Perlindungan Negara Yang Diberikan Kepada Pemegang Sertifikat Hak

53 cidera janji atau tidak memenuhi kewajibannya, dan perlindungan hukum yang diberikan tersebut adalah berdasarkan asas-asas sebagaimana diuraikan tersebut di atas. Kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai hak mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain droit de preference untuk mengambil pelunasan dari penjualan tersebut. Kemudian Hak Tanggungan juga tetap membebani obyek hak tanggungan ditangan siapapun benda itu berada, ini berarti bahwa kreditur pemegang hak tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain droit de suite. Dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan kepada pihak lain tanpa seizin pihak kreditur, maka kreditur dapat mengajukan action pauliana, yakni hak dari kreditur untuk membatalkan seluruh tindakan kreditur yang dianggap merugikan.

B. Perlindungan Negara Yang Diberikan Kepada Pemegang Sertifikat Hak

Atas Tanah Sebagai Debitur Sistem hukum Indonesia telah memberikan pengaturan berkenaan dengan hubungan-hubungan hukum terutama dalam pemberian atau penetapan hak-hak atas tanah yang merupakan wewenang negara yang diselenggarakan oleh pemerintah yang saat ini diemban oleh Badan Pertanahan Nasional BPN dengan prosedur yang ditentukan dalam ketentuan perundang-undangan. Terhadap pemberian atau penetapan hak-hak atas tanah termasuk dalam setiap penyelesaian masalah pertanahan tersebut, dimaksudkan sebagai upaya untuk pemberian jaminan kepastian Universitas Sumatera Utara 54 hukum bagi pemegang haknya. Untuk dapat diberikan jaminan kepastian hukum dan legitimasi dari negara, maka setiap penguasaan dan pemanfaatan atas tanah termasuk dalam penanganan masalah pertanahan harus didasarkan pada hukum dan diselesaikan secara hukum yuris-teknis. Secara yuridis formal, pengaturan lebih konkrit mengenai pendaftaran tanah dapat ditemukan pada Pasal 19 UUPA yang mengamanatkan kepada pemerintah agar di seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan pendaftaran tanah, dengan tujuan mencapai kepastian hukum. Sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan ini, diterbitkan PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dan kemudian diperbarui dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dengan pertimbangan penyesuaian dengan tuntutan dan perkembangan akan kepastian hukum hak atas tanah. Berdasarkan pengertian pada Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c Undang-Undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud Pasal 19 ayat 2 huruf c pada Undang-Undang Pokok Agraria dalam pengertian sertipikat, yaitu pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan, dikatakan demikian karena selama tidak ada bukti lain yang membuktikan ketidakbenarannya, kecuali dibuktikan Universitas Sumatera Utara 55 sebaliknya oleh Pengadilan, maka keterangan yang ada dalam sertipikat harus dianggap benar, dengan tidak perlu bukti tambahan sedangkan alat bukti lain tersebut hanya dianggap sebagai alat bukti permulaan dan harus dikuatkan oleh alat bukti yang lainnya. Dengan demikian, sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai macam hak, subyek hak maupun tanahnya. Penerbitan sertipikat dan diberikan kepada yang berhak dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya. Sedangkan fungsi sertipikat adalah sebagai alat pembuktian kepemilikan hak atas tanah. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dalam ketentuan Pasal 32 yang menyebutkan bahwa: a. Ayat 1 : Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam Surat Ukur dan Buku Tanah hak yang bersangkutan; b. Ayat 2 : Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. Ketentuan Pasal 32 tersebut adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan menjadi tampak dan dirasakan arti praktisnya Universitas Sumatera Utara 56 sungguhpun sistem publikasi yang digunakan adalah sistem negatif bertendensi positif. 54 Khususnya pada ayat 2 Pasal 32 tersebut bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama seseorang atau badan hukum lain, jika selama 5 lima tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu dia tidak menuntutmengajukan gugatan pada pengadilan mengenai penguasaan hak atas atau penerbitan sertipikat tersebut. Jadi, sertipikat hak atas tanah adalah salinan buku tanah dan surat ukur tersebut kemudian dijilid menjadi satu dengan sampul yang telah ditetapkan bentuknya, sehingga terciptalah sertipikat hak atas tanah. Hal-hal yang dapat dibuktikan dalam sertipikat hak atas tanah tersebut adalah: 1. Jenis hak atas tanah; 2. Pemegang hak; 3. Keterangan fisik tentang tanah; 4. Beban di atas tanah; Jelaslah apabila seseorang memiliki sertipikat hak atas tanah akan merasa terjamin akan kepastian hak atas tanah yang dimiliknya, sebab apabila terjadi pelanggaran atas tanah hak miliknya maka pemilik tanah dapat menuntut haknya kembali. Di dalam sistem kegiatan perbankan antara debitur dengan kreditur, maka terdapat suatu aliran kas yang disebut dengan cash flow. Dimana cash flow tersebut adalah merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu periode tertentu. Cash flow menggambarkan berapa uang yang masuk cash in ke 54 Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 482. Universitas Sumatera Utara 57 perusahaan dan jenis-jenis pemasukan tersebut. Cash flow juga menggambarkan berapa uang yang keluar cash out serta jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Di dalam cash flow semua data pendapatan yang akan diterima dan biaya yang akan dikeluarkan baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang. 55 Sehingga dengan demikian, arus kas yang dimaksud adalah merupakan jumlah uang yang masuk dan keluar dalam suatu perusahaan, mulai dari investasi dilakukan sampai dengan berakhirnya investasi tersebut. Dalam hal ini bagi investor yang terpenting adalah berapa kas bersih yang diterima dari uang yang diinvestasikan di suatu usaha. Pentingnya kas akhir bagi investor jika dibandingkan dengan laba yang diterima perusahaan, dikarenakan: 56 1. Kas diperlukan untuk memenuhi kebutuhan uang tunai sehari-hari; 2. Kas digunakan untuk membayar semua kewajiban yang jatuh tempo; 3. Kas juga digunakan untuk melakukan investasi kembali. Adapun jenis-jenis cash flow yang dikaitkan dengan suatu usaha, terdiri dari: 57 a. Initial cash flow atau lebih dikenal dengan kas awal yang merupakan pengeluaran-pengeluaran pada awal periode untuk investasi; b. Operasional cash flow merupakan kas yang diterima atau dikeluarkan pada saat operasi usaha, seperti penghasilan yang diterima dan pengeluaran yang dikeluarkan pada suatu periode; 55 Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis, Edisi Kedua, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003, hlm. 92. 56 Ibid. 57 Ibid. Universitas Sumatera Utara 58 c. Terminal cash flow merupakan uang kas yang diterima pada saat usaha tersebut berakhir. Berkenaan dengan perlindungan hukum, maka adapun perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan UUHT kepada debitur adalah sebagai berikut:

1. Roya Partial Pasal 2 Ayat 2 UUHT

Menurut Pasal 2 Ayat 2 UUHT, apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, maka dalam APHT yang bersangkutan dapat diperjanjikan bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. Penghapusan atau roya Hak Tanggungan secara sebagian-sebagian tersebut disebut Roya Partial. Untuk berlakunya ketentuan mengenai Roya Partial ini, harus diperjanjikan didalam APHT yang bersangkutan. 58

2. Asas Spesialitas Pasal 11 Ayat 1 UUHT

Adapun yang dimaksud dengan Asas Spesialitas adalah bahwa dalam APHT harus disebutkan secara jelas mengenai pencantuman nama dan identitas para pihak, domisili para pihak, penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin, nilai 58 Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 483. Universitas Sumatera Utara 59 tanggungan dan uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan Pasal 11 Ayat 1 UUHT . Asas Spesialitas ini untuk menjamin kepastian jumlah utang, kepastian nilai tanggungan dan kepastian mengenai obyek yang dijadikan jaminan. Kepastian mengenai jumlah utang ini akan terkait dengan nilai tanggungan. Nilai tanggungan pada hakekatnya merupakan kesepakatan mengenai sampai sejumlah berapa pagu atau batas jumlah utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu. Utang tersebut bisa kurang, bisa juga lebih besar dari nilai tanggungan yang disepakati. Kalau utang yang sebenarnya lebih besar, maka yang dijamin secara khusus dengan Hak Tanggungan terbatas sebesar nilai tanggungan yang dicantumkan di dalam APHT. Untuk utang selebihnya, pelunasan piutangnya dijamin dengan jaminan umum menurut Pasal 1131 KUHPerdata yang berarti tidak memberikan kedudukan diutamakan Droit de Preference kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan tersebut. 59

