Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian Dan Impor Beras di Indonesia

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KETERKAITAN PRODUKTVITAS PERTANIAN

DAN IMPOR BERAS DI INDONESIA

OLEH

HEADHI BERLINA SIRINGO 100501119

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ABSTRACT

This research titled “Analysis Causality of Agricultural Productivity and Import of Rice in Indonesia”. The purpose of this research is to know relationship between agricultural productivity and imported rice in Indonesia. The research uses secondary data from 1986 until 2012. The method of analisys are Unit Root Test, Ordinary Least Square, and Grager Causality. This data is processed by using the program eviews 7.1.

The results of the research show that there is a reciprocal relationship (causality) between agricultural productivity and imported rice in Indonesia, based on a simple regression test results indicate that there is a negative relationship between agricultural productivity and imported rice, and there is a negative relationship between imports of rice and agricultural productivity in Indonesia.

Key words: Agricultural Productivity, imported rice, The Granger Causality Test, and Ordinary Least Square.


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian dan Impor Beras di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan timbal balik antara produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu dari tahun 1986-2012. Metode analisis yang digunakan adalah metode uji akar unit, uji regresi sederhana (OLS), dan uji kausalitas Grager. Data ini diproses dengan menggunakan program eviews 7.1.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia, berdasarkan hasil uji regresi sederhana menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara produktivitas pertanian dan impor beras, dan terdapat hubungan yang negatif antara impor beras dan produktivitas pertanian di Indonesia.

Kata kunci: Produktivitas Pertanian, impor beras, kausalitas Grager, dan Regresi Linear Sederhana


(4)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera,

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan penyertaan-Nya serta limpahan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah

“Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian Dan Impor Beras di Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak menghadapi hambatan dan kesulitan. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan wawasan yang dimilki penulis. Namun, berkat kasih setia-Nya, setiap hambatan dan kesulitan tersebut dapat penulis lalui, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Selesainya skripsi ini juga tidak terlepas dari adanya doa, motivasi, bimbingan dan saran yang diberikan oleh berbagai pihak serta bantuan yang penulis dapatkan dari pihak-pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M. Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan


(5)

Bisnis, Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembanding I skripsi yang telah memberikan banyak nasihat maupun masukan untuk skripsi ini 3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1

Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Murni Daulay, SE, Msi, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan telah bersedia meluangkan waktu bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Ingrita Gusti Sari NST, SE, MSi selaku dosen pembanding II skripsi yang telah memberikan banyak nasihat maupun masukan untuk skripsi ini 6. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan.

7. Bapak Rommel Siringo dan Ibu Nurmida O. Sunggu, yang merupakan orangtua penulis yang telah memberikan kasih sayangnya kepada penulis dan selalu mendidik dan mendukung penulis sejak kecil hingga saat ini serta doa yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Riama Siringo, Nurbetti Siringo, Sahat Paiyan Nauli Siringo, dan Firmanto Siringo, yang merupakan kakak dan adik-adik yang selama ini telah memberikan semangat dan doa yang tulus untuk penulis.


(6)

9. GMKI Komisariat FE USU yang telah menjadi tempat bagi penulis untuk belajar banyak hal yang tidak penulis dapatkan di dalam perkuliahan. Kepada seluruh Pengurus Komisariat masa bakti 2011-2012 dan 2012-2013, yang merupakan rekan kerja penulis selama melayani di GMKI Komisariat FE USU.

10.Rebecka O. Nainggolan, Naomi S. Daeli, Riantina Hutapea, Einike S. Purba, Lydia Hutagalung, Arshinta Sebda, Dina Tambunan, Valentino Panjaitan, Robin Hotdo Manalu, Parulian Sinurat, Laura S. Sitanggang, Ronaldo Manullang, Hervelika Ginting dan Friska Simanjuntak yang telah memberi masukan dan semangat serta keceriaan selama proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas setiap kebaikan dan ketulusan hati dari semua pihak yang telah membantu dan semoga hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

Medan, Juni 2014 Penulis

NIM. 100501119 Headhi Berlina Siringo


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas ... 7

2.1.1 Pengertian Produktivitas ... 7

2.1.2 Peranan Produktivitas ... 8

2.1.3Teori Produksi...10

2.1.4 Pembangunan Pertanian...12

2.1.5Kebijakan Pangan...14

2.2. Teori Perdagangan Internasional...16

2.3. Impor...20

2.3.1 Pengertian Impor……….20

2.3.2 Kebijakan Impor………..20

2.4. Penelitian Terdahulu...22

2.5. Kerangka Konseptual………...25

2.6. Hipotesis Penelitian...26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian...27

3.2 Jenis dan Sumber Data……….27

3.2. Pengolahan Data... 27

3.3. Metode Analisis Data... 28

3.3.1 Uji Akar Unit (Unit Root Test) ………..28

3.3.2 Uji Kausalitas (Granger Causality Test)………..29

3.3.3 Uji Regresi Linear……… 30


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Deskriptif………32

4.1.1 Letak Geografis Indonesia……….. 32

4.1.1.1 Iklim……… 33

4.1.1.2 Penduduk……… 34

4.1.1.3 Kondisi Pertanian……… ... 35

4.1.2 Perkembangan Perekonomian Indonesia………36

4.1.3 Perkembangan Produktivitas Pertanian……….. 38

4.1.4 Perkembangan Impor Beras di Indonesia……… ... 45

4.2 Analisis Data……… 52

4.2.1 Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test)……….. 52

4.2.2 Hasil Uji Kausalitas (Granger Causality Test)…………... 53

4.2.3Hasil Uji Regresi Linear………...55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………...58

5.2 Saran……….59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul

Halaman

4.1 Perkembangan Produktivitas Pertanian di Indonesia

Tahun 1986-2012……… 40

4.2 Perkembangan Impor Beras di Indonesia Tahun 1986-2012……… 46

4.3 Hasil Pengujian ADF dengan Intercept……….. 52

4.4 Hasil Uji Granger Causality……… 54


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul

Halaman

2.1 Fungsi Produksi ………... 11

2.2 Skema Kerangka Konseptual ……… 26

4.3 Pertumbuhan Produktivitas Pertanian……… 42


(11)

ABSTRACT

This research titled “Analysis Causality of Agricultural Productivity and Import of Rice in Indonesia”. The purpose of this research is to know relationship between agricultural productivity and imported rice in Indonesia. The research uses secondary data from 1986 until 2012. The method of analisys are Unit Root Test, Ordinary Least Square, and Grager Causality. This data is processed by using the program eviews 7.1.

The results of the research show that there is a reciprocal relationship (causality) between agricultural productivity and imported rice in Indonesia, based on a simple regression test results indicate that there is a negative relationship between agricultural productivity and imported rice, and there is a negative relationship between imports of rice and agricultural productivity in Indonesia.

Key words: Agricultural Productivity, imported rice, The Granger Causality Test, and Ordinary Least Square.


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian dan Impor Beras di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan timbal balik antara produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu dari tahun 1986-2012. Metode analisis yang digunakan adalah metode uji akar unit, uji regresi sederhana (OLS), dan uji kausalitas Grager. Data ini diproses dengan menggunakan program eviews 7.1.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia, berdasarkan hasil uji regresi sederhana menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara produktivitas pertanian dan impor beras, dan terdapat hubungan yang negatif antara impor beras dan produktivitas pertanian di Indonesia.

Kata kunci: Produktivitas Pertanian, impor beras, kausalitas Grager, dan Regresi Linear Sederhana


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian dan bagaimana sektor pertanian tersebut mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat dikaitkan dengan sistem produktivitas yang dilakukan. Menurut Apriyantono (2007), sektor pertanian adalah sektor yang memiliki peran penting dalam pembangunan nasional diantaranya sebagai penyerap tenaga kerja, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), kontribusi penyediaan pangan, penyedia bahan baku industri, kontribusi dalam bentuk kapital, dan sumber devisa suatu negara. Pembangunan pertanian diharapkan mampu meningkatkan akses masyarakat tani pada faktor produksi diantaranya sumber modal, teknologi, bibit unggul, pupuk, dan sistem distribusi, sehingga berdampak langsung dalam meningkatkan kesejahteraan petani.

Tanaman utama pertanian di Indonesia adalah padi. Padi merupakan tanaman yang penting bagi konsumsi masyarakat Indonesia, karena dari padi menghasilkan nasi yang merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang banyak dibudidayakan oleh pertani di Indonesia, dimana kenaikan terbesar produksi beras terjadi pada


(14)

tahun 1979-1983 sebesar 6,71 persen. Kenaikan produksi beras ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dilakukannya intensifikasi khusus yang dimulai pada musim tanam dan pengenalan teknologi baru bagi para petani dalam cara-cara pengolahan lahan. Penyuluhan secara-cara gencar dan intensif dilakukan juga melalui berbagai media masa sebagai upaya peningkatan produksi beras, sehingga pertumbuhan subsektor tanaman pangan khususnya beras mengalami peningkatan pesat dan pada tahun 1984, dimana Indonesia dapat melakukan swasembada beras dan merupakan negara pengekspor beras terbesar.

