Upaya Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Lansia

derajat kesehatan yang optimal, menemukan secara dini penyakit pada lansia, sebagai wahana informasi bagi lansia dan keluarga dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan lansia serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memelihara kesehatan lansia Ismuningrum, 2001. Salah satu manfaat dari program posyandu lansia yang dirasakan oleh lansia terdapat pada artikel yang berjudul DIY: Provinsi Lansia oleh Suardiman 2001 menyatakan bahwa secara ideal untuk menuju kepada lansia yang mandiri, sejahtera dan bermanfaat yang perlu dipersiapkan secara dini oleh masing-masing individu itu sendiri dengan dukungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Kegiatan program posyandu lansia yang dilakukan Puskesmas Darussalam berupa pelayanan kesehatan dan pencacatan pada Kartu Menuju Sehat KMS yang terdiri dari pemeriksaan lab HB, reduksi urine, protein urine, pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran mental, konsultasi kesehatan, penyuluhan kelompok lansia, rujukan ke rumah sakit, pengobatan seperti : anemia, DM, gangguan ginjal, dll serta pembinaan senam lansia Puskesmas Darussalam, 2005.

2.2.2. Upaya Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Lansia

Menurunnya fungsi tubuh pada lansia yang seiring dengan aging process menyebabkan lansia rentan terhadap berbagai macam penyakit Nugroho, 1995. Berbagai perubahan yang terjadi baik perubahan fisik, psikologis, dan sosial dapat menurunkan kemandirian, produktifitas kerja, dan kualitas fisiknya Depkes RI, 1993, dalam Rasmaliah, 1996. Angka kejadian penyakit kronis dan gangguan mental meningkat maka adanya dukungan rehabilitatif menjadi sangat diperlukan BMJ, 2001. Universitas Sumatera Utara Melihat berbagai kekhususan penampilan penyakit pada usia lanjut maka terdapat dua prinsip pelayanan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan pelayanan kesehatan pada lansia yaitu Prinsip Holistik dan Tatakerja dan Tatalaksana sacara TIM Darmojo dan Martono, 1999. Pertama yaitu Prinsip Holistik yang mengandung artian baik secara vertikal atau horisontal. Secara vertikal berarti pelayanan harus dimulai dari pelayanan di masyarakat sampai ke pelayanan rujukan tertinggi, yaitu rumah sakit. Holistik secara horisontal berarti bahwa pelayanan kesehatan harus merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan lansia secara menyeluruh yang mencakup aspek pencegahan preventif, promotif, penyembuhan kuratif, dan pemulihan rehabilitatif. Pendapat Bondan 2006 mengenai keperawatan gerontik secara holistik yaitu menggabungkan aspek pengetahuan dan ketrampilan dari berbagai macam disiplin ilmu dalam mempertahankan kondisi kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual lansia Hal ini diupayakan untuk memfasilitasi lansia ke arah perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan pada pemulihan kesehatan, memaksimalkan kualitas hidup lansia. Kedua yaitu Tatakerja dan Tatalaksana secara TIM. Tim geriatri merupakan bentuk kerjasama multidisipliner yang bekerja secara interdisipliner dalam mencapai tujuan pelayanan geriatri yang dilaksanakan. Menurut Rully 2004 pendekatan interdisiplin merupakan model pendekatan yang melihat manusia secara utuh dan tidak diobati dengan hanya melihat per bagian tubuh yang sakit. Pendekatan interdisiplin sebagai salah satu model pendekatan Universitas Sumatera Utara pelayanan pasien lanjut usia, seyogyanya dapat diterapkan di berbagai institusi kesehatan yang melayani orang lanjut usia. Pelayanan lansia ini meliputi kegiatan upaya-upaya antara lain upaya promotif, upaya preventif, upaya kuratif, upaya rehabilitasi Asfriyati, 2000. Upaya promotif, yaitu menggairahkan semangat hidup bagi lansia agar mereka tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan tentang kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri, makanan dengan menu yang mengandung gizi yang seimbang, kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan kemampuan lansia, pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, membina keterampilan agar dapat mengembangkan kegemaran sesuai dengan kemampuan, meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat. Upaya preventif yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan. Upaya preventif dapat berupa kegiatan pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini penyakit-penyakit lansia, kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur, penyuluhan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya kacamata, alat bantu dengar, dan lain-lain agar lansia tetap merasa berguna, penyuluhan untuk mencegah terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pada lansia, pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan. Upaya kuratif yaitu upaya pengobatan bagi lansia. Upaya kuratif dapat berupa kegiatan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan spesialis melalui sistem rujukan Upaya rehabilitasi yaitu upaya mengembalikan fungsi organ yang Universitas Sumatera Utara telah menurun. Upaya rehabilitasi dapat berupa kegiatan memberikan informasi, pengetahuan, dan pelayanan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya kacamata, alat bantu dengar dan lain-lain, mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat mental lansia, pembinaan lansia dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktifitas didalam maupun di luar rumah, nasihat cara hidup yang sesuai dengan penyakit yang diderita, dan perawatan fisio terapi. 