menjadi member, dan sekretaris eksekutif General Agreement on Tariff and Trade GATT dengan direktur jendral WTO.
52
C. Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Kesepakatan WTO
Pada awalnya negara selalu menyelesaikan sengketa dengan cara peperangan. Hal ini dikarenakan perang masih dianggap sebagai alat diplomasi
yang ampuh. Namun seiring timbulnya kesadaran masyarakat internasional bahwa peperangan hanya menimbulkan kesengsaraan, maka dibuatlah ketentuan hukum
positif yang menyatakan bahwa penggunaan kekerasan dalam hubungan antarnegara dilarang. Kesadaran tersebut menumbuhkan keyakinan masyarakat
internasional bahwa setiap sengketa harus diselesaikan secara damai. Istilah sengketa dispute dalam hukum internasional harus dibedakan dengan konflik
conflict dan situasi situation. Kata sengketa dan situasi dapat ditemukan berdampingan dalam Piagam PBB sedangkan konflik digunakan masyarakat
internasional secara umum.
53
52
Thor B. Sinaga, Op.Cit, hal 122
53
Hilton Tarnama Putra dan Eka An Aqimuddin, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Di Asean, Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu, 2011, hal 1
Penyelenggaraan Putaran Uruguay pada tahun 1986 telah mengubah peraturan mengenai penyelesaian sengketa. Dalam Putaran Uruguay, Negara
peserta memandang isu penyelesaian sengketa sebagai salah satu dari sekian isu penyelesaian sengketa sebagai salah satu dari sekian isu yang menjadi agenda
penting perundingan. Negara-negara peserta memiliki persepsi yang sama bahwa negoisasi mengenai aturan-aturan perdagangan multilateral tidak akan berarti bila
akhirnya aturan-aturan tersebut tidak dapat dipaksakan.
Putaran Uruguay 1986-1994 mengarah kepada pembentukan World Trade Organization WTO. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang
perdagangan. Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya General Agreement on Tariff and Trade
GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya
dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang, penyelesaian
sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Selain itu, pencapaian terbesar dari Putaran
Uruguay tentunya adalah tercapainya kesepakatan pembentukan organisasi perdagangan dunia yang kemudian dikenal sebagai World Trade Organization
WTO. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia.
Sistem penyelesaian sengketa dalam World Trade Organization WTO telah menjadi suatu alat yang dibutuhkan dalam menyelesaikan sengketa
perdagangan internasional yang terjadi diantara sesama anggota World Trade Organization WTO. Semenjak timbulnya masalah mengenai proses pelaksanan
keputusan atas sengketa yang terjadi berdasarkan pada sistem sebelumnya yaitu General Agreement on Tariff and Trade GATT.
54
Penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO telah berkembang sebagai suatu alat yang baku adalam penyelesaian sengketa
54
HS Kartadjomena, Op.Cit, hal 93
internasional yang muncul. Perkembangan yang cukup dramatic dalam dunia transaksi perdagangan internasional adalah dengan lebih diterapkan sistem
alternatif penyelesaian sengketa alternative resolution dibandingkan sistem peradilan yang umum dikenal masyarakat selama beberapa tahun terakhir.
Setelah terbentuknya World Trade Organization WTO, putaran perdagangan digantikan dengan Konferensi Tingkat Menteri KTM sebagai
forum pengambilan keputusan tertinggi di World Trade Organization WTO. Konferensi Tingkat Menteri KTM pertama diselenggarakan pada 9 – 13
Desember 1996 di Singapura. Diikuti lebih dari 120 Menteri negara anggota World Trade Organization WTO, Konferensi Tingkat Menteri KTM
Singapura tersebut menghasilkan 2 deklarasi yakni dalam bidang standar inti perburuhan dan keputusan untuk membentuk kelompok kerja working group
untuk melakukan pengkajian atas hubungan antara perdagangan dan investasi, hubungan antara perdagangan dan kompetisi, fasilitasi perdagangan, dan
transparansi di bidang pengadaan pemerintah government procurement yang kemudian dikenal sebagai Isu Singapura Singapore Issues.
