Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Kesepakatan WTO

menjadi member, dan sekretaris eksekutif General Agreement on Tariff and Trade GATT dengan direktur jendral WTO. 52

C. Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Kesepakatan WTO

Pada awalnya negara selalu menyelesaikan sengketa dengan cara peperangan. Hal ini dikarenakan perang masih dianggap sebagai alat diplomasi yang ampuh. Namun seiring timbulnya kesadaran masyarakat internasional bahwa peperangan hanya menimbulkan kesengsaraan, maka dibuatlah ketentuan hukum positif yang menyatakan bahwa penggunaan kekerasan dalam hubungan antarnegara dilarang. Kesadaran tersebut menumbuhkan keyakinan masyarakat internasional bahwa setiap sengketa harus diselesaikan secara damai. Istilah sengketa dispute dalam hukum internasional harus dibedakan dengan konflik conflict dan situasi situation. Kata sengketa dan situasi dapat ditemukan berdampingan dalam Piagam PBB sedangkan konflik digunakan masyarakat internasional secara umum. 53 52 Thor B. Sinaga, Op.Cit, hal 122 53 Hilton Tarnama Putra dan Eka An Aqimuddin, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Di Asean, Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu, 2011, hal 1 Penyelenggaraan Putaran Uruguay pada tahun 1986 telah mengubah peraturan mengenai penyelesaian sengketa. Dalam Putaran Uruguay, Negara peserta memandang isu penyelesaian sengketa sebagai salah satu dari sekian isu penyelesaian sengketa sebagai salah satu dari sekian isu yang menjadi agenda penting perundingan. Negara-negara peserta memiliki persepsi yang sama bahwa negoisasi mengenai aturan-aturan perdagangan multilateral tidak akan berarti bila akhirnya aturan-aturan tersebut tidak dapat dipaksakan. Putaran Uruguay 1986-1994 mengarah kepada pembentukan World Trade Organization WTO. Putaran tersebut hampir mencakup semua bidang perdagangan. Putaran Uruguay membawa perubahan besar bagi sistem perdagangan dunia sejak diciptakannya General Agreement on Tariff and Trade GATT pada akhir Perang Dunia II. Meskipun mengalami kesulitan dalam permulaan pembahasan, Putaran Uruguay memberikan hasil yang nyata. Hanya dalam waktu 2 tahun, para peserta telah menyetujui suatu paket pemotongan atas bea masuk terhadap produk-produk tropis dari negara berkembang, penyelesaian sengketa, dan menyepakati agar para anggota memberikan laporan reguler mengenai kebijakan perdagangan. Selain itu, pencapaian terbesar dari Putaran Uruguay tentunya adalah tercapainya kesepakatan pembentukan organisasi perdagangan dunia yang kemudian dikenal sebagai World Trade Organization WTO. Hal ini merupakan langkah penting bagi peningkatan transparansi aturan perdagangan di seluruh dunia. Sistem penyelesaian sengketa dalam World Trade Organization WTO telah menjadi suatu alat yang dibutuhkan dalam menyelesaikan sengketa perdagangan internasional yang terjadi diantara sesama anggota World Trade Organization WTO. Semenjak timbulnya masalah mengenai proses pelaksanan keputusan atas sengketa yang terjadi berdasarkan pada sistem sebelumnya yaitu General Agreement on Tariff and Trade GATT. 54 Penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO telah berkembang sebagai suatu alat yang baku adalam penyelesaian sengketa 54 HS Kartadjomena, Op.Cit, hal 93 internasional yang muncul. Perkembangan yang cukup dramatic dalam dunia transaksi perdagangan internasional adalah dengan lebih diterapkan sistem alternatif penyelesaian sengketa alternative resolution dibandingkan sistem peradilan yang umum dikenal masyarakat selama beberapa tahun terakhir. Setelah terbentuknya World Trade Organization WTO, putaran perdagangan digantikan dengan Konferensi Tingkat Menteri KTM sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi di World Trade