Produktivitas pertanian merupakan perbandingan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan) dengan luas lahan atau biaya yang dikorbankan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produktivitas pertanian nasional selama 10 tahun terakhir mengalami peningkatan meskipun lahan pertanian semakin berkurang. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya peningkatan produksi pangan di Indonesia adalah berkurangnya areal baku sawah beirigasi teknis dan lahan pertanian lainnya. Lahan pertanian yang semakin berkurang disebabkan oleh alih fungsi lahan, dimana lahan pertanian dialihkan menjadi tempat perumahan atau pusat perbelanjaan, Faktor utama yang menyebabkan banyaknya lahan pertanian dijual dan dijadikan perumahan serta tempat industri karena pendapatan yang diperoleh masyarakat dari bertani lebih sedikit dibandingkan pendapatan dari sektor industri.

Teori Malthus (dalam Mubyarto, 1989:42) menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk akan lebih cepat daripada pertambahan produksi makanan. Pertumbuhan penduduk bertambah menurut deret ukur, sedangkan


(15)

peningkatan produksi bahan makanan hanya bertambah menurut deret hitung. Persoalan ini berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi Indonesia, dimana penduduk di Indonesia memiliki pertambahan penduduk yang tinggi setiap tahunnya tampa diikuti oleh peningkatan produktivitas pertaniannya. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah harus melakukan impor beras, impor beras yang dilakukan dikaitkan pemerintah untuk menjaga stabilisasi harga beras di pasar dan menjaga kestabilan stok bulog, sehingga pemerintah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan beras saat terjadi gagal panen.

Produksi beras di Indonesia pertahun telah mencapai 38 juta ton, jumlah ini telah melebihi kebutuhan beras di Indonesia yaitu sebesar 34 juta ton dan terjadi surplus 4 juta ton, namun target surplus yang ingin dicapai oleh presiden setiap tahunnya adalah sebesar 10 juta ton, sehingga diperlukan impor untuk memenuhi target kebutuhan stok digudang bulog (Suswono, 2012). Fenomena yang terjadi di Indonesia mengenai impor beras merupakan suatu kenyataan sulit dalam perekonomian Indonesia. Sebagai negara agraris, dengan luas wilayah yang membentang dari sabang sampai marauke, Indonesia ternyata masih dihadapkan pada kenyataan sebagai negara pengimpor komoditi primer seperti beras. Ketidakmampuan pemerintah dan petani dalam mengendalikan produksi beras, sejak dari produksi, distribusi dan pengelolaan pascapanen sehingga menyebabkan lemahnya daya saing komoditi pangan Indonesia. Berhasil tidaknya produksi petani dan tingkat harga yang diterima petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani.


(16)

Selama ini upaya pemerintah dalam kebijakan produktivitas, baik dari sisi paradigma, anggaran maupun program meningkatkan produktivitas pertanian belum sepenuhnya berjalan dan terselenggara secara efisien dan efektif. Peran pemerintah dalam pemberian subsidi kepada petani untuk meningkatkan produksi dan pembangunan irigasi untuk mendistribusikan aliran air sungai ke lahan pertanian dewasa ini masih kurang, sehingga menyebabkan ketersediaan pangan tidak dapat terpenuhi dari produksi dalam negeri sendiri. Ketersediaan sarana produksi yang cenderung disamakan atau adanya keragaman penggunaan bibit, pupuk pada daerah yang berbeda kondisi lahan dan iklimnya serta infrastruktur yang dimiliki suatu daerah terkadang tidak efisien dan kurangnya pengetahuan petani tentang penggunaan teknologi mempengaruhi jumlah produksi beras di Indonesia.

Impor beras yang terus terjadi setiap tahun tampa mempertimbangkan peningkatan produktivitas beras di Indonesia akan menyebabkan ketergantugan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri. Harga beras impor yang murah akan berpengaruh pada harga beras dalam negeri menjadi murah, turunnya harga beras inilah yang menjadi tujuan pemerintah. Hal ini akan meringankan konsumen namun di sisi lain kebijakan ini akan merugikan petani. Turunnya harga beras mengakibatkan tidak terpenuhinya biaya produksi pertanian, sehingga produktivitas pertanian menurun dan mengurangi produksi pertanian. sehingga akan sangat beresiko tinggi apabila ketersediaan pangan harus selalu bergantung pada impor.


(17)

Persediaan stok beras di bulog harus terus dipertahankan, persediaan tersebut tidak hanya dilakukan dengan melakukan impor saja tetapi juga dengan pembelian beras dari petani dengan harga yang sesuai atau lebih tinggi dari harga pengumpul atau tengkulak, harga yang berlaku dan sesuai untuk membeli beras dari petani diharapakan mampu mendorong produktivitas pertanian.

Dalam perdagangan internasional, impor merupakan suatu kebijakan yang diambil apabila suatu negara tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun dalam hal ini Indonesia yang merupakan negara agraris dan mengalami surplus produksi beras tetap malakukan impor beras, dengan tujuan untuk menjaga stabilisasi harga. Impor beras yang dilakukan tampa adanya tujuan yang jelas dari pemerintah akan mempengaruhi produksi beras dalam negeri dan kesejahteraan petani.

Berdasarkan uraian diatas, peranan produktivitas pertanian bagi jumlah impor beras dan sebaliknya impor beras bagi produktivitas pertanian di Indonesia menarik untuk diteliti. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian Dan Impor Beras di Indonesia”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah, apakah terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia.


(18)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penlitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti yang berkaitan tentang keterkaitan produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia 2. Sebagai bahan informasi untuk melihat dan mengetahui perkembangan

produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia serta keterkaitan hubungan produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.

4. Untuk menambahkan, melengkapi, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan topik dan permasalahannya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas

2.1.1 Pengertian Produktivitas

Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai perbandingan luaran (output) dengan masukan (input). Dimana produktivitas merupakan ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil optimal. Produktivitas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu industri dalam menghasilkan barang atau jasa. Sehingga semakin tinggi perbandingannya, berarti semakin tinggi produk yang dihasilkan. Ukuran-ukuran produktivitas bisa bervariasi, tergantung pada aspek-aspek output atau input yang digunakan sebagai agregat dasar, misalnya: indeks produktivitas buruh, produktivitas biaya langsung, produktivitas biaya total, produktivitas energi, dan produktivitas bahan mentah (Samuelson dan William, 1992:133).

Dalam ilmu ekonomi pertanian produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan) dengan biaya (pengorbanan) yang harus dikeluarkan. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi, dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Usahatani yang bagus merupakan usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti usahatani yang memiliki produktivitas yang tinggi. Pengertian produktivitas ini merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur


(20)

banyaknya hasil produksi (output) yang diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Jika efisiensi fisik kemudian di nilai dengan uang maka akan dibahas efisiensi ekonomi. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan sebidang tanah untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Jadi secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas tanah (Mubyarto, 1989:68). Dalam setiap panen padi, petani akan menghitung berapa hasil bruto

produksinya, yaitu luas tanah dikalikan hasil pekesatuan luas. Hasil bruto yang didapat kemudian dikurangi dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan petani, yaitu biaya pupuk, bibit, biaya pengolahan tanah upah menanam, upah membersihkan rumput dan biaya panen yang biasanya berupa bagi hasil. Setelah semua biaya-biaya tersebut dikurangi maka petani akan memperoleh hasil bersih atau hasil netto. Apabila hasil bersih usahatani besar maka akan menunjukkan rasio yang baik dari nilai hasil dan biaya. Makin tinggi rasio berarti usahatani makin efisien (Mubyarto, 1989:70).

2.1.2 Peranan Produktivitas

Standar hidup suatu bangsa dalam jangka panjang tergantung pada kemampuan bangsa tersebut untuk menggapai tingkat produktivitas yang tinggi dan berkesinambungan, hal tersebut digunakan untuk mencapai kualitas produk yang lebih baik dan efisien yang lebih tinggi dalam proses produksi. Perekonomian yang mengalami perkembangan produktivitas akan cenderung memiliki kemampuan yang tinggi dalam persaingan, baik dalam bentuk harga


(21)

maupun kualitas dari produk yang dihasilkan (Pasay, Gatot dan Suahasil, 1995:220).

Kegiatan ekonomi yang memiliki produktivitas yang semakin berkembang akan memiliki daya tahan lebih kuat terhadap kenaikan harga input dibandingkan dengan kegiatan ekonomi yang tidak mengalami perkembangan produktivitas. Untuk dapat mengembangkan produktivitas, perekonomian harus mampu memperbaiki dirinya sendiri (self upgrading) demi untuk memperkokoh perekonomian itu sendiri (self propelling) sehingga menjamin kelangsungan pembangunan (self sustaining). Dalam hal ini teknologi harus dipandang sebagai: bagaimana mengkombinasikan berbagai input produktif dalam proses produksi dengan menggunakan teknik produksi tertentu secara efisien untuk menghasilkan output dengan kualitas yang semakin membaik dan yang dapat dipasarkan. Selain teknologi hal yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah melakukan inovasi secara terus-menerus dalam hal produk dan proses produksi (Pasay, Gatot dan Suahasil, 1995:261).

Dengan perkembangan produktivitas yang lebih pesat, keunggulan suatu perekonomian seperti upah tenaga kerja dapat dipertahankan seiring dengan memperbaiki kesejahteraan pekerja. Sistem pengupahan tenaga kerja harus mengikuti prinsip dimana upah tidak dapat diperkenankan melaju lebih cepat daripada laju perkembangan produktivitas (Pasay, Gatot dan Suahasil, 1995:266).


