Penggolongan Kedua ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam Penggolongan ketiga ditinjau dari segi besarnya hukuman yang telah Penggolongan Keempat ditinjau dari segi tempat dilakukannya Penggolongan Kelima ditinjau dari segi macamnya jarimah yang

karena alasan yang sah, seperti hukuman diat denda sebagai pengganti hukuman qisas, atau hukuman ta’zir sebagai pengganti hukuman had atau hukuman qisas yang tidak bisa dijalankan. c. Hukuman tambahan uqubah taba’iyah, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara tersendiri seperti larangan menerima warisan bagi orang yang melakukan pembunuhan terhadap keluarganya, sebagai tambahan dari hukuman qisas. d. Hukuman pelengkap uqubah takmiliyah, yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan syarat ada keputusan tersendiri dari hakim, dan syarat inilah yang menjadi ciri pemisahnya dengan hukuman tambahan.

2. Penggolongan Kedua ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam

menentukan berat ringannya hukuman. Dalam hal ini ada dua macam hukuman, yaitu : a. Hukuman yang hanya mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas tertinggi atau batas terendahnya, seperti hukuman jilid sebagai hukuman had 80 kali atau 100 kali. b. Hukuman yang mempunyai batastertinggi atau batas terendah, dimana hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai antara kedua batas tersebut, seperti hukuman penjara atau jilid pada jarimah-jarimah ta’zir.

3. Penggolongan ketiga ditinjau dari segi besarnya hukuman yang telah

ditentukan, yaitu : a. Hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya, dimana hakim harus melaksanakannya tanpa dikurangi atau ditambah, atau diganti dengan hukuman lain. b. Hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk dipilihnya dari sekumpulan hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh syara’ agar bisa disesuaikan dengan keadaan pembuat dan perbuatannya.

4. Penggolongan Keempat ditinjau dari segi tempat dilakukannya

hukuman, yaitu : a. Hukuman badan, yaitu yang dijatuhkan atas badan seperti hukuman mati, dera, penjara dan sebagainya. b. Hukuman jiwa, yaitu dikenakan pada jiwa seseorang, bukan badanya, seperti ancaman, peringatan dan teguran. c. Hukuman harta, yaitu yang di kenakan terhadap harta seseorang, seperti diat, denda, dan perampasan harta.

