Hasil Uji Antagonis Isolat Bakteri Kitinolitik dari Nepenthes tobaica dan

yang berbeda dan dapat menimbulkan penyakit yang bersifat monosiklik sehingga strategi pengendalian yang efektif hingga kini belum ditemukan. Disamping itu patogen Fusarium sp. dapat bertahan dalam berbagai jenis tanah untuk puluhan tahun walaupun tanpa tanaman inang Susana, 2000. R. solani memiliki miselium tidak berwarna ketika masih muda tetapi menjadi coklat kekuningan ketika makin tua, diameternya 8-12 μ m, dengan septa jarang-jarang. R. solani memiliki tiga tipe miselium: pertama hifa pendobrak lurus yang dapat tumbuh sewaktu-waktu, pendek, dan membengkak R. solani merupakan jamur penghuni tanah, dapat hidup sebagai saprofit pada jaringan tanaman yang sudah mati, dan bertahan dalam bentuk miselium atau sklerotia. Kelangsungan hidupnya dalam tanah dipengaruhi oleh faktor tanah dan mikroorganisme antagonis, seperti bakteri, jamur dan mikroba antagonis lainnya. Inokulum jamur dapat menyebar bersama partikel tanah yang terbawa bersama aliran air dan alat-alat pertanian atau bagian tanaman yang terkontaminasi Rustam, 2012.

4.2 Hasil Uji Antagonis Isolat Bakteri Kitinolitik dari Nepenthes tobaica dan

Nepenthes gracilis Terhadap Jamur Patogen Tanaman Hasil uji antagonisme secara in vitro menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri kitinolitik terpilih dapat menghambat pertumbuhan dari kedua jamur patogen tanaman tersebut dengan kemampuan yang bervariasi. Penghambatan terhadap pertumbuhan jamur patogen tanaman dapat diamati dengan terjadinya zona bening di sekitar koloni bakteri yang tidak dapat ditumbuhi oleh hifa jamur. Hasil uji antagonisme lima isolat bakteri kitinolitik dari N. tobaica dan N. gracilis terhadap jamur patogen tanaman Fusarium sp. dan Rhizoctonia solani yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.1 dan 4.2.2, menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri kitinolitik mampu menghambat pertumbuhan Fusarium sp. dan Rhizoctonia solani dengan kemampuan yang berbeda. Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme dapat diamati dengan terbentuknya zona bening sebagai zona penghambatan pertumbuhan jamur oleh isolat bakteri kitinolitik. Hasil uji antagonis dari isolat bakteri kitinolitik yang digunakan terhadap jamur menunjukkan bahwa isolat bakteri tersebut mampu menghambat pertumbuhan jamur hasil isolasi yang ditandai dengan terbentuknya zona hambat. Zona hambat umumnya mulai teramati pada hari keempat karena interaksi antara bakteri dan jamur mulai terjadi. Hasil uji antagonisme terhadap jamur Fusarium sp. dan Rhizoctonia solani dapat dilihat pada Gambar 4.2.1. Gambar 4.2.1 Uji antagonisme bakteri kitinolitik yang diisolasi dari Nepenthes tobaica dan Nepenthes gracilis A terhadap Fusarium sp., B terhadap Rhizoctonia solani. Wijaya 2002 menyatakan bahwa besarnya zona bening yang dihasilkan tergantung pada jumlah monomer N-Asetilglukosamin yang dihasilkan dari proses hidrolisis kitin dengan memutus ikatan β-1,4 homopolimer N-asetilglukosamin. Semakin besar jumlah monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan semakin besar zona bening yang terbentuk di sekitar koloni. Kitin sebagai substrat juga akan menginduksi aktivitas enzim kitinase. Adanya penghambatan masing-masing isolat bakteri kitinolitik terhadap jamur dipengaruhi oleh adanya substrat kitin pada media sehingga kitinase pada kelima isolat bakteri tersebut lebih cepat disekresikan. Kitin pada media uji terurai oleh produksi kitinase isolat bakteri dan lama kelamaan akan terpacu