(22)

2.1.3 Teori Produksi

Fungsi produksi menggambarkan metode produksi yang efisien, dalam arti menggunakan kualitas bahan mentah yang minimal, tenaga kerja yang minimal dan modal yang minimal. Konsep fungsi produksi yang bersifat teknis masih perlu didukung oleh konsep tentang input-input atau faktor-faktor produksi lainnya, seperti faktor keahlian, motivasi kerja dan lain-lain. Fungsi produksi menunjukkan seberapa besar pemakaian input dan menghasilkan sejumlah output, dengan demikian dapat dikatakan bahwa besar kecilnya output yang dihasilkan sangat tergantung pada seberapa besar penggunaan input (Samuelson dan William, 1992:128).

Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi, faktor produksi dibedakan menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi variabel (variabel input). Faktor produski tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada tidaknya kegiatan produksi, faktor produksi tetap harus tetap tersedia. Sedangkan jumlah penggunaan faktor produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya, makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi yang digunakan. Faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel terkait dengan waktu yang dibutuhkan untuk menambah atau mengurangi faktor produksi tersebut. Hubungan antara input dan output dapat di formulasikan kepada suatu fungsi produksi yang dalam bentuk matematis: Y = f (�1, �2, �3, ……), dimana Y adalah total produksi fisik

dan �1, �2, �3,….adalah faktor-faktor produksi. Dalam produksi pertanian


(23)

faktor produksi sekaligus yaitu tanah, modal dan tenaga kerja (Daniel, 2002:121-122).

Kemajuan teknologi dapat membuat tingkat produktivitas meningkat. Secara grafis dapat digambarkan dengan semakin luasnya bidang yang dibatasi kurva Total Produksi (TP). Pada gambar 2.1, akibat kemajuan teknologi, luas kurva TP3 > TP2 > TP1. Artinya jumlah output yang dihasilkan per unit faktor produksi semakin besar (Rahardja dan Mandala, 2004:111).

Y Output Q3

TP3

Q2

Q1 TP2 TP1

X 0 L1 Tenaga Kerja

Gambar 2.1 Fungsi Produksi

Sumber: Rahardja dan Mandala (2004:112)

Tingkat total produksi berkaitan dengan tingkat produktivitas faktor-faktor produksi yang digunakan. Produktivitas yang tinggi menyebabkan total produksi yang yang sama dapat dicapai dengan biaya yang lebih rendah. Dengan kata lain, produktivitas dan biaya mempunyai hubungan terbalik. Jika produktiivitas makin tinggi, biaya produksi akan makin rendah, begitu juga sebaliknya. Perilaku biaya juga berhubungan dengan periode produksi. Dalam jangka pendek ada faktor


(24)

produksi tetap yang menimbulkan biaya tetap, yaitu biaya produksi yang besarnya tidak tergantung pada tingkat produksi. Dalam jangka panjang, karena semua faktor produksi adalah variabel, biaya juga variabel. Artinya, besarnya biaya produksi dapat disesuaikan dengan tingkat produksi. Dalam jangka panjang, perusahaan akan lebih mudah meningkatkan produktivitas dibanding dalam jangka pendek.

2.1.4 Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Pembangunan pertanian tidak dapat berdiri sendiri, pertanian mempunyai hubungan erat dan berkaitan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya, seperti sektor perdagangan, pendidikan dan sebagainya. Untuk mempercepat proses pembangunan pertanian diperlukan peningkatan kegiatan yang simultan dalam hampir semua sektor yang ada. Sektor industri dalam memproduksi sarana-sarana produksi serta alat-alat produksi pertanian akan mempermudah petani untuk dapat meningkatkan produksi pertaniannya. Perkembangan sektor industri sekaligus juga memberikan tambahan lapangan pekerjaan. Peran pemerintah dalam peningkatan investasi dalam prasarana berupa jalan-jalan dan bangunan-bangunan irigasi serta pemberian penyuluhan kepada petani dan organisasi-organisasi petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru dapat menciptakan iklim yang baik untuk merangsang kegiatan membangun bagi seluruh sektor pertanian (Mubyarto, 1989:221).


(25)

Menurut A.T. Mosher (dalam Mubyarto, 1989:231) perlu menganalisa syarat pembangunan pertanian dan menggolongkannya menjadi syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat-syarat-syarat pelancar. Ada lima syarat-syarat mutlak atau yang harus ada untuk adanya pembangunan pertanian.

1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani 2. Teknologi yang senantiasa berkembang

3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal 4. Adanya peranggsang produksi bagi petani

5. Tersedianya pengangkutan yang lancer dan kontinyu

Disamping syarat-syarat mutlak, ada lima syarat lagi yang tidak mutlak atau dapat diadakan, hal itu akan sangat memperlancar pembangunan pertanian, yang termasuk syarat-syarat atau sarana pelancar itu adalah:

1. Pendidikan pembangunan 2. Kredit produksi

3. Kegiatan gotong royong petani

4. Perbaikan dan perluasan tanah pertanian 5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian

Rendahnya produksi per ha dapat disebabkan karena beberapa hal, dan yang terpenting adalah karena sulitnya petani mengadopsi teknologi baru. Penguasaan teknologi yang terbatas ini sebagian besar disebabkan karena lemahnya pemodalan dan terbatasnya keterampilan berusaha tani (Soekartawi, 1999:38).


(26)

Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanian dapat berhenti. Produksi berhenti kenaikannya, bahkan dapat menurun karena merosotnya kesuburan tanah atau karena kerusakan yang makin meningkat oleh hama penyakit. Teknologi sangat berpengaruh pada produktivitas pertanian. Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas, baik produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja (Mubyarto, 1989:234).

Perubahan secara teknis dan munculnya inovasi baru menunjukkan perubahan-perubahan teknologi seperti penemuan pupuk baru, perbaikan produk lama, ataupun perubahan dalam proses produksi barang dan jasa. Perubahan teknologi terjadi bilamana pengetahuan rekayasa dan pengetahuan teknis baru memungkinkan lebih banyak output yang bisa diproduksi dengan input yang sama, atau bilamana output yang sama dapat diproduksi dengan input yang lebih sedikit. Dalam terminologi produksi, perubahan teknologi terjadi bilamana fungsi produksi berubah dan perlu adanya inovasi proses untuk memperbaiki teknik-teknik atau pengolahan suatu produksi (Samuelson dan William, 1992:135).

2.1.5 Kebijakan Pangan

Ruang lingkup kebijakan pangan nasional dapat digolongkan menjadi tiga, pertama kebijakan dibidang produksi; kedua, kebijakan di bidang harga dan konsumsi; ketiga, kebijakan dibidang distribusi (Mubyarto, 1989).


(27)

1. Kebijakan di bidang produksi

Kebijakan di bidang produksi bertujuan untuk mencapai swasembada pangan (beras). Peningkatan produksi pangan tidak hanya menambah kenaikan produktivitas, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Peran kebijaksanaan produksi mulai terlihat hasilnya sejak berlakunya sistem BIMAS Gotong Royong tahun 1969 dan BIMAS Nasional yang disempurnakan pada tahun 1970. Program BIMAS dengan paket teknologi dan permodalan membuka peluang lebih besar untuk mengadakan inovasi teknologi, pengembangan organisasi kelembagaan, dan pengembangan sarana/prasarana seperti irigasi, pupuk dan inteksida. Pada gilirannya akan meningkatkan produksi pangan, terutama beras.

Kebijakan di bidang produksi beras di Indonesia sama halnya dengan negara berkembang lainnya, pemerintah telah mensubsidi harga pupuk dengan menjualnya pada tingkat harga lebih rendah daripada harga produksinya. Kebijakan ini ditujukan untuk memberi insentif bagi para petani.

2. Kebijakan di bidang harga

Kebijakan pangan di bidang harga pada dasarnya ditujukan untuk menjamin kepastian harga bagi produsen dan melindungi konsumen dari kenaikan harga. Kebijakan penetapan harga beras untuk menjamin stabilitas harga melalui mekanisme floor price dimaksudkan untuk melindungi petani agar tidak mengalami kerugian dan kebijakan ceiling price yang digunakan untuk melindungi konsumen serta menjaga stabilitas harga-harga lainnya. Peningkatan


(28)

produktivitas pertanian hendaknya diikuti oleh perbaikan harga pasaran komoditas pertanian atau menaikkan harga barang yang dihasilkan tenaga kerja.

3. Kebijakan di bidang distribusi

Kebijakan pangan di bidang distribusi, pada dasarnya dianut sistem mekanisme pasar terarah. Intervensi Badan Urusan Logistik (BULOG) dalam pembelian produksi padi pada musim panen dan pelepasan stok pangan musim pada tanam juga melalui mekanisme pasar. Distribusi beras dari produsen ke konsumen menjadi lancar atau tidak tergantung pada jaringan organisasi tata niaga yang tersedia. Hal yang paling penting dalam kebijakan distribuasi beras adalah masalah pengangkutan. Untuk memasarkan beras secara efektif di dalam perekonomian negara kepulauan seperti Indonesia, diperlukan jaringan jalan raya, kereta api, pelabuhan, dan fasilitas pergudangan.

