan sistem itu dengan baik, maka mereka yang akan menjalankan sistem itu haruslah orang Minangkabau itu sendiri. Ada beberapa ketentuan atau syarat-syarat seseorang dapat dikatakan sebagai orang Minangkabau yaituBasuku (bamamak bakamanakan),Barumah gadang,Basasok bajarami,Basawah baladang,Bapandan pakuburan,Batapian tampek mandi.

Ada empat aspek penting yang diatur dalam sistem matrilineal yaitu :

Pengaturan harta pusaka. Harta pusaka yang dalam terminologi Minangkabau disebutharato jo pusako.Haratoadalah sesuatu milik kaum yang tampak secara material seperti sawah, ladang, rumah gadang, ternak dan sebagainya. Pusako adalah sesuatu milik kaum yang diwarisi turun temurun baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Oleh karena itu di Minangkabau dikenal pula dua kata kembar yang artinya sangat jauh berbeda yaitu sako dan pusako. Sako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang tidak berbentuk material, seperti gelar penghulu, kebesaran kaum, tuah dan penghormatan yang diberikan masyarakat kepadanya. Sedangkan pusako adalah milik kaum secara turun temurun menurut sistem matrilineal yang berbentuk material, seperti sawah, ladang, rumah gadang dan lainnya. Hasil sawah, ladang menjadi bekal hidup


(32)

perempuan dengan anak-anaknya. Laki-laki berhak mengatur tetapi tidak berhak untuk memiliki.

Peranan laki-laki. Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk kebutuhan keluarga. Di dalam kaumnya, seorang laki-laki bermula sebagai kemenakan (atau dalam hubungan kekerabatan disebutkan;ketek anak urang, lah gadang kamanakan awak). Pada giliran berikutnya, setelah dewasa dia akan menjadi mamak dan bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya. Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah (maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual, menggadai atau menjadikan milik sendiri). Selain berperan di dalam kaum, dia mempunyai peranan lain sebagai tamu atau pendatang di dalam kaum isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta pihak kaumnya di dalam kaum istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam kaum suaminya. Satu sama lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal.

Kaum dan pesukuan. Orang Minangkabau yang berasal dari satu keturunan dalam garis matrilineal merupakan anggota kaum dari keturunan tersebut. Di


(33)

dalam sebuah kaum, unit terkecil disebut samande (berasal dari satu ibu). Unit yang lebih luas disebut saparuik (berasal dari nenek yang sama). Kemudian saniniak maksudnya adalah keturunan nenek dari nenek. Lebih luas dari itu lagi disebut sakaum. Kemudian dalam bentuknya yang lebih luas, disebut sasuku (berasal dari keturunan yang sama sejak dari nenek moyangnya). Pada awalnya suku-suku itu terdiri dari Koto, Piliang, Bodi dan Caniago. Dalam perkembangannya, karena bertambahnya populasi masyarakat setiap suku, suku-suku itupun dimekarkan.

Bundo kanduang sebagai perempuan utama. Apabila ibu atau tingkatan ibu dari mamak yang jadi penghulu masih hidup, maka dialah yang disebut Bundo Kanduang, atau mandeh atau niniek. Bundo kanduang dalam kaumnya, mempunyai kekuasaan lebih tinggi dari seorang penghulu karena dia setingkat ibu, atau ibu penghulu Dia dapat menegur penghulu itu apabila si penghulu melakukan suatu kekeliruan. Secara implisit tampaknya, perempuan utama di dalam suatu kaum, adalah semacam badan pengawasan atau lembaga kontrol dari apa yang dilakukan seorang penghulu (Abidin, 2008).

2.5 Kehidupan masyarakat Minangkabau

Suku Minangkabau menonjol dalam bidang perdagangan, pendidikan dan pemerintahan. Lebih dari separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minangkabau banyak terdapat di Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan Singapura.


(34)

Pada masa kolonial Belanda suku Minangkabau juga terkenal sebagai suku yang terpelajar. Oleh sebab itu pula, mereka menyebar di seluruh Hindia-Belanda sebagai pengajar, ulama dan pegawai pemerintah. Di samping itu, mereka juga aktif dalam mengembangkan sastra Indonesia modern, dimana hal itu tampak dari banyaknya satrawan Indonesia pada masa 1920-1960 yang berasal dari suku Minangkabau (Akauts, 2008).

Ada satu budaya kebersamaan yang berkembang di tengah masyarakat, yakni budaya arisan yang dalam bahasa Padang dikenal dengan julo-julo, atau budaya Toboh(arisan tenaga).

2.6 Kebudayaan Suku Minangkabau

2.6.1 Upacara dan Perayaan pada Suku Minangkabau

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam kehidupan manusia semenjak ia lahir-berjodoh hingga meninggalkan dunia yang fana ini berlaku kebiasaan dan tradisi yang telah memberi warna perlakuan pribadi dan masyarakatnya, di dalam berinteraksi sesama. Ajaran Islam akan lebih banyak berbicara di dalam pola dan tingkah laku masyarakat daripada konsep-konsep yang bersifat teoritis. Ke arah ini kompilasi syariat Islam dalam khazanah budaya Minangkabau semestinya mengarah.