Organization WTO. Konferensi Tingkat Menteri KTM pertama diselenggarakan pada 9 – 13 Desember 1996 di Singapura. Diikuti lebih dari 120 Menteri negara anggota World Trade Organization WTO, Konferensi Tingkat Menteri KTM Singapura tersebut menghasilkan 2 deklarasi yakni dalam bidang standar inti perburuhan dan keputusan untuk membentuk kelompok kerja working group untuk melakukan pengkajian atas hubungan antara perdagangan dan investasi, hubungan antara perdagangan dan kompetisi, fasilitasi perdagangan, dan transparansi di bidang pengadaan pemerintah government procurement yang kemudian dikenal sebagai Isu Singapura Singapore Issues. Setelah mencapai beberapa keberhasilan di kedua Konferensi Tingkat Menteri KTM sebelumnya, Konferensi Tingkat Menteri KTM ketiga yang dilaksanakan di Seattle pada tahun 1999 yang diagendakan untuk merumuskan agenda millenium World Trade Organization WTO justru mengalami kegagalan. Demonstrasi besar-besaran di luar gedung pertemuan delegasi World Trade Organization WTO dan di berbagai kota di dunia serta perbedaan pandangan antara negara maju dengan negara berkembang menyebabkan Konferensi Tingkat Menteri KTM Seattle gagal dalam mencapai kesepakatan. Sebagai upaya perbaikan dari kegagalan di Konferensi Tingkat Menteri KTM Seattle, dilaksanakan KTM keempat di Doha 9-14 November 2001 yang dihadiri oleh 142 negara. Konferensi Tingkat Menteri KTM Doha menghasilkan dokumen utama berupa Deklarasi Menteri Deklarasi Doha yang menandai diluncurkannya putaran perundingan baru mengenai perdagangan jasa, produk pertanian, tarif industri, lingkungan, isu-isu implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI, penyelesaian sengketa, dan peraturan World Trade Organization WTO. Deklarasi tersebut mengamanatkan kepada para anggota untuk mencari jalan bagi tercapainya konsensus mengenai Singapore Issues. Deklarasi juga memuat mandat untuk meneliti program-program kerja mengenai electronic commerce, usaha kecil small economies, serta hubungan antara perdagangan, hutang dan alih teknologi. Deklarasi Doha dikenal pula dengan sebutan ”Agenda Pembangunan Doha” Doha Development Agenda mengingat didalamnya termuat isu-isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang paling terbelakang Least developed countriesLDCs, seperti bantuan teknik untuk peningkatan kapasitas capacity building, pertumbuhan, dan integrasi ke dalam sistem World Trade Organization WTO. Mengenai perlakuan khusus dan berbeda” special and differential treatment, deklarasi tersebut telah mencatat proposal negara berkembang untuk merundingkan Persetujuan mengenai Perlakuan Khusus dan Berbeda Framework Agreement of Special and Differential TreatmentSD, namun tidak mengusulkan suatu tindakan konkrit mengenai isu tersebut. Para menteri setuju bahwa masalah SD ini akan ditinjau kembali agar lebih efektif dan operasional. Meksiko tanggal 10-14 September 2003. Berbeda dengan Konferensi Tingkat Menteri KTM IV di Doha, Konferensi Tingkat Menteri KTM V di Cancun kali ini tidak mengeluarkan Deklarasi yang rinci dan substantif, karena gagal menyepakati secara konsensus, terutama terhadap draft teks pertanian, akses pasar produk non pertanianNon Agriculture Market Access NAMA dan Singapore issues. Dari keempat kesepakatan utama yang dihasilkan oleh World Trade Organization WTO, Setelah gagalnya Konferensi Tingkat Menteri KTM V World Trade Organization WTO di Cancun, Meksiko pada tahun 2003, Sidang Dewan Umum World Trade Organization WTO tanggal 1 Agustus 2004 berhasil menyepakati Keputusan Dewan Umum tentang Program Kerja Doha, yang juga sering disebut sebagai Paket Juli. Pada kesempatan tersebut berhasil disepakati kerangka framework perundingan lebih lanjut untuk DDA Doha Development Agenda bagi lima isu