menampung semua akibatnya, terutama keturunan atau kelahiran anak Suwondo, 1979 : 42 .
Usia perkawinan di daerah ini sebelum era modern saat sekarang ini adalah untuk laki – laki berkisar antara 17 – 25 tahun, dan bagi perempuan
berkisar antara 15 – 20 tahun. Pada zaman sekarang usia perkawinan dalam masyarakat Aceh sudah tinggi, yaitu untuk laki – laki antara 23 – 30 dan wanita
antara 20 – 25 tahun. Perubahan tersebut disebabkan antara lain : 1.
Tingginya tingkat pendidikan dalam masyarakat. 2.
Pola pikir masyarakat yang telah maju. 3.
Terjadinya perubahan peranan adat dalam kehidupan masyarakat. Perbedaan usia antara suami dengan isteri biasanya berkisar antara 3
sampai 5 tahun. Pada umumnya pasangan yang baru menikah mempunyai kebiasaan menetap di rumah orang tua isterinya sebelum mereka mampu
mendirikan sebuah rumah. Kemudian peranan adat sangat penting dalam mengatur sistem perkawinan dalam masyarakat ini. Adat yang dimaksud
bersumber dari ajaran agama Islam sebagai landasan kehidupan orang Aceh yang umumnya beragama Islam.
2.2.1. Bentuk Keluarga pada Masyarakat Aceh
Dalam masyarakat Aceh terdapat kesatuan kekerabatan yang secara teknis disebut keluarga inti batih , keluarga luas dan klen kecil.
Bentuk keluarga inti masyarakat Aceh pada umumnya mempunyai kesamaan dari berbagai sub etnis. Adapun bentuk keluarga terdiri dari seorang
suami, isteri dan anak – anak yang belum kawin Alfian, 1977 : 118 .
Universitas Sumatera Utara
Disamping keluarga lengkap, terdapat pula keluarga tidak lengkap. Seorang isteri berpisah dengan suaminya karena bercerai atau kematian. Pada
keluarga seperti ini, isteri mempunyai kedudukan ganda yaitu sebagai kepala keluarga dan ibu rumah tangga.
Disamping adanya wujud keluarga inti, terdapat pula wujud keluarga luas,yaitu apabila salah satu anggota ke;luarga sudah menikah, ia akan pindah
kedalam satu bilik kamar , tetapi dalam rumah itu juga, dan masih dalam satu kesatuan ekonomi dengan keluarga senior.
Dalam keluarga batih ayah dan ibu mempunyai peranan penting untuk mengasuh anak sampai dewasa. Peranan ini sudah menjadi tanggung jawab ayah
dan ibu meliputi segala kebutuhan keluarga seperti kebutuhan akan sandang, pangan, kesehatan dan pendidikan.
2.2.2. Makna Perkawinan pada Masyarakat Aceh
Dalam masyarakat Aceh, perkawinan adalah sesuatu yang sakral dan religius, dan dianggap sebagai suatu ibadah dalam menjalankan perintah Tuhan.
Selain itu tidak hanya sebagai sarana untuk kebutuhan biologis, tetapi juga dalam rangka peningkatan status sosial.
Suwondo 1979 : 40 , mengungkapkan bahwa perkawinan bagi masyarakat Aceh mempunyai tujuan dalam rangka meneruskan keturunan dan
memenuhi hasrat seksual manusia. Pendapat diatas dipertegas lagi oleh Alfian 1978 : 118 , antara tujuan
memperoleh anak dan perbuatan seksual dalam perkawinan terdapat hubungan yang erat, terutama bagi kedudukan anak.
Universitas Sumatera Utara
Dari pendapat diatas, jelaslah bahwa makna perkawinan bagi masyarakat Aceh adalah untuk meneruskan keturunan yang sah. Dalam perkawinan akan
terbentuklah sebuah keluarga dimana akan terlihat bagaimana tanggung jawab seorang suami terhadap isteri dan anak – anak dan sebaliknya. Perkawinan juga
dapat membina kasih sayang dan saling menghormati.
2.2.3. Jenis – jenis Perkawinan pada Masyarakat Aceh