34
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI KREDITUR
A. Alasan-Alasan Diberikannya Perlindungan Hukum Terhadap Bank Atas
Kredit Yang Diberikannya Dengan Jaminan Hak Tanggungan
Salah satu produk yang diberikan oleh Bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya adalah dengan pemberian kredit, dimana hal ini merupakan salah
satu fungsi Bank yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Istilah kredit bukan merupakan hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, karena sering
dijumpai pada anggota masyarakat yang melakukan jual beli barang secara kredit. Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai kontan tetapi dengan cara
mengangsur. Masyarakat pada umumnya mengartikan kredit sama dengan utang, karena setelah jangka waktu tertentu mereka harus membayar lunas.
Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang berarti kepercayaan akan kebenaran dan apabila dihubungkan dengan Bank, maka
terkandung pengertian bahwa pihak Bank selaku kreditur memberikan kepercayaan untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah atau debitur, karena debitur
dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.
43
Dalam pengertian yang lebih luas, kredit dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman
43
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta: Djambatan, 1996, hlm. 44.
Universitas Sumatera Utara
35
dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada jangka waktu yang telah disepakati.
Berdasarkan pengertian kredit di atas, maka intisari pengertian kredit menurut penulis adalah adanya unsur kepercayaan serta pertimbangan untuk saling tolong-
menolong. Selain itu, dilihat dari pihak kreditur, unsur penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah untuk mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil
kontraprestasi, sedangkan dipandang dari segi debitur, adanya bantuan dari kreditur untuk menutupi kebutuhan berupa prestasi. Hanya saja antara prestasi dan
kontraprestasi terdapat suatu masa yang memisahkannya dan kondisi semacam ini mengakibatkan adanya risiko berupa ketidaktentuan, sehingga diperlukan suatu
jaminan dalam pemberian kredit tersebut. Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk
merangsang kedua belah pihak yaitu debitur dan kreditur guna pencapaian tujuan dalam pemenuhan kebutuhan baik dalam bidang usaha maupun untuk kebutuhan
sehari-hari. Pihak yang memperoleh kredit debitur harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi pada kemajuan usahanya tersebut, atau mendapatkan
pemenuhan atas kebutuhannya, sedangkan bagi pihak pemberi fasilitas kredit kreditur, secara material harus mendapatkan rentabilitas berdasarkan perhitungan
yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit, dan secara spiritual mendapatkan kepuasan karena dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.
Suatu kredit mencapai fungsinya, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat, apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
36
Bagi pihak debitur dan kreditur sama-sama memperoleh keuntungan dan mengakibatkan tambahan penerimaan negara dari pajak, serta membawa dampak
kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro. Pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank sebagai suatu lembaga keuangan,
sudah semestinya harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima kredit serta pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu
lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Dalam pemberian kredit ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh Bank dalam rangka melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank tersebut untuk disalurkan dalam bentuk kredit, yaitu:
1. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian prudential banking
principles; Di dalam rangka penyaluran kredit kepada perusahaan-perusahaan dan
masyarakat untuk kepentingan pembiayaan, maka setiap Bank diwajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian prudential banking principles dalam
menyalurkan kredit-kreditnya. Hal ini didasarkan karena resiko yang sangat tinggi dalam melakukan pemberian kredit sebagai usaha utama Bank. Selain itu,
kegagalan di bidang kredit dapat berakibat pada terpengaruhinya kesehatan dan kelangsungan usaha Bank itu sendiri. Penerapan prinsip kehati-hatian prudential
banking principles dalam seluruh kegiatan perbankan merupakan salah satu cara untuk menciptakan perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak
positif terhadap perekonomian secara makro. Selain itu, implementasi prinsip
Universitas Sumatera Utara
37
prudential banking harus diterapkan secara menyeluruh, sehingga tidak hanya menyangkut masalah pemberian kredit, tetapi dimulai saat Bank tersebut
didirikan, penentuan manajemen yang memenuhi uji kecukupan dan kelayakan fit and proper test yang tidak bersifat seremonial.
2. Harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk
melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan; 3.
Wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan Bank dan masyarakat yang mempercayakan dananya pada bank;
4. Harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.
Di dalam pemberian kredit telah digunakan prinsip 5 C selama bertahun-tahun dan kenyataannya pada saat ini masih terus dipergunakan, oleh karena prinsip 5 C
tersebutlah dijadikan sebagai dasar bagi Bank dalam memberikan kredit kapada nasabahnya. Prinsip ini meliputi:
44
1. Character watak
Karakter tidak diragukan lagi adalah faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan jika ingin memberikan kredit. Apabila debitur tidak jujur,
curang ataupun incompetence, maka kredit tidak akan berhasil tanpa perlu memperhatikan faktor-faktor lainnya. Orang yang tidak jujur ataupun curang akan
selalu mencari jalan untuk mengambil keuntungan. Seseorang yang incompetence menjalankan bisnis tidak diragukan lagi akan menjalankan bisnisnya dengan
44
PM Weaver CD Kingsley, Banking Lending Practice, Sydney: Lawbook Co., 2001, hlm. 97-104.
Universitas Sumatera Utara
38
buruk, dan hasilnya kredit akan mengandung resiko tinggi. Jika seseorang tidak ingin membayar kembali kreditnya, kemungkinan ia akan mencari jalan untuk
menghindari membayar kembali. Untuk itu, penilaian karakter debitur harus ditentukan sejak ia memulai langkah pertama untuk mendapatkan pinjaman.
2. Capacity Kemampuan
Dalam menentukan karakter, debitur harus mampu menunjukkan kepada Bank bahwa ia adalah orang yang jujur dan dapat diandalkan. Untuk itu dibutuhkan
track record dari yang bersangkutan. Tentu saja untuk melakukan hal ini sangat sulit. Di Australia informasi semacam itu dapat didapatkan pada biro kredit,
seperti Credit Reference Association of Australia, Ltd. “CRAA”. CRAA mengelola database yang berisi data kredit baik perorangan maupun perusahaan
yang ada di Australia, yang memuat berbagai informasi dari kredit yang telah diajukan, pembayaran yang telat dan juga putusan pengadilan yang berhubungan
dengan kredit macet. Lembaga keuangan yang menjadi anggota CRAA berhak untuk untuk mendapatkan informasi tentang si peminjam, dan sebagai
imbalannya, mereka harus menyediakan informasi dari pinjaman yang akan diajukan. Di Indonesia informasi tentang nasabah dapat diperoleh melalui sistem
informasi kredit yang dimiliki Bank Indonesia, istilah kalangan perbankan dikatakan BI Checking.
45
Namun karena tidak adanya system “kenal diri” yang berlaku nasional sehingga seorang dapat memiliki identitas diri lebih dari satu
informasi itu seringkali tidak akurat.
45
Gatot Supramono, Op. Cit, hlm. 48.
Universitas Sumatera Utara
39
BI Checking yang dimaksud adalah fasilitas yang sangat berguna sekali bagi para kreditur, dalam hal ini bisa saja Bank Umum atau BPR atau BPR Syariah dan
juga Lembaga Keuangan Non Bank lain yang mendaftarkan badan usahanya ke Bank Indonesia sebagai peserta Pelapor Informasi Debitur dan berhak juga untuk
meminta BI Checking. BI Checking sendiri sebenarnya adalah berupa Informasi Debitur Individual yang bersumber dari laporan para Bank Pelapor berisikan:
a. Data identitas dan pendukung dari Debitur yang menjadi nasabahnya;
b. Data informasi kredit atau pembiayaan yang diterima oleh nasabah tersebut
berisikan sejarah pencairan, besarnya pencairan, awal kredit dan jatuh temponya, serta yang lebih penting lagi adalah riwayat angsuran yang telah
terjadi; c.
Data informasi jaminan atau agunan yang disertakan dalam kredit; d.
Data informasi neraca dan pengurus bagi Debitur yang berbentuk badan usaha seperti PT atau CV dan Koperasi.
