78
BAB III TINDAKAN BANK ATAS ADANYA KONFLIK ALAS HAK DARI HAK
TANGGUNGAN TERHADAP KREDIT YANG DIBERIKAN
A. Proses Terjadinya Alas Hak Tanggungan Yang Diberikan Kepada Debitur
Fungsi perbankan yakni sebagai penghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, yang salah satu usahanya adalah memberikan kredit. Dana yang ada pada
Bank pada prinsipnya adalah milik masyarakat yang dipercayakan atau dititipkan kepada Bank, sehingga dalam mengelola dana tersebut Bank harus bertanggung
jawab kepada masyarakat. Untuk itu, dalam memberikan kredit Bank harus menjalankan prinsip kehati-hatian. Di dalam pemberian kredit, Bank menyalurkan
dana yang dihimpun dari masyarakat kepada pihak yang membutuhkannya. Akan tetapi, kredit yang diberikan oleh Bank itu mengandung risiko, sehingga di dalam
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, ditentukan bahwa dalam memberikan kredit Bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
80
Berkenaan dengan Hak Tanggungan sebagai jaminan hutang, maka menurut ketentuan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan, ditentukan bahwa
adapun pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak
Tanggungan yang bersangkutan. Sementara itu, menurut Pasal 9 UUHT, adapun
80
Wijaya Adibrata, Tan Kamelo dan M. Husni, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam Terjadi Eksekusi Jaminan Fidusia, Http:repository.usu.ac.id, diakses tanggal 30 Agustus 2012.
Universitas Sumatera Utara
79
pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Dengan demikian, yang menjadi
pemegang Hak Tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberikan utang, yaitu baik itu orang perseorangan warga
negara Indonesia maupun badan hukum. Dimana hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yang menyatakan pemegang Hak
Tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.
Proses pengikatan perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dapat dilakukan melalui 2 dua tahap, yaitu:
1. Tahap Pertama, yaitu: Perjanjian Kredit dengan Klausul Pemberian Hak
Tanggungan Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang bersifat konsensuil
pactade contrahendo obligatoir dan disertai kesepakatan atau pemufakatan antara kreditur sebagai pihak pemberi pinjaman dan debitur sebagai pihak penerima
pinjaman. Biasanya yang bertindak sebagai pihak pemberi fasilitas kredit adalah bank yang berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
dijelaskan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia sebagai penghimpun dan penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pinjaman. Dalam praktik
perbankan, biasanya sebelum perjanjian kredit dilaksanakan, maka pihak Bank telah menyediakan blanko perjanjian kredit terlebih dahulu untuk diberikan kepada setiap
pemohon kredit, guna meminta persetujuan debitur mengenai isi perjanjian tersebut,
Universitas Sumatera Utara
80
apakah debitur menerima atau menolak isi perjanjian tersebut.
81
Hal-hal yang dipersyaratkan oleh pihak Bank yang tertuang dalam blanko perjanjian kredit tersebut
antara lain yakni apabila Bank menganggap permohonan kredit tersebut layak untuk diberikan kepada debitur sesuai dengan kelengkapan hal-hal yang dipersyaratkan oleh
pihak bank, maka Bakan memberikan Surat Penegasan Kredit atau Ampliasi yang
berisi:
82
a. Jumlah atau besar kredit yang disetujui;
b. Jangka waktu pengembalian kredit;
c. Biaya-biaya seperti besarnya bunga dan biaya lain yang diperlukan;
d. Syarat-syarat penarikan kredit;
e. Cara pengembalian kredit;
f. Bentuk jaminan kredit dan nilainya;
g. Syarat lain yang merupakan ketentuan bank secara umum.
Kemudian Surat Penegasan Kredit tersebut diberikan kepada debitur, untuk menyetujui atau tidak isi perjanjian kredit itu, dan apabila debitur menyetujui, maka
akan dibukukan dalam bentuk suatu Perjanjian Kredit.
2. Tahap Kedua, yaitu: Proses Pembebanan Hak Tanggungan
Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui 2 dua tahap kegiatan, yaitu:
81
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 36.
82
Badriyah Harun, Op. Cit, hlm. 50-51.
Universitas Sumatera Utara
81
a. Tahap Pemberian Hak Tanggungan
Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu:
1 Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan, yaitu: a
Didahului dengan adanya janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan bagian tak
terpisahkan dari perjanjian kredit bersangkutan; b
Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT, oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT;
c Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT tersebut berfungsi sebagai bukti
tentang pemberian Hak Tanggungan yang berkedudukan sebagai dokumen perjanjian kedua yang melengkapi dokumen perjanjian utang perjanjian
pokok.
