atau force mejeur. Kendala yang diakibatkan kelalaian manusia antara lain wanprestasi pihak kontraktor. Wanprestasi tersebut terjadi karena pihak
pemborong melaksanakan pekerjaan tidak sebagaimana mestinya, atau terlambat dalam penyerahan atau sama sekali tidak melaksanakan
pekerjaan 3.
Apabila timbul sengektaperselisihan dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama kedua belah pihak yaitu pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor
akan berusaha untuk menyelesaikan masalahnya kepada Badan Arbitrase yang terdiri dari wakil pihak pemberi tugas dan wakil pihak kontraktor
masing-masing satu orang dan satu orang lagi dari pihak netral yang ditunjuk oleh kedua belah pihak. Penyelesaian perselisihan lewat jalur
hukum dapat ditempuh sebagai langkah terakhir yaitu meminta penyelesaian Pengadilan Negeri Lubuk Pakam di Lubuk Pakam
B. Saran
Berdasarkan hal-hal yang penulis temukan dalam penelitian mengenai pelaksanaan perjanjian kontrak kerja pembangunan irigasi, memberikan saran
sebagai berikut: 1.
Kepada penyedia jasa sebaiknya mempelajari terlebih dahulu mengenai peraturan-peraturan yang terkait dengan jasa konstruksi. Sehingga dapat
lebih memahami klausula-klausula yang ada dalam kontrak kerja konstruksi yang mereka sepakati dengan pengguna jasa.
2. Agar CV. Raut Agung Group lebih bertindak professional dan berhati-hati
dalam melaksanakan
pekerjaan yang
telah diberikan.
Sebab
Universitas Sumatera Utara
profesionalisme usaha mampu mendorong tingkat kepercayaan rekanan bisnis dan merupakan pencerminan dari perusahaan yang sehat dan
bonafit, dalam upaya menopang lancarnya kegiatan pembangunan 3.
Kepala Bagian Keuangan yang bertanggungjawab mencairkan dana proyek sebaiknya mengatur keuangan daerah secara teratur dan terukur
sehingga penyalurannya tepat sasaran sesuai dengan apa yang telah dianggarkan sebelumnya. Hal ini untuk menjamin adanya kepastian akan
ketepatan waktu dalam mencairkan dana untuk proyek-proyek yang dibangun di daerah. Dibutuhkan pula, proteksi dari pemerintah yang
terkait agar sebaiknya memperhatikan dan mengawasi kinerja para pejabat pengadaan barangjasa sehingga dapat menjalankan tugasnya secara
profesional. Selain itu, segera melakukan revisi terhadap peraturan- peraturan yang dapat merugikan pihak penyedia jasa konstruksi sehingga
dapat menjamin kesetaraan kedudukan antara penyedia jasa dan pejabat pembuat komitmen dengan melibatkan penyedia jasa konstruksi yang
terwadahi dalam lembaga-lembaga yang terkait dengan jasa konstruksi agar dapat mewujudkan perlindungan hukum yang seharusnya bagi
masing-masing pihak.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian 1. Pengertian perjanjian
Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Dalam KUHPerdata Buku III perjanjian bersifat terbuka dalam arti
perjanjian boleh dibuat tanpa mengikuti semua ketentuan dalam buku III asal tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pengertian
perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst
tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya dengan perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling
mengikatkan diri.
18
18
Ahmadi Miru Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 KUH Perdata, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hal 63
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati
apa yang tersebut dalam persetujuan itu.”
19
Definisi perjanjian dapat dilihat dari beberapa pendapat sarjana yang berbeda-beda dan masing-masing ingin mengemukakan juga memberi pandangan
yang dianggap lebih tepat. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para sarjana yaitu:
Menurut Munir Fuady, istilah perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau agreement dalam bahasa
Inggris.
20
Sedangkan menurut Achmad Ichsan memakai istilah verbintenis untuk perjanjian, sedangkan Utrecht dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia
memakai istilah overeenkomst untuk perjanjian.
21
Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk
19
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 458.
20
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakt i, Bandung, 2001, hal.2
21
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2008, hal. 197
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan sesuatu hal.
22
Istilah perjanjian sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst dan dalam kepustakaan ilmu hukum di
Indonesia sendiri ada berbagai macam pendapat di kalangan para sarjana. “Sebagian para sarjana hukum menterjemahkan sebagai kontrak dan sebagian
lainnya menterjemahkan sebagai perjanjian.
23
Herlien Budiono memberikan pengertian perjanjian dengan menekankan pada perbuatan hukum yang diuraikan sebagai berikut: Perbuatan hukum yang
menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, kontrak atau perjanjian menimbulkan akibat
hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu perbuatan hukum adalah kontrak atau perjanjian, orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut
pihak-pihak.
24
Berdasarkan pendapat-pendapat para sarjana tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian adalah sebagai perbuatan hukum yang menimbulkan perikatan,
yaitu hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak
lainnya wajib memenuhi prestasi.
2. Syarat Sah Perjanjian
Suatu perjanjian baru sah dan karenanya akan menimbulkan akibat hukum jika dibuat secara sah sesuai dengan hukum yang berlaku. Perjanjian tersebut
22
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36
23
Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2006,hal. 27
24
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hal.3
Universitas Sumatera Utara
harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan dipenuhinya empat syarat yang disebutkan
dalam Pasal tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
Doktrin ilmu hukum yang berkembang, syarat-syarat tersebut dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Dua syarat
pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau Subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan
syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari
keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, dapat mengakibatkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk
dapat dibatalkan apabila terdapat pelanggaran terhadap syarat subjektif, maupun batal demi hukum dalam hal tidak terpenuhinya syarat objektif, dalam
pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.