5. Penggolongan Kelima ditinjau dari segi macamnya jarimah yang

diancam hukuman, yaitu : a. Hukuman hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah- jarimah hudud. Seperti zina, menuduh orang baik-baik berzina qazf, meminum khamr, pencurian, menganggu keamanan hirabah, murtad, Pemberontakan b. Hukuman qisas atau diyat, yaitu yang ditetapkan atas jarimah- jarimah qisas atau diyat. c. Hukuman kifarat, yaitu yang ditetapkan untuk sebagaian jarimah qisas dan diat dan beberapa jarimah ta’zir. d. Hukuman ta’zir, yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah- jarimah ta’zir. 58 Hukuman tindak pidana stripteas adalah haram dan hukumannya ta’zir karena kenyataanya stripteas telah menimbulkan banyak dampak negatif bagi umat Islam khususnya bangsa Indonesia umumnya, terutama generasi muda, baik terhadap prilaku, moral akhlak, serta tatanan keluarga dan masyarakat beradab, seperti pergaulan bebas, perselingkuhan, kehamilan dan kelahiran anak diluar nikah, aborsi, kekerasan seksual dan perilaku seksual menyimpang dan sebagainya. Sanksi stripteas dalam hukum islam belum ditentukan secara jelas, tetapi hal itu tidak berarti hukum Islam tidak mengenal dan tidak dapat menentukan sanksi atas tindak pidana tersebut. Sanksi yang diancam terhadap pelaku tindak pidana stripteas adalah ta’zir, karena sangat dimungkinkan bagi yang berwenang pemerintah membuat peraturan perundang-undang untuk menentukan bentuk dan jenis sanksinya. Ta’zir menurut bahasa adalah ‘azzara yang berarti menguatkan, memuliakan dan membantu. Juga ta’zir bermakna at-ta’dib pendidikan dan 58 at-tankil pengekangan. Adapun definisi ta’zir secara syar’I yang digali dari nash-nash yang ada menerangkan tentang sanksi-sanksi yang bersifat eduktif, adalah sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiat dan didalamnya tidak ada had dan kafarat. Dan dijatuhkan sanksi ta’zir berfungsi sebagai zawajir membuat pelaku menjadi jera dan mawani’ orang yang belum melakukannya menjadi takut untuk melakukannya. Dalam ta’zir hukuman itu tidak ditetapkan dengan ketentuan dari Allah Swt dan Rasul-Nya, dan Qadi’ diperkenankan untuk mempertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Pelanggaran yang dapat dihukum dengan metode ini adalah : 1. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan. 2. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pelukaan. 3. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kehormatan dan akhlak. 4. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan harta. 5. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan individu. 6. Jarimah ta’zir yang berkitan dengan keamanan dan kestabilan pemerintah. Stripteas termasuk jarimah yang berkaitan dengan kehormatan dan akhlak, yang antara lain adalah perzinahan, pemerkosaan dan perbuatan yang mendekati zina, seperti mencium dan meraba-raba, meskipun dilakukan dengan tidak ada paksaan. Islam menentukan dengan sangat sederhana bahwa kejahatan kesusilaan merupakan kejahatan yang sangat peka, sehingga kalau memang terbukti dan dijatuhkan di muka hakim, hukumnya tegas dan jelas. Mengapa? Karena menyengkut harkat dan harga diri serta kehormatan manusia. Dari uraian diatas jelaslah bahwa bentuk-bentuk jarimah ta’zir sangat banyak sekali yang di dalamnya meliputi perbuatan-perbuatan maksiat. Karena itu, tidak ada alasan bagi pendapat yang menyatakan bahwa hukum Islam tidak mengetur tentang tindak pidana stripteas. Adapun ukuran-ukuran standar untuk menentukan sanksi atas tindak pidana stripteas harus memenuhi beberapa asas diantaranya : a. Asas keadilan. b. Asas manfaat. c. Asas keseimbangan. d. Asas kepastian hukum. e. Asas dilarang memindahkan kesalahan pada orang lain. f. Asas praduga tak bersalah. g. Asas legalitas. 59 h. Asas tak berlaku surut. i. Asas pemberian maaf dan asas musyawarah. Demikian beberapa asas yang harus dipenuhi dalam menentukan sanksi terhadap tindak pidana stripteas berdasarkan lembaga ta’zir. Misalnya, dalam kasus tindak pidana stripteas, korban dari tindak pidana stripteas 59 Topo Santoso, Menggagas Hukum Islam : Penerapannya Syariat Islam dalam Konteks Modernitas, Bandung, As-Syamil Press, 2001. Cet Kedua. h. 113 maupun korban pemfitnahan. Kepada para korban dapat diberikan ganti rugi, baik berupa kompensasi dari pemerintah atau dari organisasi atau badan hukum yang terlibat tindak pidana. bersangkutan, maupun rehabilitas berupa pemulihan nama baik korban. Penentuan kompensasi, dan rehabilitasi dapat dilakukan berdasarkan ta’zir. 60 Ada beberapa ketentuan tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana stripteas yang dikemukakan oleh Abdurrahman Al-Maliki yaitu pelanggaran terhadap kehormatan dan kesusilaan : 1. Jika seorang wanita menari dengan maksud jelek jahat dalam Bentuk yang melanggar adab umum pada tempat-tempat yang terbuka atau mirip terbuka dan mudah dilihat pada masyarakat, maka si penari tersebut akan dikenakan sanksi jika penari tersebut melakukannya atas pilihan kehendak sendiri, maka akan dipenjara selama 5 tahun. 2. Setiap orang yang melakukan tarian atau gerakan-gerakan erotis merangsang yang dapat membangkitkan syahwat di tempat umm, seperti di café, nigh club dan sebagainya, maka akan dikenakan sanksi penjara sampai 6 bulan lamanya, jika ia mengulanginya, maka sanksinya akan ditambah menjadi hukman penjara selama 2 tahun dan jilid. 3. Setiap orang yang melakukan tindakan tidak senonoh di tempat umum, atau pertemuan umum atau dalam kondisi yang memungkinkan seseorang 60 Neng Djubaidah, op. Cit, h. 64 yang ada ditempat itu melihatnya, maka pelakunya akan dikenakan sanksi penjara selama 6 bulan. 4. Setiap wanita yang membuka auratnya selain wajah dan telapak tangannya, akan dikenakan sanksi jilid dan jika ia tidak berhenti jera, ia akan dikenakan sanksi pengasingan selama 6 bulan. 61 Untuk jarimah-jarimah ta’zir tidak perlu menyebutkan hukuman secara tersendiri, oleh karena itu seorang hakim boleh memilih suatu hukuman yang sesuai dengan macam jarimah ta’zir dan perbuatanya, dari kesimpulan hukuman-hukuman yang disediakan untuk jarimah ta’zir. Hukuam atas jarimah ta’zir ada tiga yaitu : 1. Hukum ta’zir atas perbuatan maksiat 2. Hukum ta’zir mewujudkan kemaslahatan umum 3. Hukum ta’zir atas perbuatan-perbuatan pelanggaran. Apabila ta’zir itu dijatuhkan, maka diharapkan tindak pidana stripteas ini dapat diberantas, ditanggulangi dan dicegah, agar kemaslahatan hidup bermasyarakat dan bernegara menjadi lebih terarah, baik di dunia maupun diakhirat. Menurut penulis, sanksi ta’zir yang telah dikemukakan di atas dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi menjawab atau memberi solusi terhadap masalah stripteas dan tindakan kejahatan seksual lainnya yang terjadi di tengah masyarakat. Ada pendekatan yang bersifat moral dan ada juga 61 Abdurrahman Al-Maliki, op. Cit, h. 286-288 pendekatan yuridis yang ditawarkan untuk menghadapi permasalahan tersebut.

2. Ancaman Stripteas Dalam Hukum Pidana Indonesia