Upacara Perkawinan Tahapan Upacara Perkawinan pada Masyarakat Aceh 1. Sebelum Upacara

pengantin wanita, perempuan tua tersebut mengucapkan kata – kata berhikmah dan mendoakan supaya masa depan pengantin baru kelak memperoleh hidup bahagia, rukun damai, serta memperoleh keturunan yang baik – baik. Keesokan malamnya dirumah keluarga perempuan diadakan pengucapan ijab qabul pernikahan. Tetapi sebelum acara akad nikah dimulai rombongan linto baro pengantin laki – laki dipersilahkan makan terlebih dahulu. Setelah rombongan selesai makan, maka diadakanlah acara pernikahan. Acara ini dilakukan oleh qadhi sebutan orang yang bertugas sebagai wali pernikahan yang telah mendapat kuasa dari ayah dara baro. Qadhi didampingi oleh dua orang saksi disamping majelis lainnya yang dianggap juga sebagai saksi. Kemudian mahar diperlihatkan kepada majelis dan hadirin untuk diketahui bahwa mahar tersebut sudah lunas. Selanjutnya qadhi membaca doa nikah serta lafadz akad nikah, dengan fasih yang diikuti oleh linto baro. Setelah selesai acara akad nikah, dilanjutkan dengan acara peusunteng disuntingi . Keluarga pihak linto baro menyuntinngi dara baro dan keluarga pihak dara baro menyuntingi linto baro. Tiap – tiap orang yang menyuntingi selain menepung tawari dan melekatkan pulut kuning ditelinga pengantin, juga memberikan sejumlah uang yang disebut teumentuk. Apabila acara peusunteng telah selesai barulah pengantin laki – laki pulang kerumahnya berserta rombongan.