2.2. Teori Perdagangan Internasional

Ilmu ekonomomi internasional mengkaji adanya saling ketergantungan antarnegara. Ketergantungan ekonomi antarnegara ini dipengaruhi sumber daya yang dimiliki. Secara spesifik, ilmu ekonomi internasional mengakji teori perdagangan internasional, kebijakan perdagangan internasional serta ilmu makroekonomi pada perekonomian terbuka. Teori perdagangan internasional menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperoleh dan kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan (Salvatore, 1997:5).


(29)

Teori perdagangan internasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage Theory)

Dalam buku yang berjudul Principles of Political Economy And Taxation

(dalam Salvatore, 1997:27) David Ricardo menjelaskan tentang keunggulan komparatif yang merupakan salah satu hukum perdagangan internasional. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien (memiliki kerugian absolut) dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memilki kerugian absolut yang lebih besar atau komoditi dengan kerugian absolut.

David Ricardo mengemukakan teori comparative advanatage (keunggulan komparatif) sebagai berikut:

a. Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency)

Teori David Ricardo yang didasarkan pada nilai tenaga kerja menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja untuk memproduksinya. Menurut teori Cost Comparative Advantage, suatu negara akan mempeoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat


(30)

berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif tidak efisien.

Dengan adanya spesialisasi pada masing-masing negara berdasarkan Cost Comparative Advantage, maka akan terjadi penghematan hari kerja. Dengan adanya penghematan hari kerja, maka akan meningkatkan jumlah produksi kedua negara tersebut.

b. Production Comperative Advantage (Labor Produktivity)

Teori David Ricardo yang didasarkan pada Production Comperative Advantage (Labor Produktivity) menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif.

2. Teori Heckscher-Ohlin

Dalam teori Heckscher-Ohlin (H-O) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan negara itu akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Dimana sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja dan mengipor komoditi-komoditi-komoditi-komoditi yang relatif padat modal (Salvatore, 1997:129).


(31)

Dari semua unsur yang menyebabkan terjadinya perbedaaan-perbedaan dalam harga-harga relatif komoditi dan keunggulan komparatif antarnegara teori Heckscher-Ohlin (H-O) mengisolasikan atau menonjolkan perbedaan dalam kelimpahan faktor secara relatif, atau kepemilikan faktor-faktor produk diantara satu negara dengan negara lain, sebagai landasan dasar atau faktor penentu utama keunggulan komparatif bagi masing-masing negara, yang sekaligus menjadi pijakan bagi berlangsungnya hubungan dagang diantara dua negara tersebut. Berdasarkan alasan tersebut, model Heckscher-Ohlin (H-O) sering disebut sebagai teori kepemilikan faktor atau teori proporsi faktor (factor proportion theory).

Model proporsi faktor Heckscher-Ohlin (H-O) dalam bentuk yang paling sederhana hampir sama dengan model faktor spesifik. Model faktor spesifik (specific factors model) pertama kali dikembangkan oleh Paul Samuelson dan Ronald Jones. Model ini mengasumsilkan adanya suatu perekonomian yang hanya memproduksi dua jenis komoditi dan perekonomian tersebut bisa mengalokasikan seluruh tenaga kerja diantara kedua sektor tersebut (full employment). Tidak seperti model Ricardo, model faktor spesifik ini memperhitumgkan pula adanya faktor-faktor produksi lain di luar tenaga kerja. Jika tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bisa berpindah (mobile factor) dan dapat beralih atau berpindah dari satu sektor ke sektor lainnya, maka faktor-faktor produksi lain ini dipandang spesifik. Artinya, faktor-faktor produksi lain yang bersifat spesifik tersebut hanya dapat digunakan dalam menghasilkan barang-barang tertentu saja secara baku sehingga tidak dapat berpindah-pindah. Apabila suatu perekonomian yang hanya memproduksi dua macam komoditi, yakni produk manufaktur dan


(32)

makanan. Sekarang perekonomian tidak hanya memiliki satu jenis faktor produksi saja melainkan tiga, yaitu: tenaga kerja (L), modal (K) dan tanah (T). Produk manufaktur dibuat terutama dengan menggunakan faktor produksi modal dan tenaga kerja, sedangkan makanan diproduksi dengan menggunakan tanah dan tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan faktor produksi berpindah yang yang dapat digunakan di kedua sektor, sedangkan tanah dan modal merupakan faktor-faktor produksi yang spesifik yang hanya dapat digunakan dalam kegiatan produksi atas satu jenis komoditi saja.

Adapun dampak-dampak yang bias (condong ke salah satu satu sektor ekonomi saja) dari peningkatan sumber daya terhadap kemungkinan-kemungkinan produksi merupakan kunci untuk memahami bagaimana perbedaan-perbedaan karunia sumber daya selalu dapat menciptakan peluang bagi terjadinya hubungan perdagangan internasioal. Suatu perekonomian yang memiliki nisbah/rasio modal terhadap tenaga kerja yang tinggi secara relatif akan lebih baik atau menguntungkan bagi suatu negara jika negara tersebut berkonsentrasi pada produksi makanan, apabila dibandingkan dengan perekonomian lain yang memiliki nisbah modal terhadap tenaga kerja yang relatif rendah. Suatu perekonomian akan cenderung menjadi baik seacra relatif (kesejahteraan meningkat) jika negara tersebut memproduksi komoditi yang banyak menggunakan faktor-faktor produksi dimana perekonomian tersebut secara relatif memang lebih kaya dalam kepemilikannya daripada perekonomian yang lain


(33)

2.3 Impor

2.3.1 Pengertian Impor

Impor adalah proses perpindahan barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukkan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasionalnya.

2.3.2 Kebijakan Impor

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor merupakan tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri dalam negeri. Kebijakan impor dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Hambatan tarif

Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-batas territorial. Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yaitu tarif impor (import tariff), yakni pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff) yang merupakan pajak untuk suatu komoditi yang diekspor. Hambatan tarif dapat meningkatkan harga barang di negara pengimpor, sehingga konsumen di negara pengimpor relatif merugi, sedangkan para produsen di negara pengimpor memperoleh keuntungan. Jadi, tarif cenderung menaikkan


(34)

harga, menurunkan jumlah yang dikonsumsi dan di impor, serta menaikkan produksi domestik (Salvatore, 1997:270).

2. Hambatan Nontarif (Kuota Impor)

Hambatan perdagangan bukan-tarif yang paling sering dilakukan adalah kuota impor, yaitu suatu batasan atas jumlah keseluruhan barang yang diizinkan masuk ke dalam suatu negara setiap tahunnya, yaitu dengan cara pemerintah yang bersangkutan memberikan sejumlah lisensi terbatas untuk mengimpor secara legal barang-barang yang dibutuhkan negara itu dan melarang setiap barang yang diimpor tampa disertai lisensi. Selama sejumlah barang impor yang diberi lisensi kurang dari jumlah yang diimpor tampa batasan kuota, kuota tidak hanya akan mengurangi jumlah yang diimpor tetapi juga mendorong harga barang itu di dalam negeri melonjak di atas harga dunia yang harus dibayar oleh para pemegang lisensi untuk membeli barang yang sama dari luar negeri (Samuelson, 1992:489).

Ada beberapa alasan mengapa pemerintah seringkali memilih menggunakan kuota daripada memasang tarif sebagai cara untuk membatasi perdagangan impor (Samuelson, 1992:489-490), yaitu:

1) Sebagai jaminan terhadap kemungkinan peningkatan lebih jauh dalam pembelanjaan impor ketika persaingan dengan luar negeri meningkat dengan tajam. Apabila meningkatkan persaingan dagang dengan luar negeri akan menurunkan harga dunia barang-barang yang diimpor, maka tindakan dengan mengenakan kuota semata-mata adalah untuk mengetatkan pengurangan dalam jumlah yang dibelanjakan untuk kebutuhan impor.


(35)

2) Kuota memberikan keuntungan yang lebih besar bagi para pejabat pemerintah untuk menjalankan kegiatan administratif secara lebih leluasa. Pemerintah akan lebih bebas menggunakan batasan perdagangannya dengan menggunakan kuota impor dan kebijakan kuota akan memberikan mereka kekuasaan dan fleksibilitas yang lebih besar dalam berurusan dengan perusahaan-perusahaan dalam negeri.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Hehamahua (2008) dengan judul “Produksi Beras Di Indonesia”, dimana variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, produksi gabah, produksi beras, produktivitas dan impor beras dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series periode tahun 1998-2004 yang diambil dari Departemen Pertanian, Bulog, BI dan FAO dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model persamaan

structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa luas lahan mempengaruhi produksi, nilai loading factor sebesar 0,503 dengan p-value sebesar 0,000. Luas lahan mempengaruhi produksi gabah, nilai loading factor sebesar 0,472 dengan p-value < 0,000. Produksi gabah mempengaruhi produksi beras, nilai loading factor sebesar 0,232 dengan p-value < 0,020, produktivitas mempengaruhi produksi beras dengan loading factor sebesar 2,32 dengan p-value < 0,309. Produktivitas berpengaruh terhadap impor beras dengan nilai loading factor sebesar -0395 dengan p-value -4508.


(36)

Penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2010) dengan judul “Peran Luas Panen Dan Produktivitas Terhadap Pertumbuhan Produksi Tanaman Pangan Di Jawa Timur”, dimana variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas panen padi sawah, produksi padi sawah dan produktivitas dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series periode tahun 1990-2008 yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian. Untuk menjelaskan gambaran pertumbuhan luas panen, produktivitas dan produksi, hasil analisis dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabulasi sederhana disertai dengan penjelasannya. Tingkat pertumbuhan baik luas panen, produktivitas maupun produksi dihitung dengan menggunakan model regresi semi logaritma. Kesimpulan dari penelitian ini adalah produktivitas sudah menjadi sumber yang lebih besar terhadap pertumbuhan produksi padi dibandingkan luas panen, pertumbuhan produksi jagung pada lima tahun terakhir lebih bersumber pada perkembangan luas panen.

Penelitian yang dilakukan oleh Azhar (2013) dengan judul “Hubungan Impor Beras Dengan harga Beras Dan Produksi Beras Sumatera Utara”, dimana variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, produksi beras di Sumatera Utara, impor beras ke Sumatera Utara, harga beras domestik dan harga beras internasional dan data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t-Statistik dengan alat bantu software program Statistical Package For Social Science. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara luas lahan dengan produksi beras di sumatera utara dengan signifikansi


(37)

0,00<0,05 dan korelasi kedua variabel kuat dengan koefisien korelasi 0,956. Ada hubungan yang nyata antara impor beras dengan harga beras di Sumatera Utara dengan tingkat signifikansi sebesar 0,008 < 0,05 dan korelasi kedua variabel sedang dengan koefisien korelasi 0,339. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara harga beras di Sumatera Utara dengan harga beras internasional dengan tingkat signifikansi sebesar 0,301 > 0,05 dan tidak ada korelasi antara kedua variabel dengan koefisien korelasi sebesar 0,139. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara impor beras dengan produksi beras di Sumatera Utara, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,654 > 0,05 dan tidak ada korelasi kedua variabel dengan koefisien korelasi sebesar -0,126. Dan ada hubungan yang nyata antara impor beras dengan produksi beras dengan produksi beras dengan leg 2 bulan dengan signifikansi sebesar 0,04 < 0,05.

2.5 Kerangka konseptual

Padi merupakan tanaman yang peting bagi masyarakat Indonesia, yang mana makanan pokok masyarakat indonesia adalah nasi yang dihasilkan dari padi. Padi tidak hanya di pasarkan di dalam negeri tetapi juga dalam pasaran luar negeri.

Produktivitas pertanian dapat ditingkatkan dengan melakukan efisiensi usaha (fisik) dan dengan meningkatkan kapasitas tanah. Efisiensi fisik yaitu mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input), sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan tanah untuk menyerap tenaga dan modal sehingga menghasilkan produksi yang besar.


(38)

Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah dihubungkan dengan tingkat produksi beras yang ada di dalam negeri, dimana produksi Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Hasil produksi yang diperoleh dipengaruhi oleh produktivitas pertanian yang kurang berkembang, hal ini disebabkan oleh penurunan luas lahan pertanian di Indonesia karena banyak lahan pertanian dialih fungsikan untuk pembangunan perumahan dan pembangunan pabrik, selain itu produktivitas yang semakin menurun dipengaruhi oleh kurangnya penggunaan teknologi dan inovasi baru untuk peningkatan produksi.

Dari kajian teoritis terdapat hubungan antara variabel yang dapat di lihat dalam kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.2 berikut. Dari keterangan tersebut terdapat hubungan antar variabel. Variabel produktivitas yang mempengaruhi impor atau impor yang mempengaruhi produktivitas.

Gambar 2.2

Skema Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan timbal balik (kausalitas) antara produktivitas pertanian dengan impor beras di Indonesia.

Produktivitas Pertanian

Impor Beras


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji hubungan kausalitas antara produktivitas pertanian dan impor beras di Indonesia selama kurun waktu 1986-2012. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari sumber kedua. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka yaitu dengan membaca buku yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, serta dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan. Data sekunder juga diperoleh dari sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kurun waktu (time series) dengan kurun waktu 27 tahun (1986-2012).

3.3Pengolahan Data

Penulis melakukan pengolahan data dengan metode statistik yang menggunakan program E-views 7.1.


(40)

3.3 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Grager Causality Test. Analisis Grager Causality Test adalah alat untuk melihat hubungan timbal-balik (causal) antara produktivitas pertanian dengan impor beras.

3.3.1 Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Di dalam analisis yang menggunakan data runtun waktu (time series) perlu diketahui apakah data yang digunakan stasioner atau tidak. Data yang stasioner adalah data yang memiliki nilai rata-rata dan varian observasi yang konstan. Apabila data yang diperoleh tidak konstan maka dikhawatirkan regresi yang dilakukan adalah regresi palsu (spurious regression). Sehingga dengan melakukan uji stasioneritas hasil estimasi regresi yang diperoleh adalah hasil yang baik karena telah terhindar dari masalah autokorelasi.

Salah satu metode untuk melakukan uji akar unit (unit root test) adalah menggunakan metode Augmented Dickey Fuller (ADF), metode ini digunakan untuk melihat stasioneritas data time series dari variabel produktivitas pertanian dan impor beras,. Uji Akar Unit ini dilakukan dengan Eviews 7.1. adapun formula dari uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dapat dinyatakan sebagai berikut:

DYt= α0 + γYt-1+∑�=1�iDYt-1+ε Dimana:

D = Perbedaan atau differensiasi

α = Intercept

Y = Variabel yang diamati pada tingkat periode tertentu β = Operasi kelambanan waktu (backward lag operator) ε = Error term


(41)

Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dilakukan dengan hipotesis null γ= 0. Prosedur untuk mengetahui data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara stasioner Augmented Dickey Fuller (ADF) yang diperoleh dari nilai t-statistik dengan nilai kritis distribusi MacKinnon. Jika nilai absolut t-statistik Augmented Dickey Fuller (ADF) lebih besar dari nilai kritis MacKinnon maka data stasioner dan sebaliknya jika nilai absolut statistik

Augmented Dickey Fuller (ADF) lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon maka data tidak stasioner. Hal penting dalam uji Augmented Dickey Fuller (ADF) adalah menentukan panjangnya kelambanan.

3.3.2 Uji Kausalitas (Granger Causality Test)

Pengujian dengan metode Granger Causality Test digunakan untuk melihat hubungan kausalitas (hubungan timbal balik) antara variabel-variabel yang diteliti yakni produktivitas pertanian dan impor beras. Sehingga dapat diketahui kedua variabel tersebut secara statistik apakah mempunyai hubungan dua arah, memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan (tidak saling mempengaruhi). Berikut ini adalah metode Granger Causality Test:

Xt = ∑�=1�I Xt-I + ∑��=1�jYt-j+μt

Yt = ∑�=1�I Yt-1 + ∑��=1�jXt-j + vt

Dimana:

Y = Produktivitas Pertanian di Indonesia X = Impor Beras di Indonesia


(42)

μt dan vt adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung korelasi serial. Berdasarkan hasil regresi linear diatas maka akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien regresi dari masing-masing:

1) Jika ∑�=1�j ≠ 0 dan ∑��=1dj = 0

Maka terdapat kausalitas searah antara Produktivitas Pertanian ke Impor Beras

2) Jika ∑�=1�j = 0 dan ∑�=1dj ≠ 0

Maka terdapat kausalitas searah antara Impor Beras ke Produktivitas Pertanian

3) Jika ∑�=1�j ≠ 0 dan ∑�=1dj ≠ 0

Maka terdapat kausalitas dua arah (bilateral) antara Produktivitas Pertanian ke Impor Beras

4) Jika ∑�=1�j = 0 dan ∑�=1dj = 0

Maka tidak tedapat hubungan antara Produktivitas Pertanian dengan Impor Beras

Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas yang tersebut diatas, maka dilakukan F-test untuk masing-masing model regresi.

3.3.3 Regresi Linier

Regresi linier digunakan untuk menganalisi seberapa besar pengaruh variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen), yaitu meregresikan variable-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square). Fungsi matematikanya yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


(43)

Y = f (X1)...(1)

Kemudian fungsi diatas ditranformasikan ke dalam model ekonometrika dengan persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut :

Y=α + β1X1+ μ...(2) Dimana :

X = Produktivitas pertanian Y = Impor beras

α =Intercept/ konstanta

X1= Nilai produktivitas Y1= Nilai impor beras β1 = Koefisien regresi μ = Error Term

Secara sistematis bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut: ��

��

< 0

,

artinya apabila X (produktivitas pertanian) mengalami kenaikan maka Y (impor beras) akan mengalami penurunan, cateris paribus.

��

��

> 0

,

artinya apabila X (produktivitas pertanian) mengalami kenaikan maka Y (impor beras) akan mengalami kenaikan, cateris paribus.

3.4 Defenisi operasional

1. Produktivitas pertanian adalah ratio dari produksi beras yang dihasilkan dengan luas panen

2. Impor beras adalah jumlah beras yang di impor setiap tahunnya dengan indikator ton.


(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif

4.1.1 Letak Geografis Indonesia

Secara astronomis Indonesia terletak antara 60 08’ Lintang Utara dan 110 15’ Lintang Selatan dan antara 940 45’ - 1410 05’ Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau garis khatulistiwa yang terletak pada garis lintang 00. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada diantara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Sumber: Indonesia.go.id

Indonesia merupakan negara maritim dengan luas laut sekitar 7,9 juta km2 (termasuk daerah Zone Economic Exclusive) atau 81 persen dari luas keseluruhan. Daratan Indonesia yang mempunyai luas lebih dari 1,9 juta km2.


