Latar Belakang Masalah Analisis Kebijakan Kenaikan Harga BBM Pada Masa Pemerintahan SBY-JK Periode 2004-2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam melimpah. Kekayaan alamnya membentang dari ujung pulau sumatera hingga pulau papua yang meliputi sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan juga yang tidak dapat diperbaharui. Para pendiri bangsa founding fathers ketika merumuskan konstitusi negara UUD 1945 menyadari betul potensi kekayaan alam Indonesia. Oleh karena itu, dalam konstitusi secara khusus pasal 33 UUD 1945 ayat 3 dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Artinya, kekayaan sumber daya alam yang dimiliki negara ini harus benar- benar dikelola negara dengan sebaik-baiknya agar dapat dinikmati oleh segenap masyarakat dan bukan hanya oleh segelintir orang. Salah satu kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah adalah minyak bumi. Sejak dulu, Indonesia sudah dikenal sebagai salah satu penghasil minyak terbesar di dunia. 1 1 Awalil Rizky. 2008. Neoliberalisme Mencengkeram Indonesia. Jakarta. E Publishing Company. Hal 167 Sejarah juga mencatat Indonesia sebagai negara yang kandungan minyaknya paling awal dieksploitasi secara komersial sejak tahun 1885, bahkan lebih dahulu dari kebanyakan negara di Timur Tengah. Indonesia juga menjadi saksi sejarah perkembangan awal Royal Dutch Shell, perusahaan yang kemudian tumbuh menjadi raksasa minyak di dunia. Wilayah Indonesia adalah sumber awal surplus ekonomi yang membuat perusahaan tersebut berkembang secara pesat di penghujung abad ke 19. Pada tahun 1974-1982, Indonesia sendiri pernah mengenal istilah periode ”oil boom” yaitu periode melimpahnya uang negara sebagai akibat naiknya harga minyak dan gas di pasar internasional. Sangat disayangkan karena kondisi saat ini sangat bertolakbelakang dengan yang terjadi pada masa dulu. Sekarang, ketika terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia justru dianggap membawa musibah bagi negeri ini. Pemerintah menjadi kebingungan ketika harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. 2 Pada tanggal 24 Mei 2008 dini hari, pemerintah secara resmi kembali mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga penjualan BBM bersubsidi kepada masyarakat sebesar 28,7. Akhirnya, salah satu langkah yang terpaksa ditempuh oleh pemerintah adalah menaikkan harga BBM Bahan Bakar Minyak bersubsidi kepada masyarakat. Secara khusus, pada masa pemerintahan SBY-JK sudah dilakukan tiga kali kebijakan menaikkan harga BBM sejak awal periode pemerintahannya tahun 2004-2009. 3 2 Istilah subisidi sendiri masih banyak yang meragukan. Setidaknya, mereka keberatan dengan opini publik yang dikembangkan, pemerintah seolah-olah mengeluarkan sejumlah dana untuk itu. Kejadian yang sebenarnya, perhitungan subsidi adalah ”di atas kertas” atau disebut dengan subsidi ekonomi. Awalil Rizky. 2008. Neoliberalisme Mencengkeram Indonesia. Jakarta. E Publishing Company. hal 187 3 Artikel Harga BBM mencari Hari Baik Mengumumkan, Kompas 23 Mei 2008 Kebijakan ini merupakan yang ketiga kalinya pada pemerintahan SBY-JK setelah pada tanggal 28 Februari 2005 sebesar 29 dan juga tanggal 1 Oktober 2005 sebesar 128. Adapun yang menjadi alasan pemerintah mengambil kebijakan tersebut adalah karena harga minyak mentah dunia yang semakin melonjak tinggi dan bahkan sudah melebihi 100 Dollar per barrel. Harga minyak dunia yang demikian tinggi kemudian membuat pemerintah merasa kuatir dan tidak sanggup untuk menanggung beban subsidi terutama BBM yang jauh dari asumsi yang dicantumkan dalam APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 4 Tahun Adapun besarnya alokasi dana yang diberikan pemerintah