Upacara-upacara yang dipraktekkan dalam tradisi di Minangkabau adalah :

Upacara kehamilan. Ketika roh ditiupkan ke dalam seorang ibu pada saat janin berusia 16 minggu, maka di saat inilah beberapa kalangan masyarakat mengharapkan doa dari kerabat yang terdiri dari para ipar dan besan dari


(35)

masing-masing pasangan isteri. Seperti pada umumnya setiap hajad kebaikan maka keluarga yang akan membangun kehidupan baru menjadi pasangan keluarga sakinah ma waddah wa rahmah memohon kepada Yang Maha Kuasa agar awal kehidupan janin membawa harapan yang dicita-citakan. Bagi suku Minangkabau, bayi perempuan dianggap sebagai pelanjut dari paruikatau kaum sedangkan bayi laki-laki kelak diharapkan sebagai penjunjung nama kerabat separuiknya, dan menjadi pembela kaum wanita dalam klennya.

Upacara karek pusek (kerat pusat). Sebenarnya tidak memerlukan upacara yang khusus pada saat dilakukan pemotongan tali pusat ini, karena merupakan upaya dari kalangan medis dalam memisahkan pusar bayi dengan plasenta ibunya.

Upacara turun mandi dan kekah (akekah). Sering upacara ini dilakukan dengan tradisi tertentu diantara para ipar besan dan induk bako dari pihak si Bayi. Induk Bako si bayi akan memberikan perhiasan berupa cincin bagi bayi laki-laki atau gelang bagi bayi perempuan serta pemberian lainnya sebagai wujud kasih sayangnya atas kedatangan bayi itu dalam keluarga muda.

Upacara sunat rasul. Apabila seorang anak laki-laki telah cukup umur dan berkat dorongan kedua orang tuanya, maka seorang anak akan menjalani khitanan yang disebut dengan Sunat Rasul . Sunat rasul mengandung pengharapan dari kedua orang tuanya agar anak laki-lakinya itu menjadi anak yang dicita-citakan serta berbakti kepada kedua orang tua.

Masa mengaji di Surau dan upacara masa remaja laki-laki. Surau mengandung tempat tinggal dan tempat pembelajaran bagi anak laki di saat ia remaja. Pada masa remaja ada pula acara-acara yang dilakukan berkaitan dengan


(36)

ilmu pengetahuan adat dan agama antara lain : manjalang guru (menemui guru) untuk belajar, balimau, batutue (bertutur) atau bercerita, mengaji adat istiadat, Baraja tari sewa dan pancak silek (belajar tari sewa dan pencak silat), Mangaji halal jo haram (mengaji halal dengan haram), mangaji nan kuriek kundi nan merah sago, nan baiek budi nan indah baso, pengajaran yang berkaitan dengan adat istiadat dan moral.

Tamat kaji (khatam Qur an). Biasanya seseorang yang telah menamatkan kaji (khatam Qur an), maka terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap kemampuan membaca itu dihadapan majelis Surau. Sebagai rasa syukur, maka para jemaah di Surau itu akan merayakan dalam bentuk pemberian doa selamat kepada si murid.

Melepas pergi merantau.

Perkawinan. Pada masa dahulu perkawinan harus didukung oleh kedua keluarga dan tidak membiarkan atas kemauan muda-mudi saja. Dalam proses perkawinan acara yang dilakukan yaitu : pinang-maMinangkabau (pinang-meminangkabau), Mambuek janji (membuat janji), anta ameh (antar emas), timbang tando, nikah, jampuik anta (jemput antar), manjalang, manjanguak kandang (mengunjungi, menjenguk kandang),baganyie(merajuk),bamadu(bermadu).

Kematian dan tata cara penyelenggaraan. Acara-acara yang diadakan sebelum dan sesudah kematian yaitu : sakik basilau, mati bajanguak (sakit dilihat, mati dijenguk), anta kapan dari bako (antar kafan dari bako), Cabiek kapan, mandi maik (mencabik kafan dan memandikan mayat), kacang pali (mengantarkan jenazah kek kuburan), doa talakin panjang di kuburan, mengaji tiga hari dan


(37)

memperingati dengan acara hari ketiga, ketujuh hari, keempat puluh hari, seratus hari dan malahan yang keseribu hari (Padusi, 2008).

2.6.2 Makanan Suku Minangkabau

Minangkabau telah dikenal di seluruh nusantara sebagai daerah yang mempunyai banyak ragam makanan yang rasanya lezat. Hal ini didukung dengan keberadaan restoran ataupun rumah makan Padang. Jenis-jenis makanan pada suku Minangkabau antara lain :

Makanan berat :rendang Darek, rendang Paku, rendang Padang, sambal Balado, kalio, gulai cancang, sambal Lado Tanak, gulai Itik, gulai kepala ikan Kakap Merah, sate Padang, soto Padang, Asam Padeh.

Makanan ringan : lamang tapai, bubur Kampiun, es Tebak, keripik Jangek, keripik Balado, keripik Sanjai, dakak-dakak, Galamai, Amping Badadih, nagasari, kacang tojin (Sudiharto, 2007).

2.7 Perilaku kesehatan suku Minangkabau

Praktik-praktik kesehatan keluarga Minangkabau dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran agama Islam. Sebagai contoh, kelahiran bayi dibantu oleh dukun/bidan dan ditunggui oleh ibu mertua. Setelah bayi lahir, plasenta bayi tersebut dimasukkan ke dalam periuk tanah dan ditutup dengan kain putih. Penguburan plasenta dilakukan oleh orang yang dianggap terpandang dalam lingkungan keluarga.