Setelah mencapai beberapa keberhasilan di kedua Konferensi Tingkat Menteri KTM sebelumnya, Konferensi Tingkat Menteri KTM ketiga yang
dilaksanakan di Seattle pada tahun 1999 yang diagendakan untuk merumuskan agenda millenium World Trade Organization WTO justru mengalami
kegagalan. Demonstrasi besar-besaran di luar gedung pertemuan delegasi World Trade Organization WTO dan di berbagai kota di dunia serta perbedaan
pandangan antara negara maju dengan negara berkembang menyebabkan Konferensi Tingkat Menteri KTM Seattle gagal dalam mencapai kesepakatan.
Sebagai upaya perbaikan dari kegagalan di Konferensi Tingkat Menteri KTM Seattle, dilaksanakan KTM keempat di Doha 9-14 November 2001 yang
dihadiri oleh 142 negara. Konferensi Tingkat Menteri KTM Doha menghasilkan dokumen utama berupa Deklarasi Menteri Deklarasi Doha yang menandai
diluncurkannya putaran perundingan baru mengenai perdagangan jasa, produk pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu implementasi, Hak Atas Kekayaan
Intelektual HAKI, penyelesaian sengketa, dan peraturan World Trade Organization WTO.
Deklarasi tersebut mengamanatkan kepada para anggota untuk mencari jalan bagi tercapainya konsensus mengenai Singapore Issues. Deklarasi juga
memuat mandat untuk meneliti program-program kerja mengenai electronic commerce, usaha kecil small economies, serta hubungan antara perdagangan,
hutang dan alih teknologi. Deklarasi Doha dikenal pula dengan sebutan ”Agenda Pembangunan Doha” Doha Development Agenda mengingat didalamnya
termuat isu-isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang paling terbelakang Least developed countriesLDCs, seperti
bantuan teknik untuk peningkatan kapasitas capacity building, pertumbuhan, dan integrasi ke dalam sistem World Trade Organization WTO. Mengenai
perlakuan khusus dan berbeda” special and differential treatment, deklarasi tersebut telah mencatat proposal negara berkembang untuk merundingkan
Persetujuan mengenai Perlakuan Khusus dan Berbeda Framework Agreement of
Special and Differential TreatmentSD, namun tidak mengusulkan suatu tindakan konkrit mengenai isu tersebut. Para menteri setuju bahwa masalah SD
ini akan ditinjau kembali agar lebih efektif dan operasional. Meksiko tanggal 10-14 September 2003. Berbeda dengan Konferensi
Tingkat Menteri KTM IV di Doha, Konferensi Tingkat Menteri KTM V di Cancun kali ini tidak mengeluarkan Deklarasi yang rinci dan substantif, karena
gagal menyepakati secara konsensus, terutama terhadap draft teks pertanian, akses pasar produk non pertanianNon Agriculture Market Access NAMA dan
Singapore issues. Dari keempat kesepakatan utama yang dihasilkan oleh World Trade Organization WTO, Setelah gagalnya Konferensi Tingkat Menteri
KTM V World Trade Organization WTO di Cancun, Meksiko pada tahun 2003, Sidang Dewan Umum World Trade Organization WTO tanggal 1 Agustus
2004 berhasil menyepakati Keputusan Dewan Umum tentang Program Kerja Doha, yang juga sering disebut sebagai Paket Juli. Pada kesempatan tersebut
berhasil disepakati kerangka framework perundingan lebih lanjut untuk DDA Doha Development Agenda bagi lima isu utama yaitu perundingan pertanian,
akses pasar produk non-pertanianNon Agriculture Market Access NAMA, isu- isu pembangunan dan impelementasi, jasa, serta fasilitasi perdagangan dan
penanganan Singapore issues lainnya. Perundingan World Trade Organization WTO dilanjutkan pada 13 – 18
Desember 2005 melalui Konferensi Tingkat Menteri KTM VI yang dilaksanakan di Hongkong. Salah satu keputusan penting yang masuk dalam
Deklarasi Hongkong adalah isu menyangkut bantuan untuk perdagangan serta
penetapan batas waktu negosiasi untuk beberapa isu seperti isu mengenai modalitas pertanian dan Non Agriculture Market Access NAMA. Sedangkan