83
2 Isi dan format Akta Pemberian Hak Tanggungan
Ketentuan mengenai isi dan format dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu:
a Hal-hal yang wajib dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
sesuai Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan:
83
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Edisi Kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 189-190.
Universitas Sumatera Utara
82
1 Nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
2 Domisili pihak-pihak;
3 Penunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin;
4 Nilai tanggungan;
5 Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.
b Janji yang dapat dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
APHT Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka diatur di dalam Pasal 11 ayat 2
Undang-Undang Hak Tanggungan dan terdapatnya sejumlah klausul yang dapat dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT.
b. Tahap Pendaftaran dan Penerbitan Hak Tanggungan
1 Proses Pendaftaran Hak Tanggungan
Proses pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, dimana pada tahap pendaftaran ini
merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan dan prosesnya sebagai berikut:
a Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan;
b Selambat-lambatnya 7 tujuh hari setelah penandatanganan Akta
Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 2, PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan;
Universitas Sumatera Utara
83
c Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang
menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan;
d Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat
3 adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat- surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh
pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya;
e Hak Tanggungan lahir pada tanggal buku tanah Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat 4. 2
Proses Penerbitan Sertipikat Hak Tanggungan Proses penerbitan Sertipikat Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 14
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu: a
Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; b
Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
Universitas Sumatera Utara
84
c Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 2
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai
pengganti grosse acte hypoteek sepanjang mengenai hak atas tanah; d
Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan;
e Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak
Tanggungan.
B. Proses Seleksi dan Pengikatan Hak Tanggungan Oleh Bank Atas Kredit
Yang Dimohonkan Oleh Debitur Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila
kredit yang telah dikucurkan tidak dapat dikembalikan. Dengan adanya jaminan tersebut, apabila debitur tidak mampu membayar, maka kreditur dapat memaksakan
pembayaran atas kredit yang telah diberikannya. Di dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang
bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus. Dimana pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132
KUHPerdata. Dalam Pasal 1131 KUHPerdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak
bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara
Universitas Sumatera Utara
85
bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar
kecilnya piutang masing-masing, kecuali di antara para berpiutang itu ada alasan- alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan
jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain: benda tersebut bersifat ekonomis dapat dinilai dengan uang dan benda tersebut dapat
dipindahtangankan haknya kepada pihak lain. Sementara itu, pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang
gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia. Jaminan tersebut dimaksudkan agar kreditur mempunyai kedudukan yang
kuat dan aman serta terjamin untuk memperoleh kembali dana yang telah disalurkan dan adanya kepastian hukum. Barang yang dijadikan objek jaminan dapat berupa
benda bergerak maupun yang tidak bergerak. Salah satu benda yang lazim dijadikan jaminan adalah tanah. Pengaturan tentang jaminan berupa tanah, pemerintah telah
mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sebagai ganti dari Lembaga Jaminan Hipotik, sedangkan untuk benda bergerak diatur
dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Jaminan secara hukum berfungsi untuk menutupi hutang yang ditimbulkan oleh debitur, karena itu
jaminan merupakan sarana perlindungan bagi para kreditur yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjamin
debitur.
84
84
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
86
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terhadap jaminan tersebut, maka Bank hendaklah mempertimbangkan 2 dua faktor, yaitu;
1. Secured, artinya jaminan kredit mengikat secara yuridis formal, sehingga apabila
suatu hari nanti nasabah debitur melakukan wanprestasi cedera janji, maka Bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi;
2. Marketable, artinya bila jaminan tersebut hendak dieksekusi, maka dapat segera
dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur. Sebagaimana pada uraian sebelumnya, maka proses pembebanan Hak
Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yakni:
85
a. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang didahului dengan perjanjian utang piutang atau yang dijamin;
b. Tahap pendaftaran oleh Kantor Pertanahan yang merupakan saat lahirnya Hak
Tanggungan yang dibebankan. Pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah
hanya terjadi bila dengan tegas dinyatakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT yang bersangkutan. Bila hal itu tidak dinyatakan dengan tegas secara
eksplisit, maka Hak Tanggungan hanya terjadi atas tanahnya saja. Dimana hal ini
85
Badriyah Hanum, Op. Cit, hlm. 73.
