Gunung Fuji Dalam Sejarah Jepang

Seperti daerah pegunungan lainnya yang terdapat di Jepang, jenis fauna di Gunung Fuji dapat dibagi menjadi 3 bagian Japan, 1991:461 a. Ketinggian 1000 meter Tumbuh-tumbuhan yang terdapat yakni; Larches, Red Pines, Prickly Firs, Beeches, Daimyo Oaks, Keyaki Zelkovas dan Oaks. b. Ketinggian 1500 meter Merupakan daerah yang ditumbuhi oleh vegetasi dari pohon-pohon yang berdaun lebar dan dapat berganti daun, seperti; Beeches, Oaks, White Beeches, Alders dan Mountain Ash. c. Ketinggian 1500 meter hingga 2300 meter. Tumbuhan yang terdapat yakni; Silver Firs, Larches, Hemlocks, Northern Hemlocks, Short-Leaved Pines dan Hondo Spruces. Daerah gunung pada ketinggian di atas 2300 pos 5 atau pos 6 vegetasi yang terdapat sangat sedikit sekali, kecuali beberapa semak yang kecil dan pendek-pendek. Daerah puncak gunung terdapat tumbuhan lumut yang sangat mencolok.

2.6 Gunung Fuji Dalam Sejarah Jepang

Gunung Fuji telah terbentuk kira-kira 10.000 tahun yang lalu. Catatan tertua tentang Gunung Fuji ditemukan dalam ”Fuji-san-ki” yang ditulis oleh Miyako no Yoshika pada tahun 870. Gunung Fuji telah meletus sebanyak 14 kali walaupun menurut para ilmuwan sebenarnya telah meletus lebih dari jumlah tersebut. Letusan pertama yakni pada tahun 781 kemudian tahun 800, 826, 864, 870, 932, 937, 999, 1033, 1083, 1511, 1560, 1700 dan letusan terakhir yaitu tahun Universitas Sumatera Utara 1707 Hoei 4 yang mengeluarkan tumpukan abu se-tinggi 6 cm di Edo atau Tokyo sekarang yang berjarak 60 mil F. Davis Hadland, 1989: 131. Pada tahun 800, sebuah jinja Sengen Jinja dibangun dan dipersembahkan bagi Konohana Sakuya Hime, dewi dari Gunung Fuji. Ketika gunung ini meletus, masyarakat Jepang mempercayainya sebagai akibat kemarahan dewi tersebut, karenanya mereka akan melakukan ritual untuk menyejukkan hati dewi tersebut dan tidak akan mendaki Gunung Fuji. Tahun 1149, Matsudai Shonin, seorang pendeta Buddha membangun kuil ”Dainichi” di puncak Gunung Fuji dan menguburkan kitab suci Buddha di sana. Sebuah pemerintahan di Kamakura 1250 mengatakan bahwa ”kebiasaan” menyimpan salju yang diambil dari Gunung Fuji, yang melambangkan terwujudnya ”good goverment” sangat terkenal saat itu. Salju tersebut dibawa ke Kamakura dengan menggunakan kuda yang berjarak 120 Km dari Gunung Fuji. Mulai tahun 1400-an Gunung Fuji terkenal sebagai tempat peziarahan atau tempat latihan-latihan religius. Pada tahun-tahun tersebut ditandai dengan lahirnya grupkelompok religius pendaki Gunung Fuji. Tahun 1430, masing- masing grup tersebut membangun semacam pondok yang digunakan sebagai tempat mengadakan latihan-latihan religius mereka. Setelahnya banyak patung- patung Buddha ditemukan di puncak gunung, yang diyakini di bawa oleh grup- grup religius tersebut. Sebuah catatan yang menyebutkan bahwa pada tahun 1518, 13 orang meninggal di puncak gunung akibat dihantam oleh badai besar, dan pada tahun itu juga terdapat 3 orang dari grup religius pendaki Gunung Fuji dibunuh beruang. Cerita tentang pendakian Gunung Fuji ditulis oleh seorang imam dari Universitas Sumatera Utara Kuil Todaiji di Nara pada tahun 1600, mencatat bahwa imam tersebut melihat beberapa dari