Perundingan World Trade Organization WTO selanjutnya direncanakan di luar rutinitas agenda yang dilaksanakan 2 tahun sekali yakni dilaksanakan di Jenewa
pada 30 November hingga 2 Desember 2009. Dalam Konferensi Tingkat Menteri KTM VII Jenewa ini, Indonesia melalui Menteri Perdagangan Mari Elka
Pangestu ditunjuk sebagai wakil ketua konferensi. Pada akhirnya Konferensi Tingkat Menteri KTM VII Jenewa tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti
dimana para menteri menegaskan kembali komitmen mereka untuk menyelesaikan perundingan putaran Doha dan mengharapkan adanya perubahan
yang positif pada kuartal pertama 2010. Sepanjang perjalanannya, World Trade Organization WTO telah berhasil
mencapai berbagai kesepakatan yang memiliki peranan penting dalam perkembangan perdagangan dunia. Kesepakatan-kesepakatan dalam World Trade
Organization WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi. Adapun secara umum struktur
dasar kesepakatan dalam World Trade Organization WTO meliputi: 1.
General Agreement on Tariff and Trade GATT yakni kesepakatan di bidang perdagangan barang
Pangaturan perdagangan barang merupakan bagian dari peraturan perdagangan internasional yang telah sebelum World Trade Organization
WTO dibentuk. Sebelum World Trade Organization WTO terdapat perjanjian internasional multilateral di bidang perdagangan barang. Oleha
karena itu dalam hal pengauran perdagangan barang World Trade Organization WTO tinggal meneruskan dalam hal pengaturan berdasarkan
General Agreement on Tariff and Trade GATT dengan modifikasi- modifikasi.
55
a. Ketentuan-ketentuan di dalam General Agreement on Tariff and Trade
GATT yang dilampirkan pada persetujuan akhir yang diterima pada penutupan siding kedua dari Komite persiapan di Konferensi Perserikatan
Bangsa-bangsa tentang Perdagangan dan pekerjaan, sebagaimana dibetulkan, diubah atau diganti dengan persyaratan instrument-instrumen
hokum yang mulai berlaku sebelum tanggal mulai berlakunya persetujuan World Trade Organization WTO.
Dibawah persetujuan World Trade Organization WTO, General Agreement on Tariff and Trade GATT tetap diberlakukan dan menjadi bagian dari
General Agreement on Tariff and Trade GATT. Berdasarkan persetujuan WTO, General Agreement on Tariff and Trade GATT diberlakukan sebagai
berjanjian pokok di bidang perdagangan barang diantaranya:
b. Ketentuan di dalam instrument hukum tertera menurut General Agreement
on Tariff and Trade GATT sebelum tanggal mulai berlakunya persetujuan World Trade Organization WTO yakni protokol dan
sertifikasi berhubungan dengan konsesi tarif, protocol aksesi mengenai peenrapan sementara dan penarikan penerapan sementara dan bagian II
General Agreement on Tariff and Trade GATT diterapkan sementara sepenuhnya tanpa bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku
pada tanggal protocol.
c. Kesepakatan-kesepakatan yang berlaku diantaranya kesepakatan tentang
pasal II : 1b General Agreement on Tariff and Trade GATT, kesepakatan tentang penafsiran pasal XVII General Agreement on Tariff
and Trade GATT, kesepakatan tentang ketentuan neraca pembayaran di dalam General Agreement on Tariff and Trade GATT, kesepakatan
tentang penafsiran pasal XXIV General Agreement on Tariff and Trade GATT, kesepakatan berhubungan dengan pelepasan kewajiban menurut
General Agreement on Tariff and Trade GATT.
56
d. Protokol Marrakesh terhadap GATT
55
Triyana Yohannes, Op.Cit, hal 77
56
Ibid, hal 78
The General Agreement on Tarif and Trade GATT yang telah diamandemen sebagai perjanjian internasional pokok yang mengatur
perdagangan barang terdiri dari 4 bagian dan 38 pasal.