utama yaitu perundingan pertanian, akses pasar produk non-pertanianNon Agriculture Market Access NAMA, isu- isu pembangunan dan impelementasi, jasa, serta fasilitasi perdagangan dan penanganan Singapore issues lainnya. Perundingan World Trade Organization WTO dilanjutkan pada 13 – 18 Desember 2005 melalui Konferensi Tingkat Menteri KTM VI yang dilaksanakan di Hongkong. Salah satu keputusan penting yang masuk dalam Deklarasi Hongkong adalah isu menyangkut bantuan untuk perdagangan serta penetapan batas waktu negosiasi untuk beberapa isu seperti isu mengenai modalitas pertanian dan Non Agriculture Market Access NAMA. Sedangkan Perundingan World Trade Organization WTO selanjutnya direncanakan di luar rutinitas agenda yang dilaksanakan 2 tahun sekali yakni dilaksanakan di Jenewa pada 30 November hingga 2 Desember 2009. Dalam Konferensi Tingkat Menteri KTM VII Jenewa ini, Indonesia melalui Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu ditunjuk sebagai wakil ketua konferensi. Pada akhirnya Konferensi Tingkat Menteri KTM VII Jenewa tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti dimana para menteri menegaskan kembali komitmen mereka untuk menyelesaikan perundingan putaran Doha dan mengharapkan adanya perubahan yang positif pada kuartal pertama 2010. Sepanjang perjalanannya, World Trade Organization WTO telah berhasil mencapai berbagai kesepakatan yang memiliki peranan penting dalam perkembangan perdagangan dunia. Kesepakatan-kesepakatan dalam World Trade Organization WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi. Adapun secara umum struktur dasar kesepakatan dalam World Trade Organization WTO meliputi: 1. General Agreement on Tariff and Trade GATT yakni kesepakatan di bidang perdagangan barang Pangaturan perdagangan barang merupakan bagian dari peraturan perdagangan internasional yang telah sebelum World Trade Organization WTO dibentuk. Sebelum World Trade Organization WTO terdapat perjanjian internasional multilateral di bidang perdagangan barang. Oleha karena itu dalam hal pengauran perdagangan barang World Trade Organization WTO tinggal meneruskan dalam hal pengaturan berdasarkan General Agreement on Tariff and Trade GATT dengan modifikasi- modifikasi. 55 a. Ketentuan-ketentuan di dalam General Agreement on Tariff and Trade GATT yang dilampirkan pada persetujuan akhir yang diterima pada penutupan siding kedua dari Komite persiapan di Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Perdagangan dan pekerjaan, sebagaimana dibetulkan, diubah atau diganti dengan persyaratan instrument-instrumen hokum yang mulai berlaku sebelum tanggal mulai berlakunya persetujuan World Trade Organization WTO. Dibawah persetujuan World Trade Organization WTO, General Agreement on Tariff and Trade GATT tetap diberlakukan dan menjadi bagian dari General Agreement on Tariff and Trade GATT. Berdasarkan persetujuan WTO, General Agreement on Tariff and Trade GATT diberlakukan sebagai berjanjian pokok di bidang perdagangan barang diantaranya: b. Ketentuan di dalam instrument hukum tertera menurut General Agreement on Tariff and Trade GATT sebelum tanggal mulai berlakunya persetujuan World Trade Organization WTO yakni protokol dan sertifikasi berhubungan dengan konsesi tarif, protocol aksesi mengenai peenrapan sementara dan penarikan penerapan sementara dan bagian II General Agreement on Tariff and Trade GATT diterapkan sementara sepenuhnya tanpa bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku pada tanggal protocol. c. Kesepakatan-kesepakatan yang berlaku diantaranya kesepakatan tentang pasal II : 1b General Agreement on Tariff and Trade GATT, kesepakatan tentang penafsiran pasal XVII General Agreement on Tariff and Trade GATT, kesepakatan tentang ketentuan neraca pembayaran di dalam General Agreement on Tariff and Trade GATT, kesepakatan tentang penafsiran pasal XXIV General Agreement on Tariff and Trade GATT, kesepakatan berhubungan dengan pelepasan kewajiban menurut General Agreement on Tariff and Trade GATT. 56 d. Protokol Marrakesh terhadap GATT 55 Triyana Yohannes, Op.Cit, hal 77 56 Ibid, hal 78 The General Agreement on Tarif and Trade GATT yang telah diamandemen sebagai perjanjian internasional pokok yang mengatur perdagangan barang terdiri dari 4 bagian dan 38 pasal. 