3.2.2. Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan dalam masyarakat Aceh dikenal dengan sebutan upacara bersanding., zaman sekarang lebih dikenal dengan istilah resepsi Universitas Sumatera Utara pernikahan atau pesta perkawinan. Waktu pelaksaaan upacara bersanding ini berbeda – beda atau tidak ada aturan yang mengaturnya. Bisa saja dilaksanakan sehari setelah akad nikah dan ada juga yang dilaksanakan dalam rentan waktu yang lama, tergantung kesepakatan dan kondisi dari masing – masing keluarga mempelai. Umumnya waktu yang banyak dilakukan oleh masyarakat Aceh untuk melangsungkan resepsi perkawinan adalah setelah hari raya Idul Fitri atau hari raya Idul Adha. Kemudian tempat resepsi ini adalah di masing – masing rumah mempelai, namun puncak acaranya dilangsungkan dirumah pengantin perempuan. Di hari perkawinan, pada pagi harinya tentunya mempelai wanita berhias dahulu sebelum duduk di pelaminan. Ada pun busana yang dipakai adalah busana adat Aceh. Secara umum pakaian untuk mempelai perempuan menurut Alamsyah, dkk 1990 : 20 , adalah baju kurung yang terdapat sulaman dan kerawang, celana, kain sarung, ija pinggang, ija sawak selendang , dan perhiasaan. Baju dengan lengan panjang ini dimasukkan kedalam celana yang panjangnya sampai dibatas pergelangan kaki. Diatasnya dipakai ija pinggang yang memanjang kebawah sampai dibawah lutut. Ija siwak dipakai menutupi kepala. Tetapi apabila diatas kepala terdapat berbagai perhiasan, biasanya selendang diatas bahu. Dipergelangan kaki dipakai gelang kaki. Sepatu ataupun selop menjadi alas kaki. Sedangkan untuk pengantin laki – laki pakaian yang dipakai adalah pakaian kebesaran adat Aceh, baju dan celana panjang berpola hitam diatasnya dililit kain sarung, sebilah rencong dipinggang dan kupiah meukeutop Alfian, dkk, 1977 : 136 . Universitas Sumatera Utara Biasanya acara pesta perkawinan dimulai pukul 10.00 Wib. Dimulai dengan upacara mengantar pengantin laki – laki dari rumahnya kerumah pengantin wanita. Upacara mengantarkan pengantin laki – laki kerumah pengantin wanita disebut intat linto. Upacara ini pada umumnya dilaksanakan secara sangat meriah sekali. Sering disertai alat bunyi – bunyian, berdzikir dan selawat kepada Nabi. Sebelum rombongan berangkat terlebih dahulu imum meunasah pimpinan madrasah memperciki air tawar dingin terhadap pengantin laki – laki serta membawa do’a selamat bagi kesejahteraan pengantin laki – laki. Setelah segala sesuatunya selesai, rombongan bergerak dari rumah linto baro menuju ke rumah dara baro, dipimpin oleh Geuchik, imum meunasah dan pemuka – pemuka masyarakat lainnya. Menurut Suwondo, 1979 : 77 , susunan rombongan dalam perjalanan mempunyai aturan – aturan tertentu. Adapun kebiasaan susunan rombongan dalam perjalanan adalah sebagai berikut : didepan sekali beberapa orang wanita tua dan beberapa wanita pembawa bahan makanan peunajoh , kelompok wanita muda, dan wanita – wanita tua, kelompok pemuka musyawarah, didalamnya termasuk Geuchik,dan imum meunasah. Pengantin laki – laki diapit oleh dua orang pengapit serta beberapa tokoh pemuda lainnya, dan kelompok orang – orang muda laki – laki, dan kelompok laki – laki tua serta beberapa orang pemuda – pemuda terkemuka. Dalam hal ini regu kesenian boleh ditempatkan dimana saja. Fungsi pengapit pengantin laki – laki, disebut apeet linto, adalah untuk pendamping dan memberi petunjuk – petunjuk serta syarat – syarat yang mungkin yang mungkin diperlukan kepada linto, sejak dari mula berangkat sampai selesai bersanding Suwondo, 1977 : 78 . Universitas Sumatera Utara Sebelum rombongan pengantin laki – laki tiba di halaman rumah, dari kejauhan sayup – sayup terdengar regu kesenian membunyikan rebana, serunai serta zikir dan selawat kepada Nabi, sehingga kedatangan rombongan dapat diketahui oleh pihak penunggu. Pihak pemuka – pemuka dalam masyarakat Aceh disebut tuha pengampee, mereka mempersiapkan diri dengan batil sirih penjemput, beras padi, dan benda – benda lain yang berhubungan dengan upacara itu. Rombongan pengantin laki – laki berhenti dimuka gerbang halaman rumah pengantin wanita sambil mengucapkan salam dan tegur sapa tanda penghormatan. Setelah adanya isyarat – isyarat tertentu, terjadilah suatu pembicaraan dalam bentuk pantun dan syair antara kedua belah pihak. Selanjutnya pengantin laki – laki setibanya dianak tangga pertama, dia dipayungi dengan payung yang berwarna kuning, hijau atau merah serta menabur beras padi dan memperciki dengan sedikit air tawar dingin oleh seorang tua, sambil mengucap puji syukur kepada Allah. Diberikan pula nasihat agar perkawinan mencapai kebahagian, taat beragama, setia pada istri, patuh pada orang tua dan memperoleh keturunan anak yang saleh – saleh. Selesai diberikan nasihat pengantin dipersilahkan naik kerumah. Mempelai ditempatkan pada tilam duduk mempelai yang sudah dipersiapkan untuk itu, yang diapit oleh dua orang pemuda pengapeet, serta diikuti oleh seluruh pengantin wanita. Rombongan pengantin wanita bisan inong ditempatkan pada ruang tengah rumah, dan bila tidak muat ditempatkan pula diserambi belakang yang tentunya tidak mengabaikan keteraturan dan keindahan menurut ada resam dan sopan – santun. Universitas Sumatera Utara Kemudian diteruskan dengan santap bersama yang sudah disediakan kepada rombongan. Setelah beristirahat beberapa waktu Seulangke meminta linto baro menuju pelaminan, dimana pengantin wanita telah didudukkan terlebih dahulu. Dipelaminan juga sudah menunggu seorang perempuan tua yang disebut mapeunganjo, yakni ibu pembimbing atau yang memberi petunjuk – petunjuk kepada dara baro. Tidak lama berapa mereka bersanding, acara dilanjutkan dengan peusijuk tepung tawar yang dilakukan oleh sanak saudara dara baro. Selesai bersanding atas tuntunan tuha pengampee kedua pengantin dibawa masuk kedalam kamar, dimana sudah tersedia nasi adapan untuk kedua pengantin baru. Dalam posisi duduk berhadap – hadapan diatas tempat tidur yang khas untuk itu. Santap bersama itu berbentuk suap – menyuap antara kedua pengantin. Setelah acara makan nasi berhadap – hadapan selesai, kedua mempelai kembali duduk dipelaminan untuk menunggu undangan yang akan mengucapkan selamat.

3.2.3. Setelah Upacara Perkawinan