57
2. General Agreement on Trade and Services GATS yakni kesepakatan di
bidang perdagangan jasa Salah satu hasil penting yang dihasilkan oleh Uruguay Round adalah
kesepakatan tentang kerangka kerja dibidang jasa atau yang biasa disebut GATS General Agreement on Trade in Services, ini merupakan suatu
perjanjian yang relatif baru dan juga merupakan perjanjian perdagangan multilateral yang pertama di bidang jasa.
58
57
Ibid, hal 79
58
Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral Ditjen Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan Departemen Luar Negeri RI, Buku Seri Terjemahan Persetujuan-
Persetujuan WTO: Persetujuan Bidang Jasa General Agreement on Trade in Services GATS, hal. 1.
Dalam perundingan ini negara berkembang berhasil menempatkannya dalam peraturan tersendiri di luar
kerangka hukum dari General Agreement on Tariff and Trade GATT World Trade Organization WTO. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan
kemungkinan persilangan antara masalah-masalah General Agreement on Tariff and Trade GATT World Trade Organization WTO mengenai
perdagangan barang dan perdagangan jasa. Negara berkembang juga berhasil dalam usaha agar perkembangan ekonomi dan pertumbuhan dimasukkan
sebagai tujuan dari setiap persetujuan yang dicapai. Kerangka hukum tersebut melahirkan GATS. Pengaturan GATS dipandang sebagai suatu cara
memajukan pertumbuhan ekonomi bagi semua negara pelaku perdagangan dan pembangunan negara-negara berkembang. Dimasukkannya pengaturan
mengenai perdagangan jasa dalam kerangka General Agreement on Tariff and
Trade GATT World Trade Organization WTO dianggap sebagai suatu langkah kemajuan penting bagi General Agreement on Tariff and Trade
GATT World Trade Organization WTO.
59
Dibentuknya GATS seperti ditegaskan dalam Deklarasi Punta Del Este adalah untuk membentuk suatu kerangka prinsip-prinsip atau aturan-aturan material
mengenai perdagangan jasa. Dokumen-dokumen penting yang harus diperhatikan dalam mempelajari GATS adalah; framework agreement, initial
commitments, sectoral annex dan ministerial decision and understanding. Framework agreement adalah perjanjian GATS itu sendiri yang mengandung
satu perangkat konsep umum, asas, dan ketentuan yang menimbulkan kewajiban berkenaan dengan segala tindakan yang berkaitan dengan
perdagangan jasa.
60
Perdagangan jasa merupakan salah satu topik dalam perundingan World Trade Organization WTO, yang kemudian menghasilkan kesepakatan the General
Agreement on Trade in Service GATS, yakni persetujuan World Trade Organization WTO yang mengatur perdagangan jasa, yang terdiri dari enam
bagian dan 29 pasal. Dalam perdagangan jasa di bawah GATS beberapa prinsip World Trade Organization WTO tidak diberlakukan secara sangat
ketat seperti halnya dalam perdagangan barang. Misalnya prinsip national treatment sebagaimana diatur dalam pasal III GATT, yang mengharuskan para
59
Mochtar Kusumaatmadja. Perjanjian WTO Mengenai Perdagangan Internasional Jasa GATS Dilihat dari Prespektif Negara Berkembang, Seminar Aspek Hukum Perdagangan Jasa
Menurut WTO dan Komitmen Indonesia di Bidang Finansial, Institut Bankir Indonesia, hal 14
60
Masdyn, Makalah Hukum Internasional tentang Perdagangan Jasa, melalui http:catatanpenailahi.blogspot.co.id201408makalah-hukum-internasional-tentang.html, diakses
tanggal 29 Maret 2016
anggota World Trade Organization WTO memperlakukan secara sama antara produk domestik dengan produk impor.
Untuk menangani persetujuan World Trade Organization WTO yang menyangkut perdagangan jasa, dalam struktur organisasi World Trade
Organization WTO juga dibentuk Dewan khusus yang menangani masalah perdagangan jasa, yakni the Council for Trade in Service.