(45)

4.1.1.1 Iklim

Iklim adalah rata-rata peristiwa cuaca di suatu daerah tertentu dalam waktu relatif lama, baik secara lokal, regional atau meliputi seluruh bumi. Iklim dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang cukup lama dari aspek-aspek seperti orbit bumi, perubahan samudra atau energi dari matahari. Iklim di Indonesia adalah tropis yang terdiri dari dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga mengakibatkan musim hujan. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar antara 230 Celsius sampai 280 Celsius sepanjang tahun. Suhu pada musim kemarau rata-rata mendekati 400 Celsius di lembah Palu-sulawesi.

Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orographi dan perputaran atau pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat bervariasi, dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun. Daerah yang curah hujan rata-rata tinggi sepanjang tahun adalah Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Delta Mamberamo di Irian.


(46)

Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah El-Nino biasanya diikuti oleh La-Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih panjang dari biasanya.

4.1.1.2 Penduduk

Sensus penduduk Indonesia dilakukan sepuluh tahun sekali. Sensus penduduk sudah dilakukan enam kali di Indonesia, yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010. Berdasarkan sensus penduduk tahun 1971-2010, jumlah penduduk Indonesia mengalami kenaikan dari sekitar 118 juta pada tahun 1971 menjadi 237.641.326 juta pada tahun 2010. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki tercatat sebanyak 119.630.913 jiwa dan jumlah penduduk peremuan sebanyak 118.010.413 jiwa.

Laju pertumbuhan Indonesia dari periode 1971-1980 menurun dari 2,33 persen menjadi 1,44 persen pada periode 1990-2000 dan pada periode 2000-2010 laju pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan menjadi 1,49 persen. Bentuk piramida penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah tipe

expansive, dimana jumlah penduduk usia muda lebih banyak daripada usia dewasa dan tua.

Secara demografis persebaran penduduk di Indonesia tidak merata. Sebagian besar penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 berada di pulau jawa (57,5 persen) dan sebagian kecil berada di pulau Maluku dan Papua (2,6 persen). Data kepadatan penduduk beradasarkan


(47)

sensus penduduk mengalami peningkatan dari 107 jiwa per km2 pada tahun 2000 menjadi 124 km2 pada tahun 2010.

4.1.1.4 Kondisi Pertanian

Indonesia menunjukkan Indonesia kaya akan sumber daya alam flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber alamnya. Sumber daya alam Indonesia berasal dari pertanian, kehutanan, kelautan, perikanan, peternakan, perkebunan serta pertambangan dan energi.

Sebagai negara agraris, pertanian menjadi mata pencaharian terpenting bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Luas lahan pertanian dewasa ini lebih kurang 82,71 persen dari seluruh luas lahan. Lahan tersebut sebagian besar digunakan untuk areal persawahan. Penyebaran produksi padi masih banyak terkonsentrasi di pulau jawa berkaitan dengan tingginya produktivitas dan luas panen di pulau jawa dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Produksi pertanian lainnya adalah jagung, ubi jalar, kacang tanah dan wortel. Sedangkan produksi holtikultura jenis buah-buahan meliputi mangga, durian, jeruk pisang, pepaya dan salak.

Berdasarkan hasil pencacahan sensus pertanian tahun 2013 diperoleh jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor tanaman pangan di Indonesia sebesar 17.728.162 rumah tangga. Dibandingkan tahun 2003, dimana jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor tanaman pangan mencapai 18.708.052, dapat terlihat bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor tanaman pangan pada tahun 2013 mengalami penurunan sebanyak 979.890.


(48)

4.1.2 Perkembangan Perekonomian Indonesia

Kondisi perekonomian Indonesia sejak kemerdekaan terus mengalami perkembangan. Secara makro sektor pertanian memegang peranan yang cukup besar dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam bentuk penyediaan kesempatan kerja dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa dalam hal kesempatan kerja, selama periode 1997-2000 jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mengalami peningkatan dan dominan dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Dimana pada tahun 1997 sektor pertanian tercatat dapat memiliki pertumbuhan positif di tengah krisis yang dialami Indonesia pada tahun 1998, dengan pertumbuhan 0,43 persen. Hal ini berbanding terbalik dengan pertumbuhan yang negatif pada sektor nonpertanian. Dan pada tahun 2000 tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian mencapai lebih dari 40 juta orang atau sekitar 45,3 persen dari jumlah tenaga kerja.

Dalam perekonomian Indonesia terlihat bahwa kontribusi sektor pertanian pada Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 1997 sebesar 16,09 persen dan meningkat menjadi 19,54 persen di tahun 1998 atau peningkatan absolut sebesar 3,50 persen. Ini menunjukkan bahwa ditengah menurunnya kontribusi sektor nonpertanian seperti maufaktur, konstruksi, keuangan dan transortasi, sektor pertanian justru masih dapat memberikan kontribusi yang penting dalam perekonomian nasional. Bahkan kontribusi subsektor pertanian pangan tidak pernah di bawah dari total kontribusi subsektor pertanian lainnya. Dengan


(49)

demikian, peranan sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia harus memperoleh perhatian yang serius dari semua pihak.

Perkonomian Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dunia Internasional, pengaruh dunia internasional ini ditunjukkan dengan adanya keterbukaan ekonomi Indonesia dengan luar negeri dan ikut sertanya Indonesia dalam organisasi-organisasi internasional yang mendukung hubungan perdagangan internasional. Kebijakan pembangunan pertanian dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain kesepakatan-kesepakatan internasional, seperti World Trade Organization (WTO), Asia Pacific Economy Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA), kebijakan perdagangan komoditas pertanian yang ditentukan di negara-negara mitra perdagangan Indonesia dan lembaga-lembaga internasional yang memberikan bantuan kepada Indonesia terutama pada saat Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi mempengaruhi Indonesia dalam menentukan kebijakan.

Indonesia tidak terlepas dari permasalahan impor beras, memasuki tahun 1990-an Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar di Indonesia. Dimana tahun 1999 Indonesia melakukan impor terbesar yaitu mencapai 4,7 juta ton. Masalah impor beras ini tidak dapat dilepaskan dari produksi beras yang tidak dapat memenuhi jumlah konsumsi domestik dan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998.

Dewasa ini sektor pertanian masih memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.


(50)

Pada tahun 2011 kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 14,7 persen. Nilai ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 yaitu sebesar 15,3 persen. Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian khusus pemerintah mengingat pentingnya sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia.

Kondisi ekonomi global akan mempengaruhi harga beras di pasar domestik bahkan pasar dunia. Harga beras internasional sangat bergantung pada pasokan dari Thailand dan Vietnam. Apabila terdapat perubahan struktural pada kedua negara maka suplai beras internasional akan terganggu. Pada saat krisis global, pasar ekspor pertanian akan mengalami dampak terbesar, selain pasar ekspor krisis global berpengaruh pada tingginya harga-harga barang input pertanian yang di impor dari luar negeri bahkan akan memperngaruhi harga beras impor. Untuk menjadikan sektor pertanian kompetitif, maka yang pertama dijadikan acuan adalah melihat bahwa sektor pertanian sebagai industri modern.

4.1.3 Perkembangan Produktivitas Pertanian

Produktivitas pertanian di Indonesia dari tahun 1986 sampai tahun 2012 mengalami perubahan setiap tahunnya. Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada tahun 1986 produktivitas pertanian sebesar 3,97 ton/ha dan pada tahun 1987 produktivitas pertanian mengalami peningkatan sebesar 0,06 ton/ha, peningkatan produktivitas pertanian ini tidak menunjukkan dampak yang signifikan pada produksi padi.


(51)

Dari tahun 1987 sampai tahun 1991 produktivitas pertanian rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 1,8 persen. Peningkatan produktivitas pertanian di Indonesia pada tahun 1991 tidak diikuti dengan peningkatan produksi padi, dimana pada tahun 1991 produksi padi mengalami penurunan sebesar 490.504 ton. Produksi padi yang cenderung tidak mengalami peningkatan disebabkan karena dalam periode yang sama luas panen padi juga mengalami penurunan sebesar 2,10 persen dan ini menunjukkan bahwa di Indonesia produktivitas pertanian bukan hanya menjadi faktor utama untuk meningkatkan produksi padi.

Pada tahun 1992 produktivitas pertanian tidak mengalami peningkatan dari tahun 1991 atau tidak mengalami pertumbuhan. Namun meskipun pada tahun 1992 produktivitas pertanian tidak mengalami pertumbuhan, produksi beras menunjukkan peningkatan sebesar 7,9 persen dari tahun 1991, peningkatan ini dipengaruhi oleh luas panen beras yang meningkat serta harga dasar yang diperoleh petani. Perkembangan harga rata-rata gabah di pedesaan dalam tahun 1988/1989 sampai tahun 1992/1993 menunjukkan kecenderungan yang meningkat dan berada diatas harga dasar yang ditetapkan, pada tahun 1992/1993 walaupun harga rata-rata gabah dipedesaan menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi, perkembangan harga rata-rata gabah tersebut tetap diatas harga dasar dan menunjukkan bahwa gabah yang dihasilkan dan dijual oleh para petani telah memperoleh harga yang wajar, sehingga keadaan ini mendorong produktivitas pertanian dan meningkatkan produksi beras dalam negeri.