untuk subsidi BBM dalam realisasi APBN dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut : 2000 2001 2002 2003 2004 2005 P 2006 2007 2008 P Subidi BBM Rp triliun 53,8 68,4 31,2 30,0 69,0 95,7 85,1 83,8 126,8 5 Alasan lain yang diberikan oleh pemerintah adalah bahwa saat ini subsidi BBM justru mayoritas dinikmati oleh golongan orang kaya sehingga dianggap sudah salah sasaran. Resistensi masyarakat kemudian bermunculan sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan kenaikan harga BBM yang diambil pemerintah. Gelombang unjuk rasa yang dimotori oleh mahasiswa, kaum buruh, dan masyarakat akhirnya terjadi hampir di seluruh penjuru tanah air. 6 4 Awalil Rizky. 2008. Neoliberalisme mencengkeram Indonesia. Jakarta. E Publishing Company. hal 184 5 Pendapat ini pun segera mendapat sanggahan keras dari berbagai pihak. Pemerintah dianggap keliru karena lupa bahwa subsidi BBM justru ibarat oli dalam mesin pertumbuhan ekonomi terutama usaha mikro kecil menengah UMKM yang tentunya sangat banyak melibatkan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Opini Ilyani S Andang, APBN untuk Siapa? Kompas 23 Mei 2008. Lebih sederhana, Kwik Kian Gie menyatakan bahwa pemerintah lupa subsidi BBM juga sangat dibutuhkan oleh orang miskin seperti supir bis, metromini, nelayan, dan juga penumpang angkot. Kwik menambahkan, jumlah pemilik mobil mewah di Indonesia hanya sekitar 10 juta atau 5 jumlah penduduk Indonesia. 6 Artikel Kenaikan Harga BBM, Presiden Menunggu Apa dan Siapa? Kompas 30 Mei 2008 Dalam hal antisipasi reaksi yang berlebihan dari masyarakat dalam menyikapi kebijakan kenaikan harga BBM yang diambil, pemerintah dinilai cukup cerdik dalam memilih waktu yang tepat untuk mengumumkan secara resmi kebijakan tersebut. Kenaikan yang pertama sebesar 29 dilakukan pada hari kerja, senin malam 28 Februari 2005. Namun, kenaikan harga baru berlaku Selasa, 1 Maret 2005 pukul 00.00 WIB. Secara kebetulan, kenaikan harga BBM pada 1 Maret itu bertepatan pada peringatan Serangan Umum 1 Maret 1949 ke Yogyakarta yang waktu itu tengah diduduki Belanda. Karena itu, kenaikan harga BBM tersebut diplesetkan sebagai serangan harga kepada rakyat. Kenaikan harga BBM yang kedua diumumkan pemerintahan SBY-JK pada jumat malam, 30 September 2005. Namun efektifnya berlaku pada hari kesaktian Pancasila atau tepatnya sabtu 1 Oktober 2005. Selanjutnya pemerintah dinilai tidak peduli dengan peringatan hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada hari tersebut. Pancasila yang suci dinodai dengan kenaikan harga BBM yang rata-rata sebesar 120 lebih. Pakar Ekonomi Faisal Basri menilai, kenaikan harga BBM hingga 100 lebih sebenarnya sudah melampaui batas kemampuan masyarakat yang hanya mampu menanggung kenaikan 50. Lebih lanjut, dia berpendapat kenaikan harga BBM ini sangat berbahaya dan akan berdampak panjang bagi masyarakat apalagi saat itu menjelang puasa dan hari lebaran. Namun, justru disinilah letak kecerdikan pemerintah dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengumumkan kebijakan tersebut. Momentum bulan puasa yang dimulai 5 Oktober 2005 diyakini akan membuat masyarakat yang sedang berpuasa dan mengendalikan diri untuk tidak marah tidak akan melakukan aksi yang berlebihan dengan turun ke jalan. Alasan kedua, penggunaan BBM akan lebih minim karena masyarakat hanya memasak menjelang sahur dan buka. Tidak seperti hari biasa yang memasak tiga kali. Reaksi penolakan terhadap kenaikan harga BBM dirasakan lebih hebat pada saat pemerintah menaikkan kebijakan yang serupa untuk ketiga kalinya. Jika kenaikan harga BBM pertama direspon masyarakat dengan melakukan aksi protes selama seminggu, dan pada saat kenaikan