Pemberdayaan gelandangan dan pengemis melalui program keterampilan montir motor di panti sosial bina karya (PSBK) "PANGUDI LUHUR" Bekasi

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

AHMAD NURSAHRI NIM . 105054102063

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

AHMAD NURSAHRI NIM: 105054102063

Di Bawah Bimbingan

Tantan Hermansah, M.Si

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu Tanggal 16 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Pada Program Studi Kesejahteraan Sosial.

Jakarta 16 Maret 2011 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. Mahmud jalal. MA Ellies Sukmawati. MSi

NIP.19520422198103 1 002 NIP. 19780318200901 2 007

Penguji I Penguji II

Ismet Firdaus. MSi Ahmad Zaky. MSi

NIP. 150411196 NIP. 150411158

Pembimbing Skripsi

Tantan Hermansah. MSi


(4)

i

Montir Motor di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur“ Bekasi.

Saat ini pendidikan menjadi prioritas utama untuk menjalani kehidupan dengan baik dan layak, minimnya pendidikan dan terbatasnya lapangan pekerjaan membuat seseorang menjadi sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keadaan ini semakin buruk dengan adanya krisis ekonomi yang semakin parah, harga kebutuhan pokok semakin meningkat sedangkan penghasilan tidak bertambah. Krisis ekonomi juga berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat, krisis ekonomi mengakibatkan turunnya pendapatan nyata penduduk akibat hilangnya kesempatan kerja.

Krisis ekonomi juga dapat meningkatkan jumlah gelandangan dan pengemis, mereka menjadi gelandangan dan pengemis karena kurangnya lapangan pekerjaan dan minimnya pendidikan. Dalam hal ini tidak memerlukan keterampilan dan latar pendidikan yang baik. Tugas Panti Sosial Bina Karya

(PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah memberikan pelayanan dalam bentuk pembinaan dan bimbingan fisik, mental, sosial. Merubah perilaku serta pelatihan keterampilan dan pembinaan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya. Dari ketermpilan yang diberikan salah satunya adalah keterampilan montir motor.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan pemberdayaan

gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”

dan bagaimana hasil yang dicapai dalam pemberian program keterampilan montir motor bagi para Warga Binaan Sosial dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan keterampilan montir motor

Melalui wawancara, observasi dan studi pustaka diketahui bahwa pemberdayaan gelandangan dan pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)

“Pangudi Luhur” Bekasi tidak berjalan dengan baik. Manfaat pemberdayaan ini sangat positif bagi gelandangan dan pengemis untuk bekal mereka dalam menjalani kehidupan ditengah masyarakat. Apabila mereka menjalankan kegiatan keterampilan dengan baik menurut prosedur kegiatan keterampilan yang diadakan


(5)

ii

bumi beserta isinya, Tuhan sekalian alam Alloh SWT, yang berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dengan selesainya skripasi dengan judul “Pemberdayaan Gelandangan

dan Pengemis melalui Program Keterampilan Montir Motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta, maka penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

Setelah melalui proses yang amat panjang dan godaan serta hambatan yang penulis alami dalam proses penelitian ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Yang terhormat dan tersayang Ayahanda Ubaidillah dan Ibunda Halimah semoga Alloh SWT memberikan melimpahkan karunia nikmat dan kemuliaan sebagai balasan atas cinta kasih dan pengorbanan yang telah diberikan secara tulus kepada penulis.


(6)

iii

selaku ketua dan sekertaris Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, beserta jajaran staf Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

4. Bapak Tantan Hermansah M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan ikhlas mengorbankan waktunya, serta memberikan bimbingan, arahan, kritik,saran dan motivasi yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Seluruh Bapak Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis kuliah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

6. Kepala Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi beserta staf, khususnya Bapak Cecep sutriman S.Sos dan Bapak Drs.Alimin selaku pamong dan pembimbing keterampilan montir-motor.

7. Kepada para Warga Binaan Sosial yang ada di Panti Sosial Bina Karya dan para alumni PSBK.

8. Adik-adik tercinta Aminuddin, Nurul Anwar (Alm) Ni’matul jannah dan si bungsu Miftah adilla, yang menjadi penyemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat tempat berbagi tentang kehidupan, Fandy, Kejo, Fahmi, Neo, Izmoel,Ajay,Usnie,Jody. Juga teman-teman Kessos tanpa terkecuali. 10.Spesial untuk Eva Imelda yang tidak hentinya memberikan motivasi dalam


(7)

iv

Pada akhirnya kesempurnaan hanyalah milik Alloh SWT, penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya, semoga Alloh SWT selalu bersama kita dalam menjalani kehidupan yang diridhoi-Nya.

Jakarta 26 jnuari 2011


(8)

v

Hal

KATA PENGANTAR………....i

ABSTRAK……….......ii

DAFTAR ISI ………....iii

DAFTAR TABEL ………......iv

BAB I PENDAHULUAN………....1

A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………...2

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...…3

D. Tempat dan Waktu Penelitian ………....4

E. Alasan Penelitian Subjek Pemberdayaan………..…..4

F. Metodologi Penelitian ………...4

G. Sistematika Penulisan ………...13

BAB II TINJAUAN TEORITIS………...14

A.Pemberdayaan………...14

1. Pengertian Pemberdayaan………...14

2. Tahapan Pemberdayaan………...19

3. Proses Pemberdayaan………...22

4. Tujuan Pemberdayaan ………...25

B. Pengertian keterampilan………...26

C.Gelandangan dan Pengemis (gepeng)………...…..27

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ………...…31

A.Gambaran Umum ………...31

B. Visi dan Misi...31


(9)

vi

1. Tujuan………...32

2. Fungsi………...……....33

E. Sasaran pelayanan………...33

F. Struktur dan Tata Kerja………....…….34

G.Personalia...37

H.Sarana Dan Prasarana...39

I. Proses Pelayanan ...41

1. Rehabilitasi Sosial ...41

2. Resosialisasi...42

3. Bimbingan lanjut………...43

J. Model Intervensi...43

K.Sumber Dukungan Pelayanan...44

BAB IV ANALISIS PANTI SOSIAL BINA KARYA (PSBK)”PANGUDI LUHUR” BEKASI DALAM RANGKA MEMBERDAYAKAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS………...45

A. Pelaksanaan Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)”Pangudi Luhur”Bekasi………...45

B. Tahapan Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis Melalui Keterampilan Montir Motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)”Pangudi Luhur” Bekasi………...46

1. Persiapan ( Engagment )………...46

2. Pengkajian ( Assesment)………...47

3. Perencanaan Alternatif Program …...49

4. Pelaksanaan Program ………...50

5. Magang ………...…52

6. Evaluasi ...53


(10)

vii

bagi Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya

“Pangudi Luhur” Bekasi...55

1. Awal Pelatihan keterampilan Montir Motor...55

2. Hasil yang dicapai dalam pelatihan montir-motor di PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi...56

BAB V PENUTUP ………...……59

A. Kesimpulan………...…..59

B. Saran ………...…60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan gelandangan dan pengemis merupakan salah satu permasalahan sosial yang sulit ditangani. Banyaknya jumlah gelandangan dan pengemis yang kerap kali terlihat memadati setiap perempatan dan ruas-ruas jalan utama bukan hanya tidak sedap dipandang, melainkan menjadi isu serius yang perlu dicarikan jalan keluarnya bersama.

Kondisi di atas belum ditambah dengan kenyataan bahwa sebagian besar gelandangan dan pengemis di kota jakarta dan bahkan mungkin di beberapa kota besar lainnya adalah notabene bukan orang penduduk setempat. Pada tingkat ekstrem, kegiatan mengemis merupakan aktivitas rutin yang

terorganisasi dengan baik seperti temuan sebuah stasiun TV setahun yang lalu yang melaporkan adanya oknum anak pejabat yang turut aktif mengelola organisasi pengemis, selain itu, serbuan para PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), istilah khusus yang digunakan pada para pekerja sosial,

yang “diimport” dari luar kota Jakarta menyebabkan sulitnya menerapkan cara atau perlakuan yang tepat untuk membina mereka.

Menariknya, munculnya gelandangan dan pengemis tidak hanya menjadi masalah di negara-negara berkembang seperti Indonesia, Filipina,


(12)

Bangladesh, atau Thailand, kasus yang sama juga terjadi pula diberbagai negara maju.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis

tertarik untuk meneliti mengenai “Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis

melalui program keterampilan montir-motor di Panti Sosial Bina Karya

( PSBK ) “Pangudi Luhur Bekasi”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat berbagai keterbatasan penulis, maka penelitian ini dibatasi pada masalah “Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis melalui program keterampilan montir motor di Panti Sosial Bina Karya ( PSBK ) “Pangudi Luhur Bekasi. Dalam kurun waktu dari tahun 2009 sampai tahun 2010 saja.

2. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang akan peneliti lakukan adalah:

1) Bagaimana proses kegiatan keterampilan montir-motor di Panti

Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi ?