(52)

Perkembangan produktivitas pertanian di Indonesia dari tahun 1986 sampai 2012 dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1

Perkembangan Produktivitas Pertanian di Indonesia Tahun 1986-2012 (ton/ha)

No Tahun Produktivitas Pertanian

Pertumbuhan Produktivitas Pertanian

(%)

1 1986 3.97 0

2 1987 4.03 1.51

3 1988 4.11 1.98

4 1989 4.24 3.16

5 1990 4.3 1.41

6 1991 4.34 0.92

7 1992 4.34 0

8 1993 4.37 0.69

9 1994 4.34 -0.68

10 1995 4.34 0

11 1996 4.41 1.61

12 1997 4.43 0.45

13 1998 4.19 -5.41

14 1999 4.25 1.43

15 2000 4.4 3.52

16 2001 4.38 -0.45

17 2002 4.46 1.82

18 2003 4.53 1.56

19 2004 4.53 0

20 2005 4.57 0.88

21 2006 4.62 1.09

22 2007 4.7 1.73

23 2008 4.89 4.04

24 2009 4.99 2.04

25 2010 5.01 0.4

26 2011 4.98 -0.59

27 2012 5.13 3.01


(53)

Tahun 1993 produktivitas pertanian kembali mengalami peningkatan, sehingga berdampak pada pengurangan impor beras di Indonesia. Keberhasilan peningkatan produktivitas sangat berkorelasi dengan inovasi teknologi, strategi pengolahan lahan dan pendekatan program intensifikasi. Produktivitas pertanian pada tahun 1993 berperan besar dalam peningkatan produksi beras, karena walaupun pada periode yang sama luas lahan pertanian terjadi penurunan, khususnya di pulau jawa dimana luas panen mengalami penyusustan sebagai akibat dari proses industrialisasi dan urbanisasi yang didorong oleh laju pertumbuhan penduduk yang rata-rata pertahun pertumbuhannya masih tinggi namun produksi padi dapat ditingkatkan.

Selain di pulau jawa Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal, sebagian lahan potensi tersebut merupakan lahan suboptimal seperti lahan kering, rawa, pasang surut dan gambut yang produktivitasnya relatif rendah, karena lahan tersebut masih memiliki kendala dalam hal kekurangan dan kelebihan kadar air dan jenis tanah yang kurang subur. Namun apabila lahan suboptimal tersebut dapat diolah dan dijadikan lahan yang subur serta didukung infrastruktur jalan dan irigasi, maka lahan tersebut dapat menjadi lahan-lahan produktif.

Peningkatan produktivitas pertanian tidak bertahan sampai tahun 1994, ini terlihat pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan pertumbuhan produktivitas pertanian mengalami penurunan sebesar 0,68 persen, penurunan produktivitas pertanian ini dipengaruhi oleh musim kemarau yang panjang


(54)

sehingga menyebabkan lahan pertanian kering serta disebabkan lahan usaha pertanian padi mulai menunjukkan kejenuhan.

Gambar 4.3

Pertumbuhan Produktivitas Pertanian

Permasalahan yang kompleks mempengaruhi produktivitas pertanian dan produksi beras di Indonesia pada tahun 1998. Hal ini bukan hanya terjadi karena kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami krisis ekonomi, tetapi juga dikarenakan penggunaan pupuk pada tahun 1998 yang lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya maupun tahun 1999 sehingga berpengaruh pada penurunan produktivitas pertanian. Penggunaan pupuk yang rendah tersebut disebabkan oleh naiknya harga pupuk setelah penghapusan subsidi pupuk oleh pemerintah pada tahun 1998. Penurunan produktivitas pertanian juga dipengaruhi oleh bencana kekeringan sebagai akibat El Nino yang menghancurkan struktur fisik pertanian, dihapuskannya kredit program Kredit Usaha Tani (KUT) yang diubah menjadi Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang menggunakan sistem

-6 -4 -2 0 2 4 6

1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pertumbuhan Produktivitas Pertanian (%)

Pertumbuhan Produktivitas Pertanian (%)


(55)

eksekuting dan subsidi bunga serta dipengaruhi bergulirnya desentralisasi dan otonomi daerah. Dampak dari kondisi tersebut menyebabkan penurunan pertumbuhan produktivitas pertanian mencapai 5,41 persen.

Pada tahun 2000 produktivitas pertanian mengalami peningkatan sebesar 3,52 persen dikarenakan pada tahun 2000 nilai subsidi untuk pertanian meningkat secara dramatis, peningkatan subsidi ini dikarenakan keputusan untuk mempertahankan subsidi pupuk meskipun biaya produksi pupuk meningkat. Subsidi pupuk ini merupakan program utama yang digunakan pemerintah untuk memberikan dukungan anggaran kepada sektor pertanian dan didukung oleh kondisi cuaca yang baik.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi padi pada tahun 2001 hanya sebesar 50,46 juta ton lebih rendah dibandingkan tahun 2000 yaitu 51,89 juta ton. Kondisi ini dipengaruhi oleh turunnya luas panen dan produktivitas pertanian. Kecenderungan produksi yang semakin menurun merupakan ancaman bagi ketahanan pangan. Selama ini produksi padi dalam negeri masih tergantung pada produksi di pulau jawa, dimana 56 persen produksi padi dipulau jawa, selebihnya 22 persen di pulau sumatera, 10 persen di pulau Sulawesi dan 5 persen di pulau Kalimantan.

Pulau jawa merupakan pusat produksi padi yang utama dan berperan sebagai penyangga produksi beras nasional. Namun setiap tahun luas luas lahan di pulau jawa semakin menurun, hal ini disebabkan pertambahan penduduk yang relatif tinggi di pulau jawa sehingga berdampak pada permintaan lahan perumahan yang tinggi pula, pembangunan infrastruktur yang semakin meningkat


(56)

setiap tahunnya, industrialisasi yang cenderung berlokasi di pulau jawa dan hambatan lain yang menyebabkan usaha peningkatan hasil per hektar menurun karena harga pupuk dan pestisida/inseksida yang meningkat. Penghasilan petani yang rendah juga menyebabkan sebagian besar petani padi masih terperangkap kemiskinan, demikian juga pengolahan gabah ke beras semakin menurun sehingga akan berpengaruh negatif terhadap produksi beras.

Pada tahun 2008 produktivitas pertanian menunjukkan peningkatan pertumbuhan sebesar 4.04 persen. Dari tahun 1986 sampai tahun 2012 pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2008. Meningkatnya produtivitas pertanian mempengaruhi peningkatan poduksi, sehingga produksi beras yang merupakan pangan utama dalam negeri sangat membantu menstabilkan harga pangan, sehingga Indonesia terhindar dari krisis pangan yang melanda banyak negara pada periode yang sama. Krisis pangan lebih terasa pada saat terjadi krisis keuangan global yang berdampak pada meningkatnya harga pangan internasional terutama negara-negara produsen. Secara umum harga komoditas pangan dalam negeri lebih stabil bila dibandingkan dengan harga internasional. Di lain pihak, produksi beras yang surplus memberikan peluang bagi Indonesia untuk mengekspor beras, sehingga akan meningkatkan pendapatan petani dan citra pertanian Indonesia.

Dari tahun 2005 sampai tahun 2010 pertumbuhan produktivitas pertanian menunjukkan peningkatan, namun hal ini tidak dapat dipertahankan pada tahun 2011, sehingga pada tahun 2011 pertumbuhan produktivitas pertanian mengalami penurunan sebesar 0,59 persen. Pertumbuhan produktivitas pertanian kembali


(57)

meningkat di tahun 2012 yaitu sebesar 3,01 persen. Peningkatan produktivitas petanian pada tahun 2012 tidak terlepas dari peningkatan kemampuan petani dalam mengaplikasikan teknologi yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani serta kegiatan pendapingan dan penyuluhan yang dilakukan pemerintah. Pentingnya inovasi teknologi dalam pembangunan pertanian dapat dilihat dari peningkatan produksi padi dari tahun ke tahun dan peranan penyuluhan sangat penting dalam mengembangkan kemampuan petani.

4.1.4 Perkembangan Impor Beras di Indonesia

Perkembangan impor beras di Indonesia mengalami pola yang berubah-ubah setiap tahunnya. Pada tahun 1986, impor beras Indonesia 27.765 ton dan pada tahun 1987 impor beras mengalami peningkatan sebesar 27.217 ton, peningkatan ini telah mencapai 98.03 persen.

Pada tahun 1988 impor beras di Indonesia menunjukkan penurunan sebesar 22,252 ton. Hal ini disebabkan oleh peningkatan produksi beras, keberhasilan produksi beras disebabkan kebijakan yang menekankan penggunaan teknologi baru, investasi infrastruktur, dan harga-harga yang menguntungkan petani. Penggunaan varietas unggul, penggunaan pupuk, penyuluhan kepada petani dan perbaikan pengolahan air irigasi adalah faktor-faktor kunci dalam meningkatkan produksi beras. Penurunan impor beras di Indonesia tidak bertahan lama karena pada tahun 1989 impor beras di Indonesia kembali menunjukkan peningkatan besar yaitu mencapai 235.591 ton. Pola impor beras di Indonesia yang hampir setiap tahun menunjukkan perubahan pada sektor pertaniannya, memperlihatkan bahwa Indonesia belum mampu menjaga stabilisasi kondisi yang


(58)

mempengaruhi peningkatan impor beras dan kurangnya perhatian pemerintah untuk menjaga stabilisasi impor beras.