3. Capital Modal
Modal capital berhubungan dengan kekuatan keuangan dari si peminjam. Ada beberapa cara untuk menentukan apakah modal seseorang itu memuaskan.
Langkah pertama adalah mendapatkan laporan asset dan passiva dari si peminjam dan harus dipastikan data tersebut akurat. Beberapa lembaga pinjaman
mempunyai aturan-aturan pinjaman yang memuat batas ratio maksimal asset dan passiva.
Universitas Sumatera Utara
40
4. Conditions Conditions dapat dilihat melalui dua kategori, yaitu kondisi internal dan kondisi
eksternal yang akan mempengaruhi peminjam dan kemampuan debitur untuk mengembalikan. Kedua belah pihak baik bank maupun debitur menyusun kontrak
yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan kredit, biaya dan bunga. Bank berhak mengetahui tujuan dari pinjaman. Hal ini membantu Bank menilai resiko dari
pinjaman, tipe dari produk pinjaman dan keamanan apa yang diperlukan. Bank tidak memberikan kredit untuk tujuan yang illegal misalnya memberikan kredit
untuk tujuan yang dapat membahayakan lingkungan. 5.
Collateral agunan Collateral agunan diperlukan untuk menanggung pembayaran kredit macet.
Calon debitur umumnya diminta untuk menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan
yang diterimanya. Agunan berfungsi sebagai jaminan tambahan. Kesulitan Bank dalam melakukan analisis dengan menggunakan prinsip 5 C sebagaimana
dikemukakan di atas dapat diantisipasi dengan adanya skim penjaminan atau skim
asuransi kredit. Dengan adanya skim tersebut maka Bank lebih mudah menilai risiko kredit yang diberikannya.
Dari sisi pandang pihak perbankan, adanya skim penjaminan kredit akan dapat membantu dalam melakukan pengelolaan terhadap risiko terhadap proses
pemberian kredit. Fungsi intermediasi akan berjalan secara lebih aman, dimana risiko terjadinya kerugian akibat kemungkinan kredit macet dapat ditekan pada
tingkat yang manageable.
Universitas Sumatera Utara
41
Di dalam rangka pencapaian tujuan ekonomi, maka kredit yang diberikan harus dengan jaminan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang
salah satunya adalah membuat perjanjian kredit yang berfungsi memberi batasan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak tersebut. Perjanjian kredit merupakan perjanjian
pokok yang diikuti dengan perjanjian penjaminan sebagai perjanjian tambahan. Keduanya dibuat secara terpisah, namun kedudukan perjanjian penjaminan sangat
tergantung dari perjanjian pokoknya. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada pihak kreditur, sehingga apabila debitur wanprestasi maka
kreditur tetap mendapatkan hak atas piutangnya. Berkaitan dengan jaminan hak tanggungan terhadap kredit yang diberikan
oleh kreditur, maka hak tanggungan itu sendiri lahir dengan didahului oleh suatu bentuk perjanjian dasar atau perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang antara
debitur dengan kreditur. Hubungan hukum antara debitur dan kreditur adalah hubungan perikatan yang sumbernya adalah perjanjian utang piutang, yang dapat
menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal balik diantara para pihak. Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban secara timbal balik, yaitu:
1. Hak debitur
: Menerima uang pinjaman; 2.
Kewajiban kreditur : Menyerahkan uang;
3. Hak kreditur
: Hak tagih; 4.
Kewajiban debitur : Membayar kembali utang dan bunga.
Universitas Sumatera Utara
42
Setelah jangka waktu yang ditetapkan oleh debitur dan kreditur untuk melunasi utang terlewati, maka kreditur hanya dapat menagih utang tersebut kepada
debitur tertentu saja. Hal ini menimbulkan hak pribadi yaitu hak menagih kreditur kepada debitur tertentu. Bukan pada debitur lain karena suatu perjanjian hanya
mengikat pihak yang membuatnya sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1315 KUHPerdata dan Pasal 1340 KUHPerdata. Dimana dalam kedua pasal tersebut
dijelaskan, bahwa apabila debitur wanprestasi maka kreditur melakukan penyitaan terhadap harta debitur. Hal ini didasarkan pada Pasal 1131 KUHPerdata, mengenai
jaminan yang bersifat umum. Jaminan umum mengandung pengertian bahwa semua harta benda milik debitur menjadi jaminan bersama-sama bagi semua krediturnya.