2) Bagaimana hasil yang dicapai dalam kegiatan keterampilan

montir-motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”


(13)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a) Untuk mengetahui bagaimana kegiatan keterampilan montir-motor di Panti

Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi.

b) Untuk mengetahui hasil yang dicapai dalam kegiatan keterampilan montir-motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”

2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi masyarakat dan para gelandangan dan pengemis yang telah mengikuti pelatihan montir-motor dan dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi untuk dapat diaplikasikan pada program keterampilan montir motor.

b. Secara Praktis

Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis, berkaitan dengan konsep maupun metodologi, serta dapat menjadi acuan, apakah program keterampilan dapat menjadi alternatif pendidikan bagi gelandangan dan pengemis dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang terampil dan berkualitas.


(14)

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi

Luhur” Bekasi yang Beralamat di JL. H.M.Djojomartono No.19 Telp./Fax (021) 880188 Bekasi – Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai November 2010, mengingat waktu tersebut merupakan proses dimulainya kegiatan pemberdayaan gelandangan dan pengemis pada program keterampilan montir motor yang dilakukan di Panti Sosial tersebut.

E. Alasan Penelitian Subjek Pemberdayaan

Alasan penulis meneliti tentang pemberdayaan gelandangan dan

pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” adalah:

Karena pandangan penulis, bidang keterampilan montir-motor lebih mempunyai prospek dalam tuntutan hidup di tengah masyarakat di masa sekarang dan yang akan datang. Dimana prospek yang dimaksud oleh penulis adalah mereka dapat mengembangkan keterampilan dari hasil pemberdayaan yang dilakukan oleh panti sosial tersebut, contohnya dengan membuka usaha bengkel motor ditempat mereka tinggal. Hal tersebut dikarenakan pada saat ini pesatnya perkembangan teknologi dan persaingan dalam dunia pekerjaan.

F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan kualitatif merupakan prosedur


(15)

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 1

Sedangkan menurut Nawawi, pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dan dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.2

Penelitian ini menggambarkan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan

oleh Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” pada program

keterampilan montir motor.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma konstruktivis. Dimana paradigma tersebut dimaksudkan sebagai penelitian naturalistik, yang dalam prakteknya paradigma konstruktivis adalah aktivitas penelitian yang berangkat dari berbagai isu dan perhatian para partisipan (responden) yang pada akhirnya sampai pada konstruksi bersama, antara peneliti dengan responden tentang suatu temuan atau hasil. Dalam metodologi penelitian, sebuah paradigma diakui selain mengandung sejumlah keunggulan, juga memiliki beberapa kelemahan tertentu. Hal ini adalah suatu hal yang wajar dan universal. Meskipun demikian, tidak berarti sebuah paradigma menjadi

1

. Prof. DR. Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) h.4

2

Nawawi Hadari, Instrumen penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta:Gajah Mada University Press,1992),h.209


(16)

tidak penting untuk dilakukan. Sebab, persoalannya tidak terletak pada bagaimana menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan dengan keunggulan dan kelemahan yang melekat padanya dalam suatu studi dengan masalah yang relevan ditelaah menurut logika pendekatan tersebut.

Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian kualitatif perlu kiranya kemukakan definisi metode kualitatif, Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidakboleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.3

Pendekatan ini digunakan karena peneliti ingin mendeskripsikan tentang pemberdayaan sosial untuk gelandangan dan pengemis pada keterampilan montir-motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur Bekasi.

2. Sumber Data

a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari partisipan atau pekerja sosial dan sasaran penelitian, yaitu para gelandangan dan pengemis yang menjadi siswa di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)

3

Prof. DR. Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) h.4


(17)

“Pangudi Luhur” Bekasi yang ikut pada keterampilan montir motor. Diantaranya:

a. Bapak Drs Alimin selaku pembimbing pada bidang keterampilan montir-motor. Wawancara yang penulis lakukan dengan beliau sebanyak tiga kali rata-rata setiap kali wawancara dilakukan selama 30 sampai 60 menit, pada wawancara yang pertama dilakukan didalam kantor pekerja sosial, bahasannya tentang materi-materi apa yang diberikan kepada peserta keterampilan tersebut. Kemudian wawancara yang kedua dilakukan diruang keterampilan yang terletak didalam panti sosial, dalam wawancara yang keduaa ini penulis menanyakan tentang kegiatan keterampilan yang sedang dilakukan oleh para warga binaan social, pertanyaannya seputar keterampilan apa yang dilakukan instruktur ketika keterampilan berlangsung dan apa saja kendala yang terjadi dalam praktek keterampilan yang sedang dilakukan. Dan wawancara yang ketiga ini dilakukan dikediaman Bapak Drs.Alimin yang terletak dikomplek Depsos kota Bekasi, pada wawancara ini membahas tentang apa yang dilakukan oleh panti sosial ketika peserta keterampilan selesai mengikuti kegiatan yang diadakan di panti sosial. b. Bapak cecep S.sos. selaku kasie Rehabilitasi Sosial. Wawancara yang penulis lakukan kepada beliau hampir sama dengan penulis lakukan dengan Bapak Alimin, hanya saja tempat yang berbeda. Pada wawancara yang pertama dilakukan di kantor rehabilitasi sosial membahas tentang langkah apa yang dilakukan oleh panti social


(18)

dalam penyeleksian calon warga binaan sosial. Kemudian yang kedua tentang langkah apa yang dikukan oleh panti social dan para pekerja social yang yang ada untuk memaksimalkan keterampilan khususnya montir-motor. Dan yang ketiga membahas Warga Binaan Sosial yang telah mengikuti kegialtan pemberdayaan dan hasil yang dicapai setelah mereka selesai dan keluar dari lingkungan panti sosial.

c. Asep kurnia salah satu Warga Binaan Sosial yang mengikuti keterampilan montir-motor. Wawancara dilakukan didekat lapangan buu tangkis tempat warga binaan social mengisi kegiatan pada saat hari libur yaitu pada hari sabtu dan minggu. Pada wawancara pertama pertanyaan yang penulis ajukan tentang kegiatan pelatihan yang diikutinya yaitu keterampilan montir-motor, dan wawancara yang kedua dilakukan di ruang praktek, bahasannya tentang kendala yang dirasakan pada saat mengikuti kegiatan keterampilan tersebut. Dan yang ketiga wawancara di pondok tempat dia tinggal, membahas rencananya setelah selesai dan keluar dari panti social. Dan alas an penulis memilih dia sebagai salah satu responden karena Asep kurnia salah satu peserta yang bisa dengan baik menerima tentang keterampilan tersebut.

b) Data Sekunder, yaitu berupa catatan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di Panti Sosial Bina Karya atau dokumen yang diambil dari berbagai literatur, buku-buku atau website yang berhubungan dengan


(19)

masalah penelitian ini berupa profil panti dan biodata warga binaan sosial yang menjadi objek penelitian.

3. Tekhnik Pengumpulan Data

a) Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung pada pelaksanaan program keterampilan montir-motor di Panti Sosial Bina

Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi. Pada tahap ini, penulis mendatangi panti dan mengikuti kegiatan keterampilan yang dilaksanakan di Panti Sosial Bina Karya untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dan memperoleh data yang diinginkan.

Pada kegiatan observasi ini penulis melakukan pengamatan selama dua minggu, yang dilakukan selama tiga hari dalam seminggu yaitu pada hari selasa rabu dan kamis selama dua jam dalam setiap harinya. Pada kegiatan ini penulis mengikuti kegiatan keterampilan dan sambil meneliti dan mengamati apa saja yang dilakukan para peserta atau Warga Binaan Sosial dalam mengikuti kegiatan keterampilan. Dalam mengikuti keterampilan ini peserta menjalankan kegiatan yang diberikan oleh instruktur atau pembimbing yang bertugas menjadi pendamping kegiatan keterampilan, mereka mencoba menghidupkan mesin yang diberikan sebagai alat praktek keterampilan.

b) Interview atau wawancara yang dilakukan oleh penulis untuk memperoleh data dari berbagai narasumber. Wawancara pada penelitian ini lebih di arahkan kepada siswa yang mengikuti pelatihan program keterampilan


(20)

montir-motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi.dengan demikian data yang didapatkan relevan dengan judul yang penulis angkat. Penulis melakukan wawancara kepada Warga Binaan Sosial yang sedang mengikuti kegiatan keterampilan dengan tujuan memperoleh data atau informasi yang di dapat lebih akurat seputar keterampilan montir-motor.

c) Dokumentasi, pada penelitian ini, penulis berusaha mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis yang diperoleh dilapangan serta data-data lain yang didapatkan dari buku-buku, brosur dan sumber lain yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh penulis.

