BAB IV ANALISIS FUNGSI JAMINAN DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH
PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH LKS BERKAH MADANI
A. Analisis Prosedur Pembiayaan Mudharabah Pada LKS Berkah Madani
Kelapa Dua
Prosedur pembiayaan mudharabah menurut kajian fikih muamalah telah diterangkan pada bab sebelumnya dengan lengkap dan jelas. Pembiayaan
mudharabah yang diterapkan pada LKS Berkah Madani telah sesuai dengan sisitem kerja sama yang dikenal dalam Islam dengan istilah mudharabah. Tidak
terdapat hal yang menyeleweng dalam pembiayaan mudharabah menurut syariat Islam dengan yang diterapkan oleh LKS Berkah Madani. Hal ini dapat
dimaklumi, mengingat LKS Berkah Madani yang berbadan hukum koperasi dapat berfungsi sebagai penjangkau ekonomi tingkat menengah ke bawah yang tidak
dapat dijangkau oleh lembaga keuangan syariah barupa bank sehingga harus menerapkan prinsip mudharabah sesuai dengan konteks aslinya.
B. Analisis Penerapan Jaminan dalam Akad Mudharabah
Pada dasarnya, al-Qur’an tidak pernah berbicara langsung mengenai mudharabah
87
.
Meskipun mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh al- Qur’an atau sunnah, ia adalah sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan
oleh umat Islam, dan bentuk kongsi dagang semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai tulang punggung perdagangan karavan
dan perdagangan jarak jauh. Rasulullah juga telah melakukan mudharabah ketika beliau belum diangkat menjadi nabi dan rasul, yaitu pada saat beliau melakukan
kongsi perdagangan dengan Siti Khodijah yang dikemudian hari menjadi istri beliau
88
. Dengan demikian, sebagai suatu konsep yang berasal dari adat kebiasaan,
tiap daerah memiliki hak untuk melakukan perubahan sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi di daerah tersebut.
Begitu pula di Indonesia, penerapan jaminan dalam akad mudharabah terjadi di luar persyaratkan mudharabah itu sendiri. Penerapan jaminan jelas
bukan tanpa alasan atau hanya demi mementingkan salah satu pihak saja. Namun, ada banyak pertimbangan yang kemudian menjadikan pentingnya peran jaminan
dalam kelancaran perjanjian kerja-sama berbasis mudharabah. Penerapan jaminan yang dilakukan oleh LKS Berkah Madani pada dasarnya
mengacu pada peraturan pemerintah dalam Undang-Undang Perbankan No.10 pasal 1 mengenai ketentuan umum penjelasan no. 23 yaitu : Agunan adalah
87
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah=Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo Revivalis
, Jakarta, Paramadina, 2004, h. 77
88
Ibid
jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Disebutkan pula dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia PAPSI pada penjelasan Pembiayaan Mudharabah poin g bahwa :
”Pada prinsipnya,dalam pembiayaan mudharabah tidak dipersyaratkan adanya jaminan, namun agar tidak terjadi moral hazard berupa
penyimpangan oleh pengelola dana, pemilik dana dapat memintakan jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat
dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad”.
Dalam hal terjadi kerugian dalam usaha pengelola dana mudharib, bank sebagai pemilik dana shahibul mâl akan menanggung semua kerugian sepanjang
kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan pengelola dana mudharib
89
. Sedangkan bila kerugian diakibatkan oleh kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan diakui sebagai piutang
mudharabah jatuh tempo. Kelalaian atau kesalahan pengelola dana antara lain, ditunjukkan oleh :
1. Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan dalam akad.
2. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan force majeur yang lazim dan atau
yang telah ditentukan di dalam akad. 3.
Hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan.
90
89
Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia IAI, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
, Jakarta, Ikatan Akuntan Indonesia, 2003, bag III
90
Ibid
Pengelolaan pembiayaan mudharabah oleh LKS Berkah Madani telah sesuai dengan ketentuan dalam penjelasan bab II. Penyertaan jaminan juga tidak
dilakukan terhadap seluruh pembiayaan mudharabah. Hanya pada mudharib tertentu yang dirasa diperlukan menyertakan jaminan, seperti misalnya nasabah
mudharib yang baru pertama kali melakukan perjanjian kerja sama, atau
mudharib yang membutuhkan pembiayaan dengan dana besar.
Jika pengelola mudharib lalai dalam pengelolaan mudharabah sehingga mengakibatkan tersendatnya pengembalian kewajibannya terhadap shahibul mâl,
maka LKS akan bertindak dengan memberi Surat Pemberitahuan Keterangan Terlambat SPKT terhadap mudharib. LKS tidak langsung mengeksekusi
jaminan, namun mempelajari terlebih dahulu penyebab keterlambatan. Setelah diketahui bahwa keterlambatan bukan karena kelalaian mudharib, melainkan
karena kondisi perekonomian yang kurang baik, maka LKS akan mereschedule ulang pembiayaan pada tempat dimana mudharib tidak sanggup lagi
mengembalikan dana. Proses panjang mengenai tenggang waktu yang diberikan oleh LKS
terhadap mudharib yang kurang memiliki rasa tanggung-jawab dalam pengembalian dana telah terpapar pada bab sebelumnya. LKS tidak menerima
jawaban apapun dari mudharib. Maka dengan sangat terpaksa, jaminan akan segera dieksekusi.
Sesuai dengan akad rahn bahwa jika rahin tidak membayarkan kewajibannya maka murtahin akan menjual secara paksa dengan perintah qadhi
atau dilakukan qadhi kalau rahin enggan. Pada LKS, proses penjualan jaminan dipersaksikan oleh semua pihak. Jika
terdapat kelebihan dalam penjualan marhun, maka akan dikembalikan kepada pemilik. Seluruh biaya akan ditanggung oleh rahin.
C. Analisis Hukum Islam Terhadap Fungsi Jaminan dalam Pembiayaan