Hasil dari penjualan tersebut akan dibagi-bagikan menurut besar kecilnya tagihan piutang masing-masing kreditur. Dalam prakteknya sering kreditur merasa tidak
puas dengan jaminan secara umum tersebut karena tidak banyak memberikan banyak keistimewaan bagi kedudukan kreditur terutama dalam hal ini Bank sebab
mempunyai posisi yang sama dengan kreditur lainnya.
46
Jaminan hutang sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 1131 KUHPerdata tersebut memiliki kelemahan, yaitu kalau hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak
cukup untuk melunasi semua hutang kepada krediturnya, tiap kreditur akan memperoleh pembayaran sebagian, seimbang dengan jumlah piutang masing-
masing.
47
46
J. Satrio, Op. Cit, hlm. 31.
47
Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 57.
Universitas Sumatera Utara
43
Apabila seluruh atau sebagian harta kekayaan tersebut oleh debitur dialihkan kepada pihak lain, maka harta kekayaan yang telah dialihkan itu bukan lagi
merupakan jaminan bagi pelunasan hutang debitur. Oleh karena itu kreditur menghendaki adanya benda-benda tertentu milik debitur yang berguna dikemudian
hari apabila debitur tidak menepati janjinya wanprestasi, maka kreditur mempunyai kepastian dan kemudahan untuk melaksanakan haknya terhadap benda-benda tersebut
untuk melakukan penjualan benda tersebut. Menurut Pasal 1132 KUHPerdata itu dihubungkan pula dengan ketentuan
Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1134 KUHPerdata, maka kreditur yang ditentukan oleh undang-undang yang mempunyai kedudukan yang sama sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 1132 KUHPerdata yaitu hak mereka untuk memperoleh pembagian dari hasil penjualan harta kekayaan debitur dalam hal debitur wanprestasi secara seimbang
dan proporsional menurut besar kecilnya masing-masing piutang mereka. Oleh karena itu, diperlukan adanya jaminan kebendaan seperti Hak
Tanggungan untuk menjamin kepastian pelunasan hutang tersebut. Khusus jaminan kebendaan kreditur berhak untuk didahulukan pemenuhan hutangnya terhadap
pembagian hasil eksekusi benda tertentu milik debitur yang dijamin dengan hak kebendaan jura in re aliena. Kreditur pemegang hak kebendaan tersebut, berhak atas
pemenuhan terhadap benda lainnya dari debitur bersama-sama dengan kreditur lainnya selaku kreditur bersama kreditur konkuren. Adapun jura in re aliena yang
dimaksud tersebut merupakan suatu hak kebendaan terbatas yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum tertentu di atas suatu kebendaan yang dengan hak
Universitas Sumatera Utara
44
kebendaan lebih luas atau lebih tinggi tingkatannya. Sementara itu, kreditur konkuren adalah kreditur yang harus berbagi dengan para kreditur lainnya secara proporsional
pari passu, yaitu menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan, dari hasil penjualan harta kekayaan debitur yang tidak dibebani dengan hak jaminan. Kreditur
ini memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitur, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari setelah
sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar piutangnya kepada kreditur pemegang hak jaminan dan para kreditur dengan hak istimewa.
48
Pada proses pemberian hak tanggungan, APHT dibuat 2 lembar yang aslinya in originali, ditandatangani oleh pemberi hak tanggungan yaitu kreditur penerima
hak tanggungan dan 2 orang saksi serta PPAT. Dalam pembuatan APHT tidak minut dan tidak juga dibuat salinannya dalam bentuk “grosse”. Lembar pertama akta
tersebut disimpan dikantor PPAT, sedangkan lembar kedua dan satu lembar salinannya yang sudah diparaf oleh PPAT untuk disahkan sebagai salinan oleh
Kepala Kantor Pertanahan untuk pembuatan sertipikat hak tanggungan, berikut warkah-warkah yang diperlukan disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan yang
bersangkutan. Menurut ketentuan dalam Pasal 13 ayat 2 disebutkan bahwa penyampaian wajib dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah
ditandatangani. Penyampaiannya dilakukan dengan cara datang sendiri ke kantor pertanahan atau dikirim dengan pos tercatat ataupun disampaikan melalui penerima
hak tanggungan yang bersedia menyerahkannya kepada Kantor Pertanahan.