Universitas Sumatera Utara
87
adalah sesuai dengan asas pemisahan horizontal yang dianut oleh Hukum Tanah Nasional.
86
Di dalam rangka memperoleh kepastian mengenai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan tersebut, ditentukan pula
bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan beserta surat-surat lain yang diperlukan bagi pendaftarannya wajib dikirimkan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan
selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja setelah penandatanganannya. Demikian pula pelaksanaan kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan yang dimaksudkan di atas
ditetapkan batas waktunya, yaitu 1 satu bulan untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar dan 3 tiga bulan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar.
Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu yang didasarkan pada suatu perjanjian utang
piutang atau kredit, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang atau kredit yang dijamin pelunasannya. Jika piutang yang bersangkutan
beralih kepada kreditur lain, Hak Tanggungan pun beralih kreditur yang lain. Pencatatan peralihan Hak Tanggungan tersebut tidak memerlukan Akta PPAT, tetapi
cukup didasarkan pada akta beralihnya piutang yang dijamin. Pencatatan peralihan itu dilakukan pada buku tanah dan sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan, serta
pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dijadikan jaminan. Demikian juga Hak Tanggungan menjadi hapus karena hukum apabila karena pelunasan atau sebab-
86
St. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Edisi Kedua, Cetakan I, Bandung: Alumni, 1999, hlm. 66.
Universitas Sumatera Utara
88
sebab lain, maka piutang yang dijaminnya menjadi hapus. Dalam hal ini pun pencatatan hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan cukup didasarkan pada
pernyataan tertulis dari kreditur bahwa piutang yang dijaminnya hapus. Kredit yang dijaminkan pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat
ditentukan berdasarkan perjanjian kredit atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan. Kredit yang dijamin dengan Hak
Tanggungan dapat berupa kredit yang sudah ada maupun yang belum ada tetapi sudah diperjanjikan, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan
oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan Bank Garansi. Jumlahnya pun dapat ditentukan secara tetap di dalam perjanjian yang bersangkutan
dan dapat pula ditentukan kemudian berdasarkan cara perhitungan yang ditentukan dalam perjanjian yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan,
misalnya kredit bunga atas pinjaman pokok dan ongkos-ongkos lain yang akan timbul yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian.
Pemberian kredit dengan jaminan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah harus dilakukan pembebanan jaminan secara sempurna untuk
melindungi kepentingan kreditur. Salah satu aspek pembebanan Hak Tanggungan yang sempurna adalah perlunya janji-janji dari pemberi Hak Tanggungan yang
dicantumkan dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan. Menurut penjelasan Pasal 11 UUHT, janji-janji tersebut sifatnya fakultatif pilihan yang boleh dimasukkan atau
tidak perlu dimasukkan dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya akta, namun bagi kreditur adanya janji-janji dari pemilik jaminan adalah suatu keharusan, karena
Universitas Sumatera Utara
89
janji-janji yang dicantumkan dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan yang kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan, maka janji-janji tersebut mempunyai
kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.
C. Tindakan Bank Atas Terjadinya Konflik Alas Hak Tanggungan yang
Diberikan Kepada Debitur Konflik berasal dari kata kerja Latin configure yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih bisa juga kelompok dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
87
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi
yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya.
Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Teori konflik memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses
penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi
87
Bernhard Limbong, Konflik Pertanahan, Cetakan Pertama, Jakarta: Margaretha Pustaka, 2012, hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
90
semula.
88
Teori ini didasarkan pada sarana-sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Berkaitan dengan teori konflik tersebut di atas, maka terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai teori konflik tersebut, di antaranya yaitu:
89
1. Karl Marx
Menurut Karl Marx terdapat beberapa asumsi dasar berkaitan dengan teori konflik, yakni yang pertama yaitu bahwa teori konflik merupakan antithesis dari
teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Kemudian yang kedua bahwa
teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam
masyarakat itu selalu terjadi pada titik equilibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun,
pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan
sehingga terciptalah suatu konsensus. 2.
Lewis A. Coser Menurut pemikiran Coser, konflik dapat merupakan proses yang bersifat
instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih
88
Ibid.
89
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
91
kelompok. Menurut Coser, konflik dibagi menjadi dua. Pertama, konflik realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam
hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Kedua, konflik nonrealistis,
konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak.