Pada zaman dahulu, keluarga Minangkabau lebih memilih melahirkan dengan dibantu dukun beranak daripada pergi ke pusat kesehatan. Mereka beranggapan


(38)

bahwa melahirkan dibantu dukun beranak atau paraji biayanya lebih murah. Namun sekarang ini sesuai dengan perkembangan zaman, keluarga Minangkabau lebih memilih melahirkan di bidan atau Puskesmas. Mungkin hanya sebagian saja yang masih melahirkan dibantu oleh dukun beranak, khususnya masyarakat yang masih tinggal di daerah terpencil dan tenaga kesehatannnya terbatas.

Keluarga Minangkabau pada kelas sosial yang rendah mempunyai pola perilaku mencari bantuan pertolongan kesehatan keluarga yang sederhana, yaitu dengan pergi ke dukun. Sejalan dengan aktivitas ekonomi di pedesaan, banyak warung yang menjual obat sampai ke pelosok. Oleh karena itu bila mereka sakit, biasanya mereka hanya berobat ke warung saja. Resiko yang dapat terjadi dengan pola mencari bantuan kesehatan seperti ini adalah terjadi komplikasi atau sakitnya semakin parah. Dampak yang lebih luas adalah bila datang ke rumah sakit dan tidak tertolong, mereka menganggap tenaga kesehatan di rumah sakit tidak cekatan sehingga jiwa anggota keluarga tidak tertolong. Di lain pihak bila dukun tidak berhasil menyembuhkan anggota keluarga mereka, keluarga akan mengatakan mereka belum berjodoh dengan pengobatan alternatif/dukun (Sudiharto, 2007).


(39)

3. Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau

Pengertian sehat-sakit menurut masyarakat suku Minangkabau tidak terlepas dari tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Pada umumnya, masyarakat menganggap bahwa seseorang dikatakan sehat adalah seseorang yang memiliki jasmani dan rohani yang sehat, serta dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sedangkan untuk masalah sakit, sebagian masyarakat Minangkabau masih ada yang mempercayai bahwa selain disebabkan karena penyebab fisik, juga disebabkan karena adanya gangguan roh-roh halus. Bagi masyarakat Minangkabau, dikatakan sakit, jika seseorang tersebut tidak dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti berdagang, bekerja di kantor, berladang dan lain-lain. Walaupun seseorang tersebut tersebut sudah memiliki gejala sakit seperti sakit kepala, flu ataupun masuk angin namun masih dapat beraktivitas belum diartikan sebagai sakit. Dan jikalau kepala keluarga sakit, maka secara tidak langsung semua anggota keluarga yang ada di dalam keluarga tersebut akan sakit.

Dalam hal pengambilan keputusan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan jika salah seorang anggota keluarga sakit, biasanya diputuskan secara bersama oleh anggota keluarga tersebut. Namun adakalanya, jika keluarga tidak mampu lagi dalam hal dana ataupun penyakitnya sudah terlalu berat maka keluarga tersebut meminta bantuan dari keluarga yang lain atau bahkan dari organisasi yang diikuti oleh keluarga tersebut. Keputusan keluarga tergantung jenis penyakit yang terjadi pada orang tersebut. Sebelum pelayanan medis berkembang dan bertambah banyak seperti sekarang ini, kebanyakan keluarga membawa yang sakit ke pengobatan alternatif (dukun). Untuk saat ini keluarga


(40)

sudah terlebih dahulu membawa ke dokter ataupun pelayanan medis yang lain (Piliang, 2009).

Ada beberapa jenis penyakit yang menurut masyarakat Minangkabau tidak dapat dibawa kepada pelayanan medis seperti penyakit busung, kusta atau pada suku Minangkabau dikenal dengan biriang dan patah tulang yang biasanya hanya dibawa kepada dukun patah. Menurut mereka, penyakit busung dan kusta tersebut disebabkan karena guna-guna (ulah seseorang). Penyakit busung (perut membuncit, namun badan semakin kurus) biasanya disebabkan karena seseorang tersebut terkena kutukan karena telah memakan ikan (benda) larangan, dan untuk sembuh harus berobat kepada orang yang telah membuat larangan tersebut (Caniago, 2009).

Dalam hal perawatan orang sakit, seiring dengan perkembangan teknologi dan tingginya tingkat pengetahuan, keluarga/masyarakat Minangkabau lebih memilih untuk meneruskan pengobatan yang didapat dari petugas kesehatan. Namun adakalanya, keluarga memberikan perawatan-perawatan sederhana seperti jika seseorang demam hanya dikompres dengan daun-daun yang sifatnya dingin (kembang semangkok, daun jarak), jika batuk diberikan air daun kacang tujuh yang telah diremas, ibu postpartum biasanya diberikan tambahan seperti minum jamu ataupun ramuan-ramuan tertentu.

Dalam hal mepertahankan suasana rumah, suku Minangkabau biasanya berusaha agar posisi dan letak rumah menghadap ke arah matahari terbit. Dengan tujuan agar rumah tersebut mendapat sinar matahari yang cukup. Kebersihan rumah pada suku ini, tergantung pada kegiatan yang dimiliki oleh keluarga


(41)

tersebut, khususnya bagi Minang perantauan yang biasanya memiliki usaha/industri rumah tangga di rumah. Mitos yang ada pada suku Minangkabau bahwa rumah harus dibersihkan dari depan ke belakang dengan tujuan tidak menolak rejeki yang akan datang pada rumah tersebut. Keluarga Minangkabau memiliki waktu untuk berkumpul bersama keluarga pada saat makan malam yang digunakan untuk mendiskusikan ataupun mengetahui perkembangan dari setiap anggota keluarga tersebut.