48
Gunawan Widjaja dan Ahmad yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001, hlm. 92.
Universitas Sumatera Utara
45
Hak Tanggungan merupakan salah satu jenis jaminan kebendaan sebagaimana telah dijelaskan dimuka, meskipun tidak dijelaskan secara tegas adalah jaminan yang
lahir dari perjanjian. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1 sub 1 Undang-Undang Hak Tanggungan. Selanjutnya, apabila membaca lebih lanjut ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dalam rumusan Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 dapat diketahui bahwa pada dasarnya pemberian hak tanggungan hanya
dimungkinkan jika dibuat dalam bentuk perjanjian.
49
Pemberian hak tanggungan harus memenuhi syarat sahnya perjanjian. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian. Dengan
rumusan yang menyatakan bahwa: “Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat, yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk
membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal”. Sebagai suatu bentuk perjanjian, maka pemenuhan syarat subyektif pemberian
hak tanggungan adalah pemenuhan syarat subyektif sahnya perjanjian. Adanya kesepakatan untuk memberikan hak tanggungan. Kesepakatan dalam perjanjian, pada
dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak dua pihak atau lebih dalam perjanjian tersebut, mengenai hal-hal yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, mengenai
cara melaksanakannya, mengenai saat pelaksanaan, dan mengenai pihak-pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal yang telah disepakati tersebut. Dalam
perjanjian pemberian hak tanggungan, dengan hanya disetujuinya pemberian hak
49
Kartini Muljadi-Gunawan widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 16-17.
Universitas Sumatera Utara
46
tanggungan secara lisan oleh pemilik kebendaan yang akan dijaminkan dengan Hak Tanggungan, belum melahirkan perikatan atau prestasi atau kewajiban pada diri
pemilik kebendaan, yaitu bahwa kebendaannya yang akan dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut akan dijual untuk melunasi utang debitur yang dijamin tersebut.
Pemberian hak tanggungan dengan segala akibat hukumnya, termasuk kewajiban pemberi hak tanggungan untuk “merelakan” agar benda yang dijaminkan
dengan Hak Tanggungan tersebut disita, dijual dan selanjutnya hasil penjualan kebendaan dijaminkan dengan Hak Tanggungan tersebut agar dipergunakan untuk
melunasi utang debitur yang dijamin, baru lahir, dan mengikat pemilik kebendaan yang akan dijaminkan dengan Hak Tanggungan, manakala telah dibuat Akta
Pemberian Hak Tanggungan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 10 sub 1 dan 2 Undang-Undang Hak Tanggungan.
Pemberian hak tanggungan itu sendiri baru mengikat pihak ketiga, manakala pemberian hak tanggungan tersebut didaftarkan dan diumumkan. Saat pendaftaran
dan pengumuman itulah merupakan berlakunya Hak Tanggungan sebagai hak kebendaan. Terhadap pendaftaran dan pengumuman tersebut, sebagai bukti
keberadaan Hak Tanggungan tersebut, bagi penerima hak tanggungan dikeluarkanlah Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 13 dan Pasal
14 Undang-Undang Hak Tanggungan. Dengan demikian, jelaslah bahwa perjanjian pemberian hak tanggungan sebagai suatu perjanjian formal, yang mensyaratkan
dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Universitas Sumatera Utara
47
Di dalam perjanjian pemberian jaminan Hak Tanggungan, kreditur tidak berkepentingan terhadap pemberian jaminan kebendaan dalam bentuk Hak
Tanggungan tersebut, melainkan terhadap kebendaan yang dijadikan sebagai jaminan kebendaan dalam bentuk Hak Tanggungan tersebut.