3. Ralf Dahrendorf
Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi dari teori sosiologi Karl Marx. Karl Marx
berpendapat bahwa pemilikan dan kontrol sarana-sarana berada dalam satu individu-individu yang sama. Menurut Dahrendorf, tidak selalu sarana-sarana
juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas. Bentuk penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi di
masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai
suatu konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Kemudian dimodifikasi berdasarkan perkembangan yang terjadi kemudian. Dahrendorf mengatakan
bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurutnya,
hubungan-hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas.
Universitas Sumatera Utara
92
Berkaitan dengan konflik, maka Bank harus menghadapi beragam risiko dalam program usahanya. Secara umum risiko perbankan terbagi dalam 3 kategori,
yaitu:
90
a. Risiko Keuangan
Risiko keuangan dimaksud terdiri atas dua jenis risiko. Risiko perbankan tradisional, termasuk neraca dan struktur laporan pendapatan, kredit dan
solvabilitas, dapat mengakibatkan kerugian pada Bank jika mereka tidak dikelola dengan baik. Kemudian risiko kas, berdasarkan arbitrase keuangan, dapat
menghasilkan keuntungan jika arbitrase sudah benar atau kerugian jika itu salah. Dimana risiko keuangan juga tunduk pada kompleksnya ketergantungan yang
dapat meningkatkan risiko Bank keseluruhan secara signifikan. b.
Risiko Operasional Risiko operasional terkait dengan keseluruhan proses bisnis Bank dan dampak
potensialnya sesuai dengan kebijakan dan prosedur Bank, sistem internal dan teknologi, keamanan dan informasi, tindakan terhadap salah urus dan penipuan,
dan kontinuitas usaha. Aspek lain dari risiko operasional mencakup perencanaan strategis Bank, tata kelola dan struktur organisasi perusahaan, manajemen karier
staf dan sumber daya internal, produk dan pengembangan pengetahuan, serta pendekatan akuisisi pelanggan.
90
Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic Bratanovic, Analisis Risiko Perbankan, Jakarta: Salemba Empat, 2011, hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
93
c. Risiko Lingkungan
Risiko lingkungan terkait dengan lingkungan bisnis Bank, termasuk faktor ekonomi makro dan masalah kebijakan, faktor hukum dan regulasi, serta
infrastruktur sektor keuangan secara keseluruhan dan sistem pembayaran yurisdiksi tempatnya Bank beroperasi. Risiko lingkungan mencakup semua jenis
risiko eksogen atau eksternal yang jika terwujud dapat membahayakan operasi sebuah Bank atau merusak kelangsungan bisnisnya.
Tujuan manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai suatu Bank, sebagaimana ditentukan oleh profitabilitas dan tingkat risikonya. Manajemen
keuangan meliputi manajemen risiko, fungsi perbendaharaan, perencanaan keuangan dan anggaran, akuntansi dan sistem informasi, dan pengendalian internal. Secara
praktis, aspek kunci dari manajemen keuangan adalah manajemen risiko, yang meliputi perencanaan modal dan strategis, manajemen aset-kewajiban, serta
pengelolaan bisnis dan risiko keuangan Bank. Komponen utama manajemen risiko adalah identifikasi, perhitungan dan pengawasan profil risiko, termasuk risiko
perbankan dan keuangan.
91
Manajemen risiko yang efektif, khususnya bagi bank-bank besar dan beroperasi dalam pasar yang terderegulasi dan kompetitif memerlukan proses formal
dan diimplementasi dengan benar. Dalam perekonomian yang berkembang, terutama yang sedang dalam masa transisi, labil secara ekonomi dan lingkungan pasar yang
dangkal memperluas jangkauan dan besarnya penempatan terhadap risiko keuangan
91
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
94
secara signifikan. Dimana kondisi tersebut menjadikan manajemen risiko lebih kompleks dan membuat kebutuhan akan proses manajemen risiko yang efektif
bahkan lebih akut. Adapun untuk menangani dan menyelesaikan sebuah konflik pertanahan yang
dalam hal ini berkaitan dengan alas hak dari Hak Tanggungan, maka diperlukan kerangka kerja yang tepat dan efektif. Dimana kerangka kerja yang dimaksud yakni
meliputi:
92
1. Pengkajian Konflik
Di dalam proses pengkajian konflik pertanahan, tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui faktor penyebab terjadinya konflik. Selain itu, melalui proses ini juga,
kita dapat memperoleh gambaran untuk menyelesaikan konflik pertanahan tersebut. Untuk melakukan pengkajian, yang pertama dilakukan adalah meneliti
dan menganalisis data konflik yang sedang terjadi. Berdasarkan data hasil analisis tersebut, pokok persoalan dalam konflik tersebut dapat dipetakan. Hasil peta
konflik tersebut tentu saja memudahkan untuk mencari format yang tepat dalam tahap penyelesaiannya. Pokok perkara atau akar konflik yang dimaksudkan dalam
proses pengkajian konflik dalam hal ini adalah hasil telaahan secara hukum terhadap konflik pertanahan yang berdasarkan data yuridis, data fisik danatau
data pendukung lainnya. Hasil telaahan tersebut selanjutnya dikaji penerapan hukumnya untuk menghasilkan rekomendasi penanganan konflik pertanahan.