Dalam hal pemanfaatan fasilitas kesehatan, hampir sebagian besar masyarakat Minangkabau sudah lebih memilih untuk berobat kepada petugas kesehatan. Kepercayaan pada fasilitas kesehatan tergantung pada individu tersebut, lebih percaya kepada petugas kesehatan atau pengobatan alternatif (Caniago, 2009).


(42)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau.

Dimana tugas kesehatan tersebut dapat dinilai dari pelaksanaan yang dilakukan keluarga dari kelima tugas kesehatan yang ada, antara lain : mengenal masalah-masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan bagi anggota keluarga yang sakit, mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan, dan mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dengan fasilitas kesehatan yang ada (Setiadi, 2006).

Dari skema dibawah dapat dilihat kerangka konsep dari penelitian ini yaitu: Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku

Minangkabau:

 Mengenal masalah kesehatan keluarga.

 Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

 Memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

 Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

 Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada)

 Baik


(43)

Keterangan :

: variabel yang diteliti

Skema 3.1Kerangka Konsep Penelitian Pelaksanaan Tugas Keluarga Suku Minangkabau

2. Defenisi Operasional

Tugas kesehatan pada keluarga terdiri dari :

1. Mengenal masalah kesehatan keluarga meliputi pemahaman sehat-sakit menurut keluarga yang bersuku Minangkabau.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga meliputi : penentuan keputusan pada keluarga, dan tindakan yang dilakukan sebelum ada keputusan oleh keluarga yang bersuku Minangkabau.

3. Memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda, meliputi : jenis pengobatan yang dilakukan oleh keluarga yang bersuku Minangkabau.

4. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga meliputi : komunikasi keluarga, dan kebersihan rumah pada keluarga yang bersuku Minangkabau.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada) meliputi : kepercayaan keluarga pada petugas kesehatan, dan pemanfaatan fasilitas kesehatan pada keluarga yang bersuku Minangkabau.


(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian keperawatan yang terjadi berdasarkan karakteristik tempat, waktu, umur, jenis kelamin, sosial, ekonomi, pekerjaan, status perkawinan, cara hidup, dan lain-lain (Hidayat, 2007). Dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau.

2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah keluarga suku Minangkabau yang ada pada Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area yang berjumlah 418 keluarga.

Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (Nursalam, 2003).

Dari data yang diperoleh ternyata populasi dalam jumlah besar, sehingga sampel yang diambil yaitu sekitar 10% dari jumlah populasi karena dianggap telah dapat mewakili (Arikunto, 2006). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 10% dari 418 keluarga yaitu sebanyak 41 keluarga.


(45)

Peneliti menentukan sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan yaitu :

1. Keluarga bersuku Minangkabau Asli (bukan campuran).

2. Keluarga dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. 3. Keluarga dapat membaca dan menulis.

4. Bersedia menjadi responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area. Peneliti memilih lokasi ini karena berdasarkan data kependudukan menurut suku, penduduk kelurahan Tegal Sari III mayoritas bersuku Minangkabau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2010.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat izin dalam pengumpulan data, maka dilakukan pendekatan kepada responden dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia untuk diteliti maka responden terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti akan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner yang diisi oleh responden. Lembar tersebut


(46)

hanya diberikan kode tertentu untuk menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden (Nursalam, 2003).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan adalah kuesioner yang dibagi menjadi tiga bagian.

Bagian pertama yaitu kuesioner data demografi responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Bagian kedua yaitu kuesioner yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang mengidentifikasi bagaimana pelaksanaan tugas kesehatan keluarga pada suku Minangkabau. Kuesioner ini terdiri dari 30 pertanyaan yang peneliti kembangkan dari tugas kesehatan keluarga, dimana setiap tugas kesehatan terdiri dari 6 pertanyaan. Penilaian menggunakan skala likert, dengan jawaban selalu (SL): 4, sering (SR): 3, kadang-kadang (KD): 2, tidak pernah (TP): 1. Total skor yang terendah adalah 30 dan skor tertinggi adalah 120.

Bagian ketiga yaitu kuesioner yang berisi pertanyaan terbuka mengenai pantangan-pantangan yang ada pada keluarga suku Minangkabau, anjuran, serta pendapat keluarga mengenai perbedaan dengan budaya lain.

Berdasarkan rumus statistik p= rentang/banyak kelas (Hidayat, 2007), dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 90 dan 3 kategori kelas untuk pelaksanaan tugas kesehatan keluarga ( baik, cukup baik, kurang baik). Menggunakan p=30 dan nilai terendah


(47)

30 sebagai batas kelas interval pertama, data tentang pelaksanaan tugas kesehatan keluarga sebagai berikut :

30-60 = kurang baik 61-90 = cukup baik 91-120 = baik

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji validitas isi. Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrumen dengan baik mewakili karakteristik yang diteliti. Penelitian tentang validitas ini bersifat subjektif dan keputusan apakah instrumen sudah mewakili atau tidak, didasarkan pada pendapat ahli (Brockopp, 1999). Pada penelitian ini dilakukan uji validitas oleh Ibu Chairunnisa, M.Pd yang merupakan seorang dosen yang bersuku Minangkabau dan aktif dalam organisasi-organisasi Minangkabau. Uji validitas ini dilakukan pada bulan Desember 2009.