61
Dewan World Trade Organization WTO untuk perdagangan jasa memiliki subsidiary
bodies antara lain ebrupa professional service, GATS rules and specific commitment.
62
3. General Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Properties
TRIPs yakni kesepakatan di bidang hak kekayaan intelektual. Perdagangan internasional dalam biang Hak MIlik Intelektual HKI
merupakan hal yang lazim dan banyak terjadi dalam kehidupan industry modern. Dalam kehidupan industry yang semakin modern diprediksikan
bahwa perdagangan HKI akan semakin penting seperti halnya perdagangan barang dan jasa. Perdagangan HKI terjadi melalui berbagai macam lisensi atas
berbagai macam HKI. Tujuan pengaturan perdagangan aspek HKI, World Trade Organization WTO membentuk persetujuan khusus tersendiri, yakni
The Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Counterfeit goods disingkat TRIPs.
63
61
Triyana Yohannes, Op.Cit, hal 98
62
Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional Aspek Hukum dari WTO, Jakarta : PT. Citra Aditya Bhakti, 2004, hal 44
63
Triyana Yohannes, Op.Cit, hal 89
Perlindungan HAKI merupakan isu penting pada tingkat internasional dan dianggap sebagai alat untuk meningkatkan kreativitas dan penciptaan. Karena
itu dbentuklah WIPO World Intellectual Property Organization untuk merundingkan kesepakatan mengenai perlindungan HAKI. WIPO
menghasilkan beberapa konvensi internasional, misalnya Konvensi Paris 1967 tentang Perlindungan tentang Kekayaan Industri dan Konvensi Berne
1971 tentang Perlindungan Terhadap Karya Tulis dan Seni. TRIPS Trade Related aspects of Intellectual Property Rights merupakan
perjanjian internasional di bidang HaKI terkait perdagangan. Perjanjian ini merupakan salah satu kesepakatan di bawah organisasi perdagangan dunia
atau WTO World Trade Organization yang bertujuan menyeragamkan sistem HaKI di seluruh negara anggota World Trade Organization WTO.
HaKI merupakan isu perdagangan baru yang dibahas dalam perundingan perdagangan Putaran Uruguay berlangsung. TRIPS merupakan rejim
peraturan HaKI dengan obyek perlindungan paling luas dan paling ketat. Karena merupakan bagian dari World Trade Organization WTO maka,
pelaksanan TRIPS dilengkapi dengan sistem penegakan hukum serta penyelesaian sengketa.
4. TRIMs Trade-Related Investment Measures
TRIMs adalah perjanjian tentang aturan-aturan mengenai investasi yang menyangkut dan berkaitan dengan perdagangan internasional. Kesepakatan
TRIMs dimaksudkan untuk meningkatkan kegiatan investasi. Tujuan utama TRIMs adalah untuk menyatukan kebijakan dari negara-negara anggota World
Trade Organization WTO dalam hubungannya untuk meningkatkan investasi dan mencegah proteksi dalam investasi dan perdagangan.
Menurut sistem World Trade Organization WTO, masalah perdagangan bebas dalam hubungan dengan penanaman modal asing ini terdapat
ketentuannya dalam Agreement on Trade Related Invested Measures TRIMs. TRIMs adalah perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut
atau berkaitan dengan perdagangan. Secara umum sesuatu didefinisikan sebagai TRIMs jika peraturan investasi di negara bersangkutan dikaitkan
dengan persyaratan yang dapat mempengaruhi perdagangan. Persetujuan ini dimaksudkan untuk memacu perkembangan dan liberalisasi yang progresif
perdagangan dunia dan memudahkan arus penanaman modal antarnegara.