92
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
95
2. Penanganan Konflik
Penanganan konflik pertanahan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah. Selain itu, proses ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih penguasaan, dan tumpang tindih pemilikan
tanah. Secara holistik menyeluruh dan komprehensif, penanganan konflik agraria dapat dilakukan melalui kajian terhadap akar masalah, pencegahan
dampak konflik, dan penyelesaian konflik itu sendiri. Untuk konflik pertanahan yang masalahnya dianggapnya sederhana dan mudah ditangani, dapat dilakukan
dengan cara memedomani prosedur penanganan kasus pertanahan. Jika konflik yang dialami berdampak luas, maka dilakukan perencanaan dan target waktu yang
disesuaikan dengan kondisi yang dialami serta perkembangan selama proses konflik tersebut ditangani.
3. Penyelesaian Konflik
Tahapan yang harus dilewati dalam menyelesaikan konflik pertanahan adalah mengenali pihak-pihak yang berkonflik, obyek konflik, menemukan atau
mengetahui kemauan dari subyek, menemukan pokok permasalahan konflik yang bersangkutan, mencari aturan hukum atau peraturan perundang-undangan yang
terkait, menemukan alternatif institusi penyelesaian konflik yang akan digunakan, serta mengambil keputusan yang tepat dan diterima oleh para pihak. Mekanisme
penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik atas tanah lazimnya diselenggarakan dengan pola yakni: pengaduan, penelitian, pencegahan mutasi,
Universitas Sumatera Utara
96
musyawarah, serta penyelesaian melalui pengadilan. Artinya bahwa, apabila terjadi suatu sengketa dalam bidang pertanahan, maka adapun langkah atau upaya
yang dapat dilakukan dalam hal penanganan dan penyelesaian sengketa tersebut adalah sebagaimana pola-pola tersebut di atas.
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang hak jaminan adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk
melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wan prestasi terhadap suatu prestasi perjanjian. Dengan demikian, hak jaminan
tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan accessoir dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang perjanjian
kredit.
93
Dimana perjanjian hutang piutang dalam KUHPerdata tidak diatur secara terperinci, namun tersirat dalam Pasal 1754 KUHPerdata tentang perjanjian pinjaman
pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Resiko kredit merupakan suatu keadaan ketika debitur atau penerbit instrumen keuangan baik individu, perusahaan, maupun negara tidak akan membayar kembali
kas pokok dan lainnya yang berhubungan dengan investasi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian kredit. Sebagai bagian inheren dalam sistem
perbankan, resiko kredit berarti bahwa pembayaran mungkin tertunda atau tidak ada sama sekali, yang dapat menyebabkan arus kas terganggu dan mempengaruhi
93
Suhartini Karim, Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang Hak Jaminan, Http:rhiniis’.blog.com, diakses tanggal 30 Agustus 2012.
Universitas Sumatera Utara
97
likuiditas Bank. Terlepas dari beragam corak dan macam jenis inovasi pada sektor jasa keuangan, lebih dari 70 persen neraca Bank terkait dengan aspek manajemen
resiko. Untuk alasan ini, resiko kredit merupakan penyebab utama dari kegagalan Bank. Sebuah kebijakan pemberian pinjaman atau pembiayaan harus menunjukkan
ruang lingkup dan alokasi fasilitas kredit Bank serta cara portofolio kredit dikelola, yaitu bagaimana investasi dan aset pembiayaan berasal, dinilai, diawasi, dan
dikumpulkan.