4. Analisis Data

Setelah data terkumpul dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melaksanakan analisis terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut, penulis menggunakan analisis deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematik, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan wawancara yang akan dipaparkan oleh penulis dalam BAB IV

Nasir mengemukakan analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.4

4


(21)

Ada berbagai cara untuk menganalisa data dan mendeskripsikan data, tetapi secara garis besarnya ada beberapa langkah sebagai berikut :

a. Reduksi data. Yaitu dimana penulis melakukan penelitian langsung,

dengan memilih data yang relevan, kemudian mengamati bagaimana proses kegiatan pemberdayaan pada keterampilan montir-motor yang dilakukan oleh PSBK”Pangudi Luhur” Bekasi. Dan bagaimana hasil yang dicapai dalam kegiatan keterampilan montir-motor di PSBK”Pangudi

Luhur” Bekasi.

b. Penyajian data. Setelah data mengenai proses pemberdayaan yang

dilakukan bagi gelandangan dan pengemis melalui keterampilan montir-motor diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, bagan, tabel dan lain sebagainya yang terangkum dalam skripsi ini.

c. Penyimpulan atas apa yang disajikan. Pengambilan kesimpulan dengan

menghubungkan dari tema atau judul tersebut, sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan pada bab penutup.

Analisis data melibatkan upaya mengidentifikasi cirri-ciri suatu objek dan kejadian. Kategori dari analisa ini diperoleh berdasarkan fenomena yang

tampak pada pemberian keterampilan di PSBK”Pangudi Luhur Bekasi.

5. Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki Kriteria, yaitu:


(22)

a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi yaitu memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.5 Misalnya, membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Dan juga membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini penulis membandingkan hasil wawancara dengan responden dengan hasil observasi yang dilakukan dilapangan.

b. Ketekunan/keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari, kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci6, atau dengan kata lain peneliti hanya memusatkan jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja agar tidak melenceng dari pokok permasalahan yang akan diteliti.

6. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi, maka peneliti menggunakan teknik penulisan yang didasarkan pada buku “Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta

2007.

5

Prof. DR. Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) h.329

6Ibid.


(23)

7. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Pengertian Pemberdayaan, Pengertian Gelandangan dan Pengemis, Faktor yang Mempengaruhi terjadinya Gelandangan dan Pengemis, dan Dampak Gelandangan dan Pengemis di pinggir jalan.

BAB III :Gambaran Umum Panti Sosial Bina Karya

(PSBK)”Pangudi luhur” Bekasi. Sejarah Berdirinya, Visi dan Misi, Fungsi dan Tujuan, Program Kerja dan Struktur

Organisasi Panti Sosial Bina Karya (PSBK)”Pangudi Luhur” Bekasi.

BAB IV :Analisa Panti Sosial Bina Karya (PSBK)”Pangudi Luhur” Bekasi dalam rangka memberdayakan gelandangan dan pengemis, Analisa Program Pelatihan Keterampilan montir motor di Panti Sosial Bina Karya

(PSBK)”Pangudi Luhur” Bekasi, Analisa faktor

Pendukung dan Penghambat Program tersebut. BAB V :Penutup


(24)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan dapat diartikan sebagai perubahan kepada arah yang lebih baik, dari tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan meningkatkan taraf hidup ketingkat yang lebih baik. Pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, tentunya dalam menentukan tindakan kearah yang lebih baik lagi.1

Konsep pemberdayaan menurut Gunawan Sumodiningrat (1987) sebagaimana dikutip Soetandiyo Wignyo Soebroto, dapat dilihat dari 3 sisi:

a. Pemberdayaan dengan menciptakan suasana atau iklim yang berkembang.

b. Pemberdayaan untuk memperkuat potensi ekonomi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka memperkuat potensi ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, serta akses terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.

1

Diana. Perencanaan Sosial Negara Berkembang, Yogya: Gajah Mada University Press, 1991.h.15


(25)

c. Pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi rakyat dengan cara melindungi dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang.2

Menurut T. Hani Handoko, pemberdayaan adalah suatu usaha jangka panjang untuk memperbaiki proses pemecahan masalah dan melakukan pembaharuan.3

Pemberdayaan dapat berjalan dengan baik apabila didukung dengan baik oleh lingkungan atau organisasi yang memberdayakan (empowerd organization). Organisasi atau lingkungan yang menyediakan

peluang secara luas serta merangsang para pelakunya (manusia) untuk mengembangkan diri dan mengeluarkan seluruh potensi dirinya secara maksimal.

Ciri-ciri organisasi yang memberdayakan antara lain adalah memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk:

a. Memperkaya muatan pekerjaan (job content), tidak kaku sebatas

deskripsi pekerjaan yang formal.

b. Mengembangkan keterampilan dan pengetahuan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan.

c. Merangsang aktifitas dan inovasi.

2

Prof. Soetandyo Wignyo Soebroto. MPA., Dakwah Pemberdayaan Masyarakat . Yogyakarta: PT LKS Pelangi aksara, 2005, h 170

3

T. Hani Handoko. Manajement Edisi 2, Yogyakarta :BPFE.1997.cet.ke-1.h.337.


(26)

d. Lebih banyak mengendalikan dan mengambil keputusan atas pekerjaan.

e. Memberikan kepuasan kepada pelanggan. f. Memelihara orientasi terhadap pasar. 4

Dari enam ciri organisasi diatas lima diantaranya dapat disimpulkan bahwa Panti Sosial Bina Karya PSBK Pengudi Luhur Bekasi telah memberikan kemudahan bagi para gelandangan dan pengemis, yaitu dengan memberikan keterampilan-keterampilan kepada para gelandangan dan pengemis khususnya pada bidang keterampilan montir motor agar mereka terberdayakan, serta mengembangkan keterampilan yang dimiliki oleh para gelandangan dan pengemis khususnya pada bidang keterampilan montir-motor.

Selain itu PSBK juga berperan dalam merangsang kreatifitas dan motivasi para gelandangan dan pengemis agar mereka dapat hidup mandiri dengan memberikan pelatihan, tersebut yang salah satunya adalah pelatihan keterampilan montir-motor. Dan yang terakhir memberikan kepuasan kepada pelanggan, dimana nantinya setelah selesai mengkuti pelatihan tersebut mereka dapat memberikan kepuasaan pada para pelanggan ketika sudah masuk dalam dunia kerja.

Dari ciri organisasi dalam memberdayakan tersebut dapat disinambungkan dengan pendapat Winarni dalam Sulustiyani, bahwa inti dari pemberdayaan ada tiga hal, yaitu pengembangan (enabligh),

4

Semua-hebat.blogspot.com/2009/01/memberdayakan-team.html Di-akses Tanggal 23 Maret 2010


(27)

memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya

kemandirian. Dimana pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang. Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi masyarakat tidak menyadari, atau bahkan belum mengetahui. Oleh karena itu, sumber daya harus digali, dan kemudian dikembangkan.

Berdasarkan asumsi tersebut maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya dengan dilandasi proses kemandirian.5

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa setiap gelandangan dan pengemis mempunyai potensi yang kuat untuk berkembang. Untuk mengembangkan potensi tersebut diperlukan suatu motivasi untuk mendorong meningkatkan kesadaran dalam diri setiap gelandangan dan pengemis agar mereka dapat mengembangkan potensi tersebut.

Maka dari itu potensi tersebut harus dikembangkan untuk mencapai suatu kemandirian dalam diri manusia khususnya gelandangan dan pengemis. Dengan pemberian keterampilan di bidang montir-motor ini, para gelandangan dan pengemis dapat menjadikan diri mereka lebih mandiri nantinya dan juga memiliki keterampilan dalam diri mereka.

5

http://anshorfazafauzan:blogspot.com/2009/06/pemberdayaan-masyarakat.html diakses Pada Tanggal 23 Maret 2010


(28)

Dalam konteks pekerja sosial pemberdayaan dapat dilakukan melalui 3 aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro,

mezzo, makro.

a. Aras mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, strategi management, dan krisis intervension.

b. Aras mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervesi. Pendekatan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan dihadapannya.

c. Aras mikro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large system Strategy), karena sasaran perubahan diarahkan

pada sistem lingkungan yang lebih luas.6

6Ibid. h


(29)

2. Tahapan Pemberdayaan

Menurut Adi (2003), tahapan pemberdayaan adalah sebagai berikut:

Untuk memperjelas bagan di atas maka di bawah ini akan diuraikan penjelasannya:

a. Tahapan Persiapan (Engagment)

Pada tahap ini ada dua tahap yang harus dikerjakan yaitu, pertama penyiapan petugas atau tenaga pemberdayaan masyarakat yang bisa juga dilakukan oleh Community Worker hal ini diperlukan untuk

menyamakan persepsi antara anggota tim mengenai pendekatan apa Persiapan (Engagment)

Pengkajian (Assesment)

Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pemformulasian Rencana Aksi

Pelaksanaan Program atau Kegiatan

Evaluasi


(30)

yang akan dipilih, penyiapan petugas lebih diperlukan lagi bila dalam proses pemberdayaan masyarakat tenaga yang dipilih memiliki latar belakang yang berbeda antara satu sama lain seperti: pendidikan, agama, suku dan strata. dan penyiapan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non direktif

b. Tahapan Pengkajian (Assesment)

Proses pengkajian dapat dilakukan secara individual melaui tokoh-tokoh masyarakat (Key Person), tetapi juga dapat melalui

kelompok-kelompok dan masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan (Felt Needs)

dan juga sumberdaya yang dimiliki klien atau lebih tepatnya jika menggunakan teori SWOT dengan melihat kekuatan (Strength),

kelemahan (Weaknesses), kesempatan (Opportunities), dan ancaman

(Threat).

c. Tahapan Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan (Designing)

Pada tahap ini petugas sebagai agen perubah secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan.

d. Tahapan Pemformulasian Rencana Aksi (Designing)

Pada tahap ini petugas membantu masing-masing kelompok untuk memformulasikan gagasan mereka kedalam bentuk tertulis, terutama


(31)

bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada penyandang dana.

e. Tahapan Pelaksanaan Program atau Kegiatan (implementasi).

Dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kerja sama antara petugas dan masyarakat merupakan hal penting dalam tahap ini karena terkadang sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik melenceng atau kembali pada tahap-tahap awal.

f. Tahapan Evaluasi

Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Dengan keterlibatan warga tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa terbentuk suatu sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat membangun komunitas masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

g. Tahapan Terminasi (Disengagment)

Tahapan terminasi merupakan tahapan pemutusan secara formal dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini diharapkan petugas tidak meninggalkan komunitas secara tiba-tiba walaupun proyek harus segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan kontak meskipun


(32)

tidak secara rutin. Kemudian secara perlahan-lahan mengurangi kontak dengan komunitas sasaran.7

3. Proses Pemberdayaan

Pemberdayaan sebagai suatu proses merupakan sesuatu yang berkesinambungan dimana komunitas atau kelompok masih ingin melakukan perubahan serta perbaikan dan tidak hanya terpaku pada suatu program saja.8

Menurut Edi Suharto.Ph.D. (Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT Refika Aditama.2005),h.60 pemberdayaan adalah proses memuat lima dimensi:

a. Pemungkinan (enabling), yaitu menciptakan suasana atau iklim

yang memungkinkan potensi klien berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan klien dari sekat-sekat kultular dan struktural yang menghambat.

b. Penguatan (empowering), yaitu memperkuat pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki klien dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-mengembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri klien yang menunjang kemandirian.

c. Perlindungan (protecting), yaitu melindungi masyarakat terutama

kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi

7

Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta: FISIF UI Perss, 2004), h.56.

8

Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi UI 2002), seri II, h. 173


(33)

tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Pemberdayaan harus melindungi rakyat lemah (dilemahkan?), kelompok-kelompok yang tidak beruntung (atau yang tidak diuntungkan?), serta masyarakat terasing (atau diasingkan?).

d. Penyokongan (supporting), yaitu memberikan bimbingan dan

dukungan agar klien mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong klien agar tidak terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

e. Pemeliharaan (fortering), yaitu memelihara kondisi yang kondusif

agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.9

f. Pemungkinan (enabling), yaitu menciptakan suasana atau iklim

yang memungkinkan potensi klien berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan klien dari sekat-sekat kultular dan struktural yang menghambat.

g. Penguatan (empowering), yaitu memperkuat pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki klien dalam memecahkan masalah dan

9

Syamsir Salam, Amir Fadilah. Sosiologi Pedesaan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 240


(34)

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-mengembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri klien yang menunjang kemandirian.

h. Perlindungan (protecting), yaitu melindungi masyarakat terutama

kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis dlskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Pemberdayaan harus melindungi rakyat lemah (dilemahkan?), kelompok-kelompok yang tidak beruntung (atau yang tidak diuntungkan?), serta masyarakat terasing (atau diasingkan?).

i. Penyokongan (supporting), yaitu memberikan bimbingan dan

dukungan agar klien mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong klien agar terjatuh kedalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

j. Pemeliharaan (fortering), yaitu memelihara kondisi yang kondusif

agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin


(35)

keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.10

Namun dalam proses pemberdayaan bahwa peran serta masyarakat merupakan yang penting dalam peningkatan pembangunan mutu, peran serta masyarakat dapat dibedakan dengan memahami motivasi mereka.

Proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu, organisasi dan komunitas bukanlah suatu titik tertentu. Tetapi lebih merupakan sebagai upaya berkesinambungan untuk meningkatkan data yang ada. Dalam konteks kesejahteraan sosial, upaya memperdayakan terkait dengan upaya peningkatan taraf hidup masyarakat ke tingkat yang lebih baik. Dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan suatu komunitas menjadi kurang berdaya.

4. Tujuan Pemberdayaan

Menurut Edi Suharto.Ph.D. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktural yang tidak adil). 11

Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah:

1. Mendorong, memotovasi meningkatkan kesadaran akan potensinya, dan menciptakan iklim atau suasana untuk berkembang.

10

Syamsir Salam, Amir Fadilah. Sosiologi Pedesaan: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 240

11

Edi Suharto.Ph.D. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT Refika Aditama.2005.h.60


(36)

2. Memperkuat daya, potensi yang dimiliki dengan langkah-langkah positif memperkembangkannya.

3. Penyediaan berbagai masukan, dan pembukaan akses kepeluang-peluang. Upaya yang pokok yang dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, akses kepada modal, teknologi tepat guna, informasi, lapangan kerja dan pasar, dengan fasilitas-fasilitasnya.12

B. Pengertian keterampilan

Keterampilan memiliki kata dasar “terampil” yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Sedangkan keterampilan mempunyai makna atau arti kecakapan untuk menyelesaikan tugas.13

Menurut W. Gulo, keterampilan tidak akan berkembang kalau tidak didukung oleh sikap, kemauan dan pengetahuan. Manusia merupakan pribadi yang unik, dimana aspek rohaniah, mental intelektual dan fisik merupakan suatu ketautan yang utuh.14

Ciri-ciri orang yang terampil yaitu, orang yang bisa mengembangkan dirinya dalam suatu kreativitas dan bisa melakukan sesuatu dengan baik untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan adanya kegiatan keterampilan ini maka program pemberdayaan yang dilakukan oleh Panti

Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi dapat terlaksana dengan baik dan

mencapai hasil yang lebih maksimal.

12

Nyoman Sumaryadi, Perendancanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta : Citra Utama 2005).h.115

13

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.935.

14


(37)

C. Gelandangan dan Pengemis (gepeng)

1. Pengertian Gelandangan dan Pengemis

Istilah “gepeng” merupakan singkatan dari kata gelandangan dan pengemis. Menurut Depertemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.15 “Pengemis” adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. 16

Gelandangan dan Pengemis adalah seseorang yang hidup menggelandang dan sekaligus mengemis.17

Ali, dkk,. (1990) menyatakan bahwa gelandangan berasal dari gelandang yang berarti selalu mengembara, atau berkelana (lelana). Dengan strata demikian maka gelandangan merupakan orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal atau rumah dan pekerjaan yang tetap atau layak, berkeliaran di dalam kota, makan-minum serta tidur di sembarang tempat. 18

15

Depertemen Sosial R.I (1992) dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem.

16Ibid

, h. 2

17

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI (2007). Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemi, hal 5

18

Ali, dkk,. (1990) Gelandangan di kartasura, dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem


(38)

Menurut Mutholib dan Sudjarwo dalam Ali,dkk.,(1990) diberikan tiga gambaran umum gelandangan, yaitu :

a. Sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyarakat, b. Orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai,

c. Orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan.19

2. Faktor-faktor munculnya gelandangan dan pengemis

Masalah sosial dan ekonomi sulit dihindari keberadaannya dalama kehidupan bermasyarakat, yang berada di daerah perkotaan adalah pemicu munculnya gelandangan dan pengemis yang ada pada saat ini, munculnya gelandangan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagia masalah yang ada seperti halnya kemiskinan, pendidikan yang rendah, minimnya keterampilan kerja yang dimiliki, lingkungan sosial budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Adapun gambaran permasalahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Faktor kemiskinan

Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan jangkauan pelayanan umum sehingga tidak dapat mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak.

19 Ibid,


(39)

b. Faktor Pendidikan

Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak.

c. Faktor keterampilan kerja

Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.

d. Faktor sosial budaya

Ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi seseorang menjadi gelandangan dan pengemis.

e. Rendahnya harga diri

Rendahnya harga diri pada sekelompok orang, mengakibatkan tidak adanya rasa malu untuk meminta-minta.

f. Sikap pasrah pada nasib

Mereka menganggap bahwa kemiskinan dan kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakukan perubahan.

g. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang

Ada kenikmatan tersendiri bagi sebagian besar gelandangan dan pengemis yang hidup menggelandang, karena mereka merasa tidak terikat oleh peraturan dan norma yang kadang-kadang membebani mereka, sehingga mengemis adalah salah satu mata pencaharian. h. Masalah Kesehatan


(40)

Dari segi kesehatan, gelandangan dan pengemis termasuk kategori warga negara dengan tingkat kesehatan fisik yang rendah. Akibatnya rendahnya gizi makanan dan terbatasnya akses pelayanan kesehatan.