Perkembangan impor beras di Indonesia dari tahun 1986 sampai 2012 dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2

Perkembangan Impor Beras di Indonesia Tahun 1986-2012 (ton)

No Tahun Impor Beras

Pertumbuhan Impor Beras

(%)

1 1986 27765 0

2 1987 54982 98.03

3 1988 32730 -40.47

4 1989 268321 719.8

5 1990 49577 -81.52

6 1991 170994 244.9

7 1992 611697 257.73

8 1993 24580 -95.98

9 1994 633048 2475.4

10 1995 1807875 185.5

11 1996 2149758 18.91

12 1997 349681 -83.73

13 1998 2895118 727.9

14 1999 4751398 39.06

15 2000 1355666 -71.46

16 2001 644733 -52.44

17 2002 1805380 180.01

18 2003 1428506 -20.87

19 2004 236867 -83.42

20 2005 189617 -19.95

21 2006 438108 131.04

22 2007 1406847.6 221.1

23 2008 289689.4 -79.4

24 2009 250473.1 -13.53

25 2010 687581.5 174.5

26 2011 2750476.2 300.02 27 2012 1810372.3 -34.17 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)


(59)

Pada tahun 1993 impor beras Indonesia mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 587.117 ton dari tahun 1992. Penurunan impor beras ini dipengaruhi oleh kebijakan pada program repelita VI (1984-1989), dimana yang menjadi sasaran pembangunan pertanian dalam repelita VI adalah meningkatnya pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, meningkatnya diversifikasi usaha dan hasil pertanian, serta meningkatnya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang didukung oleh industri pertanian, yang menjadi sasaran pula dalam pembangunan pertanian dalam repelita VI adalah meningkatnya produktivitas tenaga kerja dan kesempatan kerja di sektor pertanian serta terpeliharanya kemantapan swasembada pangan dengan meningkatkan kemampuan petani dalam menerapkan dan menguasai teknologi pertanian, meningkatkan produktivitas usaha tani, meningkatkan daya saya saing dan pangsa hasil pertanian di pasar dalam negeri dan luar negeri dan meningkatkan kemampuan kelembagaan pertanian dalam mengembangkan agrobisnis dan agroindustri. Pada tahun 1993 menunjukkan bahwa kebijakan yang dibuat mengenai pembangunan pertanian berpengaruh kepada peningkatan produktivitas pertanian dan secara langsung juga mempengaruhi besarnya impor.

Pada tahun 1994 pertumbuhan impor beras di Indonesia meningkat sangat signifikan yaitu mencapai 2475,4 persen, hal ini dipengaruhi produksi padi yang menurun, dimana penurunan produksi padi disebabkan karena musim kemarau yang panjang serta bencana banjir dibeberapa daerah. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah melakukan penyediaan pangan nasional dengan melakukan impor beras yang cukup besar. Impor beras yang dilakukan sangat menekan


(1)

Lampiran 1

Perkembangan Produktivitas Pertanian dan Impor Beras di Indonesia

Tahun 1986-2012

No

Tahun

Produktivitas

Pertanian (ton/ha)

Impor Beras (ton)

1

1986

3.97

27765

2

1987

4.03

54982

3

1988

4.11

32730

4

1989

4.24

268321

5

1990

4.3

49577

6

1991

4.34

170994

7

1992

4.34

611697

8

1993

4.37

24580

9

1994

4.34

633048

10

1995

4.34

1807875

11

1996

4.41

2149758

12

1997

4.43

349681

13

1998

4.19

2895118

14

1999

4.25

4751398

15

2000

4.4

1355666

16

2001

4.38

644733

17

2002

4.46

1805380

18

2003

4.53

1428506

19

2004

4.53

236867

20

2005

4.57

189617

21

2006

4.62

438108

22

2007

4.7

1406847.6

23

2008

4.89

289689.4

24

2009

4.99

250473.1

25

2010

5.01

687581.5

26

2011

4.98

2750476.2


(2)

Transformasi

First Difference

Variabel Produktivitas Pertanian

dan Impor Beras di Indonesia

Tahun 1986-2012

No

Tahun

Produktivitas

Pertanian

Impor Beras

1

1986

0

0

2

1987

0.06

27217

3

1988

0.08

-22252

4

1989

0.13

235591

5

1990

0.06

-218744

6

1991

0.04

121417

7

1992

0

440703

8

1993

0.03

-587117

9

1994

-0.03

608468

10

1995

0

1174827

11

1996

0.07

341883

12

1997

0.02

-1800077

13

1998

-0.24

2545437

14

1999

0.06

1856280

15

2000

0.15

-3395732

16

2001

-0.02

-710933

17

2002

0.08

1160647

18

2003

0.07

-376874

19

2004

0

-1191639

20

2005

0.04

-47250

21

2006

0.05

248491

22

2007

0.08

968739.6

23

2008

0.19

-1117158.2

24

2009

0.1

-39216.3

25

2010

0.02

437108.4

26

2011

-0.03

2062894.7


(3)

Hasil Uji Akar Unit Produktivitas Pertanian dengan First

Difference-Intercept

Null Hypothesis: D(PRODUKTIVITAS) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=2)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.348791 0.0023 Test critical values: 1% level -3.724070

5% level -2.986225

10% level -2.632604 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PRODUKTIVITAS,2) Method: Least Squares

Date: 01/05/14 Time: 20:49 Sample (adjusted): 1988 2012

Included observations: 25 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PRODUKTIVITAS(-1)) -0.938298 0.215761 -4.348791 0.0002 C 0.041507 0.018933 2.192332 0.0387 R-squared 0.451231 Mean dependent var 0.003600 Adjusted R-squared 0.427371 S.D. dependent var 0.111051 S.E. of regression 0.084035 Akaike info criterion -2.038553 Sum squared resid 0.162422 Schwarz criterion -1.941043 Log likelihood 27.48192 Hannan-Quinn criter. -2.011508 F-statistic 18.91199 Durbin-Watson stat 1.891495 Prob(F-statistic) 0.000236


(4)

Hasil Uji Akar Unit Impor Beras dengan First Difference-Intercept

Null Hypothesis: D(IMPOR) has a unit root

Exogenous: Constant

Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=2)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.566004 0.0000 Test critical values: 1% level -3.737853

5% level -2.991878

10% level -2.635542 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IMPOR,2) Method: Least Squares

Date: 01/05/14 Time: 20:43 Sample (adjusted): 1989 2012

Included observations: 24 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(IMPOR(-1)) -1.959523 0.258990 -7.566004 0.0000 D(IMPOR(-1),2) 0.691487 0.176885 3.909240 0.0008 C 123182.8 206739.8 0.595835 0.5577 R-squared 0.758984 Mean dependent var -38243.83 Adjusted R-squared 0.736030 S.D. dependent var 1962048. S.E. of regression 1008060. Akaike info criterion 30.60142 Sum squared resid 2.13E+13 Schwarz criterion 30.74868 Log likelihood -364.2171 Hannan-Quinn criter. 30.64049 F-statistic 33.06561 Durbin-Watson stat 2.051318 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Hasil Uji Granger Causality

Pairwise Granger Causality Tests

Date: 06/16/14 Time: 10:39

Sample: 1986 2012

Lags: 1

Null Hypothesis:

Obs

F-Statistic

Prob.

DPRODUKTIVITAS does not Granger Cause DIMPOR

25

11.8967

0.0023

DIMPOR does not Granger Cause DPRODUKTIVITAS

16.8654

0.0005

Lampiran 6

Hasil Regresi Produktivitas Pertanian dan Impor Beras dengan First

Difference

Dependent Variable: DIMPOR

Method: Least Squares

Date: 06/16/14 Time: 11:00

Sample (adjusted): 1987 2012

Included observations: 26 after adjustments

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

439093.9

237997.5

1.844952

0.0774

DPRODUKTIVITAS

-8305030.

2617217.

-3.173229

0.0041

R-squared

0.295555 Mean dependent var

68561.82

Adjusted R-squared

0.266203 S.D. dependent var

1234450.

S.E. of regression

1057453. Akaike info criterion

30.65443

Sum squared resid

2.68E+13 Schwarz criterion

30.75121

Log likelihood

-396.5076 Hannan-Quinn criter.

30.68230

F-statistic

10.06938 Durbin-Watson stat

2.245718

Prob(F-statistic)

0.004098


(6)

Hasil Regresi Impor Beras dan Produktivitas Pertanian dengan First

Difference

Dependent Variable: DPRODUKTIVITAS

Method: Least Squares

Date: 06/16/14 Time: 11:01

Sample (adjusted): 1987 2012

Included observations: 26 after adjustments

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

0.047055

0.013597

3.460673

0.0020

DIMPOR

-3.56E-08

1.12E-08

-3.173229

0.0041

R-squared

0.295555 Mean dependent var

0.044615

Adjusted R-squared

0.266203 S.D. dependent var

0.080807

S.E. of regression

0.069221 Akaike info criterion

-2.429215

Sum squared resid

0.114998 Schwarz criterion

-2.332438

Log likelihood

33.57979 Hannan-Quinn criter.

-2.401346

F-statistic

10.06938 Durbin-Watson stat

1.735654

Prob(F-statistic)

0.004098