Untuk mengetahui reliabilitas instrumen dilakukan uji reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Pada penelitian ini akan dilakukan uji reliabilitas dengan teknik cronbach s alpha. Instrumen diujikan pada 10 responden yang memenuhi kriteria. Kemudian jawaban dari responden akan diolah dengan menggunakan bantuan komputerisasi. Bila r yang diperoleh lebih dari 0,70 maka alat ukur dikatakan reliabel (Brockopp, 1999). Dan setelah dilakukan uji reliabilitas diperoleh nilai cronbach s alpha


(48)

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti menerima surat dari institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) dan surat izin dari lokasi penelitian yaitu Kelurahan Tegal Sari III.

Setelah mendapatkan surat izin tersebut, peneliti melakukan pengumpulan data penelitian, dengan terlebih dahulu meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian. Peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat dan prosedur pengisian kuesioner pada calon responden. Calon responden yang bersedia, diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan). Selanjutnya peneliti mewawancarai responden berdasarkan kuesioner yang telah dibuat selama 15-20 menit. Responden yang diwawancarai adalah kepala keluarga namun istri tetap mendampingi kepala keluarga dalam menjawab pertanyaan dari peneliti.

8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Dilanjutkan dengan mengklarifikasikan data dengan mentabulasi data yang telah dikumpulkan. Data diolah secara statistik dengan menggunakan teknik komputerisasi (SPSS 17) dan dianalisa secara statistik deskriptif. Data yang sudah diolah disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi (Arikunto, 2006).


(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau yang dilakukan pada tanggal 1 Februari sampai dengan 31 Maret 2010 di Kelurahan Tegal Sari III Kecamatan Medan Area dengan jumlah responden 41 keluarga bersuku Minangkabau.

1.1 Karakteristik Responden

Deskriptif karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, pekerjaan, dan penghasilan dapat dilihat pada tabel 5.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden keluarga bersuku Minangkabau berumur 26-43 tahun (n=27 atau 65,8%). Seluruh responden beragama Islam, dan sebagian besar reponden laki-laki (n=25 atau 61%) serta kebanyakan dengan tingkat pendidikan SMA (n=16 atau 39%). Berdasarkan jenis pekerjaan, ada 2 jenis pekerjaan yang paling dominan yaitu berdagang (n=15 atau 36.6%) dan industri rumah tangga (n=12 atau 29,3%) dengan penghasilan Rp. 1.000.000 Rp. 3000.000 (n=20 atau 48,8%).


(50)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Presentase Karakteristik Responden Keluarga Bersuku Minangkabau

Data Demografi Frekuensi Persentase

Umur 20-25 tahun 26-43 tahun 44-57 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Agama Islam Pekerjaan Pegawai Negeri Pegawai Swasta Berdagang

Industri Rumah Tangga Dan Lain-Lain Penghasilan <Rp.500.000 Rp. 500.000-1000.000 Rp. 1000.000-3000.000 >Rp. 3000.000 4 27 10 25 16 6 11 16 8 41 4 1 15 12 9 7 10 20 4 9,8 65,8 24,4 61 39 14,6 26,9 39 19,5 100 9,8 2,4 36,6 29,3 22 17,1 24,4 48,8 9,8

1.2 Distribusi frekuensi dan persentasi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau

1.2.1 Mengenal masalah kesehatan keluarga

Hasil penelitian dari keluarga bersuku Minangkabau menunjukkan bahwa mayoritas responden (75,6%) selalu mengetahui pertumbuhan dan


(51)

perkembangan setiap anggota keluarga, lebih dari setengah jumlah responden (65,9%) selalu mengetahui perubahan yang terjadi jika timbul keluhan penyakit pada salah satu anggota keluarga, kurang dari setengah jumlah responden (36,6%) selalu mengetahui penyebab dari perubahan yang terjadi pada anggota keluarga yang sakit, lebih dari setengah jumlah responden (53,7%) selalu menanyakan keluhan yang dirasakan oleh anggota keluarga yang sakit, lebih dari setengah jumlah responden (58,5%) selalu dapat membedakan kondisi sehat-sakit setiap anggota keluarga, dan lebih dari setengah jumlah responden (51,2%) kadang beranggapan bahwa seseorang yang sakit tidak dapat melakukan aktivitas. Untuk lebih jelasnya mengenai mengenal masalah kesehatan keluarga dapat dilihat pada tabel 5.2 yang dilampirkan.

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi dan persentase pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau dalam mengenal masalah kesehatan keluarga berdasarkan kategori kurang baik, cukup baik, dan baik. Dari hasil penelitian diperoleh hasil yaitu : 14,6% cukup baik, dan 85,4% baik.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau dalam Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga (n=41)

Kategori Frekuensi Persentase

Kurang Baik 0 0

Cukup Baik 6 14,6


(52)

1.2.2 Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

Hasil penelitian dari keluarga bersuku Minangkabau menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah responden (65,9%) dengan kepala keluarga selalu berperan penting dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan, lebih dari setengah jumlah responden (56,1%) selalu menanyakan pendapat dari anggota keluarga untuk menentukan tindakan kesehatan yang tepat (seperti pengobatan alternatif dan medis), kurang dari setengah jumlah responden (36,6%) kadang menanyakan pendapat dari orang lain untuk menentukan tindakan kesehatan yang tepat, mayoritas responden (70,7%) selalu memberikan perawatan sederhana di rumah (seperti kompres, minum air putih banyak, dll) sebelum mengambil keputusan yang tepat, lebih dari setengah jumlah responden (68,3%) selalu mengatasi masalah kesehatan dengan pelayanan medis, dan lebih dari setengah jumlah responden (63,4%) selalu dapat mengatasi masalah kesehatan dengan keputusan yang dipilih oleh keluarga. Untuk lebih jelas mengenai mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga dapat dilihat pada tabel 5.4 yang dilampirkan.

