16
BAB III PENELITIAN SENDIRI
3.1. LATAR BELAKANG
Pasien yang menjalani HD reguler sering mengalami malnutrisi, inflamasi dan penurunan kualitas hidup sehingga memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi dibanding populasi normal.
7,41
Prevalensi malnutrisi pada pasien hemodialisis reguler 18-75.
42
Beberapa faktor penyebab malnutrisi pada pasien dialisis reguler termasuk di antaranya simptom uremia, asupan protein dan kalori yang menurun,
inflamasi kronik, dan komorbid akut atau kronik.
1,43
Sehingga penilaian kualitas hidup pasien merupakan kunci utama dalam mengevaluasi dan penanganan pasien-pasien
dengan HD reguler.
1
Ada beberapa cara penilaian status nutrisi seperti antropometri berat badan, lingkaran lengan, triceps skinfold thickness, laboratorium seperti albumin serum,
transferin, DEXA dan BIA. Cara menilai status nutrisi nutritional assessment seperti antropometri,
hasilnya bisa menjadi salah karena adanya perubahan hidrasi jaringan pada pasien gagal ginjal
1
. Pemeriksaan antropometri memerlukan waktu yang lama dan keterampilan khusus, penilaian indeks massa tubuh IMT memiliki keterbatasan
dalam menilai lemak tubuh dan sangat dipengaruhi oleh hidrasi jaringan.
44
Analisis komposisi tubuh penting untuk menilai status nutrisi karena penilaian berat badan
saja tidak akan memberikan informasi tentang kurangnya BCM. Perubahan ECW dapat menutupi tanda kehilangan BCM.
45
Orang yang memiliki IMT yang sama belum tentu memiliki komposisi tubuh yang sama.
46
17 Pemeriksaan albumin dimana memiliki waktu paruh 20 hari
24
, tidak dapat dipakai untuk menilai perubahan status nutrisi dalam periode singkat.
44
Juga dipengaruhi infeksi, hilangnya albumin lewat dialisat atau urin.
20
Sedangkan DEXA walaupun hasilnya akurat tetapi tidak dapat membedakan FFM yang normal hidrasi,
over hidrasi ataupun dehidrasi.
47
Jones dkk pada tahun 2004 melaporkan pemeriksaan albumin serum pada pasien hemodialisis berhubungan dengan inflamasi tetapi tidak dengan status
nutrisi.
48
BIA telah direkomendasikan sebagai alat penilai status nutrisi yang praktis, dan merupakan metode yang valid dan reliabel pada pasien gagal ginjal stadium
akhir
31
dan tidak dipengaruhi uremia.
1
BIA merupakan metode yang obyektif, non invasif, aman, hasil segera didapat, dapat dibawa kemana-mana, mudah dilakukan
dalam mengevaluasi komposisi tubuh sehingga dapat mendeteksi perubahan dini status nutrisi dan volume cairan tubuh pasien-pasien hemodialisis reguler.
27,49
Dalam penatalaksanaan pasien-pasien hemodialisis reguler, aplikasi klinis utama pemakaian BIA mencakup: 1. Menentukan status volume cairan tubuh. Salah satu
tujuan terapi hemodialisis adalah mencapai dan mempertahankan keadaan euvolemik yang disebut sebagai berat badan kering; 2. Penilaian status nutrisi.
6,49
Parameter BIA yang digunakan untuk menilai status nutrisi adalah: Body Cell Mass BCM, Fat Free Mass FFM, Fat Mass FM, Total Body Water TBW,
Resting Metabolic Rate RMR, Total Protein, Mineral dan Glikogen.
29
Nilai BCM, FFM, RMR yang normal sampai tinggi dan nilai FM, TBW, TP, mineral dan glikogen yang normal menunjukkan status nutrisi yang baik. Sedangkan
bila nilai parameter-parameter tersebut rendah maka menunjukkan status nutrisi yang buruk.
29
18 SF-36 secara luas telah dipakai untuk mengevaluasi kualitas hidup pada
penyakit-penyakit kronis termasuk penyakit ginjal stadium akhir. SF-36 adalah penilaian kualitas hidup dengan sistem skor yang meliputi 36 pertanyaan dengan 8
skala yaitu 1 fungsi fisik, 2 keterbatasan akibat masalah fisik, 3 perasaan sakit nyeri, 4 kesehatan umum, 5 vitalitas, 6 fungsi sosial, 7 keterbatasan akibat
masalah emosional, dan 8 kesehatan mental. Kemudian masing-masing skala disimpulkan menjadi dua dimensi yaitu dimensi kesehatan fisik dan dimensi
kesehatan mental. SF-36 diberi skor 0 sampai 100, dimana skor yang lebih tinggi menandakan kualitas hidup yang lebih baik.
7,39
Skor 50 ± 10 diartikan kualitas hidup menyerupai populasi normal.
50
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai pemakaian BIA dalam menganalisis komposisi tubuh, dan penelitian mengenai hubungan komposisi tubuh
dengan kualitas hidup pasien HD reguler. Penelitian yang dilakukan Bellizzi dkk 2006 : BIA merupakan instrumen klinik
yang sangat berguna untuk mendeteksi perubahan dini komposisi tubuh pada pasien-pasien penyakit ginjal kronik dan juga mendapatkan pasien-pasien HD
reguler cenderung memiliki TBW lebih tinggi dan BCM lebih rendah dibanding populasi normal.
51
Dumler dkk 2003: dengan BIA mendapatkan pasien-pasien hemodialisis reguler memiliki massa otot lebih sedikit dan sering terjadi kelebihan
cairan tubuh dibandingkan dengan populasi normal.
1
Zadeh dkk 2001: mendapatkan
kualitas hidup
SF-36 pasien-pasien
hemodialisis reguler
berhubungan kuat dengan status nutrisi, anemia dan kondisi klinik lain. Dilaporkan juga SF36 berkorelasi positif dengan IMT dan persentasi lemak tubuh yang
menunjukkan bahwa pasien overweight dengan hemodialisis kronik memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dibanding dengan yang kurang gemuk.
7
Macdonald dkk
19 2006 melaporkan pemeriksaan appendicular lean mass pasien gagal ginjal kronik
dengan penggunakan BIA dapat menilai massa otot skletal dan estimasi laju filtrasi glomerulus.
52
Masih sedikitnya penelitian yang menghubungkan antara status nutrisi yang diukur dengan parameter BIA dengan kualitas hidup SF-36 pada pasien-pasien HD
reguler, dan sepengetahuan peneliti belum ada penelitian yang menghubungkan antara kedua instrumen tersebut di Indonesia, maka dalam penelitian ini kami
menggunakan single frequency BIA untuk mengevaluasi status nutrisi dan SF-36 Medan Modifikasi untuk mengevaluasi kualitas hidup pasien HD reguler.
3.2. PERUMUSAN MASALAH