57 2. General Agreement on Trade and Services GATS yakni kesepakatan di bidang perdagangan jasa Salah satu hasil penting yang dihasilkan oleh Uruguay Round adalah kesepakatan tentang kerangka kerja dibidang jasa atau yang biasa disebut GATS General Agreement on Trade in Services, ini merupakan suatu perjanjian yang relatif baru dan juga merupakan perjanjian perdagangan multilateral yang pertama di bidang jasa. 58 57 Ibid, hal 79 58 Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral Ditjen Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan Departemen Luar Negeri RI, Buku Seri Terjemahan Persetujuan- Persetujuan WTO: Persetujuan Bidang Jasa General Agreement on Trade in Services GATS, hal. 1. Dalam perundingan ini negara berkembang berhasil menempatkannya dalam peraturan tersendiri di luar kerangka hukum dari General Agreement on Tariff and Trade GATT World Trade Organization WTO. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kemungkinan persilangan antara masalah-masalah General Agreement on Tariff and Trade GATT World Trade Organization WTO mengenai perdagangan barang dan perdagangan jasa. Negara berkembang juga berhasil dalam usaha agar perkembangan ekonomi dan pertumbuhan dimasukkan sebagai tujuan dari setiap persetujuan yang dicapai. Kerangka hukum tersebut melahirkan GATS. Pengaturan GATS dipandang sebagai suatu cara memajukan pertumbuhan ekonomi bagi semua negara pelaku perdagangan dan pembangunan negara-negara berkembang. Dimasukkannya pengaturan mengenai perdagangan jasa dalam kerangka General Agreement on Tariff and Trade GATT World Trade Organization WTO dianggap sebagai suatu langkah kemajuan penting bagi General Agreement on Tariff and Trade GATT World Trade Organization WTO. 59 Dibentuknya GATS seperti ditegaskan dalam Deklarasi Punta Del Este adalah untuk membentuk suatu kerangka prinsip-prinsip atau aturan-aturan material mengenai perdagangan jasa. Dokumen-dokumen penting yang harus diperhatikan dalam mempelajari GATS adalah; framework agreement, initial commitments, sectoral annex dan ministerial decision and understanding. Framework agreement adalah perjanjian GATS itu sendiri yang mengandung satu perangkat konsep umum, asas, dan ketentuan yang menimbulkan kewajiban berkenaan dengan segala tindakan yang berkaitan dengan perdagangan jasa. 60 Perdagangan jasa merupakan salah satu topik dalam perundingan World Trade Organization WTO, yang kemudian menghasilkan kesepakatan the General Agreement on Trade in Service GATS, yakni persetujuan World Trade Organization WTO yang mengatur perdagangan jasa, yang terdiri dari enam bagian dan 29 pasal. Dalam perdagangan jasa di bawah GATS beberapa prinsip World Trade Organization WTO tidak diberlakukan secara sangat ketat seperti halnya dalam perdagangan barang. Misalnya prinsip national treatment sebagaimana diatur dalam pasal III GATT, yang mengharuskan para 59 Mochtar Kusumaatmadja. Perjanjian WTO Mengenai Perdagangan Internasional Jasa GATS Dilihat dari Prespektif Negara Berkembang, Seminar Aspek Hukum Perdagangan Jasa Menurut WTO dan Komitmen Indonesia di Bidang Finansial, Institut Bankir Indonesia, hal 14 60 Masdyn, Makalah Hukum Internasional tentang Perdagangan Jasa, melalui http:catatanpenailahi.blogspot.co.id201408makalah-hukum-internasional-tentang.html, diakses tanggal 29 Maret 2016 anggota World Trade Organization WTO memperlakukan secara sama antara produk domestik dengan produk impor. Untuk menangani persetujuan World Trade Organization WTO yang menyangkut perdagangan jasa, dalam struktur organisasi World Trade Organization WTO juga dibentuk Dewan khusus yang menangani masalah perdagangan jasa, yakni the Council for Trade in Service. 