Jaminan LANDASAN TEORITIS TENTANG JAMINAN DAN PEMBIAYAAN

BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG JAMINAN DAN PEMBIAYAAN

MUDHARABAH

A. Jaminan

1. Pengertian Jaminan Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, jaminan berasal dari kata jamin yang artinya adalah menanggung. Jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima borg atau garansi atau janji seseorang untuk menanggung utang atau kewajiban tersebut tidak terpenuhi 5 . Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya di samping pertanggung-jawaban umum debitur terhadap barang-barangnya 6 . Di dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta dari tanggal 20 s.d 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan, Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum 7 . Pengertian ini senada dengan pengertian jaminan menurut Hartono 5 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta, Balai Pustaka, 1989, h. 348 6 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada ,ed I cet1, h. 21 7 Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 22 Hadisoeprapto bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan 8 . Menurut M. Bahsan, jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat 9 . Pengertian lain tentang jaminan adalah : Suatu perikatan antara kreditur dengan debitur dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur 10 . Hasanuddin Rahman menyebutkan bahwa jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai kepentingan bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan 11 . Menurut penulis, jaminan adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang penerima dana debitur kepada orang yang mengucurkan dana kreditur yang dapat dijadikan keyakinan oleh kreditur pada saat dalam masa perjanjian pembiayaan, dan dapat digunakan sebagai salah satu penyelesaian 8 Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 22 9 Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 22 10 Gatot Supramono, Perbankan dan Permasalahan Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, Djambatan, 1996 h. 75 11 Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek HukumPemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1995 h.175 pembiayaan apabila suatu saat debitur tidak dapat mengembalikan pinjaman dana. 2. Jaminan Menurut KUH Perdata Di Indonesia, telah diatur mengenai hukum jaminan. Pengaturan hukum positif tentang jaminan terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata Pasal 1150-1161, Jaminan merupakan perjanjian yang bersifat accesoir yaitu perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok 12 . Perjanjian pokok dari jaminan adalah perjanjian pemberian kredit atau pembiayaan. Jaminan terbagi menjadi dua jenis 13 , yaitu : a. Jaminan Materiil Kebendaan Jaminan materiil adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya droit de suit dan dapat diperalihkan. Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 4 empat macam, yakni gadai, hak tanggungan, jaminan fidusia dan hipotek. b. Jaminan Immateriil Perorangan 12 Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, h. 30 13 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok hukum Jaminan dan Jaminan Perseorangan , Yogyakarta, Liberty Offset Yogyakarta, 2001, cet 2, h. 47 Jaminan immateriil adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perseorangan tertentu, dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Yang termasuk jaminan perorangan adalah borg penanggung adalah orang lain yang dapat ditagih, tanggung-menanggung dan perjanjian garansi. 3. Jaminan Menurut Hukum Islam Jaminan dalam hukum Islam dikenal dengan Adh-Dhamân. Perkataan “dhamân” itu keluar dari masdar dhimmu yang berarti menghendaki untuk ditanggung. Dhamân menurut pengertian etimologis atau lughat ialah menjamin atau menyanggupi apa yang ada dalam tanggungan orang lain . Yang semakna dengan dhamân adalah kata kafalah. Dalam kamus istilah fiqih disebutkan pengertian dhamaan adalah jaminan utang atau dalam hal lain menghadirkan seseorang atau barang ke tempat tertentu untuk diminta pertanggung-jawabannya atau sebagai barang jaminan 14 . Menurut M. Hasan Ali, Dhamân adalah menjamin menanggung untuk membayar hutang, menggadaikan barang atau menghadirkan orang pada tempat yang telah ditentukan 15 . Para Ulama Mazhab Hambali Al-Hanabilah menjelaskan bahwa dhamân ialah menyanggupi hak yang telah tetap atau bakal tetap atas orang 14 M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2002, cet 3, h. 59 15 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta,PT. Raja Grafindo Persada, 2004, Ed I cet 2, h.259 lain beserta hak tersebut masih tetap pada orang yang dijamin atau menyanggupi untuk mendatangkan orang yang memilkul suatu hak. 16 Imam Mawardi Mazhab Syafii mengatakan, bahwa dhamân dalam pendaya-gunaan harta benda, tanggungan dalam masalah diyat denda, jaminan terhadap kekayaan, terhadap jiwa dan jaminan terhadap beberapa perserikatan sudah menjadi kebiasaan masyarakat 17 . Rukun dan syarat jaminan adalah 18 : a. Dhaman yang menjamin disyaratkan ahli mengendalikan hartanya baligh berakal b. Madhmun anhu orang yang dijamin disyaratkan terlepas dari hutang yang akan dibayarnya c. Madhmunlah penerima jaminan disyaratkan dikenal betul-betul oleh yang menjamin d. Mal madhmun harta yang dijamin disyaratkan banyaknya dan tetap e. Sighat ijab kabul disyaratkan dengan lafal yang menunjukkan jaminan seperti Aku jamin piutangmu atas si anu sebanyak sekian Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa jaminan berbentuk gadai rahn dan kafalah. Berikut penjelasan mengenai bentuk-bentuk jaminan: 1 Gadai Rahn 16 Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, Semarang, CV. Asy-Syifa, 1994 h. 376 17 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, h. 260 18 Ibnu Masud dan Zainal Abidin S, Fiqih Mazhab SyafiI Edisi Lengkap Muamalat, Munakahat, Jinayat , Bandung, CV. Pustaka Setia, 2000. Cet 1, h. 107 Secara harfiah, rahn berarti tsubut dan dawam yaitu tetap dan lestari. Secara syara, rahn adalah menyandera sejumlah harta yang diberikan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan 19 . Para pengikut Mazhab Syafii, mendefinisikan bahwa rahn adalah menjadikan nilai jaminan sebagai ganti utang tatkala tidak bisa melunasinya. Pengikut Mazhab Hambali mendefinisikan bahwa rahn adalah barang yang dijadikan jaminan utang, dimana harga barang itu sebagai ganti utang ketika tidak sanggup melunasinya. Mazhab Maliki mendefinisikan bahwa rahn adalah sesuatu yang bisa dibendakan diwujudkan harta yang diambil dari pemiliknya sebagai jaminan untuk utang yang harus dibayar. Imam Abu Zakaria Al-Anshari dalam kitabnya Fathul Wahab mendefinisikan rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan dari harta benda itu bila utang tidak dibayar 20 . Menurut hemat penulis, rahn adalah sesuatu yang memiliki bentuk dan nilai harga yang dimiliki oleh seseorang dan dapat dijadikan sumber kepercayaan untuk suatu perjanjian kerja-sama atau utang piutang. 19 Muhammad Firdaus NH, dkk, Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah, Jakarta, Renaisans, 2005, cet 1, h.16 20 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Illustrasi, Yogyakarta, Ekonosia, 2004, h.156 Landasan hukum rahn adalah : a Al Quran Al-Quran menurut bahasa berarti bacaan dan menurut istilah ushul fiqh al-Quran berarti Kalam perkataan Allah yang diturunkan-Nya dengan perantara malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan bahasa arab serta dianggap beribadah bagi yang membacanya 21 . Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 283 :  ⌧ ⌧ ⌦ ⌧ ☺ ☺ ☺ ⌦ ☺ ☺ Artinya : Jika kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis , maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya hutangnya itu dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu para saksi menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang 21 Alaidin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqih Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja Grafinado Persada, 2004, h.79 menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan . b Al-Hadis Pada prinsipnya, yang dimaksud dengan hadis adalah segala sesuatu yang dirujuk disandar kepada nabi, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya 22 . ﺔ ﺋﺎ ْ داﻮْﺳ ﻷا ْ ْهاﺮْا ْ شﺎ ْ ﻷا ْ ىﺮ ْ ا ﺳو ْ ﷲا ﻰ ا نا ﺎﻬْ ﷲا ﺿر رد هرو ا ﻰ ا ﺎ ﺎ يدْﻮﻬ ْ اور يرﺎ ا . 23 Artinya : Dari A’masy, dari Ibrahim, dari Aswad, Dari Aisyah r.a bahwa Nabi Muhammad SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dengan cara berjanji, dan digadaikannya sehelai baju besi. H.R. Bukhari dan Muslim c Ijma Kata ijma secara bahasa berarti Kebulatan tekad terhadap sesuatu persoalan atau Kesepakatan tentang suatu masalah. Menurut istilah ushul fiqh, seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan adalah Kesepakatan para mujahid di kalangan umat Islam tentang hukum syara pada satu masa setelah Rasulullah wafat 24 . Para Ulama sepakat membolehkan akad rahn. 22 Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh Suatu Pengantar, h.71 23 Imam Abi Abdilah Muhammad Bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardazbah Al Bukhari Al Ja’fi, Shahih Al Bukhari Juz III, Jilid II, Beirut, Darul Fikr, 1994, h.154 24 Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh Suatu Pengantar, h. 125 d Kaidah Fiqih ْ ﻷا ﺔ ﺎ ا ت ﺎ ا ْ ﻓ ﻰ ْ د لﺪ ْنأ ا ﺎﻬ ْﺮْ Artinya : Pada dasarnya segala bentuk muamalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Rukun rahn 25 : a Pelaku akad, yaitu rahin yang menyerahkan barang dan murtahin yang menerima barang b Objek akad, yaitu marhun barang jaminan dan marhun bih pembiayaan c Shighat, yaitu ijab dan qabul Syarat sah gadai rahn 26 : a Berakal b Baligh c Bahwa barang yang dijadikan borg jaminan itu ada pada saat akad sekalipun tidak satu jenis. d Bahwa barang tersebut dipegang oleh orang yang menerima gadaian murtahin atau wakilnya. Berakhirnya akad rahn : a Penyerahan marhun kepada pemiliknya.dengan penyerahan itu 25 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah , Jakarta, Djambatan, 2003 cet 2, edisi revisi, h. 209 26 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, Bandung, Al-maarif, 1996, cet 10, h.141 menurut jumhur selain Syafi’iyah akad akan berakhir karena ia adalah penguat atas utang, kalau diserahkan maka tidak ada lagi penguat dan berakhirlah gadai. b Pelunasan utang semuanya c Menjual secara paksa yang dilakukan rahin dengan perintah qadhi atau dilakukan qadhi hakim kalau rahin enggan. d Pembebasan hutang dengan apapun sebabnya e Pembatalan gadai oleh murtahin f Malikiyah mengatakan gadai batal sebelum dipegangnya marhun dengan meninggalnya rahin atau bangkrutnya, atau adanya tuntutan dari para pemberi utang untuk melunasi, atau ada tuntutan hakim agar dia dilarang bertransaksi atau dengan sakit atau gila yang membawa kepada kematiannya. g Kesepakatan Fuqoha bahwa gadai berakhir karena matinya rahin h Adanya transaksi lain atas marhun seperti ijarah, hibah atau sedekah. 27 2 Kafalah Dalam pengertian bahasa kafalah berarti adh-dhammu menggabungkan. Menurut pengertian syara, kafalah adalah proses penggabungan tanggungan kafîl orang yang berkewajiban melakukan makful bihi yang ditanggung menjadi tanggungan ashîl orang yang 27 Wahbah Zuhaili, Kapita Selekta Al-fiqhu Al-islam wa Adillatuhu, h. 120 123 berhutang dalam tuntutanpermintaan dengan materi sama atau hutang, atau barang, atau pekerjaan 28 . Menurut Ulama Mazhab Hanafi Al-Hanafiyah menerangkan definisi dhamân atau kafalah adalah mengumpulkan suatu tanggungan kepada tanggungan yang lain dalam hal menagih atau menuntut diri atau hutang atau benda 29 . Menurut Ulama Mazhab Maliki Al-Malikiyah menerangkan bahwa dhamân , kafalah dan hamalah adalah lafaz-lafaz sinonim atau semakna yaitu pemilik suatu hak memfungsikan tanggungan orang yang menjamin dengan tanggungan orang yang dijamin, baik fungsi tanggungan itu bergantung kepada sesuatu atau tidak tergantung kepadanya 30 . Para Ulama Mazhab Hambali Al-Hanabilah menjelaskan bahwa dhamân ialah menyanggupi hak yang telah tetap atau bakal tetap atas orang-lain beserta hak tersebut masih tetap pada orang yang dijamin atau menyanggupi untuk mendatangkan orang yang memikul suatu hak 31 . Ulama Mazhab Syafi’I menerangkan dhamân menurut pengertian syara’ ialah perjanjian yang menetapkan kesanggupan untuk menjamin 28 Sabiq, Fikih Sunnah 13, h. 157 29 Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, h.371 30 Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, h. 371 31 Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, h. 376 hak yang tetap dalam tanggungan orang lain, atau mendatangkan barang yang dijamin atau mendatangkan diri orang yang berhak didatangkan 32 . Lebih jelasnya, kafalah guaranty adalah jaminan, beban atau tanggungan yang diberikan oleh penanggung kâfil kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung makful. Atas jasanya penjamin dapat meminta imbalan tertentu dari orang yang dijamin. Praktik kafalah dalam perbankan syariah sama halnya seperti garansi bank bank guarantee pada perbankan konvensional. Landasan hukum kafalah adalah : a Al-Quran Al-Quran surat Yusuf ayat 72: ☺ ☺ Artinya : Penyeru-penyeru itu berkata : kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan seberat beban unta, dan aku menjamin terhadapnya. b Al-Hadis Hadits Nabi riwayat Bukhari : 32 Al-Jaziri, Fiqih Empat Mazhab jilid IV, h. 378 أ ﺳو ْ ﷲا ﻰ ا نأ عﻮْآﻷا ْ ﺔ ﺳ ْ ﺎﻬْ ةزﺎ , لﺎ ﻓ : ْﻮ ﺎ ؟ ْد ْ ْ ْ ه : , ْ ﻰ ﻓ . ىﺮْ أ ةزﺎ أ ﺛ , لﺎ ﻓ : ْ ْ ه د ْ ْﻮ ﺎ ؟ ْ : ْ . لﺎ : ْ ﻜ ﺎ ﻰ اْﻮ . لﺎ : ْﻮ أ ةﺪ : ﷲا لْﻮﺳرﺎ ْد , ْ ﻰ ﻓ 33 . Artinya: Dari Salamah bin Akwa, Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk dishalatkan. Rasulullah SAW bertanya, Apakah ia mempunyai hutang? Sahabat menjawab Tidak. Maka, beliau menshalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah SAW pun bertanya, Apakah ia mempunyai hutang? Sahabat menjawab Ya. Rasulullah SAW berkata Shalatkanlah temanmu itu beliau sendiri tidak mau menshalatkannya. Lalu Abu Qatadah berkata, Saya menjamin hutangnya ya Rasulullah. Maka Rasulullahpun menshalatkan jenazah tersebut. HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa c Kaidah Fiqh ْ ﻷا ﺔ ﺎ ا ت ﺎ ا ْ ﻓ ﻰ ْ د لﺪ ْنأ ا ﺎﻬ ْﺮْ Artinya : “Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Rukun dan syarat kafalah 34 : a Kafil, yaitu orang yang menjamin. Disyaratkan mampu untuk melunasi makful bih 33 Imam Abi Abdilah Muhammad Bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardazbah Al Bukhari Al Ja’fi, Shahih Al Bukhari Juz III, Jilid II, h. 57 34 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 191 b Makful lahu, yaitu orang yang berpiutang. Disyaratkan jelas, dapat hadir pada waktu akad, berakal sehat. c Makful’anhu atau Ashîl, yaitu oaring yang berutang. Disyaratkan mempunyai kemampuan untuk untuk menyerahkan utang tersebut, baik ia sendiri yang menyerahkannya maupun wakilnya. d Makful bih adalah utang, barang atau orang jiwa yang dipertanggung-jawabkan. e Lafadz atau ucapan ijab dan qabul.

B. Fungsi Jaminan