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi dan persentase pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau dalam mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga berdasarkan kategori kurang baik, cukup baik, dan baik. Dari hasil penelitian diperoleh hasil yaitu : 12,2% cukup baik, dan 87,8% baik.


(53)

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau dalam mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga (n=41)

Kategori Frekuensi Persentase

Kurang Baik 0 0

Cukup Baik 5 12,2

Baik 36 87,8

1.2.3 Memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

Hasil penelitian dari keluarga bersuku Minangkabau menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah responden (56,1%) selalu membantu anggota keluarga yang sakit dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari (seperti mandi, makan, minum obat), lebih dari setengah jumlah responden (68,3%) selalu melanjutkan pengobatan di rumah sesuai dengan petunjuk dokter, kurang dari setengah jumlah responden (46,3%) selalu lebih mengutamakan pengobatan medis dibandingkan pengobatan tradisional, mayoritas responden (73,2%) selalu memperhatikan perkembangan kesehatan anggota keluarga yang sakit, lebih dari setengah jumlah responden (63,4%) selalu memberi perhatian lebih kepada anggota keluarga yang sakit, dan mayoritas responden (75,6%) selalu memberikan perawatan sederhana kepada anggota keluarga yang sakit (seperti minum air putih yang banyak, kompres jika panas, dan lain-lain). Untuk lebih jelas mengenai memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda dapat dilihat pada tabel 5.6 yang dilampirkan.


(54)

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi dan persentase pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau dalam memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda berdasarkan kategori kurang baik, cukup baik, dan baik. Dari hasil penelitian diperoleh hasil yaitu : 14,6% cukup baik, dan 85,4% baik.

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau dalam memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda (n=41)

Kategori Frekuensi Persentase

Kurang Baik 0 0

Cukup Baik 6 14,6

Baik 35 85,4

1.2.4 Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga

Hasil penelitian dari keluarga bersuku Minangkabau menunjukkan bahwa mayoritas responden (82,9%) selalu mampu menyediakan keperluan sehari-hari setiap anggota keluarga (seperti perlengkapan mandi dan makan, ataupun perlengkapan untuk merawat diri), lebih dari setengah jumlah responden (65,9%) selalu menyediakan waktu untuk membersihkan rumah dan lingkungan di sekitar rumah setiap hari, kurang dari setengah jumlah responden (29,3%) kadang membuat jadwal khusus untuk membersihkan seluruh bagian rumah, kurang dari setengah jumlah responden (34,1%) selalu dan sering melaksanakan jadwal kebersihan yang telah dibuat secara bersama-sama atau


(55)

serta dalam membersihkan lingkungan di sekitar rumah setiap minggu, dan kurang dari setengah jumlah responden (39%) kadang menyediakan waktu untuk berbincang-bincang dengan anggota keluarga untuk mengetahui kondisi perkembangan dari setiap anggota keluarga. Untuk lebih jelas mengenai mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga dapat dilihat pada tabel 5.8 yang dilampirkan.

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi dan persentase pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau dalam mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga berdasarkan kategori kurang baik, cukup baik, dan baik. Dari hasil penelitian diperoleh hasil yaitu : 34,1% cukup baik, dan 65,9% baik.

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau dalam mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga (n=41)

Kategori Frekuensi Persentase

Kurang Baik 0 0

Cukup Baik 14 34,1

Baik 27 65,9

1.2.5 Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada)

Hasil penelitian dari keluarga bersuku Minangkabau menunjukkan bahwa mayoritas responden (78%) selalu percaya kepada petugas kesehatan yang ada


(56)

jumlah responden (58,5%) selalu membawa anggota keluarga yang sakit ke fasilitas kesehatan yang ada, kurang dari setengah jumlah responden (43,9%) kadang memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sesuai dengan kebutuhan, kurang dari setengah jumlah responden (46,3%) selalu mendukung program kesehatan yang ada (imunisasi, KB, fogging, penyuluhan kesehatan, dan lain-lain), kurang dari setengah jumlah responden (41,5%) selalu mengikuti program kesehatan yang diselenggarakan oleh petugas kesehatan, dan kurang dari setengah jumlah responden (41,5%) selalu merasa puas terhadap pelayanan yang ada di fasilitas kesehatan tersebut. Untuk lebih jelas mengenai mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada) dapat dilihat pada tabel 5.10 yang dilampirkan.

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi dan persentase pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau dalam mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada) berdasarkan kategori kurang baik, cukup baik, dan baik. Dari hasil penelitian diperoleh hasil yaitu : 19,5% cukup baik, dan 80,5% baik.

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau dalam mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada) (n=41)

Kategori Frekuensi Persentase

Kurang Baik 0 0

Cukup Baik 8 19,5


(57)

Dari seluruh jawaban responden terhadap pertanyaan pelaksaanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau, diperoleh bahwa pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau secara keseluruhan berada dalam kategori cukup baik 22% dan baik sebesar 78%. Tabel 5.12 menunjukkan kategori pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Batak Toba secara keseluruhan.

