BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat dan mendorong peningkatan kehidupan yang bidang kajiannya
memungkinkan peserta didik memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari
eksistensi manusia Depdiknas, 2000 : 533. Pembelajaran Geografi bukan hanya untuk menguasai tentang pengetahuan belaka, tetapi juga untuk mampu
menggunakan ilmu yang telah dipelajarinya dan membentuk siswa agar menjadi warga masyarakat yang percaya diri dalam berperan serta secara
produktif Depdiknas, 2000 : 47. Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran
Geografi memiliki makna penting dalam pembentukan manusia yang produktif. Namun demikian, berdasarkan pengamatan proses pembelajaran
Geografi di kelas berjalan tidak efektif. Guru lebih mendominasi kelas, siswa lebih bersifat pasif dan tidak berminat atau termotivasi untuk mempelajari
materi-materi Geografi dengan lebih mendalam. Hal ini berpengaruh terhadap hasil prestasi yang dicapai oleh siswa yang ditunjukkan melalui nilai ulangan
harian. Ulangan harian siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 7 Surakarta
menunjukkan ketuntasan belajar klasikal tidak tercapai. Hal ini ditunjukkan 1
dari rendahnya nilai yang diperoleh siswa pada saat ulangan harian. Sebagian besar siswa belum mencapai standar ketuntasan belajar minimal SKBM = 66
yang ditetapkan oleh sekolah. Hal ini terlihat dari rendahnya rerata nilai untuk kelas tersebut, seperti tersaji pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Perkembangan Rerata Nilai Ulangan Harian
Ulangan Harian I
Harian II Harian III
58,45 56,65
57,75 Sumber: Hasil Tes Siswa Tahun 2008
Permasalahan rendahnya prestasi belajar siswa tersebut harus segera diatasi. Ketuntasan belajar klasikal tidak tercapai berarti tujuan pembelajaran
juga tidak akan tercapai. Oleh karena itu diupayakan proses pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa secara optimal.
Langkah awal yang dapat dilakukan oleh guru dalam memperbaiki proses pembelajaran adalah dengan mengubah paradigma teaching menjadi
paradigma learning. Dalam hal ini, guru tidak lagi berperan sebagai penyampai materi dan siswa bukan berperan sebagai kendi kosong yang akan
diisi oleh guru. Guru seharusnya tidak mendominasi kegiatan pembelajaran, sedangkan siswa hanya duduk, diam, mendengarkan, mencatat, dan mentaati
segala perlakuan guru. Dalam paradigma learning, pusat pembelajaran adalah siswa. Dalam
hal ini proses pendidikan menjadi proses bagaimana belajar bersama antara guru dan anak didik Sidi, 2000: 25. Guru dalam konteks ini juga termasuk
dalam proses belajar.
Paradigma learning juga secara jelas terlihat dalam empat visi pendidikan menuju abad 21 versi UNESCO. Keempat visi tersebut adalah
1 learning to think, 2 learning to do, 3 learning to live together, dan 4 learning to be.
Keempat visi pendidikan tersebut dapat disimpulkan menjadi learning how to learn. Dalam hal ini pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai
akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, tetapi juga berorientasi pada bagaimana seorang siswa bisa belajar dari lingkungan, dari
pengalaman, dan dari alam, sehingga mereka bisa mengembangkan sikap- sikap kreatif dan daya pikir yang imajinatif.
Salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan paradigma learning adalah pembelajaran dengan quantum teaching. Pembelajaran
quantum teaching merupakan pembelajaran yang berlangsung secara meriah dengan segala suasananya. Pembelajaran ini lebih terpusat kepada siswa,
dengan metode pembelajaran yang menyenangkan. Pemakaian berbagai alat bantu seperti penataan bangku yang berbeda-beda, dan musik mampu
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menarik minat siswa untuk terus mengikuti pembelajaran.
Selain metode pembelajaran, keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, baik faktor dari dalam maupun
faktor dari luar. Salah satu faktor yang berasal dari dalam diri siswa adalah taraf inteligensia.
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa taraf inteligensia seseorang berpengaruh terhadap kemampuannya menyerap pelajaran atau mengikuti
proses pembelajaran. Hamalik 1992:89 mendefinisikan inteligensia sebagai kemampuan untuk memudahkan penyesuaian secara tepat terhadap berbagai
segi dari keseluruhan lingkungan seseorang. Dalam hubungan ini dikemukakan konsep yang lebih jauh tentang fungsi inteligensia, yaitu
kemampuan-kemampuan untuk belajar di dalam situasi-situasi yang beraneka ragam, memahami dan membandingkan fakta-fakta yang luas dan abstrak
dengan cepat dan tepat, memusatkan proses-proses mental terhadap masalah- masalah dan menunjukkan fleksibelitas dan kecerdikan dalam upaya mencari
cara-cara penyelesaian Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa taraf
inteligensia yang berbeda akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda pula. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa siswa dengan taraf inteligensia
yang rendah akan mencapai prestasi belajar yang berbeda dengan siswa yang memiliki taraf inteligensia yang tinggi.
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas pada mata pelajaran Geografi dan dapat meningkatkan
presatasi belajar siswa. Selain itu, penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat mengetahui faktor taraf inteligensia terhadap prestasi belajar, aktivitas,
dan kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
B. Rumusan Masalah