arwah yang meninggal di puncak Gunung Fuji. Pada tahun 1600, ketika Tokyo masih disebut Edo, para pendaki yang menggunakan rute utara mengalami peningkatan. Seiring berkembangnya grup- grup pendaki gunung, maka berkembang juga ”Oshi” pemandu gunung yang akhirnya menjadi sebuah pekerjaan pada saat itu. Rute ini pada umumnya digunakan oleh imam-imam dan para pengikut dari sekte Shugendo. Pada periode Tokugawa 1603-1868 pendakian Gunung Fuji sebagai sebuah bentukdari pemujaan religius semakin menyebar ke masyarakat umum di Jepang. Pada periode ini juga kecantikan Gunung Fuji dilukiskan dalam buku- buku dan lukisan-lukisan. Salah satu yang terkenal yaitu ”36 Pemandangan Gunung Fuji” karya Katsushika Hokusai, dalam bentuk Ukiyo-e. Katsushika Hokusai banyak dipengaruhi oleh para pelukis terkenal dari negara Eropa seperti Vincent Van Gogh dan Paul Cezanne. Orang asing pertama yang mencapai puncak Gunung Fuji adalah Sir Rutherford Alcock pada 10 September 1860, seorang Perdana Menteri Inggris untuk Negara Jepang. Pada saat-saat tersebut, Jepang mulai mengakhiri politik isolasinya yang telah bertahan selama 250 tahun. Di bawah tekanan-tekanan dari negara-negara luar, Kaisar Jepang Meiji, akhirnya membuka Jepang bagi dunia luar melalui kesepakatan bersama dengan negara-negara Amerika, Belanda, Russia, Inggris dan Perancis. Ketika Sir Rutherford Alcock memberitahukan rencananya tersebut kepada pemerintahan Jepang, mereka tidak memberikan izin kepadanya. Oleh karena wilayah tersebut diluar suaka pemerintahan Jepang bagi duta negara lain juga masih terjadi pergolakan di daerah-daerah akibat pembukaan Universitas Sumatera Utara pintu Jepang bagi bangsa asing. Wanita Eropa pertama yang mencapai Gunung Fuji 1867 adalah Putri Parkes, istri dari duta besar berkuasa penuh dari negara Inggris untuk pemerintahan Jepang saat itu. Sejak zaman Restorasi Meiji wanita mulai diperbolehkan mendaki Gunung Fuji, sebelumnya hal ini dilarang karena akan menodai kesucian Gunung Fuji. Diantara orang asing yang lebih terkemuka adalah Dr. Frederick Starr 1858-1933 seorang Antropolog dan professor dari Chicago University. Pertama sekali mengunjungi Jepang pada tahun 1914 dan mendaki Gunung Fuji sebanyak 5 kali, dengan berpakaian seperti peziarah pribumi, dengan jubah putih , menggunakan kyahan ikat kaos kaki dan sandal yang terbuat dari jerami serta payung pelindung dari sinar matahari. Dia turut juga menyanyikan ”Rokkon Shojo” semoga hati kami disucikan dan Oyama wa seiten semoga cuaca di gunung cerah. Dia meninggal di Tokyo tahun 1933 tetapi kecintaannya pada Gunung Fuji tetap hidup dengan monumen yang dibangun untuk mengenangnya, letaknya berdekatan dengan Sengen Jinja di Subashiri. Kata-kata yang terpahat di monumen tersebut adalah sebagai berikut : ”Fuji bare and naked in a blaze of sunshine is beautiful. Fuji with its summit wrapped in cloud and mist is more beautiful. Fuji blotted out by the fog untill but a hint of line is left is most beautiful” Japan, 1991:461 Pembukaan jalur lalu lintas cepat pada tahun 1964 mempersingkat waktu tempuh dari Tokyo menuju kaki Gunung Fuji sebelah selatan menjadi 1 jam dan 2 jam menuju Osaka. Proyek ini diikuti dengan