Selain permasalahan diatas ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh gelandanganan dan pengemis antara lain :

i. Masalah Lingkungan

Gelandangan dan Pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebenarnya dilarang dijadikan tempat tinggal, seperti : taman-taman, bawah jembatan dan pinggiran kali. Oleh karena itu kehadiran mereka di kota-kota besar sangat mengganggu ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota.

j. Masalah Kependudukan

Gelandangan dan Pengemis yang hidupnya berkeliaran dijalan-jalan dan tempat umum, kebanyakan tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat dikelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah.

k. Masalah keamanan dan ketertiban

Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial, serta mengurangi keamanan dan ketertiban di daerah tersebut.


(41)

BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA

A. Gambaran Umum

Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah salah

satu unit pelaksana teknis Departemen Sosial, Beralamat di JL. H.M.Djojomartono No.19 Telp./Fax (021) 880188 Bekasi – Jawa Barat.

PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial,

meliputi pembinaan fisik, bimbingan mental, bimbingan sosial, pengubahan sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi gelandangan dan pengemis. Pelayanan dan rehabilitasi yang diberikan adalah agar penerima pelayanan mampu berperan aktif dalam kahidupan bermasyarakat. Hal ini terlampir dalam peraturan menteri sosial Republik Indonesia Nomor : 106/HUK/2009 Tentang organisasi dan tata kerja panti sosial dilingkungan departemen sosial.1

B. Visi dan Misi

1. Visi : Mengantaskan penyandang masalah gelandangan dan pengemis menjadi Manusia mandari.

2. Misi: Memberikan pelayanan terbaik, bekerja secara profesional dengan landasan Pengabdian.

1

Himpunan keputusan menteri sosial Republik Indonesia tahun 2009. Pusat Penyusunan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Kementerian Sosial RI Jakarta 2010 hal.617


(42)

C. Sejarah Berdiri Panti

Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” berdiri sejak tanggal 04 oktober 1961 dengan nama “Komando Penampungan Pendidikan dan Penyaluran Tuna Karya”(KOP3TK) untuk seluruh wilayah pulau Jawa.

Berdasarkan SK Menteri Sosial RI No.41 / HUK /KEP /XI /1979 tertanggal 01 Nopember 1979, nama panti berubah dari KOP3TK menjadi panti rehabilitasi Gelandangan Pengemis dan Orang Terlantar (PRGPOT) di bawah naungan Kantor Wilayah Departemen sosial Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 1994,perubahan nama panti kembali terjadi berdasarkan SK Menteri Sosial RI No.41 / HUK /KEP /XI /1994 tentang penamaan UPT Pusat / Panti /Sarana,

maka PRGPOT berubah manjadi panti sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi.2

D. Tujuan dan Fungsi Lembaga

Tujuan dan fungsi panti sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” adalah sebagai berikut:

1. Tujuan

Tugas pokok PSBK, memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,

2


(43)

resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur”, memiliki tujuan

agar terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan sosial bagi gelandangan dan pengemis dan meliputi pulihnya kembali rasa harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial, serta mau dan mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan bermasyarakat.

2. Fungsi

Fungsi dari Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” adalah

memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keteranpilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi para gelandangan dan pengemis agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan dan rujukan.

E. Sasaran pelayanan

Sasaran palayanan dari Panti Sosial Bina Karya (PSBK) Pangudi Luhur adalah sebagai berikut:

1. Gelandangan 2. Pengemis


(44)

4. Pemulung yang menggelandang 5. Pengemis yang menggelandang

6. Pedagang asongan yang menggelandang

F. Struktur dan Tata Kerja

Berdasarkan keputusan Menteri Sosial RI Nomor.59 / HUK /2003 tertanggal 23 juli 2003, tentang Organisasi dan Tata Kerja panti sosial dilingkungan Departemen Sosial RI. Panti Sosial Bina Karya (PSBK)

“Pangudi Luhur” dipimpin oleh seorang kepala panti dibantu oleh kepala bagian tata usaha, dua kepala seksi dan kelompok jabatan fungsional. Adapun

struktur organisasi di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “pangudi luhur” adalah


(45)

STRUKTUR ORGANISASI

PANTI SOSIAL BINA KARYA PANGUDI LUHUR BEKASI 3

3Sumber:Tata Usaha PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi Tahun 2009 K E P A L A

Drs. Sebak Singkali

KA.SUB.BAGIAN TATA USAHA

Drs. Lusinto

KA.SIE PROG & ADVOKASI SOSIAL

Dra. Dewi Kamia

KA.SIE REHABILITASI SOSIAL

Cecep, S.Sos

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Dra. Shinta Lestari

Drs. Alimin


(46)

Keterangan bagan struktur organisasi PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi

1. Kepala Panti

Mempunyai tugas memimpin, mengkoordinasi dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi gelandangan dan pengemis.

2. Sub.Bagian Tata Usaha

Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana pengelolaan administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan umum dan rumah tangga serta kehumasan.

3. Seksi Program dan Advokasi Sosial

Bertugas yaitu menyiapkan bahan rencana program kegiatan tahunan pemberian informasi dan advokasi, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan serta melakukan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan dan rehabilitasi sosial.

4. Seksi Rehabilitasi Sosial

Mempunyai tugas melakukan registrasi, observasi, identifikasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, fisik, keterampilan, resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjutan.

5. Kelompok Jabatan Fungsional

Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(47)

6. Instalasi Produksi

Mempunyai tugas kegiatan keterampilan kerja yang bersifat ekonomi, produktif bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial pasca rehabilitasi agar mampu berperan aktif dalam masyarakat.

G. Personalia

1. Komposisi pegawai menurut kedudukan dan jabatan

Pegawai panti sosial bina karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi adalah berjumlah 64 orang, terbagi dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional.

Komposisi pegawai PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi, menurut kedudukan dan

jabatan ditunjukan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Komposisi pegawai PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi Menurut kedudukan dan jabatan

Tahun 2009 4

No. Kedudukan Jabatan Jumlah

Struktural Fungsional

1. Kepala Panti 1 - 1

2. Ka. Subbag TU 1 - 1

3. Ka. Sie. Rehsos 1 - 1

4. Ka.Sie. PAS 1 - 1

5. Sub.Bag Tata Usaha 22 - 22

6. Seksi Rehsos - 8 8

7. Seksi PAS - 4 4

8. Pekerja Sosial - 26 26

Jumlah 26 38 64

4


(48)

2. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan

Komposisi pegawai menurut tingkat pendidikan di panti sosial bina

karya PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi Tahun 2009, ditunjukan pada tabel 3.2.

Tabel 3,2

Komposisi Pegawai PSBK ”Pangudi Luhur” Menurut Tingkat Pendidikan

Tahun 20095

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Sarjana S1 15

2. Sarjana Muda 8

3. Diploma -

4. SLTA 39

5. SLTP -

6. SD 2

Jumlah 64

3. Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Golongan

Komposisi Pegawai Menurut Tingkat golongan kepegawaian di Panti Sosial Bina Karya PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi tahun 2009, ditunjukan pada tabel 3.3


(49)

Tabel 3,3

Komposisi Pegawai PSBK ”Pangudi Luhur” Menurut Tingkat Golongan Kepegawaian

Tahun 2009 6

No. Golongan Jumlah

1. Golongan IV 6

2. Golongan III 44

3. Golongan II 12

4. Golongan I 2

Jumlah 64

Proses perekrutan pegawai yang ada di Panti Sosial Bina Karya ”Pangudi Luhur” Bekasi adalah keputusan departemen sosial selain itu, dari Warga Binaan Sosial yang berprestasi akan di angkat menjadi pegawai panti, kemudian menjadi pegawai honor, kemudian atas dedikasi dan pengabdiannya selama di panti akan di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

H. Sarana Dan Prasarana

Guna mendukung kelancaran proses pelayanan di Panti Sosial Bina

Karya PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi, maka panti ini memiliki sarana dan

prasarana yang menunjang proses pelayanan, sebagai berikut :


(50)

1. Sarana7

a. Luas Tanah : 51.616 M2

b. Kantor : 2 unit

c. Ruang Keterampilan : 3 Unit

d. Ruang Kelas : 1 Unit

e. Aula : 1 Unit

f. Bengkel : 1 Unit

g. Gudang : 1Unit

h. Poliklinik : 1 Unit

i. Pondok/Asrama WBS : 34 Unit

j. MCK umum : 6 Unit

k. TPA : 1 Unit

l. Wisma Tamu : 1 Unit

m. Rumah Dinas : 34 Unit

n. Mushola : 1 Unit

o. Lahan Pertanian : 5.000 M2

2. Prasarana8

a. Peralatan Kantor

b. Peralatan Praktik Keterampilan c. Peralatan kesenian

d. Mobilitas

7

Sumber :Tata Usaha PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi Tahun 2009 8


(51)

1) Roda 6 : 3 Unit 2) Roda 4 : 3 Unit 3) Roda 2 : 5 Unit e. Telepon/ fax

f. Aiphone

g. Penerangan Listrik h. Air jet Pum

I. Proses Pelayanan 1. Rehabilitasi Sosial

a. Tahap Pendekatan Awal

1) Orientasi Konsultasi ke instansi terkait 2) Identifikasi

3) Pemberian Motivasi 4) Seleksi

b. Tahap penerimaan

1) Registrasi, dilakukan kepada calon Warga Binaan Sosial (WBS) yang telah lulus seleksi