untuk mendegradasi dinding sel jamur. Isolat bakteri akan menggunakan kitin sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya Woo et al., 1996. Kemampuan mengkolonisasi lingkungan sekitar yang cepat menyebabkan isolat bakteri tersebut mengkolonisasi miselium jamur untuk menguraikan kitin yang ada pada dinding sel jamur. Penguraian kitin pada dinding sel jamur dapat menghambat pertumbuhan jamur Fusarium sp. dan Rhizoctonia solani yang mengalami kerusakan dinding sel. Perbedaan kemampuan bakteri kitinolitik dalam A B menghambat pertumbuhan jamur Fusarium sp. dan Rhizoctonia solani dapat dilihat pada Tabel 4.21. dan Tabel 4.2.2. Tabel 4.2.1 Hasil penghambatan pertumbuhan jamur patogen tanaman oleh bakteri kitinolitik dengan jamur ditumbuhkan terlebih dahulu Tabel 4.2.2. Hasil penghambatan pertumbuhan jamur patogen tanaman oleh bakteri kitinolitik dengan cara jamur dan bakteri ditumbuhkan bersamaan Pada pengamatan hari ketujuh dari lima isolat bakteri kitinolitik tersebut isolat RH 1 merupakan isolat bakteri yang menunjukkan zona hambat yang paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan jamur dengan diameter zona hambat sebesar 2,40 cm. Aktivitas yang paling rendah ditunjukkan oleh isolat bakteri CBH dengan diameter zona hambat 0,90 cm. Kelima isolat bakteri kitinolitik yang digunakan memiliki kemampuan daya hambat yang berbeda-beda. Perbedaan kemampuan ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain jumlah enzim yang dihasilkan dan aktivitas enzimnya. Jumlah dan aktivitas enzim tiap isolat merupakan hasil penyandian gen-gen yang dimiliki oleh isolat tersebut. Isolat Jamur uji Zona hambat hari ke- cm 2 3 4 5 6 7 CBM Fusarium sp. Rhizoctonia solani 0,20 0,10 1,10 1,30 1,35 1,72 0,25 0.62 0,90 1,20 1,30 1,65 KM Fusarium sp. Rhizoctonia solani 0,10 0,25 0,55 0,85 1,10 1,30 0,10 0,95 1,20 1,50 1,00 1,85 AM1 Fusarium sp. Rhizoctonia solani 0,15 0,35 0,70 1,20 1,30 1,50 0,15 0,30 0,85 1,30 1,60 2,00 RH1 Fusarium sp. 0,25 0,30 0,45 0,70 1,20 1,35 Rhizoctonia solani 0,70 0,75 1,35 1,50 1,85 2,15 CBH Fusarium sp. Rhizoctonia solani 0,10 0,20 0,55 0,85 1,20 1,35 0,15 0,30 0,70 1,20 1,50 1,80 Isolat Jamur uji Zona hambat hari ke- cm 2 3 4 5 6 7 CBM Fusarium sp. Rhizoctonia solani 0,10 0,15 0,20 0,35 0,42 1,80 0,15 0.30 0,70 0,75 0,87 1,65 KM Fusarium sp. Rhizoctonia solani 0,15 0,20 0,45 1,10 1,20 1,95 0,10 0,25 0.55 1,35 1,72 2,05 AM1 Fusarium sp. Rhizoctonia solani 0,20 0,70 1,20 1,72 2,00 2,05 0,10 0,20 0,70 1,20 1,60 2,10 RH1 Fusarium sp. 0,25 0,85 1,30 1,60 1,85 2,00 Rhizoctonia solani 0,25 0,35 0,85 1,60 2,00 2,40 CBH Fusarium sp. Rhizoctonia solani 0,10 0,30 0,55 0,70 0,85 0,90 0,20 0,70 0,90 1,10 1,20 1,60 Brurbeg et al. 1996 melaporkan Serratia marcescens sebagai mikroba kitinolitik yang telah banyak dipelajari dapat menghasilkan 3 gen yang mengkode kitinase disebut sebagai gen ChiA kitinase A, ChiB kitinase B dan ChiC kitinase C dan baru baru ini telah ditentukan struktur tiga dimensi dari ketiga gen tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan sinergisme yang jelas pada saat menghidrolisis kitin terjadi kombinasi antara ChiA dan ChiB atau ChiC dan disebutkan bahwa sisi serangan substrat ChiA diduga berbeda dari ChiB dan ChiC. Selain Serratia, bakteri genus Bacillus juga banyak dipelajari sebagai penghasil kitinase. Mitsutomi et al. 1994 telah melakukan analisis struktur tiga dimensi domain katalitik ChiA B.circulan WL-12 yang mempunyai sedikitnya 6 jenis kitinase. Kitinase A pada bakteri ini mempunyai kemampuan yang kuat dalam mendegradasi kitin