64
Kesepakatan TRIMs dimaksudkan untuk mengurangi atau menghapus kegiatan perdagangan dan meningkatkan kebebasan kegiatan investasi antar
Negara. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Kesepakatan TRIMs tidak terlalu membebani negara-negara anggotanya secara signifikan dan tidak
menghambat negara anggotanya, khususnya negara berkembang untuk mengatur penanaman modal asing di wilayahnya. Implikasi lainnya dari
Kesepakatan TRIMs adalah bahwa kesepakatan tersebut membatasi kewenangan atau kontrol Negara penerima modal terhadap penanaman modal
secara langsung. Kesepakatan TRIMs ini harus membantu menciptakan iklim
64
Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, 2003, hal. 35
berusaha yang lebih aman bagi masuknya penanaman modal yang menghambat perdagangan.
65
5. Penyelesaian sengketa Dispute Settlements
Kesepakatan World Trade Organization
WTO mengenai
penyelesaian sengketa Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Dispute DSU menandai dimulainya proses yang lebih
terstruktur dan tahap-tahap prosedur yang lebih jelas. Dengan sistem penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO diharapkan akan
diperoleh kestabilan dan perkiraan peraturan perdagangan internasional yang berpihak pada kegiatan bisnis, petani, pekerja dan konsumen dari seluruh
dunia. Penyelesaaian sengketa menjadi tanggung jawab Badan Penyelesaian Sengketa Dispute Settlement BodyDSB yang merupakan penjelmaan dari
Dewan Umum General CouncilGC. DSB adalah satu-sataunya badan yang memiliki otoritas membentuk panel yang terdiri dari para ahli yang bertugas
menelaah kasus.
66
Dengan kesepakatan World Trade Organization WTO, pengaturan penyelesaian sengketa perdagangan internasional telah dilengkapi dengan aturan-
aturan yang lebih komprehensif sehingga membentuk suatu sistem yang cukup dapat diandalkan sebagai alat penyelesaian sengketa. Pengaturan yang telah cukup
lengkap tersebut telah diperkuat pula dengan kehadiran suatu lembaga
65
H. Gofar Bain, Uruguay Round dan Sistem Perdagangan Masa Depan, Jakarta: Djambatan, 2001. hal. 86.
66
Lesza Leonardo, Penyelesaian sengketa dalam kerangka WTO, melalui http:leszalombok.blogspot.co.id201304penyelesaian-sengketa-dalam-kerangka_1.html, diakses
tanggal 29 Maret 2016
penyelesaian sengketa sebagai lembaga permanen dari World Trade Organization WTO.
Dispute Settlement Understanding DSU adalah tulang punggung dari rejim perdagangan multilateral saat ini. Sistem ini diciptakan oleh para negara
anggota World Trade Organization WTO pada saat Uruguay Round dengan harapan untuk menciptakan suatu
sistem yang kuat dan dapat mengikat semua pihak dalam rangka
menyelesaikan sengketa perdagangan dalam kerangka World Trade Organization WTO.
Dengan sistem penyelesaian sengketa ini juga diharapkan agar Negara
anggota dapat mematuhi peraturan-peraturan yang disepakati dalam WTO
Agreement. Sistem penyelesaian sengketa ini juga dinilai sebagai kontribusi unik
dari World Trade Organization WTO terhadap kestabilan perekonomian global. Sistem penyelesaian
sengketa World Trade Organization WTO dibentuk sebagai pembaruan dari sistem penyelesaian
sengketa General Agreement on Tariff and Trade GATT.
67
Dengan sistem penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO diharapkan akan diperoleh
kestabilan dan perkiraan peraturan perdagangan internasional yang berpihak pada
kegiatan bisnis, petani, pekerja dan konsumen dari seluruh dunia
Sistem penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO memainkan peran penting
dalam mengklarifikasi dan penegakan kewajiban anggota dalam WTO
Agreement. Penyelesaian sengketa memang bukan kegiatan utama dalam
kinerja organisasi World Trade Organization
67
Mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian WTO sekarang ini intinya berpatokan pada ketentuan pasal XXII-XXIII GATT 1947. Dengan berdirinya WTO,
ketentuanketentuan GATT 1947 kemudian terlebur ke dalam aturan WTO. Isi kedua pasal ini pada pokoknya sederhana saja. Penyelesaiannya melalui perundingan atau negosiasi dan apabila gagal
diselesaikan dengan membentuk suatu panel atau kelompok kerja.
