Jenis-Jenis dan Syarat Terjadinya Perjanjian Menurut Hukum Perdata 1 Jenis-Jenis Perjanjian
2. Yang merupakan perwakilan yang ditetapkan oleh hukum, misalnya dalam bentuk kekuasaan orang tua, wali dari anak di bawah umur, dan
kewenangan kurator untuk mengurus harta pailit. c
Sebagai kuasa dari orang atau pihak yang memberikan kuasa. Dalam hal ini berlaku ketentuan yang diatur dalam Bab XVI Buku III KUH Perdata,
mulai Pasal 1792 hingga Pasal 1819 KUH Perdata.
28
B. Jenis-Jenis dan Syarat Terjadinya Perjanjian Menurut Hukum Perdata B.1 Jenis-Jenis Perjanjian
Perjanjian terdiri dari dua macam, yaitu perjanjian yang obligatoir dan perjanjian yang non-obligatoir.
1 Perjanjian Obligatoir yaitu suatu perjanjian dimana mengharuskan atau
mewajibkan seseorang membayar atau menyerahkan sesuatu. Misalnya :
a Pembeli wajib menyerahkan harga barang
b Penjual wajib menyerahkan barang
c Penyewa wajib menyerahkan uang sewa
d Majikan harus membayar upah.
Menurut Komariah, perjanjian obligatoir ada beberapa macam, yaitu : 1.
Dari segi prestasi, perjanjian dapat dibedakan dalam: a.
Perjanjian sepihak, ialah perjanjian yang hanya ada kewajiban pada satu pihak, dan hanya ada hak pada pihak lain.
Contoh : Perjanjian hibah, perjanjian pinjam pakai. b.
Perjanjian timbal balik, ialah perjanjian dimana hak dan kewajiban ada pada kedua belah pihak. Jadi pihak yang berkewajiban melakukan
suatu prestasi juga berhak menuntut suatu kontra prestasi. Contoh : Perjanjian pengangkutan
2. Dari segi pembebanan, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian cuma-cuma, ialah perjanjian dalam mana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan tiada mendapatkan nikmat daripadanya. Contoh : Perjanjian hibah.
28
Ibid., hlm. 17.
Universitas Sumatera Utara
b. Perjanjian atas beban, ialah perjanjian yang mewajibkan masing-
masing pihak memberikan prestasi memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Contoh : Jual beli, sewa menyewa.
3. Dari segi kesepakatan, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian konsensuil, ialah perjanjian yang mengikat sejak adanya
kesepakatan konsensus dari kedua belah pihak. Jadi perjanjian lahir sejak detik tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak.
Contoh : Perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa
b. Perjanjian riil, ialah perjanjian yang mengikat jika disertai dengan
perbuatantindakan nyata. Jadi dengan kata sepakat saja, perjanjian tersebut belum mengikat kedua belah pihak.
Contoh : Perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai
c. Perjanjian formil, ialah perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu,
jadi bentuknya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jika bentuk perjanjian tersebut tidak sesuai dengan ketentuan, maka
perjanjian tersebut tidak sah. Contoh : Jual beli tanah harus dengan akte PPAT dan pendirian
Perseroan Terbatas harus dengan Akte Notaris.
4. Dari segi penamaan, dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian bernama nominaat, ialah perjanjian khusus yang diatur
dan disebutkan dalam KUH Perdata buku III Bab V sd Bab XVII dan dalam KUHD Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Contoh: Perjanjian jual beli, sewa menyewa, penitipan barang, pinjam pakai, asuransi, dan perjanjian pengangkutan.
b. Perjanjian tak bernama innominaat, ialah perjanjian yang tidak diatur
dan tidak disebutkan dalam KUH Perdata maupan KUHD. Contoh: Perjanjian waralaba franchise dan perjanjian sewa guna
usaha leasing.
c. Perjanjian campuran, ialah perjanjian yang mengandung berbagai
unsur dari berbagai perjanjian. Contoh: Perjanjian sewa beli gabungan dari perjanjian sewa menyewa
dan jual beli.