2) Penelitian dan pengungkapan masalah 3) Penempatan pada program

c. Tahap bimbingan fisik, moral, sosial dan latihan keterampilan kerja 1) Bimbingan fisik dan mental


(52)

b) Peraturan Baris Berbaris c) Senam Kesegaran Jasmani d) Kebersihan Lingkungan e) Etika/Budi Pekerti f) Pendidikan Agama 2) Bimbingan Sosial

a) Dinamika kelompok b) Bimbingan kelompok c) Bimbingan perorangan d) Kesehatan masyarakat e) Hidup Bermasyarakat f) HIV/AIDS

g) Komunikasi 3) Bimbingan keterampilan

a) Pembuatan tahu/Tempe b) Olahan Pangan

c) Pembuatan Batako d) Menjahit

e) Tata Rias Kecantikan f) Sablon

g) Elektronik h) Montir motor i) Montir mobil


(53)

j) Pertukangan kayu k) Pertukangan Las l) Pertanian

2. Resosialisasi

Resosialisasi meliputi:

1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat 2. Bimbingan sosial hidup bermasyarakat

3. Bimbingan bantuan stimulan usaha produktif 4. Penyaluran

3. Bimbingan lanjut

Bimbingan lanjut meliputi :

1) Bimbingan peningkatan kehidupan barmasyarakat 2) Bimbingan pangembangan usaha kerja

3) Bimbingan pemantapan usaha kerja

J. Model Intervensi

1. Pendekatan kepada instansi/lembaga yang terkait,tokoh masyarakat,pengusaha dan organisasi sosial lainnya yang dapat dijadikan sumber-sumber bantuan dan dukungan terhadap kelancaran program penanganan masalah gelandangan dan pengemis.

2. Sosialisasi program penanganan masalah gelandangan dan pengemis dalam rangka memperoleh dukungan.


(54)

K. Sumber Dukungan Pelayanan

1. Sumber-sumber potensi yang dapat didayagunakan untuk pelayanan, baik sumber alami, manusiawi maupun sosial termasuk nilai-nilai positif tatanan kehidupan bermasyarakat setempat yang mendukung perubahan melalui proses pembangunan.

2. Sumber pendukung yang terkait dalam penanganan masalah gelandangan dan pengemis antara lain :

a. Kantor kependudukan Kabupaten Bekasi b. Dinas nakertrans Kota Bekasi

c. Kantor Departemen Agama Kota Bekasi d. KUA kecamatan Bekasi Timur

e. Kepolisian Kota Bekasi

f. Badan/Dinas sosial Jawa Barat


(55)

BAB IV

ANALISIS PANTI SOSIAL BINA KARYA (PSBK)”PANGUDI LUHUR” BEKASI DALAM RANGKA MEMBERDAYAKAN GELANDANGAN

DAN PENGEMIS

A.Pelaksanaan Pemberdayaan Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya (PSBK)”Pangudi Luhur”Bekasi

Seorang yang terbiasa hidup menggelandang dan mengemis dijalanan, mempunyai kendala dalam berbagai hal, dalam mengikuti kegiatan keterampilan montir motor. Mereka memerlukan pembimbing untuk bisa mengikuti kegiatan keterampilan tersebut.

Singkatnya seorang gelandangan dan pengemis tidak bisa hidup mandiri tanpa adanya bantuan dari orang lain disekitarnya yang dapat membimbingnya. Dalam hal ini mereka membutuhkan pekerja sosial untuk dapat mengarahkan apa yang harus dilakukannya secara baik dan benar. Tanpa bantuan pekerja sosial mereka tidak berdaya dan tidak dapat bersosialisasi dengan baik,. Ini adalah sudut pandang sebagian besar masyarakat tentang gelandangan dan pengemis.

Pandangan seperti ini dapat berakibat buruk kepada mereka, ketidak adilan perlakuan dan kesempatan bagi mereka, sekolah-sekolah, perusahaan menolak keberadaan mereka, para gelandangan dan pengemis suka tidak suka


(56)

harus hidup tanpa adanya perkembangan dan tidak berdaya pada kehidupannya.

Hal ini sesuai dengan visi dari PSBK”Pangudi Luhur” Bekasi yaitu

Mengentaskan penyandang masalah gelandangan dan pengemis menjadi Manusia mandari.

Untuk mengetahui bagaimana cara PSBK memberdayakan gelandangan dan pengemis, maka penulis akan memaparkan tentang temuan hasil penelitian yang telah dilakukan.

A. Persiapan ( Engagment )

Pada tahap ini Panti Sosial Bina Karya menyiapkan petugas yaitu para pekerja sosial yang ada di PSBK untuk bisa terjun kemasyarakat dengan tujuan mengadakan penyuluhan pada para gelandangan dan pengemis. Pada tahap ini panti sosial membuat perencanaan program pemberdayaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi gelandangan dan pengemis. Pada langkah awal ini panti sosial membuat perencanaan tentang program yang dilakukan yang ditujukan untuk gelandangan dan pengemis dengan tujuan memberdayakan mereka.

Dalam tahap ini PSBK membuat perencanaan kepada tim yang

terdiri dari pekerja sosial yang ada di PSBK, “kemudaian memberikan

penyuluhan dengan cara mendatangi kantong-kantong anak jalanan di sekitar kota, baik yang ada di kolong jembatan, dipemukiman kumuh,


(57)

bahkan ada juga mereka yang tinggal digerobak tempat mereka mencari uang dengan cara memulung barang-barang bekas”.1

Setelah melakukan penerimaan peserta atau Warga Binaan Sosial, PSBK melakukan seleksi dan wawancara pribadi kepada calon peserta. Seleksi sangat penting dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan minat calon WBS. Tetapi tidak mempersulit calon WBS yang akan mengikuti kegiatan pemberdayaan di PSBK. Menurut Drs. Alimin kepada penulis :

“PSBK tidak memilih-milih calon WBS, yang penting mereka punya niat untuk merubah hidupnya agar lebih baik dari pada mereka menggelandang dijalan. Dengan begitu kami sebagai pekerja sosial akan lebih mudah mengarahkannya. Tetapi ada juga mereka yang tidak dengan kehendaknya sendiri datang kesini, ada juga mereka yang datang dari hasil jaringan satpol PP dipinggir-pinggir jalan yang berada dipusat kota seperti

Jakarta.”2

Ada kelebihan dan kekurangan dalam kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh PSBK diantarannya : panti mempunyai jaringan atau rekan kerja yang bisa dijadikan tempat kegiatan praktek dalam kegiatan magang, sehingga siswa dapat mencoba kemampuanya dan menerapkan materi yang diberikan selama kegiatan keterampilan yang diikutinya selama

empat bulan di PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi. Kemudian publikasi yang dilakukan oleh panti, dan penyeleksian minat siswa yang akan mengikuti kegiatan keterampilan

B. Pengkajian ( Assesment)

Pada Fase kedua ini pekerja sosial melihat potensi-potensi yang dimiliki pada setiap calon siswa atau Warga Binaan Sosial dengan tujuan pada proses pemberdayaan yang dilakukan akan lebih mudah dan terarah,

1

Wawancara dengan Bpk. Drs Alimin (Pembimbing Keterampilan Montir-Motor)pada hari jum’at tanggal 05 November 2010.


(58)

selain itu panti sosial melihat peluang yang ada dimasyarakat agar proses pemberdayaan yang diberikan kepada gelandangan melalui keterampilan-keterampilan yang ada di panti sosial khususnya keterampilan-keterampilan montir motor dapat bermanfaat bagi para gelandangan dan pengemis ketika mereka keluar dari panti, dan mereka tidak lagi kembali kejalanan untuk menjadi gelandangan dan pengemis seperti sebelum mereka masuk panti dan diberikan keterampilan dan mengikuti program pemberdayaan oleh PSBK dan pekerja sosial yang ada.

Hasil dari tahap pengkajian yang dilakukan oleh Panti dan Pekerja Sosial terciptanya gagasan atau ide-ide yang akan di terapkan dalam kegiatan memberdayakan gelandangan dan pengemis dan dapat lebih memudahkan kegiatan pemberdayaan yang akan dilaksanakan agar lebih dapat memudahkan Warga Binaan Sosial yang akan mengikuti kegiatan keterampilan yang dilaksanakan di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi

Luhur” Bekasi.

“kalau penyeleksian tentang keterampilan itu baru ada , setiap

warga binaan sosial yang datang kesini akan diberikan pengarahan, pengenalan tata tertib panti dan kegiatan yang ada di PSBK. Nah dengan seperti itu mereka bisa mengetahui apa keterampilam yang diminati oleh mereka, kami juga sebagai pekerja sosial memilih WBS yang benar-benar

minat dan mempunyai bakat dibidang tertentu”. 3

Program yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Bina Karya sangat tepat karena sesuai dengan objek sasaran yang akan ditangani, dalam hal

3Ibid.


(59)

ini yaitu gelandangan dan pengemis. Sehingga program pemberdayaan yang dilaksanakan tepat pada sasarannya.