Tabel 5.12. Kategori Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga pada Suku Minangkabau secara Keseluruhan (n=41)

Kategori Skor Frekuensi Persentase

Kurang Baik 30-59 0 0

Cukup Baik 60-89 9 22

Baik 90-120 32 78

2. Pembahasan

Desain deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan tugas kesehatan pada keluarga suku Minangkabau dan dalam penelitian ini jumlah responden yang terlibat adalah 41 keluarga yang bersuku Minangkabau.

2.1 Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga pada Suku Minangkabau

2.1.1 Mengenal masalah kesehatan keluarga

Keluarga merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat dan bersifat mandiri, dimana masalah-masalah seorang individu menyusup dan


(58)

2008). Dari hasil penelitian pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan keluarga menunjukkan bahwa mayoritas responden selalu mengetahui pertumbuhan dan perkembangan setiap anggota keluarga, lebih dari setengah jumlah responden selalu mengetahui perubahan yang terjadi jika timbul keluhan penyakit pada salah satu anggota keluarga, kurang dari setengah jumlah responden selalu mengetahui penyebab dari perubahan yang terjadi pada anggota keluarga yang sakit, lebih dari setengah jumlah responden selalu menanyakan keluhan yang dirasakan oleh anggota keluarga yang sakit, lebih dari setengah jumlah responden selalu dapat membedakan kondisi sehat-sakit setiap anggota keluarga, dan lebih dari setengah jumlah responden kadang beranggapan bahwa seseorang yang sakit tidak dapat melakukan aktivitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piliang (2009), yang mengatakan bahwa pengertian sehat-sakit menurut masyarakat Minangkabau tidak terlepas dari tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Dari data demografi menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA dan SMP. Terkait dengan hasil penelitian didapatkan bahwa keluarga kurang pengetahuan mengenai penyebab dari tejadinya penyakit sehingga keluarga tidak dapat memberikan perawatan yang spesifik kepada anggota keluarga yang sakit. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa persepsi keluarga Minangkabau mengenai sakit adalah sesorang dikatakan sakit jika seseorang tersebut tidak mampu lagi melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti berdagang, menjahit, memasak, dan lain-lain. Walaupun gejala sakit (demam, influenza, pening, dan lain-lain) pada


(59)

seseorang tersebut sudah dirasakan namun aktivitas masih bisa dilakukan, keluarga belum menganggap sebagai sakit.

Pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau dalam hal mengenal masalah kesehatan keluarga sudah baik.

2.1.2 Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam pemecahannya adalah tetap kepala keluarga (Setiadi, 2006).

Hasil penelitian dari keluarga bersuku Minangkabau menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan kepala keluarga selalu berperan penting dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan, dan lebih dari setengah jumlah responden selalu menanyakan pendapat dari anggota keluarga untuk menentukan tindakan kesehatan yang tepat (seperti pengobatan alternatif dan medis). Walaupun suku Minangkabau menganut sistem matrilineal, namun dalam hal pengambilan keputusan tetap diputuskan oleh kepala keluarga dan tetap melibatkan anggota keluarga lain terkhususnya istri, karena pola dan tingkah laku keluarga suku Minangkabau mengikuti ajaran Islam (Padusi, 2008).

Piliang (2009) mengatakan bahwa keluarga Minangkabau akan menanyakan pendapat atau meminta bantuan dari keluarga lain atau organisasi yang diikuti keluarga jika keluarga tidak mampu lagi dalam hal dana atau penyakitnya sudah terlalu berat. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh bahwa


(60)

kurang dari setengah jumlah responden kadang menanyakan pendapat dari orang lain untuk menentukan tindakan kesehatan yang tepat.

Dari penelitian juga diperoleh hasil bahwa mayoritas responden selalu memberikan perawatan sederhana di rumah (seperti kompres, minum air putih banyak, dan lain-lain) sebelum mengambil keputusan yang tepat, lebih dari setengah jumlah responden selalu mengatasi masalah kesehatan dengan pelayanan medis, dan selalu dapat mengatasi masalah kesehatan dengan keputusan yang dipilih oleh keluarga. Ini sesuai dengan pernyataan Sudiharto (2007) bahwa sekarang ini sesuai dengan perkembangan zaman, keluarga Minangkabau lebih memilih berobat di bidan atau Puskesmas.

Pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dalam hal mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat sudah baik.

2.1.3 Memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda

Keluarga merupakan sumber bantuan yang terpenting bagi anggota keluarganya atau bagi individu yang dapat mempengaruhi gaya hidup atau mengubah gaya hidup anggotanya menjadi berorientasi pada kesehatan (Setyowati, 2008). Seiring dengan perkembangan teknologi dan tingginya tingkat pngetahuan, keluarga lebih memilih untuk meneruskan pengobatan yang didapat dari petugas kesehatan. Namun adakalanya, keluarga memberikan perawatan sederhana bagi penyakit-penyakit tertentu seperti demam, dan batuk (Caniago, 2009).


(61)

Berdasarkan pernyataan tersebut dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden selalu membantu anggota keluarga yang sakit dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari (seperti mandi, makan, minum obat), dan selalu melanjutkan pengobatan di rumah sesuai dengan petunjuk dokter. Kurang dari setengah jumlah responden selalu lebih mengutamakan pengobatan medis dibandingkan pengobatan tradisional, mayoritas responden selalu memperhatikan perkembangan kesehatan anggota keluarga yang sakit, lebih dari setengah jumlah responden selalu memberi perhatian lebih kepada anggota keluarga yang sakit, dan mayoritas responden selalu memberikan perawatan sederhana kepada anggota keluarga yang sakit (seperti minum air putih yang banyak, kompres jika panas, dan lain-lain).