29
Selain dilihat dari empat pembagian perjanjian tersebut, perjanjian juga dapat dibedakan dari segi :
1. Dari segi hasil perjanjian, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian comutatif atau perjanjian membalas vergeldende
overeenkomst, yaitu perjanjian di mana terdapat keuntungan yang dinikmati oleh yang berhak atau atas nama yang menjanjikan prestasi
itu.
b. Perjanjian aleatoir seperti perjanjian asuransi atau perjanjian untung-
untungan kansovereenkomst, yaitu perjanjian dalam mana terhadap suatu prestasi yang dijanjikan dengan atau tanpa syarat, terdapat hanya
29
Komariah, Op. Cit., hlm. 170.
Universitas Sumatera Utara
suatu keuntungan dengan syarat, sedangkan dipenuhinya syarat itu tidak bergantung pada pokok-pokok yang bersangkutan, sedangkan
perjanjian-perjanjian itu diadakan justru berhubungan dengan kemungkinan dipenuhinya syarat itu.
2. Dari segi pokok kelanjutan, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian principal dalam perjanjian jual beli, ialah untuk
menyerahkan barang perjanjian jual beli. b.
Perjanjian accessoir, yaitu perjanjian untuk menjamin cacat tersembunyi,
perjanjian hipotik,
perjanjian gadai,
perjanjian penanggungan borgtocht; dan penyerahan hak millik atas
kepercayaan. 3.
Dari urutan utama, perjanjian dapat dibedakan dalam: a.
Perjanjian primair, maksudnya perjanjian utama atau pokok. b.
Perjanjian secundair, maksudnya menggantikan perjanjian yang asli oorspronkelijk, apabila ini tak dipenuhi, umpama pembayaran ganti
kerugian. 4.
Dari segi pengaturannya, perjanjian dapat dibedakan dalam: a.
Perjanjian yang lahir dari Undang-Undang. b.
Perjanjian yang lahir dari persetujuan. 5.
Dari segi luas lingkungan, perjanjian dapat dibedakan dalam : a.
Perjanjian dalam arti sempit, ialah yang terjadi dengan kesepakatan perjanjian.
b. Perjanjian dalam arti luas, ialah termasuk juga yang terjadi dengan
tanpa kesepakatan.
30
2 Perjanjian Non-obligatoir, yaitu perjanjian yang tidak mengharuskan
seseorang membayar atau menyerahkan sesuatu. Perjanjian Non-Obligatoir ada beberapa macam, yaitu:
a. Zakelijk overeenkomst, ialah perjanjian yang menetapkan
dipindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain. Jadi obyek perjanjian adalah hak.
Contoh : Balik nama hak atas tanah.
b. Bevifs overeenkomst atau procesrechtelijk overeenkomst, ialah
perjanjian untuk membuktikan sesuatu. Perjanjian ini umumnya ditujukan pada hakim, tak terjadi perselisihan, supaya memakai alat
bukti yang menyimpang dari apa yang ditentukan oleh Undang- Undang.
c. Liberatoir overeenkomst, ialah perjanjian dimana seseorang
membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.
30
C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 207.
Universitas Sumatera Utara
Contoh: A berhutang kepada B sebanyak Rp 1.000.000,-. B mengadakan perjanjian liberatoir liberatoir yakni mulai sekarang A
tidak usah membayar utang Rp 1.000.000,- tersebut.
d. Vaststelling overeenkomst, ialah perjanjian untuk mengakhiri keraguan
mengenai isi dan luas perhubungan hukum antara kedua belah pihak. Contoh: Dading yaitu perjanjian antara kedua belah pihak untuk
mengakhiri perselisihan yang ada di muka pengadilan.