3. Janji yang dilarang

Vervalbeding Pasal 12 UUHT Maksud dari ketentuan tersebut adalah bahwa kreditur dalam APHT tidak diperkenankan untuk memperjanjikan, bahwa kalau debitur wanprestasi, benda jaminan otomatis tanpa melalui pelelangan umum menjadi milik kreditur. 60 Larangan pencantuman janji yang demikian, dimaksudkan untuk melindungi debitur, 59 Ibid. 60 J. Satrio, Op. Cit, hlm. 134. Universitas Sumatera Utara 60 agar dalam kedudukan yang lemah dalam menghadapi kreditur karena dalam keadaan sangat membutuhkan utang terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat dan merugikan baginya. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan dilarang melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan. Janji ini memberikan perlindungan kepada kreditur yaitu adanya jaminan debitur tidak akan melepaskan haknya begitu saja atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan kreditur, sehingga debitur tetap berkewajiban melunasi hutangnya kepada kreditur. Hak Tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 ayat 2 UUHT. Janji-janji tersebut dicantumkan dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan. Objek hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang hak tanggungan bila debitur cidera janji. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji, batal demi hukum, sebagaimana ketentuan yang tercantum pada Pasal 12 UUHT. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada debitur yang berada dalam posisi yang lemah dalam menghadapi pihak kreditur.

4. Penjualan di bawah tangan Pasal 20 Ayat 2 UUHT

Penjualan obyek Hak Tanggungan “di bawah tangan“ artinya penjualan yang tidak melalui pelelangan umum. Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan melalui pelelangan umum, karena dengan cara demikian diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek Hak Tanggungan yang dijual. Dalam keadaan Universitas Sumatera Utara 61 tertentu apabila melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, atas kesepakatan pemberi dan penerima Hak Tanggungan serta dengan dipenuhinya syarat-syarat tertentu yang disebut dalam Pasal 20 Ayat 3 UUHT, dimungkinkan eksekusi dilakukan dengan cara penjualan obyek Hak Tanggungan secara di bawah tangan, jika dengan cara demikian akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. 61 Penjualan di bawah tangan dari obyek Hak Tanggungan hanya dapat dilaksanakan apabila debitur menyetujuinya. Dengan persetujuan dari debitur tersebut, berarti debitur telah memperkirakan bahwa penjualan obyek Hak Tanggungan secara di bawah tangan akan diperoleh harga yang lebih tinggi daripada obyek Hak Tanggungan tersebut dijual melalui pelelangan umum, sehingga hal ini akan menguntungkan debitur dan akan lebih menjamin pelunasan piutangnya kreditur.

5. Pencoretan Hak Tanggungan Pasal 22 UUHT

Apabila Hak Tanggungan hapus Pasal 18 Ayat 1 UUHT, maka perlu dilakukan pencoretan roya, artinya pencoretan adanya beban Hak Tanggungan tersebut pada Buku Tanah hak atas tanah dan sertipikatnya. Jika tidak demikian, maka masyarakat umum tidak akan mengetahui posisi hapusnya Hak Tanggungan, sehingga akan terdapat kesulitan untuk mengalihkan atau membebani kembali tanah tersebut. 62 61 Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 444-445. 62 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUHT, Semarang: FH UNDIP, 2001, hlm. 83. Universitas Sumatera Utara 62 Pencoretan Hak Tanggungan atau biasa disebut roya, merupakan tindakan administratif yang perlu dilakukan agar data mengenai tanah selalu sesuai dengan kenyataan yang ada. Hak Tanggungan hapus bukan karena ada roya, tetapi justru karena Hak Tanggungan sudah hapus, maka ia perlu diikuti dengan pengroyaan, yaitu pencoretan catatan beban Hak Tanggungan pada Buku Tanah dan serpifikat hak atas tanah yang bersangkutan. 63 Dengan dilakukannya pencoretan catatan Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan sehubungan dengan hapusnya Hak Tanggungan tersebut, maka pihak ketiga yang berkepentingan akan mengetahui bahwa Hak Tanggungan itu telah hapus, sehingga debitur atau pemberi Hak Tanggungan dapat dengan mudah untuk mengalihkan atau membebani kembali tanah tersebut.

