BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak manusia mengenal hidup bergaul, timbullah suatu masalah yang harus dipecahkan bersama-sama, yaitu bagaimana setiap manusia memenuhi kebutuhan
hidup mereka masing-masing karena kebutuhan seseorang tidak mungkin dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri. Semakin luas pergaulan mereka, bertambah kuatlah
ketergantungan antara satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan itu. Sesuai dengan istilah bahwa manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang
selalu membutuhkan dan dibutuhkan oleh orang lain. Dalam ekonomi Islam, ketergantungan semacam ini terdapat dalam model
kerja-sama yang dikenal dengan musyarakah syirkah dan mudharabah. Dengan adanya kerjasama semacam itu dapat diharapkan bahwa kebutuhan manusia dapat
terpenuhi. Seiring perkembangan zaman, manusia membuat lembaga formil untuk melegalkan transaksi-transaksinya tersebut di mata hukum agar dapat
dipertanggung-jawabkan jika suatu saat terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Lembaga tersebut adalah lembaga Keuangan, baik berupa
bank atau non bank. Bank yang dalam konteks ekonomi sebagai sarana peredaran uang selalu
berupaya agar dana yang terkumpul dapat tersalurkan guna memenuhi kebutuhan
manusia tersebut. Sebab, di satu sisi, manusia memiliki kelebihan dana sehingga dia menyimpan uangnya tersebut pada bank supaya aman. Di sisi lain, ada yang
tidak memiliki dana namun dia mempunyai tekad dan kemampuan untuk berusaha demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah kiranya yang
memunculkan akad kerja-sama mudhârabah sehingga dana dapat tersalur dan dapat mewujudkan kesejahteraan yang merata serta untuk memperoleh
keberkahan sesuai dalam hadis rasulullah SAW yaitu :
ْﻬ ْ ﺎ ,
لﺎ ْ أ ْ :
ﷲا ﻰ ﷲا لْﻮﺳر لﺎ ْ
ﺔآﺮ ا ﻬْﻓ ث ﺛ ﺳو ,
أ ﻰ ا ْ ا ,
ﺮ ْا ْ و ﺔﺿرﺎ ْاو ْ ْ ْ ْ ﺮْ ﺎ
.
ﺎ اور
1
Artinya : Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh,
muqaradah mudharabah dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.
H.R Ibnu Majjah Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja-sama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama shahibul mâl menyerahkan 100 modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Mudharabah disebut juga
muqaradhah qiradh. Qiradh berasal dari kata al qardhu, artinya pemilik
memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan yang mendapat keuntungan
2
.
1
Al-Hafidzi Abi Abdullah Muhammad Ibnu Yazid Al-Qozwilni Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah Juz III dalam Kitab Tijarah,
Libanon, Darul Ihya Al-Turats, 1975, h. 768
2
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insami Press, 2001, h. 95
Ada hal menarik dalam perkembangannya mengenai pembiayaan mudharabah ini. Dalam fatwa MUI Majelis Ulama Indonesia
3
, pembiayaan mudharabah
adalah pembiayaan yang bersifat amanah yad al-amanah. Perjanjian ini merupakan perjanjian yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi
dan menjunjung tingkat keadilan antara kedua belah pihak. Karenanya masing- masing pihak harus menjaga kepentingan bersama. Artinya, tidak diperkenankan
shahibul mâl memintakan jaminan kepada mudharib karena mudharib hanyalah
sebagai pengelola modal. Dalam literatur fikih pun tidak tercantum bahwa jaminan sebagai salah satu syarat dari perjanjian tersebut.
Sedangkan dalam penjelasan pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa Dalam memberikan kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh
keyakinan tersebut, sebelum memberikan pembiayaan, bank syariah harus melakukan penilaian dengan seksama terhadap 5 C Character, Capital,
Capacity, Collateral dan Condition of Economi dari nasabah debitur. Di
samping itu bank juga harus memperhatikan hasil AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan skala besar bagi perusahaan besar dan berisiko besar.
3
DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta, PT Intermasa, 2003, h. 48
Untuk mengurangi risiko pada kesanggupan serta kemampuan tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus
diperhatikan oleh bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Masih pada UU Perbankan No.10 dalam pasal 1 mengenai ketentuan umum penjelasan no. 23
yaitu : Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah. Hal ini menjelaskan bahwa jaminan harus pula disertakan dalam bentuk agunan.
Jelas terlihat bahwa dalam literatur fikih dan dalam fatwa MUI, jaminan dalam pembiayaan mudharabah adalah tidak diperlukan. Sedangkan dalam
ketentuan UU Perbankan yang telah tersebutkan di atas, jaminan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh bank lembaga keuangan syariah mengingat
dana masyarakat yang harus dilindungi agar jangan sampai merugikan masyarakat selaku nasabah, maupun pihak bank lembaga keuangan syariah
sendiri. Padahal, menurut pengertian mudharabah di atas, dapat tergambar bahwa mudharib
adalah pihak yang tidak mempunyai uang sehingga dia memohon kepada orang lain untuk memberikan modal dengan catatan pengembalian modal
dan pembagian keuntungan jika ada keuntungan. Kemudian menjadi hal yang menarik untuk melihat apakah lembaga
keuangan syariah di Indonesia, khususnya LKS Berkah Madani Kelapa Dua
selanjutnya disebut LKS Berkah Madani, telah menerapkan prinsip syariah secara murni dalam praktik muamalah di lapangan, terutama terhadap jaminan
dalam pembiayaan mudharabah. Sebab menurut penulis, akad mudharabah merupakan akad yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia jika sesuai
dengan prinsip syariah mengingat Indonesia masih membutuhkan dana untuk mengembangkan perekonomian yang terbentur pada masalah modal dana.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin membahas masalah tersebut
dalam skripsi yang berjudul Fungsi Jaminan Dalam Pembiayaan Mudharabah Studi Pada LKS Berkah Madani Kelapa Dua.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah