BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari kajian uji kemampuan isolat bakteri kitinolitik Nepenthes tobaica dan Nepenthes gracilis dalam menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen
tanaman didapatkan hasil sebagai berikut :
4.1 Peremajaan Isolat Bakteri Kitinolitik dari Nepenthes tobaica, Nepenthes
gracilis dan jamur patogen uji.
Dari isolasi dan seleksi bakteri kitinolitik yang telah dilakukan sebelumnya oleh Gultom 2015 dipilih 5 isolat dengan indeks kitinolitik terbesar. Isolat terpilih
yaitu CBM, KM, AM1, RH1, CBH. Isolat dapat dilihat pada Gambar 4.1.1.
Gambar 4.1.1 Hasil peremajaan bakteri kitinolitik yang diisolasi dari Nepenthes spp. dengan indeks kitinolitik terbesar A CBM,
B KM, C AM1, D RH1 dan E CBH pada media MGMK umur 3 hari.
A B
C
D E
Pertumbuhan isolat pada media yang mengandung kitin sebagai sumber karbon menunjukkan bahwa isolat memiliki aktivitas kitinolitik dan dapat
menghasilkan enzim kitinase. Menurut Tjsujibo et al. 1999 suatu bakteri kitinolitik dapat diketahui memproduksi kitinase jika terjadi perubahan warna
medium menjadi lebih transparan di sekitar koloni bakteri yang disebabkan oleh terdegradasinya kitin pada medium tumbuh karena adanya enzim kitinase yang
dihasilkan bakteri ke medium. Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan bakteri kitinolik yang berperan penting dalam menghidrolisis kitin.
Enzim kitinase yang disekresikan keluar sel menghidrolisis kitin yang tidak larut air menjadi monomer yang larut dalam air sehingga menghasilkan zona
bening di sekitar koloni. Menurut Wijaya 2002 enzim ekstraseluler adalah enzim yang dihasilkan di dalam sel tetapi dikeluarkan ke dalam medium tumbuhnya.
Menurut Muharni 2009 zona bening terjadi karena adanya pemutusan ikatan β- 1,4 homopolimer N-asetilglukosamin pada kitin oleh kitinase menjadi monomer
N-asetilglukosamin. Purwani et al. 2002 menyatakan bahwa degradasi kitin secara enzimatis oleh kitinase berlangsung secara bertahap. Polimer kitin dipecah
menjadi oligomer kitin dan selanjutnya akan diuraikan menjadi monomer N- asetilglukosamin oleh β-N-asetilglukosaminide.
Isolat bakteri tersebut diujikan terhadap jamur patogen Fusarium sp. dan Rhizoctonia solani. Biakan murni jamur tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.2.
Gambar 4.1.2 Biakan murni jamur patogen tanaman pada media PDA. A Fusarium sp. B Rhizoctonia solani umur 6 hari.
Fusarium sp. dan Rhizoctonia solani merupakan jamur yang sering menjadi penyebab penyakit tanaman. Fusarium sp. merupakan patogen tular tanah
soil borne yang bersifat penghuni tanah soil inhabitant, memiliki ras fisiologi
A B
yang berbeda dan dapat menimbulkan penyakit yang bersifat monosiklik sehingga strategi pengendalian yang efektif hingga kini belum ditemukan. Disamping itu
patogen Fusarium sp. dapat bertahan dalam berbagai jenis tanah untuk puluhan tahun walaupun tanpa tanaman inang Susana, 2000.
R. solani memiliki miselium tidak berwarna ketika masih muda tetapi menjadi coklat kekuningan ketika makin tua, diameternya 8-12 μ m, dengan septa
jarang-jarang. R. solani memiliki tiga tipe miselium: pertama hifa pendobrak lurus yang dapat tumbuh sewaktu-waktu, pendek, dan membengkak R. solani
merupakan jamur penghuni tanah, dapat hidup sebagai saprofit pada jaringan tanaman yang sudah mati, dan bertahan dalam bentuk miselium atau sklerotia.
Kelangsungan hidupnya dalam tanah dipengaruhi oleh faktor tanah dan mikroorganisme antagonis, seperti bakteri, jamur dan mikroba antagonis lainnya.
Inokulum jamur dapat menyebar bersama partikel tanah yang terbawa bersama aliran
air dan
alat-alat pertanian
atau bagian
tanaman yang
terkontaminasi Rustam, 2012.
4.2 Hasil Uji Antagonis Isolat Bakteri Kitinolitik dari Nepenthes tobaica dan