WTO, namun penyelesaian sengketa adalah bagian yang sangat penting dalam
kenyataan kinerja organisasi. Penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO juga menjadi perangkat penting dalam manajemen negara anggota
World Trade Organization WTO dan kaitannya dengan hubungan ekonomi yang
luas.
68
Perbedaan mendasar antara penyelesaian sengketa berdasarkan GATT dengan penyelesaian sengketa WTO adalah menyangkut adanya instrument
retaliasi dalam WTO. Selama lima puluh tahun keberadaan GATT hanya satu kasus yang disetujui GATT Council untuk dikenakan retaliasi dalam bentuk
suspension of concessions or obligation. Pada era WTO sampai dengan tahun 2010 WTO telah mengotorisasi enam retaliasi.
69
1. Penyelesaian sengketa WTO
Lebih jauh tentang perbedaan antara penyelesaian sengketa WTO dengan penyelesaian sengketa GATT dapat
dijelaskan dibawah ini:
- Menawarkan suatu sistem penyelesaian sengketa yang diunifikasi untuk
sengketa dagang di bawah semua persetujuan WTO -
Complainant penggugat memiliki hak untuk mengajukan proses panel. Tidak ada jalan bagi defendat tergugat untuk memblok atau menghalangi
litigasi formal pada tahap ini. Beberapa batasan, pengugat mendapat
68
Menurut pasal 3 ayat 7 Dispute Settlement Understanding DSU, sasaran dan tujuan utama sistem penyelesaian sengketa WTO adalah menjamin penyelesaian yang positif bagi suatu
sengketa melalui konsultasi daripada proses pengadilan, jika konsultasi gagal, suatu sengketa dibawa ke panel penyelesaian sengketa WTO. Sedangkan menurut pasal 3 ayat 2 system penyelesaian sengketa
WTO bertujuan untuk memelihara hak dan kewajiban negara anggotanya berdasarkan ketentuan- ketentuan yangterdapat di lampiran Persetujuian WTO
69
Zulkain Sitompul, Pemanfaatan Sistem Perdagangan Multilateral Untuk Kepentingan Indonesia, Makalah disampaikan dalam seminar tentang Pembaharuan Hukum Menuju
Perekonomian Global yang diselenggarakan oleh Bina Hukum bekerjasama dengan Universitas Prima, Medan, 14 Desember 2011.
menjamin kekuasaan guna menyusun agenda selama berlangsungnya proses litigasi.
- Kedua belah pihak yang bersengketa bias mengajukan appeal banding
atas keputusan panel. -
Adopsi atas keputusan final baik laporan dari panel maupun appellate body atau badan banding dalam sistem penyelesaian sengketa WTO tidak
lagi bias di veto oleh pihak tergugat yang kalah. -
Fase implementasi telah dibuat secara lebih terstruktur. Jika Negara yang kalah tidak memenuhi rekomendasi atau keputusan panel, maka penggugat
memiliki hak untuk meminta compensation kompensasi atau untuk melakukan apa yang disebut sebagai countervailing measures.
2. Penyelesaian sengketa GATT
- Terdiri dari setidaknya delapan struktur yang berbeda terkait dengan
sengketa dagang, tergantung pada sifat dari restriksi perdagangan. Fitur GATT ini telah menyebabkan para pihak cenderung menggunakan forum
shopping dengan tujuan untuk menemukan lingkungan forum penyelesaian yang paling mereka sukai.
- Secara faktual terdapat unanimity rule atau aturan tentang kebulatan suara
untuk melaksanakanproses litigasi formal. Adanya ketentuan tersebut mengakibatkan kondisi dimana tergugat bias saja menghalangi proses
litigasi formal yang seharusnya dijalankan.
- Adopsi atas keputusan final masih bisa di veto oleh pihak tergugat yang
kalah -
Fase implementasi belum terstruktur sebagaimana yanga dibuat oleh WTO.
D. Ruang Lingkup Pengaturan GATT dan WTO