yang kedua yang melebihi 100 aksi protes hanya berlangsung sekitar dua minggu, kenaikan yang ketiga sebesar 28,7 menimbulkan reaksi yang lebih hebat. Masyarakat seolah sudah kehilangan kesabaran dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap sama sekali tidak pro rakyat. Akhirnya aksi demonstrasi sebagai wujud reaksi penolakan masyarakat terhadap kebijakan kenaikan harga BBM tersebut bermunculan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tidak jarang aksi demonstrasi yang dilakukan justru berakhir bentrok dengan aparat keamanan. Peristiwa yang sangat tragis adalah wafatnya Maftuh Fauzi salah seorang massa demonstran yang juga adalah mahasiswa UNAS Universitas Nasional. Peran anggota legislatif sebagai wakil rakyat di parlemen juga mendapat sorotan yang sangat tajam. 7 Reaksi masyarakat yang melakukan penolakan kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM sebenarnya sangat beralasan dan masuk akal. Berdasarkan pengalaman, kenaikan harga BBM biasanya akan diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok kebutuhan masyarakat. Ini terjadi karena BBM Mereka dianggap mengabaikan kepentingan rakyat yang seharusnya diperjuangkan dan hanya mementingkan dirinya sendiri. DPR Legislatif sebagai wakil rakyat dianggap tidak respon terhadap masalah yang sedang dihadapi rakyat karena menyetujui rencana kenaikan harga BBM tersebut. Selain itu, lembaga legislatif juga dianggap sebagai lembaga yang sangat lamban dan korup. Hal ini didukung fakta banyaknya anggota legislatif yang harus berurusan dengan pihak berwenang karena diduga melakukan tindakan penyelewengan yaitu korupsi. 7 Ketika pemerintah baru menaikkan harga BBM sebanyak dua kali pada tahun 2005 yaitu 29 dan 128, tidak lama setelah itu yaitu tahun 2006, DPR mengajukan kenaikan gaji yang tidak tanggung-tanggung yakni sebesar 40-60. Sehingga, total penambahan gaji anggota DPR pada masa itu mencapai Rp. 200 miliar. Kenaikan gaji tersebut dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat dan sangat melukai nurani keadilan terkait hampir ke semua sektor produksi, sehingga mempengaruhi struktur biaya produsen. Jika biaya produksi naik, maka harga produknya pun pasti dinaikkan. Hal ini lah yang akan sangat memberatkan masyarakat. Rendahnya tingkat pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat jika ditambah lagi dengan tingginya biaya hidup, maka akan membuat hidup mereka semakin menderita. Program BLT Bantuan Langsung Tunai yang diajukan oleh pemerintah sebagai dana kompensasi bagi masyarakat miskin juga dirasakan sangat tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Dana sebesar Rp100 ribu per bulan masih sangat terlalu kecil jika dibandingkan harga kebutuhan pokok yang sudah melambung tinggi. Hal ini ditambah lagi dengan resiko pendistribusian dana yang tidak merata karena data yang dipakai pemerintah untuk menetapkan penduduk yang berhak mendapatkan dana bantuan itu mengacu pada data BPS Badan Pusat Statistik yang terkadang tidak lagi relevan dengan kondisi riil yang ada. 8 Para pengamat ekonomi juga sudah memprediksi angka masyarakat miskin akan semakin bertambah pasca kenaikan harga BBM. Jika sebelum kenaikan BBM yang ketiga kali nya jumlah penduduk miskin sekitar 36,6 juta jiwa 16,85, diprediksi angka tersebut akan melonjak tajam hingga mencapai 52 juta jiwa 25,4 pasca kenaikan harga BBM. Jumlah pengangguran pun diprediksi akan jauh bertambah yaitu sebesar 18,61 juta jiwa sehingga total penganggur terbuka mencapai 29,61juta lebih. Sementara harga barang juga akan mengalami kenaikan sekitar 26,94 . 