Syarat Sah Perjanjian Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian 1. Pengertian perjanjian

melaksanakan sesuatu hal. 22 Istilah perjanjian sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst dan dalam kepustakaan ilmu hukum di Indonesia sendiri ada berbagai macam pendapat di kalangan para sarjana. “Sebagian para sarjana hukum menterjemahkan sebagai kontrak dan sebagian lainnya menterjemahkan sebagai perjanjian. 23 Herlien Budiono memberikan pengertian perjanjian dengan menekankan pada perbuatan hukum yang diuraikan sebagai berikut: Perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, kontrak atau perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah kontrak atau perjanjian, orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut pihak-pihak. 24 Berdasarkan pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan, yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi.

2. Syarat Sah Perjanjian

Suatu perjanjian baru sah dan karenanya akan menimbulkan akibat hukum jika dibuat secara sah sesuai dengan hukum yang berlaku. Perjanjian tersebut 22 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36 23 Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2006,hal. 27 24 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal.3 Universitas Sumatera Utara harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan dipenuhinya empat syarat yang disebutkan dalam Pasal tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Doktrin ilmu hukum yang berkembang, syarat-syarat tersebut dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau Subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, dapat mengakibatkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan apabila terdapat pelanggaran terhadap syarat subjektif, maupun batal demi hukum dalam hal tidak terpenuhinya syarat objektif, dalam pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya. Kaiatannya sebagai hukum yang berfungsi melengkapi saja, ketentuan- ketentuan perjanjian yang terdapat di dalam KUHP Perdata akan dikesampingkan apabila dalam suatu perjanjian para pihak telah membuat pengaturannya sendiri. Pasal 1338 a yat 1 KUH Perdata menegaskan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, akan tetapi hal tersebut harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan seperti yang Universitas Sumatera Utara disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menegaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, maka diperlukan 4 empat syarat, yaitu : a. Kesepakatan b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sebagai berikut: 1. Kesepakatan Dengan diperlakukannnya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. 25 Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antara para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran offerte. Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi acceptatie. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat diketahui orang lain. 26 Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting 25 Mariam Darus Badrulzaman, dkk Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, hal. 73. 26 Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 23 Universitas Sumatera Utara adanya penawaran dan penerimaan. Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihak- pihak yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang disahkan itu. Jadi sepakat dalam perjanjian merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya dan kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, siapa yang melaksanakannya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan berarti kemampuan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum sebagai mana ditentukan dalam undang-undang. Namun dapat saja terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan perjanjian kontrak adalah tidak cakap menurut hukum. Seseorang dianggap tidak cakap apabila: a. Belum berusia 21 tahun dan belum menikah. b. Berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu. 27 Ketentuan dalam Pasal 1330 KUHPerdata, ditentukan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah : a. Orang-orang yang belum dewasa. 27 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, 2010, Jakarta, hal. 29 Universitas Sumatera Utara b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan. c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang; dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Usia dewasa dalam Hukum perdata diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata yaitu; “ Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabilah perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada diperwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam bagian ket iga, keempat, kelima dan keenam bab ini”. 28 Dalam KUHPerdata Pasal 330 telah dijelaskan bahwa seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah mencapai usia genap dua puluh satu tahun atau yang telah menikah walau pun belum berusia genap dua puluh satu tahun, dan jika pernikahannya telah berakhir atau cerai maka orang tersebut tetap dikatakan dewasa. Tidak lagi berada dalam kekuasaan orang tuanya atau berada diperwalian. Dengan demikian maka KUHPerdata memandang seseorang yang telah berusia dewasa 21 tahun itu kematangan secara biologis dan psikologis dianggap mampu dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum perdata itu sendiri. Khusus nomor tiga di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk orang- 28 Subekti. R. dan Tjitrosudibio, Op.cit, hal 90 Universitas Sumatera Utara orang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak berwenang membuat perjanjian tertentu. Memang dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatan itu. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya. Orang yang tidak sehat pikirannya tidak mampu menginsyafi tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya. Ia berada di bawah pengawasan pengampuan. Kedudukannya, sama dengan anak yang belum dewasa. Kalau seorang anak belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya, maka seorang dewasa yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya. 29 3. Suatu hal tertentu; Suatu hal tertentu berarti bahwa sesuatu yang diperjanjikan atau yang menjadi objek perjanjian harus jelas, dan dapat ditentukan jenisnya. Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi pokok perjanjian. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa 29 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002, hal, 18 Universitas Sumatera Utara yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas: a. Memberikan sesuatu. b. Berbuat sesuatu, dan c. Tidak berbuat sesuatu Pasal1234 KUHPerdata. 30 Apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, KUHPerdata hendak menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu. 31 Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak. d. Suatu sebab yang halal Sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh Undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk 30 Salim H.S., Op.Cit.,hal. 24 31 Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hal. 93 Universitas Sumatera Utara membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh Undang-Undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau Undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Misalnya, saya membeli rumah karena saya mempunyai simpanan uang dan saya takut kalau dalam waktu singkat akan ada suatu tindakan moneter pemerintah atau nilai uang akan terus menurun. Suatu sebab yang halal berarti juga suatu sebab yang oleh Undang-Undang tidak dilarang, tidak bertentangan dengan hukum, tidak melanggar kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan Orzaak suatu sebab yang halal sebagai tujuan para pihak. Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. 32 Menurut Pasal 1337 KUHPerdata bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Suatu kausa dikatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang- undang yang berlaku. Apabila syarat yang pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan 32 Salim H.S., Op.Cit., hal. 2 Universitas Sumatera Utara untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Akan tetapi, apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.

B. Jenis-jenis Perjanjian

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

1 21 106

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 7

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 1

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 17

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 27

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi Chapter III V

0 0 31

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Kerja Pembangunan Irigasi Antara Cv. Raut Agung Group Dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Tebing Tinggi

0 0 3

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

0 0 9

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

0 0 1

Tinjauan Yuridis Surat Perjanjian (Kontrak) Pemborongan Antara Dinas KIMPRASDA (Permukiman Dan Prasarana Daerah ) Labuhanbatu Dengan CV. Raut Agung Group

0 0 16