61 Dewan World Trade Organization WTO untuk perdagangan jasa memiliki subsidiary bodies antara lain ebrupa professional service, GATS rules and specific commitment. 62 3. General Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Properties TRIPs yakni kesepakatan di bidang hak kekayaan intelektual. Perdagangan internasional dalam biang Hak MIlik Intelektual HKI merupakan hal yang lazim dan banyak terjadi dalam kehidupan industry modern. Dalam kehidupan industry yang semakin modern diprediksikan bahwa perdagangan HKI akan semakin penting seperti halnya perdagangan barang dan jasa. Perdagangan HKI terjadi melalui berbagai macam lisensi atas berbagai macam HKI. Tujuan pengaturan perdagangan aspek HKI, World Trade Organization WTO membentuk persetujuan khusus tersendiri, yakni The Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Counterfeit goods disingkat TRIPs. 63 61 Triyana Yohannes, Op.Cit, hal 98 62 Munir Fuady, Hukum Dagang Internasional Aspek Hukum dari WTO, Jakarta : PT. Citra Aditya Bhakti, 2004, hal 44 63 Triyana Yohannes, Op.Cit, hal 89 Perlindungan HAKI merupakan isu penting pada tingkat internasional dan dianggap sebagai alat untuk meningkatkan kreativitas dan penciptaan. Karena itu dbentuklah WIPO World Intellectual Property Organization untuk merundingkan kesepakatan mengenai perlindungan HAKI. WIPO menghasilkan beberapa konvensi internasional, misalnya Konvensi Paris 1967 tentang Perlindungan tentang Kekayaan Industri dan Konvensi Berne 1971 tentang Perlindungan Terhadap Karya Tulis dan Seni. TRIPS Trade Related aspects of Intellectual Property Rights merupakan perjanjian internasional di bidang HaKI terkait perdagangan. Perjanjian ini merupakan salah satu kesepakatan di bawah organisasi perdagangan dunia atau WTO World Trade Organization yang bertujuan menyeragamkan sistem HaKI di seluruh negara anggota World Trade Organization WTO. HaKI merupakan isu perdagangan baru yang dibahas dalam perundingan perdagangan Putaran Uruguay berlangsung. TRIPS merupakan rejim peraturan HaKI dengan obyek perlindungan paling luas dan paling ketat. Karena merupakan bagian dari World Trade Organization WTO maka, pelaksanan TRIPS dilengkapi dengan sistem penegakan hukum serta penyelesaian sengketa. 4. TRIMs Trade-Related Investment Measures TRIMs adalah perjanjian tentang aturan-aturan mengenai investasi yang menyangkut dan berkaitan dengan perdagangan internasional. Kesepakatan TRIMs dimaksudkan untuk meningkatkan kegiatan investasi. Tujuan utama TRIMs adalah untuk menyatukan kebijakan dari negara-negara anggota World Trade Organization WTO dalam hubungannya untuk meningkatkan investasi dan mencegah proteksi dalam investasi dan perdagangan. Menurut sistem World Trade Organization WTO, masalah perdagangan bebas dalam hubungan dengan penanaman modal asing ini terdapat ketentuannya dalam Agreement on Trade Related Invested Measures TRIMs. TRIMs adalah perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut atau berkaitan dengan perdagangan. Secara umum sesuatu didefinisikan sebagai TRIMs jika peraturan investasi di negara bersangkutan dikaitkan dengan persyaratan yang dapat mempengaruhi perdagangan. Persetujuan ini dimaksudkan untuk memacu perkembangan dan liberalisasi yang progresif perdagangan dunia dan memudahkan arus penanaman modal antarnegara. 