20
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wacana pemikiran dan
paradigm mengenai masalah sengketa pertanahan, khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap Bank atas konflik alas hak dari hak tanggungan.
b. Penelitian ini juga diharapkan nantinya akan memberikan sumbangan atau
konstribusi, khususnya terhadap perlindungan hukum terhadap Bank atas konflik alas hak dari hak tanggungan yang terjadi di masyarakat, serta
melengkapi bahan-bahan penelitian dan penanganan-penanganan masalah- masalah sengketa alas hak atas tanah dari hak tanggungan.
2. Secara Praktis
a. Lewat penelitian ini diharapkan dapat memperdalam kajian tentang
perlindungan hukum terhadap Bank atas konflik alas hak dari hak tanggungan. b.
Penelitian ini diharapkan pula bisa memberikan masukan yang lebih lagi bagi para pengambil kebijakan khususnya dalam hal ini pemerintah dan juga pihak
Bank, agar sengketa alas hak atas tanah dari hak tanggungan tidak lagi merajalela dan mengakar dalam kehidupan masyarakat, baik saat ini maupun
di masa-masa yang akan datang.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan juga penelusuran penulis di perpustakaan Universitas Sumatera Utara terhadap penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum
terhadap Bank atas Konflik Alas Hak dari Hak Tanggungan Study kasus: Putusan
Universitas Sumatera Utara
21
PN Medan Register No.113Pdt.G2006PN-Mdn Tanggal 01-03-2007”, belum pernah ditulis oleh peneliti lain. Sehingga bisa dikatakan kalau penelitian yang
dilakukan ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik itu secara ilmiah maupun secara akademis oleh penulis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Pada dasarnya merupakan sebuah kewajiban bahwa penelitian selalu disertai pemikiran teoritis, sebab adanya hubungan timbal balik antara teori dengan kegiatan-
kegiatan pengumpulan data, konstruksi data, pengolahan data dan analisis data.
19
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.
20
Talcott Parsons menempatkan hukum sebagai salah satu sub-sistem dalam sistem sosial yang lebih besar. Di samping hukum, terdapat sub-sub sistem lain yang
memiliki logika dan fungsi yang berbeda-beda, yakni budaya, politik dan ekonomi. Menurutnya, perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia adalah prinsip pengakuan
dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Dimana
perlindungan hukum yang dimaksud terdiri atas dua macam, yakni:
19
Ronny Hanitidjo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, hlm. 41.
20
J. J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, Jakarta: FE UI, 1996, hlm. 203.
Universitas Sumatera Utara
22
1. Perlindungan hukum preventif, dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk
mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif;
2. Perlindungan hukum represif, dimana lebih ditujukan dalam penyelesian
sengketa.
21
Teori yang dijadikan landasan pada penulisan ini adalah teori kepastian hukum, yang menyebutkan bahwa unsur terpenting dalam penerapan hukum adalah
unsur penegak hukum itu sendiri. Di dalam perwujudan tujuan hukum ke dalam masyarakat yang memenuhi unsur keadilan dan kepastian hukum, maka masih
tergantung minimal pada dua hak lain, yaitu: 1.
Kebutuhan akan hukum yang semakin hari semakin besar yang oleh hukum harus selalu dipenuhi;
2. Kesadaran hukum manusia dan masyarakat yang semakin hari semakin bertambah
tinggi sehingga hal tersebut harus direspons dengan baik oleh hukum itu sendiri. Di dalam pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan
memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya.
Dalam penulisan tesis ini juga sangat berhubungan dengan masalah perlindungan hukum, khususnya bagi Bank atas konflik alas hak yang terjadi dari suatu hak
tanggungan. Sebagaimana definisi dari hak tanggungan yang telah diuraikan dalam latar belakang penelitian ini, maka yang dapat dijadikan obyek hak tanggungan
21
Satjipto Rahardjo, Teori Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, hlm. 152.
Universitas Sumatera Utara
23
adalah hak-hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan, yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan
wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan dapat juga dibebani hak tanggungan. Dijadikannya hak pakai sebagai obyek hak tanggungan merupakan
langkah maju dalam hukum pertanahan kita juga bagi warga negara asing menjadi pemegang hak pakai atas tanah negara yang bila hak tersebut akan dijadikan jaminan
disertai persyaratan bahwa modal yang diperoleh harus dipergunakan untuk kegiatan pembangunan di Indonesia.
Pemegang hak tanggungan dalam hal ini adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
22
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka dapat dilihat beberapa ciri-ciri dari Hak
Tanggungan, yaitu:
23
1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya
atau yang dikenal dengan droit de preference; 2.
Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapa pun benda itu berada atau disebut dengan droit de suit;
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga
dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan; 4.
Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.
22
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Jaminan, Bandung: Mandar Maju, 2009, hlm. 52.
23
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hlm. 98.