94
Berkenaan dengan konflik alas hak dari Hak Tanggungan, maka adapun penyelesaian konflik ekonomi maupun tindakan yang dapat dilakukan pihak kreditur
terhadap konflik yang ada, antara lain yaitu:
95
1. Negosiasi perundingan
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan.
Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal. Negosiasi merupakan suatu proses saat dua
pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi. Termasuk
94
Hennie van Greuning dan Sonja Brajovic Bratanovic, Op. Cit, hlm. 139-140.
95
Tri Cahya Ayu Marta, Sengketa Ekonomi, Http:wordpress.com, diakses tanggal 30 Agustus 2012.
Universitas Sumatera Utara
98
didalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu.
2. Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki
kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah
atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu
gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
3. Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut
arbiter, untuk memberikan putusan. Dimana tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai
sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil. Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang
menghambat penyelisihan perselisihan. Di dalam praktek pemberian kredit, Bank atau kreditur selain membuat
perjanjian kredit credit overeenkomst sebagai alat bukti adanya hutang dan
Universitas Sumatera Utara
99
sekaligus mengatur hak-hak dan kewajiban secara lengkap, Bank atau kreditur juga membuat suatu akta pengakuan hutang notariil. Dimana adapun sebabnya Bank atau
kreditur membuat akta pengakuan hutang tersebut, yakni:
96
a. Bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian antara dua pihak yakni kreditur
dan debitur, sehingga di dalamnya dapat dimasukkan berbagai syarat dan ketentuan sesuai dengan kebutuhan Bank;
b. Akta pengakuan hutang merupakan perjanjian sepihak, di dalamnya hanya dapat
memuat suatu kewajiban untuk membayar hutang sejumlah uang tertentupasti. Dimana akta pengakuan hutang yang dibuat di hadapan Notaris sesuai Pasal 224
HIR258 RBG, mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti keputusan hakim yang tetap yang berarti akta pengakuan hutang mempunyai kekuatan eksekutorial;
c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti tunggal yaitu hanya sebagai alat
bukti biasa, sedangkan akta pengakuan hutang berfungsi ganda yakni sebagai alat bukti dan sekaligus mempunyai kekuatan eksekutorial;
d. Untuk mempercepat eksekusi jaminan secara langsung tanpa memerlukan
gugatan terlebih dahulu kepada debitur, Undang-Undang memberikan jalan keluar yang merupakan pengecualian dari cara gugatan yaitu dengan membuat akta
pengakuan hutang notariil. Dengan demikian, adapun tindakan Bank atas adanya konflik alas hak dari
hak tanggungan terhadap kredit yang telah diberikan, yakni di antaranya: meminta
96
Sutarno, Op. Cit, hlm. 130-131.
Universitas Sumatera Utara
100
nasabah debitur untuk melunasi sebagian atau seluruh kredit yang diberikan dengan jaminan pengganti, melakukan somasi surat peringatan utang kepada debitur,
melakukan gugatan kepada debitur melalui Pengadilan Negeri Uitvoer Bij Voorad, eksekusi putusan pengadilan, eksekusi akta pengakuan utang, eksekusi hak
tanggungan, parate eksekusi hak tanggungan, eksekusi terhadap penjamin, lembaga paksa badan serta kepailitan melalui Pengadilan Niaga.
Selain itu, pada saat ini tindakan Bank sebagai kreditur pemegang Hak Tanggungan adalah bersifat stagnan, artinya hal tersebut dilakukan sepanjang tidak
ada pembatalan atau pencabutan terhadap objek Hak Tanggungan maupun Sertipikat Hak Tanggungan oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai instansi yang resmi untuk
itu. Prosedur dan proses pembebanan Hak Tanggungan serta pengikatan terhadap objek jaminan oleh Bank telah dilakukan secara sempurna dan diterbitkannya
Sertipikat Hak Tanggungan yang menunjukkan telah berkekuatan mengikat secara yuridis formil, apabila terjadi pembatalan atau pencabutan atas jaminan beserta
Sertipikat Hak Tanggungannya, maka Bank sebagai kreditur dan sekaligus sebagai pemegang Hak Tanggungan dapat mengajukan gugatan terhadap para pihak,
khususnya untuk meminta ganti kerugian kepada Pemerintah cq. Badan Pertanahan Nasional cq. Departemen Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
101
BAB IV UPAYA HUKUM DAN JALAN KELUAR OLEH BANK