31
B.2 Syarat Sah Terjadinya Perjanjian Menurut Hukum Perdata
Sebuah perjanjian yang baik semestinya memberikan rasa aman dan menguntungkan masing-masing pihak. Agar sebuah perjanjian aman dan
menguntungkan bagi kedua belah pihak, ada beberapa hal yang wajib diperhatikan sebelum menandatangani sebuah perjanjian, yaitu:
1. Memahami syarat-syarat pokok sahnya sebuah perjanjian;
2. Substansi pasal-pasal yang diatur di dalamnya jelas dan konkrit;
3. Mengikuti prosedurtahapan dalam menyusun kontrak.
32
Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila dipenuhi 4 empat syarat seperti
yang ditegaskan oleh Pasal 1320 KUH Perdata, yang berbunyi : “Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.”
Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang digolongkan ke dalam : 1
Dua unsur pokok yang menyangkut subjek atau pihak yang mengadakan perjanjian unsur subjektif, dan
2 Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek
perjanjian unsur objektif.
31
Komariah, Op. Cit, hlm. 170.
32
Lukman Santoso, Op. Cit., hlm. 26.
Universitas Sumatera Utara
Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan
perjanjian. Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan, dan causa dari objek yang berupa
prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.
33
Tidak terpenuhinya salah satu syarat tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk
dapat dibatalkan pelanggaran terhadap unsur subjektif maupun batal demi hukum dalam hal tidak terpenuhinya unsur objektif.
1. Syarat Kesepakatan
Syarat mengenai kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan.
Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk
dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan.
34
Suatu perjanjian dikatakan tidak memuat unsur kebebasan bersepakat, apabila menganut salah satu dari tiga unsur ini:
a. Unsur paksaan dwang;
b. Unsur kekeliruan dwaling;
c. Unsur penipuan bedrog.
35
2. Syarat Kecakapan cakap hukum
33
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 94.
34
Ibid., hlm. 95.
35
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Op. Cit., hlm 224.
Universitas Sumatera Utara
Adanya kecakapan untuk berbuat merupakan syarat kedua sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Meskipun kedua hal tersebut secara
prinsipil berbeda, namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk bertindak
juga tidak dapat dilupakan.
36
Hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan ini diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1331 KUH Perdata.
Seseorang dikatakan cakap hukum apabila seorang laki-laki atau wanita telah berumur minimal 21 dua puluh satu tahun, atau bagi seorang laki-laki
apabila belum berumur 21 tahun telah melangsungkan pernikahan. Sebagai lawan dari cakap hukum syarat kecakapan ialah tidak cakap
hukum dan hal ini diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata yang menyatakan: “Tak cakap untuk membuat perjanian adalah :
1
Orang-orang yang belum dewasa
2
Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan curatele
3 Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-
undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-
perjanjian tertentu.”
3. Syarat Suatu Hal Tertentu
Suatu hal tertentu merupakan syarat ketiga dalam sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata yang menyangkut objek hukum atau
mengenai bendanya.
36
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 127.
Universitas Sumatera Utara
Hal tertentu mengenai objek hukum benda itu oleh pihak-pihak ditegaskan di dalam perjanjian mengenai:
a Jenis barang
b Kualitas dan mutu barang
c Buatan pabrik dan dari negara mana
d Buatan tahun berapa
e Warna barang
f Ciri khusus barang tersebut
g Jumlah barang
h Uraian lebih lanjut mengenai barang itu.
37
KUH Perdata menjelaskan maksud hal tertentu melalui Pasal 1333 KUH Perdata, yang menyatakan :
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung
.”
4.
Syarat Suatu Sebab yang Halal
Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 KUH Perdata sampai Pasal 1337 KUH Perdata. Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan :
“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”.
Dalam Pasal 1335 KUH Perdata dijelaskan bahwa yang disebut dengan
sebab yang halal adalah :
1
Bukan tanpa sebab;
2
Bukan sebab yang palsu;
3 Bukan sebab yang terlarang.
38
Barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian adalah: a
Barang-barang di luar perdagangan, misalnya senjata resmi yang dipakai negara;
37
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Op. Cit., hlm. 227.
38
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 161.
Universitas Sumatera Utara
b Barang-barang yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya narkotika;
c Warisan yang belum terbuka.
39
C. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan C.1 Pengertian Pengangkutan