Universitas Sumatera Utara
24
Hak Tanggungan tidak dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh suatu perjanjian perjanjian kredit antara debitur dan kreditur. Dalam perjanjian itu diatur
tentang hubungan hukum antara kreditur dan debitur, baik menyangkut besarnya jumlah kredit yang diterima oleh debitur, jangka waktu pengembalian kredit maupun
jaminan yang nantinya akan diikat dengan hak tanggungan. Oleh karena Hak Tanggungan tidak dapat dilepaskan dari perjanjian kredit, itulah sebabnya maka Hak
Tanggungan dikatakan accessoir mengikuti perjanjian pokoknya. Perjanjian kredit Bank selalu merupakan perjanjian yang bersifat konsensuil.
Bagi perjanjian kredit yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh atau klausul conditions precedent, tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu
merupakan perjanjian yang konsensuil sifatnya. Adapun yang dimaksud dengan syarat-syarat tangguh atau klausul conditions precedent pada suatu perjanjian kredit
ialah fakta atau peristiwa yang harus dipenuhi atau terjadi terlebih dahulu setelah perjanjian ditandatangani oleh para pihak sebelum Bank berkewajiban menyediakan
kredit dan sebaliknya sebelum nasabah debitur berhak menggunakan kreditnya.
24
Dengan kata lain, setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh Bank dan nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan
penarikan kredit. Atau sebaliknya, setelah ditandatanganinya perjanjian kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi Bank untuk menyediakan
kredit sebagaimana yang diperjanjikan.
25
24
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2009, hlm.
176.
25
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
25
Kredit yang diberikan oleh kreditur mengandung resiko, maka dalam setiap pemberian kredit, Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa ada suatu
perjanjian tertulis. Itu sebabnya diperlukan suatu jaminan kredit dengan disertai keyakinan akan kemampuan debitur melunasi utangnya. Hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam menjalankan suatu perjanjian khususnya dalam perjanjian kredit, para
pihak debitur, kreditur selalu dibebani dua hal yaitu hak dan kewajiban. Menurut Subekti, bahwa suatu perikatan yang dilahirkan oleh suatu perjanjian, mempunyai
dua sudut: sudut kewajiban-kewajiban obligations yang dipikul oleh suatu pihak dan sudut hak-hak atau manfaat, yang diperoleh oleh lain pihak, yaitu hak-hak
menurut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu. Jadi, hak tanggungan merupakan jaminan hak atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberi kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.
26
26
Fia S. Aji, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
26
Maksud dari kreditur diutamakan dari kreditur lainnya yaitu apabila debitur cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan dapat menjual barang agunan melalui
pelelangan umum untuk pelunasan utang debitur. Kedudukan diutamakan tersebut tentu tidak mempengaruhi pelunasan utang debitur terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Hukum mengenai perkreditan modern yang dijamin dengan hak tanggungan mengatur perjanjian dan hubungan utang-piutang tertentu antara kreditur dan debitur,
yang meliputi hak kreditur untuk menjual secara lelang harta kekayaan tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan obyek hak tanggungan dan mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut jika debitur cidera janji. Proses pembebanan hak tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan,
yaitu:
27
1. Tahap pemberian hak tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak
Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang piutang atau yang dijamin;
2. Tahap pendaftaran oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya hak
tanggungan yang dibebankan. Pada tahap pemberian hak tanggungan oleh pemberi Hak Tanggungan kepada
kreditur, Hak Tanggungan yang bersangkutan belum lahir. Hak Tanggungan itu baru lahir pada saat dibukukannya dalam buku tanah di Kantor Pertanahan. Oleh karena
itu, kepastian mengenai saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut adalah sangat
27
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010, hlm. 73.
Universitas Sumatera Utara
27
penting bagi kreditur.
28
Saat tersebut bukan saja menentukan kedudukannya yang diutamakan terhadap kreditur-kreditur yang lain, melainkan juga menentukan
peringkatnya dalam hubungannya dengan kreditur-kreditur lain yang juga pemegang hak tanggungan dengan tanah yang sama sebagai jaminannya.
Kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak mendahului daripada kreditur-kreditur yang lain droit de preference untuk mengambil pelunasan dari
penjualan tersebut. Kemudian Hak Tanggungan juga tetap membebani obyek hak tanggungan di tangan siapapun benda itu berada. Ini berarti bahwa kreditur pemegang
Hak Tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain droit de suite.
29
Sehingga dengan demikian, hak kebendaan melekat kepada Bank droit de suite sebagai kreditur sepanjang
hutang belum dilunasi oleh debitur, yakni sebagai jaminan hutang debitur tersebut. Dalam hal terjadinya pengalihan barang jaminan kepada pihak lain tanpa
seizin pihak kreditur, maka kreditur dapat mengajukan action pauliana, yaitu hak dari kreditur untuk membatalkan seluruh tindakan kreditur yang dianggap merugikan.
Dengan demikian, dalam perjanjian tanggungan, pihak kreditur tetap diberikan hak- hak yang dapat menghindarkannya dari praktek-praktek “nakal” debitur atau
kelalaian debitur.
28
Ibid.
29
Boedi Harsono, Op. Cit, hlm. 86.
Universitas Sumatera Utara
28
2. Konsepsi