Hal ini sesuai dengan Survey Gallop pada tahun 1985 yang memastikan bahwa saat berhubungan dengan masalah kesehatan, kebanyakan individu mendapatkan bantuan yang lebih banyak dari keluarga mereka daripada sumber lainnya bahkan dokter yang menangani mereka sekalipun (Setyowati, 2008)

Pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku Minangkabau dalam hal memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda sudah baik.


(62)

2.1.4 Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga

Keluarga mempunyai peran penting dan membantu anggota keluarganya untuk hidup dalam kehidupan yang lebih sehat (Setyowati, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden keluarga Minangkabau memiliki pekerjaan sebagai pedagang dan usaha rumah tangga (home industry). Dimana hampir sebagian besar ruangan rumah digunakan sebagai tempat untuk berusaha.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden selalu mampu menyediakan keperluan sehari-hari setiap anggota keluarga (seperti perlengkapan mandi dan makan, ataupun perlengkapan untuk merawat diri), lebih dari setengah jumlah responden selalu menyediakan waktu untuk membersihkan rumah dan lingkungan di sekitar rumah setiap hari, minoritas responden kadang membuat jadwal khusus untuk membersihkan seluruh bagian rumah, lebih dari setengah jumlah responden selalu dan sering melaksanakan jadwal kebersihan yang telah dibuat secara bersama-sama atau gotong royong, kurang dari setengah jumlah responden sering ikut serta dalam membersihkan lingkungan di sekitar rumah setiap minggu, dan kurang dari setengah jumlah responden kadang menyediakan waktu untuk berbincang-bincang dengan anggota keluarga untuk mengetahui kondisi perkembangan dari setiap anggota keluarga.

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa keluarga Minangkabau kurang memperhatikan kebersihan lingkungan rumah maupun lingkungan di sekitar


(1)

Tabel 5.10. Distribusi frekuensi dan persentase pelaksanaan tugas kesehatan keluarga suku minangkabau dalam mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada)

Pernyataan Selalu Sering Kadang-Kadang Tidak Pernah

n % n % n % n %

25. Keluarga percaya kepada petugas kesehatan yang ada

di fasilitas kesehatan seperti dokter, perawat, bidan. 32 78 6 14,6 3 7,3 0 0 26. Keluarga membawa anggota keluarga yang sakit ke

fasilitas kesehatan yang ada. 24 58,5 9 22 8 19,5 0 0

27. Keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada

sesuai dengan kebutuhan. 13 31,7 9 22 18 43,9 1 2,4

28. Keluarga mendukung program kesehatan yang diselenggarakan oleh petugas kesehatan (imunisasi, KB, fogging, penyuluhan kesehatan, dll).

19 46,3 18 43,9 3 7,3 1 2,4

29. Keluarga mengikuti program kesehatan yang diselenggarakan oleh petugas kesehatan (imunisasi, KB, fogging, penyuluhan kesehatan, dll).

16 39 17 41,5 7 17,1 1 2,4

30. Keluarga merasa puas terhadap pelayanan yang ada di


(2)

85

Reliability

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 10 40.0

Excludeda 15 60.0

Total 25 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.736 31

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted Scale Variance ifItem Deleted Total CorrelationCorrected Item- Cronbach's Alphaif Item Deleted

pertanyaan 1 181.20 412.844 .595 .722

pertanyaan 2 180.80 407.511 .769 .717

pertanyaan 3 181.60 447.600 -.342 .745

pertanyaan 4 181.10 412.322 .644 .721

pertanyaan 5 181.00 411.778 .713 .720

pertanyaan 6 181.00 423.333 .382 .729

pertanyaan 7 181.30 422.900 .293 .730

pertanyaan 8 181.20 416.844 .401 .726

pertanyaan 9 181.00 450.667 -.426 .747

pertanyaan 10 180.90 424.989 .278 .731

pertanyaan 11 181.10 426.544 .268 .731

pertanyaan 12 180.80 427.067 .253 .732

pertanyaan 13 180.80 421.067 .478 .727

pertanyaan 14 180.70 417.344 .497 .725

pertanyaan 15 181.30 429.122 .208 .733

pertanyaan 16 180.60 417.156 .576 .724

pertanyaan 17 180.60 417.156 .576 .724

pertanyaan 18 181.00 406.889 .856 .716

pertanyaan 19 180.80 423.289 .411 .729

pertanyaan 20 180.80 443.289 -.176 .742

pertanyaan 21 181.60 448.711 -.378 .745

pertanyaan 22 181.60 436.044 .015 .739

pertanyaan 23 181.50 410.500 .602 .720

pertanyaan 24 181.00 403.111 .846 .714

pertanyaan 25 181.20 451.511 -.452 .747

pertanyaan 26 181.10 415.433 .561 .723

pertanyaan 27 181.10 417.211 .514 .725

pertanyaan 28 181.00 412.889 .594 .722

pertanyaan 29 181.10 406.544 .801 .716


(3)

pertanyaan 30 181.10 427.433 .245 .732


(4)

87


(5)

(6)

89

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Mona Santi Nainggolan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 3 September 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Langgar/Morning No. 58 Medan Riwayat Pendidikan :

1. SD RK Budi Luhur Medan : 1994 2000 2. SLTP RK Katolik Trisakti I Medan : 2000 2003

3. SMU Negeri 5 Medan : 2003 2006

4. Fakultas Keperawatan USU : 2006 2010