dibandingkan lima kitinase yang lainnya. Gohel et al. 2006 meelaporkan bahwa selain kandungan kitin pada media uji yang digunakan, hal yang juga ikut mempengaruhi besarnya zona hambat adalah banyak sedikitnya kandungan kitin yang terdapat pada dinding sel jamur. Variasi diameter zona hambat dari masing masing bakteri kitinolitik terhadap jamur patogen tanaman pada hari ketujuh dapat dilihat pada Gambar 4.2.2 dan Gambar 4.2.3. Dapat dilihat bahwa zona hambat terhadap jamur Rhizoctonia solani lebih besar dibandingkan dengan zona hambat terhadap Fusarium sp.. Menurut Sivan Chet 1989, kandungan kitin pada dinding sel beberapa jenis Fusarium lebih banyak dari kandungan kitin pada dinding sel Rhizoctonia solani. Dinding sel Fusarium vasinfektum dan Fusarium melonis memiliki kandungan kitin masing-masing sebesar 25 dan 15 sedangkan dinding sel Rhizoctonia solani hanya memiliki 15 kandungan kitin. Chu Alexander 1972, melaporkan bahwa dinding sel Fusarium terdiri dari heterosakarida yang berkontribusi terhadap ketahanan Fusarium terhadap enzim hidrolitik. Selain itu kandungan protein yang cukup tinggi juga menyebabkan resistensi Fusarium sp. yang relatif tinggi. Resistensi Fusarium sp. tersebut menyebabkan pengahambatan yang lebih rendah dibandingkan dengan Rhizoctonia solani, meskipun kandungan kitin Fusarium sp. lebih tinggi. Menurut Indratmi 2008, pengendalian jamur patogen secara hayati dengan menggunakan musuh-musuh alami patogen telah banyak dikembangkan, sebagian mengarah 0.5 1 1.5 2 2.5 3 CBM KM AM1 RH1 CBH D iame te r Z on a Be n in g c m Isolat Bakteri Kitinolitik Fusarium sp. Rhizoctonia solani 0.5 1 1.5 2 2.5 CBM KM AM1 RH1 CBH D iame te r Z on a Be n in g c m Isolat Bakteri Kitinolitik Fusarium sp. Rhizoctonia solani pada penentuan mekanisme antagonisme antara agensia pengendali hayati dengan patogen target Gambar 4.2.2 Diameter zona hambat dari masing-masing isolat bakteri kitinolitik terhadap jamur patogen tanaman dengan jamur ditumbuhkan terlebih dahulu Gambar 4.2.3 Diameter zona hambat dari masing-masing isolat bakteri kitinolitik terhadap jamur patogen tanaman dengan jamur dan bakteri ditumbuhkan bersamaan Hasil pengujian kemampuan bakteri kitinolitik dengan jamur ditumbuhkan terlebih dahulu menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan metode penumbuhan secara bersamaan. Sehingga dapat diasumsikan bahwa isolat bakteri kitinolitik dari N. tobaica dan N. gracilis memiliki potensi sebagai agen pengendali hayati yang bersifat kuratif dan preventif terhadap patogen tanaman. Oku 1994 menyatakan bahwa peranan enzim kitinase dalam pertahanan tanaman terhadap serangan patogen meliputi penghambatan pertumbuhan fungi dengan cara langsung menghidrolisis dinding miselia dan melalui pelepasan elisitor endogen oleh aktivitas kitinase yang kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik pada inang. Menurut Ferniah et al. 2003 kitin merupakan induser bagi enzim kitinase. Enzim kitinase memecah kitin menjadi ketooligosakarida sampai dengan N-asetil D-glukosamin yang akan mengalami deasetiliasi dan deaminasi dan menghasilkan molekul-molekul glukosa. Menurut El-Katatny et al. 2000 satu kelompok organisme yang memiliki potensi sebagai agen pengendali hayati fungi berasal dari kelompok mikroba penghasil kitinase. Pengendalian hayati fungi dengan menggunakan mikroba kitinolitik didasarkan pada kemampuan mikroba menghasilkan kitinase dan β-1,3- glukanase yang dapat melisiskan sel fungi.

4.3 Pengamatan Struktur Hifa Abnormal Jamur Patogen Tanaman Setelah Uji Antagonisme