Sebagai suatu bentuk perjanjian yang merupakan ikutan terhadap perikatan pokok yang mendahuluinya, sebagaimana yang diuraikan dalam Pasal 1 sub 1
Undang-Undang Hak Tanggungan bahwa keabsahan dan eksistensi dari Hak Tanggungan yang diberikan dengan perjanjian pemberian hak tanggungan bergantung
sepenuhnya pada keabsahan atau eksistensi dari perikatan pokok yang pembayaran utangnya dijamin dengan Hak Tanggungan tersebut. Jadi tidak mungkin dalam suatu
perjanjian pemberian hak tanggungan dapat terjadi kekhilafan mengenai hakikat dari kebendaan yang dijaminkan tersebut, atau yang berhubungan dengan piutang yang
dijamin dengan hak tanggungan tersebut. Mengenai eksistensi hak tanggungan dalam hubungannya dengan eksistensi perikatan pokok yang mendasari keberadaan Hak
Tanggungan tersebut, dalam Pasal 18 sub 1 butir a Undang-Undang Hak Tanggungan dikatakan bahwa Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang
dijamin dengan Hak Tanggungan. Berkenaan dengan perlindungan hukum, maka secara umum keberadaan
hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan antar anggota masyarakat yang
satu dengan yang lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaedah. Hukum
Universitas Sumatera Utara
48
sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah.
50
Wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu. Persengketaan
yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan pokok hukum sebagai
perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang.
Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan kewajiban yang
timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan
bahwa perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan
kewajibannya, sehingga yang bersangkutan akan merasa aman. Artinya bahwa dalam hal ini bahwa hukum itu sendiri bertujuan agar tercapainya ketertiban dalam
masyarakat sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi untuk mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan
50
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2003, hlm. 39.
Universitas Sumatera Utara
49
dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum dalam arti sempit adalah sesuatu yang diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat
hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif, serta dalam bentuk yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai
suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu ketenteraman bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat sehingga tercipta keselarasan dan
keseimbangan hidup masyarakat. Sedangkan perlindungan hukum dalam arti luas adalah tidak hanya diberikan kepada seluruh makhluk hidup maupun segala ciptaan
Tuhan dan dimanfaatkan bersama-sama dalam rangka kehidupan yang adil dan damai.
Sementara itu, berbicara mengenai Hak Tanggungan adalah berbicara mengenai kegiatan perkreditan modern yang memberikan perlindungan dan
kedudukan istimewa kepada kreditur tertentu sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan. Sehingga dengan demikian, adapun alasan-
alasan diberikannya perlindungan hukum terhadap Bank sebagai kreditur atas kredit yang diberikannya dengan jaminan Hak Tanggungan, disebabkan karena adanya asas-
asas yang mendasarinya sebagai akibat dari perlindungan hukum yang diberikan tersebut, yakni di antaranya yaitu:
Universitas Sumatera Utara
50
1. Droit De Preference
Hukum mengenai perkreditan modern yang dijamin dengan Hak Tanggungan mengatur perjanjian dan hubungan utang-piutang tertentu antara kreditur dan
debitur, yang meliputi hak kreditur untuk menjual lelang harta kekayaan tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan dan mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut, jika debitur cidera janji. Dalam mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut kreditur pemegang
hak tanggungan mempunyai hak mendahulu droit de preference.
51
2. Droit De Suite
Hak Tanggungan juga tetap membebani obyek hak tanggungan di tangan siapapun benda tersebut berada. Ketentuan ini berarti, bahwa kreditur pemegang
hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain Droit de suite. Apabila seluruh atau
sebagian harta kekayaan tersebut telah dipindahkan kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan debitur, bukan lagi merupakan jaminan bagi pelunasan
piutang krediturnya.
52
3. Jaminan Umum Pasal 1131 KUHPerdata
Dua kedudukan istimewa yang ada pada pemegang hak tanggungan tersebut mengatasi dua kelemahan perlindungan yang diberikan secara umum kepada
setiap kreditur oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Menurut pasal tersebut seluruh harta
51
Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 402.