1.2.3.Peran Perawat Bila penjaminan kualitas berbicara tentang pelaksanaan kerja secara profesional oleh para tenaga berkualitas, maka peran dan kontribusi para perawat merupakan hal yang penting. White 1982 dalam Lueckentte, 2000 menyatakan bahwa peran perawat tidak hanya terbatas di institusi rumah sakit saja melainkan perawat juga berperan dalam mempertahankan derajat kesehatan komunitas dimana kualitas perawat yang diperlukan harus memiliki kompetensi yang tinggi karena klien yang dihadapi adalah komunitas atau masyarakat luas. Perawat komunitas juga berperan dalam meminimalkan terjadinya transmisi atau penularan penyakit di komunitas. Berdasarkan Quad Council 1999 dalam Lueckentte, 2000 seorang perawat komunitas bekerja sesuai dengan langkah-langkah berikut: 1 Menggunakan proses yang komprehensif dan sistematis melakukan pengkajian terhadap kesehatan masyarakat dan membuat intervensi yang sesuai dengan keadaan masyarakat. 2 Membangun hubungan kerjasama dengan pihak lain yaitu bahwa perawat harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat dengan melakukan pendekatan dan menjalin rasa percaya satu sama lain agar masyarakat mau menerima apa yang disampaikan oleh Universitas Sumatera Utara perawat. 3 Fokus pada langkah pencegahan yaitu perawat komunitas harus mampu mengenali kelompok resiko tinggi terhadap suatu macam penyakit, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan. 4 Menciptakan lingkungan yang sehat dengan memberikan informasi tentang lingkungan yang sehat dan yang nyaman untuk tempat tinggal. 5 Menentukan target pelayanan yaitu perawat harus dapat menentukan siapa yang membutuhkan pelayanan yang disediakan. 6 Membuat prioritas kebutuhan yaitu mendahulukan masyarakat yang benar-benar membutuhkan pelayanan segera. 7 Memelihara sumber daya. 8 Kolaborasi dengan pihak lain seperti kader maupun organisasi masyarakat. Perawat komunitas harus dapat mengenali kelompok khusus yang beresiko mengalami penurunan derajat kesehatan seperti para lansia. Perawat komunitas perlu memahami proses penuaan dan masalah yang mungkin muncul karena proses penuaan tersebut sehingga dengan demikian perawat dapat menyediakan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan lansia supaya lansia mampu bertanggung jawab dalam usaha mempertahankan derajat kesehatan mereka Stone McGuire, 1998. Perawat lansia di komunitas juga melibatkan perawat jiwa komunitas dan anggota tim kesehatan mental komunitas Watson, 2003. 1.2.4.Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia Pemanfaatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugastenaga kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut Azwar, 1996. Rosenstock dalam Muzaham, 1995 mengatakan beberapa teori tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain kepekaan seseorang terhadap penyakit, persepsi seseorang terhadap konsekuensi dari penyakit, persepsi seseorang terhadap keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pelayanan kesehatan dan persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan di dalam mengunakan pelayanan kesehatan. Azwar 1996 mengatakan suatu pelayanan kesehatan harus memiliki berbagai persyaratan pokok yang dapat memberi pengaruh kepada konsumen Universitas Sumatera Utara dalam menentukan pilihannya terhadap penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu: tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat, mudah dicapai dari sudut lokasi untuk menentukan permintaan yang efektif, terjangkau dari sudut biaya sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat, bermutu yang menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Menurut Lapau 1997, dalam Rifai, 2005 mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu: faktor sosiodemografis umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar family, kebangsaan, suku bangsa, agama, faktor sosiopsikologis persepsi terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan, faktor ekonomi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan, dapat digunakan pelayanan kesehatan meliputi jarak antara rumah penderita dengan tempat pelayanan kesehatan, dan variabel yang menyangkut kebutuhan meliputi morbidity, gejala penyakit yang dirasakan oleh penderita yang bersangkutan, status terbatasnya keaktifan yang kronis, hari-hari dimana tidak dapat melakukan tugas dan diagnosa. Sedangkan menurut Denver 1984 dalam Juanitas 1998 faktor determinan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu: 1 Faktor sosiobudaya termasuk norma-norma atau nilai-nilai yang ada di masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap pemanfaatan pelayanan, pengaruh teknologi terhadap pemanfaatan suatu pusat pelayanan bisa positif maupun negatif. 2 Faktor organisasi. 