3.3.2. Upacara Perkawinan
Tahapan kegiatan upacara perkawinan antara masyarakat Jepang dan masyarakat Aceh jelas berbeda. Di Jepang kegiatan yang dilakukan adalah
Karishugen, noshi no gi, san – san – ku – do dan resepsi perkawinan. Sedangkan di masyarakat Aceh kegiatan yang dilakukan adalah berhias, mengantarkan
pengantin laki – laki kerumah pengantin perempuan, santap bersama, bersanding, peusijuk, makan berhadap – hadapan dan berfoto. Kemudian penentuan hari
perkawinan dalam masyarakat Jepang didasarkan pada keuntungan siklus enam hari. Banyaknya tamu – tamu yang berkerja pada hari biasa, maka hari Minggu
banyak dipilih. Dalam masyarakat Aceh hari perkawinan banyak dilakukan setelah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Hal yang terpenting dari perkawinan dalam masyarakat Jepang biasanya adalah suatu perjanjian yang ditetapkan dengan cara saling memberikan cangkir
berisi sake antara pengantin wanita dan pengantin pria. Acara ini disebut karishugen dan dilakukan sebelum upacara utama yang disebut san – san – ku –
do. Begitu juga dengan masyarakat Aceh, kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan adalah akad nikah yaitu ikrar seumur hidup semati diantara kedua mempelai.
Acara ini dilakukan sebelum upacara perkawinan. Kesamaan yang nampak pada tahapan upacara perkawinan adalah adanya
kegiatan berhias dan memakai gaun pengantin dari mempelai wanita di pagi hari. Pengantin pria juga memakai pakaian resmi. Tetapi jelaslah berbeda gaun yang
dipakai antara kedua suku bangsa tersebut. Masyarakat Jepang memakai kimono sedangkan masyarakat Aceh memakai pakaian adat Aceh. Namun dizaman
Universitas Sumatera Utara
sekarang ini sudah banyak yang memakai gaun pengantin gaya Eropa dan pengantin pria memakai jas.
Dewasa ini tempat pelaksanaan pun telah banyak dipengaruhi oleh budaya luar. Pelaksanaan resepsi perkawinan dilakukan di gedung dan hotel. Dulunya
masyarakat Aceh melakukan resepsi perkawinan dirumah mempelai wanita sedangkan di Jepang dilakukan di rumah pengantin laki – laki.
Puncak dari
kegiatan upacara perkawinan dalam masyarakat Jepang adalah
san – san – ku – do yang dilanjutkan dengan hiroen resepsi . Upacara san – san – ku – do yaitu upacara saling memberi secangkir sake antara kedua pengantin
sebanyak 9 kali dan hiroen sebagai resepsi resmi dengan mengundang seluruh tamu dalam satu ruangan. Dalam masyarakat Aceh puncak upacara perkawinan
adalah kegiatan mengantarkan pengantin pria kerumah pengantin wanita. Pada saat itu barang – barang antaran dibawa oleh orang – orang tua dengan
menggunakan dulang. Sedangkan di Jepang barang – barang rumah tangga diberikan sebelum resepsi perkawinan.
Persamaan terakhir dari perbandingan ini adalah kegiatan berfoto dengan keluarga, kerabat, teman dan lain – lain.
3.3.3. Setelah Upacara Perkawinan