C. Kedudukan Kreditur Dalam Penjaminan Dengan Hak Tanggungan

Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum perikatan yang diatur di dalam Buku III KUHPerdata. Dikatakan salah satu sumber hukum perikatan karena sumber hukum perikatan bukan hanya perjanjian, akan tetapi masih ada sumber hukum lainnya yaitu Undang-Undang, Yurisprudensi, hukum tertulis dan tidak tertulis dan ilmu pengetahuan hukum. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dalam hal ini perjanjian kredit adalah merupakan salah satu jenis daripada perjanjian. 63 J. Satrio, Op. Cit, hlm. 293-294. Universitas Sumatera Utara 63 Istilah kredit berasal dari bahasa romawi yaitu credere, yang berarti kepercayaan. 64 Jadi, dasar kredit adalah kepercayaankeyakinan dari kreditur bahwa pihak lain pada masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Kredit juga bisa diartikan penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara Bank dan lain pihak, dalam hal pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan. Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditanda tangani Bank dan Debitur, maka tidak ada pemberian kredit tersebut. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara Bank dengan Debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit pinjam uang. Di dalam hal meminjam uang, utang yang terjadi karena hanyalah terdiri atas jumlah utang yang disebutkan dalam perjanjian, apabila sebelum saat pelunasan terjadi suatu kenaikankemunduran harga nilai atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan, dihitung menurut harganya nilainya yang berlaku pada saat itu Pasal 1756 KUHPerdata. Dengan demikian, maka untuk menetapkan jumlah uang yang terutang, kita harus berpangkal pada jumlah yang disebutkan dalam perjanjian. 65 64 H. Salim HS, Op. Cit, hlm. 30. 65 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hlm. 176. Universitas Sumatera Utara 64 Berkenaan dengan perlindungan hukum, maka yang dimaksud dengan perlindungan hukum itu sendiri adalah suatu jaminan yang diberikan oleh negara kepada semua pihak untuk dapat melaksanakan hak dan kepentingan hukum yang dimilikinya dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum. 66 Sehingga dari pengertian tersebut dapat dirumuskan unsur-unsur yang terkandung di dalam pengertian perlindungan hukum, yaitu: 1. Suatu jaminan yang diberikan oleh negara; 2. Kepada semua pihak; 3. Untuk dapat melaksanakan hak dan kepentingan hukum yang dimilikinya; 4. Dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum adalah suatu jaminan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan UUHT kepada kreditur, debitur dan pihak ketiga untuk dapat melaksanakan suatu kewenangan melakukan perbuatan yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum yang sengaja dikehendaki memberikan Hak Tanggungan, menerima Hak Tanggungan dan lain-lain dan keperluan atau kebutuhan yang diatur oleh hukum misalnya, kreditur atau penerima Hak Tanggungan adalah menjadi kreditur Preference yang mempunyai hak mendahulu dari kreditur-kreditur lainnya untuk pelunasan piutangnya, apabila debitur cidera janji dalam kapasitasnya daya tampungnya sebagai manusia perseorangan atau lebih atau Badan Hukum dalam mengemban hak dan kewajiban berdasarkan hukum. 66 Junita Eko Setiyowati, Perlindungan Hukum Peserta Bagi Hasil di Suatu Perusahaan, Bandung, 2003, hlm. 13 . Universitas Sumatera Utara 65 Adapun perlindungan yang diberikan oleh UUHT kepada kreditur atau Penerima Hak Tanggungan adalah sebagai berikut:

1. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur pemegang Hak

Tanggungan Droit de Preference Pasal 1 Angka 1 UUHT Menurut Penjelasan Umum UUHT pada Angka 4, yang dimaksud dengan “memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan” yaitu jika debitur cidera janji, maka kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual tanah yang dijadikan jaminan Obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum, dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lainnya. Pasal 1 Angka 1 jo Penjelasan Umum UUHT tersebut merupakan perlindungan khusus bagi kreditur atau penerima Hak Tanggungan di samping perlindungan umum yang diberikan oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan“. Ini berarti bahwa semua kekayaan seseorang dijadikan jaminan untuk semua kewajibannya, yaitu semua utangnya. Inilah yang oleh hukum Jerman dinamakan haftung. Apabila seseorang mempunyai suatu utang, maka jaminannya adalah semua kekayaannya. Kekayaan ini dapat disita dan dilelang dan dari hasil pelelangan ini dapat diambil suatu jumlah untuk membayar utangnya kepada kreditur. 67 67 R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989, hlm. 11. Universitas Sumatera Utara 66 Hak jaminan disini tidak memberikan kewenangan bagi yang berhak untuk mempergunakan nikmat yang dihasilkan kebendaan, tetapi hanya memberikan kepada yang berhak kewenangan untuk menguasai benda sebagai pendukung nilai yang berupa uang, hanya memberikan jaminan zekerheid bagi pemenuhan suatu prestasi yang berupa sejumlah uang. 68 Selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata menegaskan bahwa: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan“. Dengan demikian, apabila seorang debitur mempunyai beberapa kreditur, maka kedudukan para kreditur adalah sama asas paritas creditorium. Jika kekayaan debitur itu tidak cukup untuk melunasi hutang- hutangnya, maka para kreditur itu dibayar berdasarkan asas keseimbangan, yaitu masing-masing memperoleh piutangnya seimbang dengan piutang kreditur lain. Jadi dalam pasal tersebut terkandung adanya kesamaan hak para kreditur atas harta kekayaan debiturnya. 69 Menurut Prof. Boedi Harsono, jaminan umum yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata mempunyai dua kelemahan, yaitu: Pertama, kalau hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi piutang semua krediturnya, maka tiap kreditur hanya memperoleh pembayaran sebagian seimbang dengan jumlah 68 Purwahid Patrik dan Kashadi, Op. Cit, hlm. 4. 69 Ibid. Universitas Sumatera Utara 67 piutangnya masing-masing. Jadi dalam hal ini tidak ada kedudukan kreditur yang didahulukan droit de preference. Kedua, kalau seluruh atau sebagian harta kekayaan tersebut telah dipindahkan kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan debitur, bukan lagi merupakan jaminan bagi pelunasan piutang kreditur. 70 Di dalam hal-hal tertentu, adakalanya seorang kreditur menginginkan untuk tidak berkedudukan sama dengan kreditur-kreditur lain. Karena kedudukan sama dengan kreditur-kreditur lain itu berarti mendapatkan hak yang berimbang dengan kreditur-kreditur lain dari hasil penjualan harta kekayaan debitur, apabila debitur cidera janji, sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata dan Pasal 1136 KUHPerdata. Kedudukan yang berimbang itu tidak memberikan kepastian akan terjaminnya pengembalian piutangnya. Kreditur yang bersangkutan tidak akan pernah tahu akan adanya kreditur-kreditur lain yang mungkin muncul dikemudian hari. Makin banyak kreditur dari debitur yang bersangkutan, makin kecil pula kemungkinan terjaminnya pengembalian piutang yang bersangkutan apabila karena sesuatu hal debitur menjadi berada dalam keadaan insolvensi tidak mampu membayar utang-utangnya. Dan sebagai akibatnya, kemungkinan dinyatakan oleh pengadilan, debitur itu jatuh pailit dan harta kekayaannya dilikuidasi. Pengadaan hak-hak jaminan oleh Undang-Undang, seperti Hipotik dan Gadai, adalah untuk 70 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Djambatan,, 1999, hlm. 402-403. Universitas Sumatera Utara 68 memberikan kedudukan bagi seseorang kreditur tertentu untuk didahulukan terhadap kreditur-kreditur lain. 71

2. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi Pasal 2 Ayat 1 UUHT

Sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Ayat 1 UUHT, adalah bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Sekaligus ini berarti jika dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, tidaklah berarti terbebasnya sebagian obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan tetapi tetap membebani seluruh obyek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. 72

3. Kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusinya Pasal 6 dan Pasal 20

UUHT Adapun yang dimaksud dengan mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya adalah apabila debitur cidera janji tidak perlu ditempuh acara gugatan perdata biasa, yang memakan waktu dan biaya.

4. Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak

Tanggungan itu berada Droit de Suite Pasal 7 UUHT Hak Tanggungan tetap membebani obyek Hak Tanggungan tanah yang dijadikan jaminan utang di tangan siapapun obyek tersebut berada. Ketentuan ini berarti bahwa kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap berhak menjual lelang obyek 71 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang dihadapi oleh Perbankan, Bandung: Alumni, 1999, hlm. 9-10. 72 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hak Tanggungan Atas Tanah, Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1996, hlm. 7. Universitas Sumatera Utara 69 Hak Tanggungan jika debitur cidera janji, walaupun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain. 73 Dengan demikian, Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun obyek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh karena sebab apapun juga. Berdasarkan ketentuan ini, pemegang Hak Tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapapun benda obyek Hak Tanggungan berpindah.

5. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Akta

Otentik Pasal 10 Ayat 2 jo Pasal 1 Angka 4 UUHT Adapun yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk menurut ketentuan Undang-Undang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat Pasal 1868 KUHPerdata. Akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dibuat didalamnya, yang berarti mempunyai kekuatan bukti demikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri, sehingga tidak perlu dibuktikan lagi. 74 Dengan dilakukannya pemberian Hak Tanggungan menggunakan akta otentik, maka kepastian pelunasan piutang kreditur atau penerima Hak Tanggungan akan lebih terjamin daripada pemberian Hak Tanggungan dilakukan hanya menggunakan 73 Boedi Harsono, Loc. Cit, hlm. 402. 74 Media Notariat, Akta Notaris Serta Grossenya Merupakan Alat Bukti Tertulis Yang Otentik, Media Notariat No. 5 Tahun II-Oktober 1987, Komda Jawa Timur: Ikatan Notaris Indonesia, hlm. 33-34. Universitas Sumatera Utara 70 surat di bawah tangan, karena kekuatan pembuktian surat di bawah tangan tidak sesempurna akta otentik menurut Pasal 1875 KUHPerdata, agar surat di bawah tangan memberikan bukti yang sempurna, tulisan di dalam surat di bawah tangan tersebut haruslah diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai sehingga para pihak harus membuktikan mengakui tulisan yang ada di dalam surat di bawah tangan tersebut.