64 Kesepakatan TRIMs dimaksudkan untuk mengurangi atau menghapus kegiatan perdagangan dan meningkatkan kebebasan kegiatan investasi antar Negara. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Kesepakatan TRIMs tidak terlalu membebani negara-negara anggotanya secara signifikan dan tidak menghambat negara anggotanya, khususnya negara berkembang untuk mengatur penanaman modal asing di wilayahnya. Implikasi lainnya dari Kesepakatan TRIMs adalah bahwa kesepakatan tersebut membatasi kewenangan atau kontrol Negara penerima modal terhadap penanaman modal secara langsung. Kesepakatan TRIMs ini harus membantu menciptakan iklim 64 Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Malang: Bayumedia Publishing, 2003, hal. 35 berusaha yang lebih aman bagi masuknya penanaman modal yang menghambat perdagangan. 65 5. Penyelesaian sengketa Dispute Settlements Kesepakatan World Trade Organization WTO mengenai penyelesaian sengketa Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Dispute DSU menandai dimulainya proses yang lebih terstruktur dan tahap-tahap prosedur yang lebih jelas. Dengan sistem penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO diharapkan akan diperoleh kestabilan dan perkiraan peraturan perdagangan internasional yang berpihak pada kegiatan bisnis, petani, pekerja dan konsumen dari seluruh dunia. Penyelesaaian sengketa menjadi tanggung jawab Badan Penyelesaian Sengketa Dispute Settlement BodyDSB yang merupakan penjelmaan dari Dewan Umum General CouncilGC. DSB adalah satu-sataunya badan yang memiliki otoritas membentuk panel yang terdiri dari para ahli yang bertugas menelaah kasus. 66 Dengan kesepakatan World Trade Organization WTO, pengaturan penyelesaian sengketa perdagangan internasional telah dilengkapi dengan aturan- aturan yang lebih komprehensif sehingga membentuk suatu sistem yang cukup dapat diandalkan sebagai alat penyelesaian sengketa. Pengaturan yang telah cukup lengkap tersebut telah diperkuat pula dengan kehadiran suatu lembaga 65 H. Gofar Bain, Uruguay Round dan Sistem Perdagangan Masa Depan, Jakarta: Djambatan, 2001. hal. 86. 66 Lesza Leonardo, Penyelesaian sengketa dalam kerangka WTO, melalui http:leszalombok.blogspot.co.id201304penyelesaian-sengketa-dalam-kerangka_1.html, diakses tanggal 29 Maret 2016 penyelesaian sengketa sebagai lembaga permanen dari World Trade Organization WTO. Dispute Settlement Understanding DSU adalah tulang punggung dari rejim perdagangan multilateral saat ini. Sistem ini diciptakan oleh para negara anggota World Trade Organization WTO pada saat Uruguay Round dengan harapan untuk menciptakan suatu sistem yang kuat dan dapat mengikat semua pihak dalam rangka menyelesaikan sengketa perdagangan dalam kerangka World Trade Organization WTO. Dengan sistem penyelesaian sengketa ini juga diharapkan agar Negara anggota dapat mematuhi peraturan-peraturan yang disepakati dalam WTO Agreement. Sistem penyelesaian sengketa ini juga dinilai sebagai kontribusi unik dari World Trade Organization WTO terhadap kestabilan perekonomian global. Sistem penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO dibentuk sebagai pembaruan dari sistem penyelesaian sengketa General Agreement on Tariff and Trade GATT. 67 Dengan sistem penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO diharapkan akan diperoleh kestabilan dan perkiraan peraturan perdagangan internasional yang berpihak pada kegiatan bisnis, petani, pekerja dan konsumen dari seluruh dunia Sistem penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO memainkan peran penting dalam mengklarifikasi dan penegakan kewajiban anggota dalam WTO Agreement. Penyelesaian sengketa memang bukan kegiatan utama dalam kinerja organisasi World Trade Organization 67 Mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian WTO sekarang ini intinya berpatokan pada ketentuan pasal XXII-XXIII GATT 1947. Dengan berdirinya WTO, ketentuanketentuan GATT 1947 kemudian terlebur ke dalam aturan WTO. Isi kedua pasal ini pada pokoknya sederhana saja. Penyelesaiannya melalui perundingan atau negosiasi dan apabila gagal diselesaikan dengan membentuk suatu panel atau kelompok kerja. WTO, namun penyelesaian sengketa adalah bagian yang sangat penting dalam kenyataan kinerja organisasi. Penyelesaian sengketa World Trade Organization WTO juga menjadi perangkat penting dalam manajemen negara anggota World Trade Organization WTO dan kaitannya dengan hubungan ekonomi yang luas. 68 Perbedaan mendasar antara penyelesaian sengketa berdasarkan GATT dengan penyelesaian sengketa WTO adalah menyangkut adanya instrument retaliasi dalam WTO. Selama lima puluh tahun keberadaan GATT hanya satu kasus yang disetujui GATT Council untuk dikenakan retaliasi dalam bentuk suspension of concessions or obligation. Pada era WTO sampai dengan tahun 2010 WTO telah mengotorisasi enam retaliasi. 69 1. Penyelesaian sengketa WTO Lebih jauh tentang perbedaan antara penyelesaian sengketa WTO dengan penyelesaian sengketa GATT dapat dijelaskan dibawah ini: - Menawarkan suatu sistem penyelesaian sengketa yang diunifikasi untuk sengketa dagang di bawah semua persetujuan WTO - Complainant penggugat memiliki hak untuk mengajukan proses panel. Tidak ada jalan bagi defendat tergugat untuk memblok atau menghalangi litigasi formal pada tahap ini. Beberapa batasan, pengugat mendapat 68 Menurut pasal 3 ayat 7 Dispute Settlement Understanding DSU, sasaran dan tujuan utama sistem penyelesaian sengketa WTO adalah menjamin penyelesaian yang positif bagi suatu sengketa melalui konsultasi daripada proses pengadilan, jika konsultasi gagal, suatu sengketa dibawa ke panel penyelesaian sengketa WTO. Sedangkan menurut pasal 3 ayat 2 system penyelesaian sengketa WTO bertujuan untuk memelihara hak dan kewajiban negara anggotanya berdasarkan ketentuan- ketentuan yangterdapat di lampiran Persetujuian WTO 69 Zulkain Sitompul, Pemanfaatan Sistem Perdagangan Multilateral Untuk Kepentingan Indonesia, Makalah disampaikan dalam seminar tentang Pembaharuan Hukum Menuju Perekonomian Global yang diselenggarakan oleh Bina Hukum bekerjasama dengan Universitas Prima, Medan, 14 Desember 2011. menjamin kekuasaan guna menyusun agenda selama berlangsungnya proses litigasi. - Kedua belah pihak yang bersengketa bias mengajukan appeal banding atas keputusan panel. - Adopsi atas keputusan final baik laporan dari panel maupun appellate body atau badan banding dalam sistem penyelesaian sengketa WTO tidak lagi bias di veto oleh pihak tergugat yang kalah. - Fase implementasi telah dibuat secara lebih terstruktur. Jika Negara yang kalah tidak memenuhi rekomendasi atau keputusan panel, maka penggugat memiliki hak untuk meminta compensation kompensasi atau untuk melakukan apa yang disebut sebagai countervailing measures. 2. Penyelesaian sengketa GATT - Terdiri dari setidaknya delapan struktur yang berbeda terkait dengan sengketa dagang, tergantung pada sifat dari restriksi perdagangan. Fitur GATT ini telah menyebabkan para pihak cenderung menggunakan forum shopping dengan tujuan untuk menemukan lingkungan forum penyelesaian yang paling mereka sukai. - Secara faktual terdapat unanimity rule atau aturan tentang kebulatan suara untuk melaksanakanproses litigasi formal. Adanya ketentuan tersebut mengakibatkan kondisi dimana tergugat bias saja menghalangi proses litigasi formal yang seharusnya dijalankan. - Adopsi atas keputusan final masih bisa di veto oleh pihak tergugat yang kalah - Fase implementasi belum terstruktur sebagaimana yanga dibuat oleh WTO.

D. Ruang Lingkup Pengaturan GATT dan WTO