3 Faktor interaksi pemberi provider dan penerima pelayanan kesehatan masyarakat. Faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan sebagai berikuti: predisposing factor knowledge, enabling factors affordable, accesible, needs, reinforcing factor amenities Green, 1980 dalam Tukiman, 1994. Pertama Predisposing Factors faktor pencetus, faktor predisposisi adalah faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang timbul dari dalam diri individu. Faktor predisposisi adalah faktor yang mendahului perilaku yang menjelaskan alasan atau motivasi untuk berperilaku terutama dalam perilaku kesehatan, hal inilah yang Universitas Sumatera Utara menyebabkan masing-masing individu memiliki kecenderungan yang berbeda dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh pengetahuan. Pada prinsipnya seseorang menggunakan jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi perilakunya yang terbentuk antara lain dari pengetahuannya. Kecenderungan seseorang untuk tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan didasari oleh pengetahuan orang yang bersangkutan akan pengetahuan yang berhubungan dengan suatu program maupun dengan pelayanan kesehatan tersebut. Sementara itu sejumlah pengetahuan yang ada pada setiap orang yang terbentuk dari seberapa jauh orang tersebut mendapatkan informasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan Tukiman, 1994. Hasil penelitian Notoatmodjo, dkk 1990 dalam Tukiman, 1994 menunjukkan pengetahuan berhubungan dengan tinggi rendahnya penggunaan posyandu. Semakin banyak informasi yang diterima oleh masyarakat tentang pelayanan kesehatan semakin baik persepsinya terhadap pelayanan tersebut. Pengetahuan individu tentang pentingnya untuk mempertahankan kesehatan juga diperlukan agar individu memiliki persepsi yang positif terhadap pelayanan kesehatan sehingga ia mau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dengan optimal Effendy, 1998. Kedua Enabling factors faktor yang memudahkan, faktor predisposisi harus didukung pula oleh hal-hal lain agar individu memanfaatkan pelayanan kesehatan. Faktor pendukungfaktor yang memudahkan antara lain affordable keterjangkauan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan biaya pelayanan kesehatan, accesible ketercapaian pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan jarak ke tempat pelayanan kesehatan , needs kebutuhan kesehatan yang lebih menitik beratkan pada pelayanan yang diberikan oleh perawat atau petugas Universitas Sumatera Utara kesehatan dimana pelayanan yang diberikan harus mencakup pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh agar pencapaian peningkatan kesehatan dapat terjangkau Sociological Research Online, 1997. Andersen 1975, dalam Muzaham, 1995 mengatakan bila enabling factors telah terpenuhi maka individu cenderung menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada pada saat sakit. Untuk penyakit yang tergolong berat maka kondisi ekonomi merupakan penentu akhir bagi individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Ketiga Reinforcing factors, adalah faktor penguat perubahan perilaku seseorang di bidang kesehatan. Beberapa faktor penguat ini antara lain menyangkut sikap petugas, tokoh masyarakat, teman sebaya, dan lain-lain Green, 1980 dalam Tukiman, 1994. Kenyamanan pelayanan amenities merupakan salah satu dari kewajiban etik. Kenyamanan yang dimaksudkan tidak hanya menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi yang terpenting yaitu menyangkut sikap serta tindakan para pelaksana tindakan perawatan ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Menurut Rockeach 1972, dalam Tukiman, 1994 sikap sebagai suatu kumpulan organisasi keyakinan-keyakinan yang relatif abadi terhadap suatu objek atau situasi yang mempengaruhi predisposisi seseorang untuk memberikan respon dengan cara-cara yang disukainya. Sikap disini diartikan sebagai sikap petugas kesehatan dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan. Semakin baik sikap seseorang terhadap suatu program biasanya akan cenderung mengikuti suatu program secara baik. Sementara itu sikap petugas dalam memberikan pelayanan kesehatan besar pengaruhnya terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan serta mempengaruhi persepsi lansia akan pelayanan kesehatan yang diberikan Bintang, 1989 dalam Tukiman, 1994. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Skema 1. Kerangka konsep penelitian analisa pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia Kerangka konsep dari penelitian ini bertujuan untuk megidentifikasi pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Lansia sebagai kelompok yang beresiko tinggi mengalami gangguan kesehatan agar dapat mempertahankan derajat kesehatan yang optimal Stone, McGuire Eigsti, 1998. Posyandu lansia sebagai program puskesmas tentunya memerlukan perhatian dan kerjasama dari lansia itu sendiri agar program posyandu lansia ini berhasil dan dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan Pelayanan kesehatan oleh seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya Denver, 1984 dalam Juanitas, 1998. Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan pemanfaatan fasilitas atau pelayanan kesehatan seperti puskesmas, posyandu, dan lain-lain oleh petugas Faktor Sosial Budaya - PendidikanPengetahuan - Dukungan keluarga - Spiritualitas - Sistem mata pencaharian hidup - Sistem organisasi kemasyarakatan Pemanfaatan Posyandu Lansia - Sistem teknologi dan peralatan - Bahasa - Kesenian - Suku bangsa Universitas Sumatera Utara