6. Kepastian tanggal kelahiran Hak Tanggungan Pasal 13 Ayat 4 UUHT

Bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan, yang terpenting adalah berlakunya hak-hak istimewa atau hak mendahului daripada kreditur lainnya untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan benda yang ditunjuk secara khusus sebagai obyek Hak Tanggungan dalam hal debitur cidera janji. Untuk menentukan seorang kreditur adalah preferen terhadap kreditur yang lain, bergantung dari kapan Hak Tanggungannya lahir, dan untuk kesemuanya itu Tanggal Buku Tanah Hak Tanggungan adalah tanggal yang menentukan. Menurut ketentuan Pasal 13 ayat 4 UUHT, ternyata bahwa Tanggal Buku Tanah Hak Tanggungan adalah hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Saat pemberian tanggal buku tanah adalah sangat penting, karena pada saat itu Hak Tanggungan lahir, yang berarti mulainya kedudukan “preference” bagi kreditur, penentuan peringkat Hak Tanggungan, dan berlakunya Hak Tanggungan terhadap Universitas Sumatera Utara 71 pihak ketiga pemenuhan asas publisitas. Sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan menyerahkannya kepada pemegang Hak Tanggungan. 75 Saat lahirnya Hak Tanggungan tersebut merupakan saat yang penting sehubungan dengan munculnya hak tagih preferen dari kreditur, yang menentukan tingkat atau kedudukan kreditur terhadap sesama kreditur dalam hal ada sita jaminan conservatoir beslag atas benda jaminan. 76 Meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak- pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang telah ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Hak Pakai atas tanah tertentu yang wajib 75 Maria S.W. Sumardjono, Prinsip Dasar dan Isyu di Seputar UUHT, Jurnal Hukum Bisnis Volume I Tahun 1997, hlm. 38-39. 76 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hlm. 138. Universitas Sumatera Utara 72 didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, perlu juga dimungkinkan untuk dibebani Hak Tanggungan. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka dibentuklah Undang-Undang yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional. Hak Tanggungan lahir dengan sebuah perjanjian. Dalam kenyataan, banyak pihak pemberi Hak Tanggungan yang ternyata lalai atau sengaja melalaikan kewajiban dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya melakukan penjualan terhadap barang jaminan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur- kreditur lain. 77 Adapun beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan adalah: 1. hak tanggungan yaitu hak jaminan yang dibebankan atas tanah sebagai yang dimaksud oleh UUPA; 2. berikut atau tidak berikut dengan benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu; 3. untuk pelunasan utang tertentu; 77 Fia. S. Aji, Loc. Cit Universitas Sumatera Utara 73 4. memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur yang lain. Adapun ciri-ciri Hak Tanggungan adalah: a. droit de prefenrence Pasal 1 angka 1 dan pasal 20 ayat 1 UUHT; b. droit de suite Pasal 7 UUHT; c. memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas; d. asas spesialitas yaitu asas yang mewajibkan dalam muatan Akta Pemberian Hak Tanggungan harus mencantumkan ketentuan-ketentuan seperti ditegaskan dalam pasal 11 UUHT. Sedangkan asas publisitas yaitu asas yang mewajibkan didaftarkannya Hak Tanggungan pada kantor pertanahan setempat pasal 13 UUHT; e. mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya; f. objek Hak Tanggungan tidak masuk dalam boedel kepailitan pemberi Hak Tanggungan sebelum kreditur pemegang Hak Tanggungan mengambil pelunasan dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan pasal 21 UUHT. Sementara itu, adapun sifat-sifat dari Hak Tanggungan antara lain, yaitu: 1 Tidak dapat dibagi-bagi Pasal 2 UUHT Meskipun sifat Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, artinya Hak Tanggungan membenani obyek secara utuh, namun sifat ini tidak berlaku mutlak dengan pengecualian dimungkinkan untuk roya partial, sepanjang diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT; 2 Bersifat accessoir atau perjanjian buntutanikutan, maksudnya perjanjian jaminan utang atas hak tanggungan tidak berdiri sendiri karena ikut pada perjanjian pokok Universitas Sumatera Utara 74 yaitu perjanjian utang-piutang, apabila perjanjian pokok hapus atau batal, maka otomatis perjanjian accessoir menjadi hapus pula. Objek Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 51 UUPA. Benda-benda tanah akan dijadikan jaminan atas suatu utang dengan dibebani hak tanggungan harus memenuhi syarat yakni dapat dinilai dengan uang, harus memenuhi syarat publisitas, mempunyai sifat droit de suite apabila debitur cidera janji, serta memerlukan penunjukkan menurut undang-undang. Berkaitan dengan hal tersebut diatas yang dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan. Dijadikannya hak pakai sebagai obyek Hak Tanggungan merupakan langkah maju dalam hukum pertanahan kita juga bagi warga Negara asing menjadi pemegang hak pakai atas tanah Negara yang bila hak tersebut akan dijadikan jaminan disertai persyaratan bahwa modal yang diperoleh harus dipergunakan untuk kegiatan pembangunan di Indonesia. Pengawasan pemerintah terhadap WNA dalam pencapaian tujuan tersebut masih susah untuk dilaksanakan karena memang tidak ada penjabaran lebih lanjut dari maksud ketentuan persyaratan tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, pada Pasal 12 ayat 1 ditegaskan: “Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan atau kesatuan dengan tanah tersebut dapat Universitas Sumatera Utara 75 dijadikan jaminan utang dengan dibebani hipotik, jika tanahnya tanah milik atau hak guna bangunan. Kemudian dibebani fiducia, jika tanahnya hak pakai atau tanah negara, namun dengan keluarnya UUHT maka hak pakai tidak lagi dibebankan dengan fiducia tetapi dengan Hak Tanggungan Pasal 27 UUHT. Selain obyek Hak Tanggungan seperti tersebut di atas, UUHT juga membuka kemungkinan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah berikut bangunan dan tanaman yang ada diatasnya Pasal 4 ayat 4, sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Bangunan dan tanah yang bersangkutan merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dan bangunan tersebut melekat pada tanah yang bersangkutan; 2. Pembebanannya dinyatakan dengan tegas oleh pihak-pihak yang bersangkutan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT; 3. Ketentuan pasal 4 ayat 4 UUHT tersebut di atas sebagai konsekuensi dari penerapan asas pemilikan secara horizontal yang diambil dari hukum adat. Hak Tanggungan tidak dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh suatu perjanjian perjanjian kredit antara debitur dan kreditur. Dalam perjanjian itu diatur tentang hubungan hukum antara kreditur dan debitur, baik menyangkut besarnya jumlah kredit yang diterima oleh debitur, jangka waktu pengembalian kredit maupun jaminan yang nantinya akan diikat dengan Hak Tanggungan. Oleh karena Hak Tanggungan tidak dapat dilepaskan dari perjanjian kredit, itulah sebabnya Hak Tanggungan dikatakan accessoir mengikuti perjanjian pokoknya. Kredit yang diberikan oleh kreditur mengandung resiko, maka dalam setiap pemberian kredit, bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa ada suatu Universitas Sumatera Utara 76 perjanjian tertulis. Itu sebabnya diperlukan suatu jaminan kredit dengan disertai keyakinan akan kemampuan debitur melunasi utangnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Di dalam menjalankan suatu perjanjian khususnya dalam perjanjian kredit, para pihak debitur dan kreditur selalu dibebani dua hal yaitu hak dan kewajiban. Suatu perikatan yang dilahirkan oleh suatu perjanjian, mempunyai dua sudut yakni sudut kewajiban-kewajiban obligations yang dipikul oleh suatu pihak dan sudut hak-hak atau manfaat, yang diperoleh oleh lain pihak, yaitu hak-hak menurut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu. 78 Hukum mengenai perkreditan modern yang dijamin dengan Hak Tanggungan mengatur perjanjian dan hubungan utang-piutang tertentu antara kreditur dan debitur, yang meliputi hak kreditur untuk menjual lelang harta kekayaan tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan obyek Hak Tanggungan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut jika debitur cidera janji. Kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain droit de preference untuk mengambil pelunasan dari 78 Subekti, R, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989, hlm. 29. Universitas Sumatera Utara 77 penjualan tersebut. Kemudian Hak Tanggungan juga tetap membebani obyek Hak Tanggungan ditangan siapapun benda itu berada, ini berarti bahwa kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain droit de suite. Dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan kepada pihak lain tanpa seizin pihak kreditur maka kreditur dapat mengajukan action pauliana yaitu hak dari kreditur untuk membatalkan seluruh tindakan kreditur yang dianggap merugikan. Dalam perjanjian tanggungan, pihak kreditur tetap diberikan hak-hak yang dapat menghindarkannya dari praktek-praktek “nakal” debitur atau kelalaian debitur. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di dalam perjanjian tanggungan seorang kreditur diberikan hak untuk mendapatkan pelunasan terlebih dahulu dari pihak pemberi tanggungan selain itu, pihak kreditur dapat pula mengajukan actio paulina suatu gugatan atau tuntutan hukum yang diajukan kreditur untuk membatalkan atau menyatakan batal segala perbuatan curang debitur yang merugikan pihak kreditur dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan oleh debitur tanpa izin kreditur. 79 79 M. Marwan Jimmy P, Kamus Hukum, Surabaya: Reality Publisher, 2009, hlm. 14. Universitas Sumatera Utara 78