C. Perencanaan Alternatif Program

Setelah melakukan pengkajian Panti Sosial Bina Karya dapat mengetahui keterampilan apa yang bisa diberikan dan tepat untuk para gelandangan dan pengemis atau calon Warga Binaan Sosial.

Selain itu, pada kegiatan-kegiatan pemberdayaan ini PSBK mengadakan kegiatan pembekalan pengetahuan dalam berwirausaha sebagai bentuk alternatif program pemberdayaan. Dalam kegiatan ini WBS dituntut berperan aktif dan mengeluarkan gagasannya untuk bisa mencari jalan keluar terhadap masalahnya sendiri, agar dapat mensejahterakan dirinya sendiri dalam hidup ditengah-tengah masyarakat.4

Tetapi pada kenyataannya pemberdayaan yang dilakukan oleh

PSBK “Pangudi Luhur” belum maksimal dilakukan. Keadaan tersebut

selaras dengan pengamatan yang penulis lakukan dalam program pemberdayaan pada keterampilan montir-motor belum dikatakan berhasil, karena masih banyak alumni Warga Binaan Sosial yang keluar tanpa pekerjaan dan tidak bisa memberdayakan dirinya sehingga kehidupan yang mereka jalani tetap seperti sedia kala.

4


(60)

D. Pelaksanaan Program (Implementasi)

Program keterampilan montir-motor di PSBK”Pangudi Luhur” Bekasi merupakan upaya untuk memberdayakan gelandangan dan pengemis dalam dunia otomotif serta meningkatkan potensi mereka dalam bidang tersebut. Pelaksanaan pemberdayaan gelandangan dan pengemis pada program keterampilan montir-motor terdiri dari beberapa tahapan.

a. Pemberian materi keterampilan

Pada tahap ini para peserta pelatihan diberikan materi tentang komponen-komponen mesin motor, fungsi-fungsinya dan bagaimana tata cara mengoprasikan mesin tersebut. Tahapan ini berjalan selama satu bulan dalam pemberian materi tentang keterampilan WBS dikumpulkan dikelas yang telah ada didalam panti. Dalam pemberian materi ini WBS harus mendengarkan para instruktur keterampilan yang memberikan materi didepan kelas.

Dalam memberikan materi ini, pekerja sosial juga dapat mengetahui WBS atau peserta yang mempunyai minat dan bakat dalam mengikuti keterampilan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Drs. Alimin pendamping keterampilan montir motor kepada penulis :

“Kalau penyeleksian tentang keterampilan itu baru ada ,

setiap warga binaan sosial yang datang ke PSBK akan diberikan pengarahan, pengenalan tata tertib panti dan kegiatan yang ada di PSBK. Nah dengan seperti itu mereka bisa tau apa keterampilan yang diminati oleh mereka, dan kami juga sebagai pekerja sosial


(61)

dapat mengetahui WBS yang benar-benar minat dan mempunyai

bakat dibidang keterampilan tertentu.”5

Pada tahap awal ini peserta diwajibkan mencatat materi yang diberikan oleh instruktur tentang keterampilan agar menjadi bahan bacaan setelah keluar kelas.

Dari kegiatan diatas hendaknya para instruktur dapat lebih tegas lagi dalam memberikan bimbingan, agar WBS dapat lebih baik lagi mengikuti kegiatan yang dilakukan dalam proses pemberdayaan.

b. Kegiatan keterampilan

Pada kegiatan keterampilan yang dilaksanakan pada bulan kedua, pekerja sosial mengadakan diruang praktek keterampilan. Disini WBS mulai diperkenalkan tentang komponen kendaraan bermotor, dari yang sifatnya sederhana sampai komponen terpenting dalam kendaraan bermotor, setelah peserta keterampilan dianggap sudah menguasai materi yang disampaikan kepada instruktur dan mengenal komponen-komponen yang ada pada kendaraan bermotor, tahap berikutnya adalah perakitan mesin motor yang tersedia di ruang keterampilan. Tahap ini sangat penting bagi peserta pelatihan karena dengan praktek langsung WBS akan lebih mudah menguasai keterampilan montir-motor. Hasil observasi

5

Wawancara dengan Bpk. Drs Alimin (Pembimbing Keterampilan Montir-Motor)pada hari jum’at tanggal 05 November 2010.


(62)

yang penulis paparkan diatas sesuai dengan pendapat salah satu peserta pelatihan :

“kalau menurut saya pribadi ya mas, lebih gampang praktek langsung dibanding dengan penyampaian materi, soalnya kalau materi lebih susah dipahami, agak ribet aja kalau kalau mahamin

tulisan”.6

Kegiatan keterampilan ini diberikan selama empat bulan, yang dilaksanakan empat hari dalam seminggu, dari hasi senin sampai dengan kamis yaitu pada pukul 13.00 sampai dengan pukul 15.00 wib. 7

E. Magang

Setelah kegiatan praktik keterampilan montir-motor yang dilakukan selama empat bulan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan magang yang dilaksanakan pada bulan keenam. Kegiatan magang ini dilakukan dibeberapa bengkel motor yang telah menjadi mitra panti sosial pada kegiatan pemberdayaan, kegiatan ini menjadi tolak ukur bagi para gelandangan dan pengemis untuk mengetahui kemampuan diri mereka menerima materi yang diberikan selama kegiatan keterampilan berlangsung selama empat bulan di dalam Panti Sosial Bina Karya

“Pangudi Luhur” Bekasi.8

“Di PSBK kami telah mempunyai rangkaian kegiatan keterampilan yang dibagi dalam tiga tahap, pada bulan pertama itu pemberian materi, dan disitu kami akan mengetahui bakat dan minat mereka, kemudian bulan berikutnya kami memberikan praktek keterampilan yang sesuai dengan minat mereka sampai bulan kelima dan bulan keenam kami akan

6

Wawancara dengan Asep Kurnia , Selasa 23 Nov 2010.

7

Observasi peneliti.


(63)

memberikan tempat untuk magang, dibengkel-bengkel sekitar sini yang dekat dengan panti atau bengkel-bengkel yang bersedia bermitra dengan

PSBK.”9

Dalam kegiatan magang ini WBS dapat mempraktikan teori-teori yang telah diberikan oleh para pembimbing atau instruktur selama dipanti dalam kegiatan ini WBS diberikan kesempatan kepada pemilik bengkel tempat mereka magang, mereka dapat mempraktekan keterampilannya selama kegiatan magang berlangsung, banyak motor yang mereka kerjakan dan hasilnya lumayan memuaskan. Mereka dapat melakukan dengan cukup baik karena menerapkan hasil bimbingan yang mereka dapatkan selama berada didalam panti. Tetapi bagi seorang pemula peserta magang tergolong cepat dalam penguasaan tekhnik mmontir-motor.

Seperti yang dikatakan Bapak Nurul Palah pemilik bengkel :

“Buat seorang pemula saya kira mereka bisa dikatakan cukup baik

dalam penguasaan mesin, walaupun belum begiu maksimal, tapi saya rasa sudah cukup berhasil mereka dapat menjalankan tugas yang saya berikan

dengan baik”10

F. Evaluasi

Pada tahap evaluasi ini, Panti Sosial Bina Karya mengadakan kunjungan ketempat gelandangan dan pengemis yang telah selesai mengikuti kegiatan keterampilan selama enam bulan di PSBK. Para pekerja sosial melakukan evaluasi sekitar tiga bulan sekali dengan tujuan agar pihak panti dapat mengetahui perkembangan warga binaan sosial yang telah selesai mengikuti kegiatan pemberdayaan. Selain itu untuk

9

Wawancara dengan Bpk. Drs Alimin (Pembimbing Keterampilan Montir-Motor)pada hari jum’at tanggal 05 November 2010

10


(64)

Warga Binaan Sosial yang mempunyai kemampuan untuk berkembang pada keterampilan yang dijalani selama berada dipanti sosial, pihak panti sosial akan memberikan pasilitas pendukung berupa paket kedua berupa peralatan bengkel yang bisa digunakan untuk usaha mereka kelak dan diharapkan dapat berkembang untuk kelangsungan kehidupan mereka yang lebih baik lagi di tengah-tengah masyarakat. Seperti informasi yang diberikan Bpk. Drs Alimin kepada penulis :

“Kegiatan evaluasi yang kami lakukan adalah mendatangi atau berkunjung kepada alumni PSBK. Dengan begitu kita dapat mengetahui berhasil atau tidaknya kegiatan program kami, dan apabila ada yang berhasil mengembagkan usahanya kami akan memberikan paket kedua

untuk mereka agar mereka dapat lebih berkembang dalam usahanya.”11

Tidak hanya itu, seharusnya pihak panti sosial agar dapat berperan lebih terhadap kegiatan evaluasi tersebut dengan cara mengintervensi terhadap hasil kegiatan pemberdayaan yang telah dilakukan, agar hasil yang dicapai dapat lebih maksimal. Dengan begitu program pemberdayaan yang telah dilakukan dapat berjalan dengan baik dimasa yang akan datang.