pembuatan jalan raya umum ke Gunung Fuji hingga ketinggian 2300 meter yang dapat dilalui dengan kendraan bermotor. Universitas Sumatera Utara Perkembangan jaringan transportasi dalam memajukan wilayah sekitar Gunung Fuji sejajar dengan terjadinya pertumbuhan pada lonjakan rekreasiwisata, sebagai salah satu aspek yang dikembangkan pemerintah daerah menjadikan daerah sekitar Gunung Fuji menjadi sebuah tempat wisata. Fasilitas- fasilitas wisata mulai dibangun di sekitar daerah tersebut. Akhirnya pengunjung ataupun turis-turis domestik maupun mancanegara mulai berdatangan ke tempat- tempat sekitar Gunung Fuji, seperti 5 danau yang terdapat di kaki sebelah utara Gunung Fuji. Wisata pendakian gunung ke Gunung Fuji menjadi trend yang semakin meningkat tiap tahunnya dan masih terdapat hingga sekarang. Pada perkembangannya di sekitar daerah Gunung Fuji tersebut, difungsikan untuk pembangunan pabrik kertas, pengolahan nilon, tempat pembuatan film syuting dan juga terdapat pemeliharaan ikan tawar yang terbesar di Asia serta sebagai lahan pertanian masyarakat setempat. Pabrik kertas dan pabrik lainnya yang ada di wilayah tersebut menggunakan air bawah tanah dari Gunung Fuji dalam proses produksinya. Oleh karena itu, jumlah air bawah tanah Gunung Fuji telah menurun, yang menimbulkan beberapa masalah baru bagi tumbuhan-tumbuhan di sekitar Gunung Fuji. Pada musim panas tahun 1969, pembuatan 2 jalur lalu lintas cepat yang melalui wilayah ini, semakin melengkapi kesuksesan sebelumnya. Jalur tersebut yaitu; Jalur Lintas Cepat Tomei yang menghubungkan Tokyo dan Nagoya melalui kaki sebelah timur dan selatan Gunung Fuji dan Jalur Lintas Cepat Chuo pusat melalui kaki sebelah timur Gunung Fuji. Pembukaan jalur ini membawa perkembangan yang pesat pada daerah-daerah di sekitar Gunung Fuji yang melengkapi menjadi pengembangan wilayah ibukota nasional dengan Tokyo Universitas Sumatera Utara sebagai pusatnya. Sebagai konsekuensinya, ide pengembangan kota di kaki Gunung Fuji telah direncanakan ke depannya. Tokyo yang merupakan ibukota nasional memiliki jumlah penduduk dengan populasi 11 juta jiwa yang hampir mencapai batas dalam ukuran kemacetan dan fungsi kota yang telah mengalami kelumpuhan. Sebagai solusi yang mungkin dilakukan adalah pemindahan sebagian dari fungsi kota ke kaki Gunung Fuji. Pada 25 Januari 2007 lalu, Gunung Fuji oleh UNESCO United Nations Education Scientific and Cultural Organization diakui dan dideklarasikan sebagai salah satu warisan dunia yang patut dilestarikan world heritage. Hal ini menjadi sebuah faktor penambah minat wisatawan datang ke Jepang. Dimasukkannya sebuah situs ke dalam daftar UNESCO sebagai World Heritage Site dipandang dari sisi bisnis pariwisata akan menambah devisa negara, tetapi juga menuntut pemilik situs untuk mampu me-manage tempat dan rangkaian kebudayaan yang termasuk di dalamnya. Dengan manajemen yang baik tentunya hal tersebut akan menguntungkan dan dapat menjadi keunggulan kompetitif yang tidak saja bermanfaat bagi masyarakat Jepang tetapi juga bagi komunitas global ; mengingat situs warisan dunia pada hakekatnya adalah milik masyarakat dunia. Universitas Sumatera Utara

BAB III FUNGSI GUNUNG FUJI