BAB III TINDAKAN BANK ATAS ADANYA KONFLIK ALAS HAK DARI HAK

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

5 64 118

Analisis Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan

3 59 118

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Tanah Masyarakat Adat Di Atas Tanah Register 40 Pasca Putusan Pidana No.2642 K/PID/2006 AN.Terpidana D.L Sitorus

2 52 119

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan)

4 83 81

Dilemma Roya Hak Tanggungan Dalam Praktek Dikantor Pertanahan Kota Medan

4 105 133

Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak Atas Jaminan Hutang Yang Dieksekusi Lelang Berdasarkan Risalah Lelang Pada Kantor Pertanahan Kota Medan (Studi Kasus Pada KP2LN Medan)

0 31 119

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMENANG LELANG OBYEK HAK TANGGUNGAN ATAS EKSEKUSI PENGOSONGAN OBYEK HAK TANGGUNGAN (Study kasus di Pengadilan Negeri Kota Madiun).

0 3 11

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK SEBAGAI KREDITUR A. Alasan-Alasan Diberikannya Perlindungan Hukum Terhadap Bank Atas Kredit Yang Diberikannya Dengan Jaminan Hak Tanggungan - Perlindungan Hukum Terhadap Bank Atas Konflik Alas Hak dari Hak Tanggunga

0 0 44

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Bank Atas Konflik Alas Hak dari Hak Tanggungan (Study Kasus PN Medan Register No.113/Pdt.G/2006/PN/Medan Tanggal 01-03-2007)

0 0 33

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BANK ATAS KONFLIK ALAS HAK DARI HAK TANGGUNGAN

0 0 12