G. Terminasi

Tahapan terminasi merupakan tahapan pemutusan secara formal dengan dengan komunitas sasaran. Dalam tahap ini pekerja sosial tidak meninggalkan gelandangan dan pengemis secara tiba-tiba walaupun kegiatan pemberdayaan harus segera berhenti. Pekerja sosial harus tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin. Kemudian secara

11

Wawancara dengan Bpk. Drs Alimin (Pembimbing Keterampilan Montir-Motor)pada hari jum’at tanggal 05 November 2010


(65)

perlahan-lahan mengurangi kontak dengan geladangan dan pengemis atau warga binaan sosial (WBS)

“Terminasi yang kami lakukan adalah segera memutuskan kegiatan atau proses pemberdayaan dan tugas kami selesai sampai disini, tidak ada kegiatan lagi. Dengan evaluasi yang kami lakukan secara berkala kami secara tidak langsung berhenti melakukan rangkaian atau tahapan

pemberdayaan.”12

B.Hasil yang dicapai dalam Program Keterampilan Montir-Motor bagi Gelandangan dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi

1. Awal pelatihan keterampilan Montir-Motor

Pada awal pelatihan para para gelandangan dan pengemis tidak mengerti apa yang dimaksud dengan keterampilan montir-motor sekalipun ada hanya beberapa orang saja dan mereka hanya hanya sebatas tahu dan tidak terlalu mengerti banyak tentang montir-motor. Para peserta kegiatan pemberdayaan harus mengerti secara keseluruhan dari hasil kegiatan keterampilan tersebut, tidak hanya tahu tetapi dapat memahaminya dengan baik.

Seperti yang telah dianjurkan oleh Bapak Alimin:

“mereka harus bisa dan paham tentang kegunaan alat-alat bengkel yang telah digunakan untuk praktek pada kegiatan keterampilan montir-motor dan bukan hanya itu tetapi juga bisa memperbaiki mesin yang sudah rusak sehingga dapat hidup dan dipergunakan lagi. Ini akan menjadi orientasi mereka terhadap pengenalan mesin dan manfaat dari

12

Wawancara dengan Bpk. Drs Alimin (Pembimbing Keterampilan Montir-Motor)pada hari jum’at tanggal 05 November 2010


(66)

keterampilan tersebut, sekaligus melatih kepekaan mereka terhadap mesin”.13

Mereka juga harus beradabtasi dengan waktu yang telah ditentukan dalam kegiatan keterampilan agar mereka terbiasa menggunakan waktu dan kesempatan yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya.

2. Hasil yang dicapai dalam pelatihan montir-motor di PSBK ”Pangudi Luhur” Bekasi.

Ada beberapa hasil yang dicapai oleh para gelandangan dan pengemis pada keterampilan montir-motor, diantaranya :

a. Pengenalan komponen mesin.

Pada akhirnya peserta mengetahui kegunaan komponen mesin dan memahami kegunaan dari masing-masing komponen.

Mereka juga sangat senang memiliki keterampilan yang dapat menjadi bekal mereka untuk kehidupan mereka setelah keluar dari panti sosial

Asep kurnia peserta keterampilan mengatakan:

“sekarang saya bisa mengetahui berbagai macam

komponen mesin dan cara memperbaiki mesin motor, jadi nanti saya kalau sudah keluar dari PSBK tidak bingung lagi untuk mencari uang, setidaknya saya sudah bisa memperbaiki motor”14

13

Wawancara dengan Bpk. Drs Alimin (Pembimbing Keterampilan Montir-Motor)pada hari jum’at tanggal 05 November 2010

14


(1)

Tujuan pengenalan komponen mesin memang sangat penting, agar peserta dapat dengan baik mengikuti keterampilan dengan baik dan dapat mengerti ketika mereka mengikuti praktek dilapangan. b. Praktek merakit mesin.

Praktek merakit mesin motor akan membantu peserta untuk dapat mengingat materi yang telah diberikan sebelumnya, jadi peserta akan lebih mudah mengingatnaya dan akan menjadi bekal ketika mereka telah selesai mengikuti kegiatan keterampilan selama enam bulan di PSBK “Pangudi Luhur” Bekasi.

“praktek keterampilan itu sangat penting dilakukan agar warga binaan social dapat lebih mudah mengenal dan memahami cara kerja dari komponen mesin motor”.15

Dengan bekal keterampilan, mereka dapat mengetahui bagaimana bersaing dalam hidup dan dapat kepercayaan diri, bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mensejahterakan diri dan orang lain.

Manfaat pemberdayaan bagi gelandangan dan pengemis melalui keterampilan montir-motor yaitu:

a) Secara psikologis gelandangan dan pengemis mempunyai konsep diri yang baik sebagai manusia, namun pemberdayaan membuat mereka semakin lebih percaya diri.

15

Wawancara dengan Bpk. Drs Alimin (Pembimbing Keterampilan Montir-Motor)pada hari jum’at tanggal 05 November 2010


(2)

58

b) Secara kemampuan mereka dapat mengikuti materi-materi tentang pemberdayaan dan keterampilan dengan baik. Dengan bantuan dan arahan pekerja sosial tidak menjadi kendala bagi mereka untuk dapat mengikuti pendidikan keterampilan dengan baik.

c) Secara sosial, dengan arahan dan bantuan pekerja sosial dalam menggali kemampuan dan potensi mereka khususnya pada keterampilan montir-motor, mereka dapat lebih percaya diri di tengah-tengah masyarakat dan dapat lebih diterima keberadaannya di keluarga, teman dan lingkungan sekitar mereka.

d) Secara ekonomi, dengan bantuan program pemberdayaan yang dilakukan oleh panti dan pekerja sosial gelandangan dan pengemis yang mengikuti keterampilan montir-motor dapat memperbaiki kehidupannya khususnya pada bidang ekonominya.


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemberdayaan gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Karya melalui program keterampilan montir motor adalah upaya untuk memberantas kemiskinan dan memberdayakan gelandangan dan pengemis dari tidak berdaya menjadi berdaya dan dapat diterima ditengah-tengah masyarakat.

Proses kegiatan keterampilan montir motor di Panti Sosial Bina Karya (PSBK) “Pangudi Luhur” Bekasi, yang dilakukan selama enam bulan belum dikatakan berhasil karena proses pelayanan belum sesuai dengan teori pemberdayaan. Untuk menganalisis ini dari kegiatan praktek yang dilakukan oleh panti terhadap Warga Binaan Sosial belum optimal.

Hasil yang dicapai juga tidak maksimal dari jumlah siswa yang mengikuti kegiatan pemberdayaan pada keterampilan montir-motor hanya sebagian kecil saja yang dapat mengembangkan potensi dirinya setelah mereka keluar dari panti.


(4)

60

B. Saran

A. Melakukan cara yang berbeda dalam penyampaian materi agar tidak menimbulkan kejenuhan bagi warga binaan sosial agar kegiatan terkesan lebih hidup dalam mengikuti kegiatan yang ada dipanti. B. Melakukan pengawasan yang lebih baik lagi kepada para peserta agar

kegiatan yang dilakukan dapat diikuti secara maksimal

C. Menambah sarana dan prasarana untuk penunjang kegiatan pemberdayaan.

D. Mengoptimalkan pelayanan, agar hasil yang dicapai dapat lebih maksimal.


(5)

Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan. Jakarta : Lembaga Penerbit FISIP UI PRESS.

Ali, dkk. 1990 Gelandangan di Kartasura, dalam Studi Kasus Saptono Iqbali,

gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem.

Departemen Sosial RI.

Brosur PSBK. Copy righ 2007 Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi. Brosur PSBK. Copy righ 2009 Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi. Depertemen Sosial R.I, 2004 Buku Saku Pekerja Sosial, (Jakarta: Depsos,).

Depertemen Sosial R.I 1992 dalam Studi Kasus Saptono Iqbali, gelandangan-Pengemis di Kecamatan kubu Kabupaten Karang Asem.

Departemen Sosial RI. 2005 Masalah Sosial Di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial. Jakarta

Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Susila Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI 2007. Standar Pelayanan Minimal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis.

Bustanuddin Agus. 1999 Pengembangan Ilmi-Ilmu Sosial. GEMA INSANI PRESS. Jakarta.

Himpunan keputusan menteri sosial Republik Indonesia tahun 2009. Pusat Penyusunan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Kementerian Sosial RI Jakarta 2010

Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 2008. Penanggulangan Kemiskinan dan Pengurangan Pengangguran. Diambil pada tanggal 21 Oktober 2010 dari http:/www.indonesiaontime.com

Keputusan Mentri Sosial Republik Indonesia, 2003 Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial. Jakrta.

Moleong, Lexy J. 1998 Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,)


(6)

Sugiyono. , 2005 Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABETA. Iqbali, Saptono 1992. Studi Kasus Gelandangan-Pengemis (Gepeng). di

Kecamatan Kubu Kabupaten Karang Asem.

Suharto, Edi, 2006 “Pekerjaan Sosial dan Paradigma Baru Kemiskinan” Tim Penelitian Kemiskinan Depsos RI.

UIN Jakarta 2007 “Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”, Jakarta: CeQDA.