Pengendalian Hayati TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pengendalian Hayati

Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan dan terus-menerus dalam aktivitas pertanian modern telah menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi tanah dan lingkungan. Penggunaan pestisida juga dapat menimbulkan resistensi hama dan penyakit tumbuhan terhadap bahan beracun tersebut. Permasalahan yang timbul pada bidang pertanian tersebut dan kesadaran akan lingkungan yang sehat, telah mendorong penggalian berbagai potensi alam yang ramah lingkungan. Perkembangan bioteknologi telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, diantaranya penggunaan mikroorganisme, terutama bakteri dan jamur, yang sangat potensial sebagai pengendali hayati biocontrol Artati, 2008. Pestisida juga menyebabkan timbulnya strain hama dan penyakit tumbuhan yang resisten terhadap bahan beracun ini, sehingga setiap kali usaha pengendalian terhadap organisme pengganggu ini menemui kegagalannya dan setiap kali pula harus dihasilkan bahan kimia baru yang memerlukan biaya penelitian yang sangat mahal baik secara ekonomi maupun biaya pencemaran terhadap lingkungan yang tidak dapat dihitung secara pasti. Masalah-masalah yang yang muncul akibat aktivitas pertanian modern telah mendorong para peneliti untuk menggali berbagai potensi alam terutama terhadap mikroba dan serangga berguna bagi meningkatkan hasil pertanian Prihantoko, 2006. Pengendalian hayati terapan dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu: 1 introduksi, adalah usaha mendatangkan dan melepaskan musuh alami ke alam 2 augmentasi, yaitu usaha mempertinggi daya guna musuh alami yang telah ada misalnya dengan melakukan pembiakan secara massal dan menyebarkan kembali ke alam. Augmentasi dibagi menjadi dua yaitu inokulasi dan inundasi. Inokulasi adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah terbatas untuk meningkatkan populasi, sedangkan inundasi adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah besar Lesmana, 2006. Dua jenis mikroba golongan bakteri yang paling banyak dikembangkan sebagai pestidida hayati adalah Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. Keunikan dari kedua bakteri tersebut adalah bersifat saprofitik mampu bertahan dan berkembang biak pada sisa-sisa limbah organik, menghasilkan antibiotik yang dapat membunuh mikroba patogen tumbuhan Giyanto et al., 2009. Interaksi patogenik dapat terjadi antar mikroorganisme, seperti parasitisme antara satu jamur dengan jamur lainnya mikoparasitisme maupun produksi antibiotik oleh organisme yang menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Interaksi patogenik lainnya melibatkan mikroorganisme dan akar tanaman yang mengakibatkan penyakit tanaman. Penyakit tanaman yang bersumber dari tanah dapat disebabkan oleh nematoda, kutu, bakteri, virus, dan jamur. Beberapa jamur menyebabkan kerusakan lebih parah pada tanaman pertanian dan interaksinya dengan patogen tanaman lainnya umumnya mempunyai efek sinergis pada penyakit tanaman Artati, 2008. Saat ini banyak usaha yang dilakukan oleh para peneliti untuk menggunakan agen pengendali hayati seperti bakteri dan jamur, karena penggunaan bahan kimia dapat merusak lingkungan dan membahayakan organisme lain termasuk kesehatan manusia Herrera et al., 1999.

2.3 Bakteri Kitinolitik