52
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
51
kekayaan debitur merupakan jaminan bagi pelunasan utangnya kepada semua krediturnya. Kalau hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk
melunasi piutang semua krediturnya, tiap kreditur hanya memperoleh pembayaran sebagian seimbang dengan jumlah piutangnya masing-masing.
4. Kepailitan Pemberi Hak Tanggungan Selain kedudukan istimewa yang disebut di atas, menurut Pasal 21 Undang-
Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, yakni apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, kreditur pemegang hak tanggungan tetap
berwenang melakukan segala hal yang diperolehnya menurut Undang-Undang Hak Tanggungan. Ini berarti bahwa obyek hak tanggungan tidak termasuk dalam
boedel kepailitan, sebelum kreditur mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan benda yang bersangkutan. Yang dinyatakan pailit adalah pemberi hak
tanggungan yaitu pihak yang menunjuk harta kekayaannya sebagai jaminan. Pemberi hak tanggungan tidak selalu debitur sebagai pihak yang berutang tetapi
bisa juga pihak lain. 5.
Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-Bagi Ketentuan yang juga memberikan kedudukan istimewa kepada kreditur pemegang
hak tanggungan adalah sifat Hak Tanggungan yang tidak dapat dibagi-bagi, jika dibebankan atas lebih dari satu obyek, seperti dinyatakan dalam Pasal 2 ayat 1.
Hak Tanggungan yang bersangkutan membebani obyek-obyek tersebut masing- masing secara utuh. Jika kreditnya dilunasi secara angsuran, Hak Tanggungan
yang bersangkutan tetap membebani setiap obyek untuk sisa utang yang belum dilunasi.
Universitas Sumatera Utara
52
6. Kemudahan dan Kepastian dalam Eksekusi
Keistimewaan lain adalah bahwa Hak Tanggungan itu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitur cidera janji tidak perlu ditempuh acara
gugatan perdata biasa, yang memakan waktu dan biaya. Bagi kreditur pemegang hak tanggungan disediakan acara khusus yang diatur dalam Pasal 20 Undang-
Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, yaitu menggunakan haknya menjual obyek jaminan hak tanggungan melalui pelelangan umum berdasarkan
Pasal 6 atau ditempuh apa yang dikenal sebagai “Parate Executie”.
53
7. Kepastian Tanggal Kelahiran Hak Tanggungan
Ketentuan mengenai kepastian tanggal lahirnya Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 dan
penentuan batas waktunya dilakukannya berbagai perbuatan hukum dalam rangka pembebanan hak tanggungan.
Berkaitan dengan asas-asas tersebut di atas, maka di dalam suatu perjanjian kredit yang dilakukan antara pihak kreditur dan debitur, tidak menutup risiko adanya
tindakan wanprestasi dari pihak debitur, sehingga diperlukan jaminan kebendaan guna menjamin pelunasan piutang debitur. Jaminan yang paling banyak digunakan
umumnya adalah hak atas tanah yang ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
yang Berkaitan dengan Tanah, dimana Undang-Undang ini memberikan perlindungan hukum khususnya bagi pemegang hak tanggungan apabila di kemudian hari debitur
53
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
53
cidera janji atau tidak memenuhi kewajibannya, dan perlindungan hukum yang diberikan tersebut adalah berdasarkan asas-asas sebagaimana diuraikan tersebut di
atas. Kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai hak mendahulu daripada
kreditur-kreditur yang lain droit de preference untuk mengambil pelunasan dari penjualan tersebut. Kemudian Hak Tanggungan juga tetap membebani obyek hak
tanggungan ditangan siapapun benda itu berada, ini berarti bahwa kreditur pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah
dipindahkan haknya kepada pihak lain droit de suite. Dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan kepada pihak lain tanpa seizin pihak kreditur, maka
kreditur dapat mengajukan action pauliana, yakni hak dari kreditur untuk membatalkan seluruh tindakan kreditur yang dianggap merugikan.
B. Perlindungan Negara Yang Diberikan Kepada Pemegang Sertifikat Hak