9 8 Opini Harga BBM, Buah Si Malakama oleh Ivan A Hadar, Kompas 24 Mei 2008 9 Opini Harga BBM dan Langkah ke Depan oleh Kurtubi, Kompas 26 Mei 2008 Dampak kenaikan harga minyak mentah dunia sebenarnya bisa menjadi keuntungan tersendiri bagi Indonesia yang notabene adalah negara yang memiliki potensi sumber daya minyak yang luar biasa. Namun yang menjadi masalah ketika harga minyak dunia meningkat, justru produksi minyak lifting nasional dilaporkan merosot tajam jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Produksi minyak nasional relatif sangat rendah 924.000 barrel per hari dibandingkan kebutuhan minyak mentah untuk konsumsi dalam negeri sekitar 1,4 juta barrel per hari. Artinya, untuk menutupi defisit produksi minyak untuk konsumsi dalam negeri, Indonesia bahkan harus melakukan impor dari negara lain. Indonesia pada akhirnya harus dikeluarkan dari organisasi OPEC karena sudah tidak mampu lagi untuk melakukan ekspor minyak tetapi justru sudah melakukan impor. Masalah kedua adalah gagalnya langkah antisipatif yang dicanangkan pemerintah dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia. Sebut saja program konversi minyak tanah ke LPG, konversi premium ke bahan bakar gas untuk sektor pengangkutan, konversi BBM ke batubara di sektor industri, pengembangan biofuel BBN berbasis non pangan serta optimalisasi pemanfaatan energi panas bumi. 10 10 Opini Andaikan Harga BBM Tak Naik oleh Imam Sugema, Kompas 12 Mei 2008 Menurut pengamat, krisis BBM yang melanda Indonesia seharusnya membuat negeri ini untuk segera menoleh kepada sumber energi non konvensional, baik dalam lingkup perorangan, industri, maupun nasional. Hal ini dikarenakan negeri ini sebenarnya amat diberkati oleh sinar matahari, angin, geotermal, dan ombak pantai berlimpah. Masalah ketiga adalah program atau anjuran pemerintah untuk melakukan langkah penghematan yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Meskipun pemerintah dengan gencar melakukan himbauan dan ajakan untuk melakukan penghematan melalui iklan-iklan di media massa, langkah ini dinilai kurang produktif dan hanya dapat dijadikan program jangka panjang dan berkelanjutan. Selain ketiga masalah tersebut, pengelolaan sumber daya minyak nasional pun banyak menuai pertanyaan sekaligus kritikan. Sebagaimana diketahui, saat ini pengelolaan sumber daya minyak secara mayoritas justru banyak dikelola oleh perusahaan asing misalnya Exxon, Shell, BP, Chevron, dan perusahaan asing lainnya melalui kontrak bagi hasil dengan pemerintah Indonesia. 11 11 Sistem kontrak bagi hasil dianggap tidak adil karena baru akan berlaku setelah dipotong cost recovery yang besarnya justru ditetapkan oleh perusahaan asing. Artinya, jika tidak ada sisa setelah pemotongan cost recovery maka Indonesia tidak akan mendapat apa-apa. Kompas 13 Oktober 2006 mencatat, di blok natuna setelah dipotong cost recovery, Indonesia mendapat 0 dan Exxon memperoleh 100. Berdasarkan temuan yang ada, cost recovery tersebut sangat rentan dengan tindakan korupsi. Namun, sistem kontrak bagi hasil yang dilakukan dianggap tidak adil karena hanya memberi sedikit keuntungan bagi pemerintah sementara perusahaan asing tersebut justru memperoleh keuntungan yang sangat besar. Hal lain yang juga mendapat sorotan adalah kinerja PT Pertamina yang dinilai tidak menjalankan tugas dengan baik. Alih-alih menjalankan tugas dengan baik, PT Pertamina justru dianggap sebagai ”lahan subur” terjadinya tindakan korupsi yang bernilai hingga triliunan rupiah. Dengan sedikit deskripsi di awal, penulis merasa tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah penelitian yang berjudul: Analisis Kebijakan Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak BBM pada masa Pemerintahan SBY-JK periode 2004-2009.

B. Perumusan Masalah