Kaiatannya sebagai hukum yang berfungsi melengkapi saja, ketentuan- ketentuan perjanjian yang terdapat di dalam KUHP Perdata akan dikesampingkan
apabila dalam suatu perjanjian para pihak telah membuat pengaturannya sendiri. Pasal 1338 a
yat 1 KUH Perdata menegaskan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, akan
tetapi hal tersebut harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan seperti yang
Universitas Sumatera Utara
disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menegaskan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian, maka diperlukan 4 empat syarat, yaitu :
a. Kesepakatan
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sebagai berikut:
1. Kesepakatan
Dengan diperlakukannnya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para
pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.
25
Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antara para pihak. Pernyataan pihak yang
menawarkan dinamakan tawaran offerte. Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi acceptatie.
Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena
kehendak itu tidak dapat dilihat diketahui orang lain.
26
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting
25
Mariam Darus Badrulzaman, dkk Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, hal. 73.
26
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
adanya penawaran dan penerimaan. Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihak- pihak yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, seia sekata mengenai
hal-hal yang pokok dari perjanjian yang disahkan itu. Jadi sepakat dalam perjanjian merupakan persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau
lebih dengan pihak lainnya dan kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa
yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, siapa yang melaksanakannya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang ditentukan
oleh undang-undang. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan berarti kemampuan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum yang menimbulkan
akibat hukum sebagai mana ditentukan dalam undang-undang. Namun dapat saja terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan perjanjian
kontrak adalah tidak cakap menurut hukum. Seseorang dianggap tidak cakap apabila:
a. Belum berusia 21 tahun dan belum menikah.
b. Berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu.
27
Ketentuan dalam Pasal 1330 KUHPerdata, ditentukan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
a. Orang-orang yang belum dewasa.
27
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, 2010, Jakarta, hal. 29
Universitas Sumatera Utara
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang;
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Usia dewasa dalam Hukum perdata diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata yaitu; “ Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua
puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabilah perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak
kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada diperwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana
teratur dalam bagian ket iga, keempat, kelima dan keenam bab ini”.
28
Dalam KUHPerdata Pasal 330 telah dijelaskan bahwa seseorang dikatakan telah dewasa
apabila ia telah mencapai usia genap dua puluh satu tahun atau yang telah menikah walau pun belum berusia genap dua puluh satu tahun, dan jika
pernikahannya telah berakhir atau cerai maka orang tersebut tetap dikatakan dewasa. Tidak lagi berada dalam kekuasaan orang tuanya atau berada diperwalian.
Dengan demikian maka KUHPerdata memandang seseorang yang telah berusia dewasa 21 tahun itu kematangan secara biologis dan psikologis dianggap
mampu dan cakap untuk melakukan perbuatan hukum perdata itu sendiri. Khusus nomor tiga di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan
dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk orang-
28
Subekti. R. dan Tjitrosudibio, Op.cit, hal 90
Universitas Sumatera Utara
orang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak berwenang
membuat perjanjian tertentu. Memang dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian
itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatan itu.
Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut
haruslah seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaannya. Orang yang tidak sehat pikirannya tidak mampu menginsyafi
tanggung jawab yang dipikul oleh seorang yang mengadakan suatu perjanjian. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan menurut hukum tidak dapat berbuat
bebas dengan harta kekayaannya. Ia berada di bawah pengawasan pengampuan. Kedudukannya, sama dengan anak yang belum dewasa. Kalau seorang anak
belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya, maka seorang dewasa yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau
kuratornya.
29
3. Suatu hal tertentu; Suatu hal tertentu berarti bahwa sesuatu yang diperjanjikan atau yang
menjadi objek perjanjian harus jelas, dan dapat ditentukan jenisnya. Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi
pokok perjanjian. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa
29
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002, hal, 18
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas:
a. Memberikan sesuatu.
b. Berbuat sesuatu, dan
c. Tidak berbuat sesuatu Pasal1234 KUHPerdata.
30
Apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, KUHPerdata hendak
menjelaskan, bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan yang tertentu.
31
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut
dapat berupa barang maupun jasa. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.
Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar.
Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak.
d. Suatu sebab yang halal
Sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah
sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh Undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu
yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk
30
Salim H.S., Op.Cit.,hal. 24
31
Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta, 2003, hal. 93
Universitas Sumatera Utara
membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh Undang-Undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan
seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau Undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat. Misalnya,
saya membeli rumah karena saya mempunyai simpanan uang dan saya takut kalau dalam waktu singkat akan ada suatu tindakan moneter pemerintah atau nilai uang
akan terus menurun. Suatu sebab yang halal berarti juga suatu sebab yang oleh Undang-Undang
tidak dilarang, tidak bertentangan dengan hukum, tidak melanggar kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan Orzaak suatu sebab
yang halal sebagai tujuan para pihak. Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, karena
menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian.
32
Menurut Pasal 1337 KUHPerdata bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Suatu
kausa dikatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang, jika
kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang- undang yang berlaku.
Apabila syarat yang pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan
32
Salim H.S., Op.Cit., hal. 2
Universitas Sumatera Utara
untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Akan tetapi, apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan
keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.
B. Jenis-jenis Perjanjian
Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
33
1. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak
dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa
Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang
dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.
2. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan
kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan
barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang
dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.
33
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hal 82.
Universitas Sumatera Utara
3. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi
keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.
4. Perjanjian konsensuil, riil dan formil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah
perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian
pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian
yang memerlukan
kata sepakat
tetapi undang-undang
mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT.
Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.
5. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama
Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab
XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus
dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.
Universitas Sumatera Utara
C. Asas-Asas Perjanjian