Tahap keempat : Tahap penetapan kebijakan

politis daripada rasional. Suatu masalah untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti misalnya apakah masalah tersebut mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat.

3. Tahap ketiga : Pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah

Setelah masalah-masalah publik didefenisikan dengan baik dan para perumus kebijakan sepakat untuk memasukkan masalah tersebut dalam agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah. Di sini para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ini perumus kebijakan akan berhadapan pada pertarungan kepentingan antarberbagai aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan.

4. Tahap keempat : Tahap penetapan kebijakan

Tahap paling akhir dalam pembuatan kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih tersebut sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Penetapan kebijakan dapat berbentuk berupa undang-undang, yurispurdensi, keputusan presiden, keputusan menteri, dan lain sebagainya. E.2.5 23 Ada perbedaan penting diantara aktor-aktor pembuat kebijakan di negara berkembang dan negara maju. Di negara berkembang, struktur pembuatan kebijakan cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan negara maju. . Aktor-aktor Dalam Perumusan Kebijakan 23 Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta. Media Pressindo hal 84- 91 Kecenderungan struktur pembuatan keputusan di negara maju lebih kompleks. Perbedaan ini disebabkan oleh aktor-aktor yang terlibat dala perumusan kebijakan. Di negara berkembang di mana perumusan kebijakan lebih dikendalikan oleh elit politik dengan pengaruh massa rakyat lebih sedikit, maka proses perumusan kebijakan cenderung lebih sederhana. Sementara itu, di negara- negara Eropa Barat dan Amerika dimana setiap warga negara mempunyai kepentingan terhadap kebijakan publik negaranya, kondisi ini akan mendorong struktur yang lebih kompleks. Menurut James Anderson, aktor-aktor atau pemeran serta dalam proses perumusan kebijakan daat dibagi ke dalam dua kelompok yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi. Yang termasuk ke dalam pemeran serta resmi adalah agen-agen pemerintah birokrasi, presiden eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok pemeran serta tidak resmi meliputi; kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan warga negara individu. Berikut sedikit penjelasan mengenai aktor-aktor tersebut. Pemeran serta resmi dalam perumusan kebijakan Badan-badan administrasi agen-agen pemerintah Dalam perkembangan kondisi saat ini, badan-badan administrasi telah menjadi aktor yang penting dalam proses pembuatan kebijakan dan keberadaanya perlu mendapat perhatian oleh para ilmuwan politik yang tertarik untuk mengkaji kebijakan-kebijakan publik. Hal ini juga terjadi pada masyarakat industri yang mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi dimana badan-badan administrasi sering membuat banyak keputusan yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi politik dan kebijakan yang luas. Selain itu, badan administrasi juga menjadi sumber utama mengenai usul-usul pembuatan undang-undang dalam sistem politik. Hal ini bisa ditunjukkan misalnya melalui cara bagaimana suatu departemen tertentu menggalang kekuatan untuk mendukung suatu kebijakan. Presiden eksekutif Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai peran yang penting dalam perumusan kebijakan. Keterlibatan presiden dalam perumusan kebijakan dapat dilihat dalam rapat-rapat kabinet. Selain keterlibatan secara langsung yang dilakukan oleh presiden dalam merumuskan kebijakan publik, kadangkala presiden juga membentuk kelompok-kelompok atau komisi-komisi penasihat yang terdiri dari warganegara swasta maupun pejabat-pejabat yang ditujukan untuk menyelidiki kebijakan tertentu dan mengembangkan usul-usul kebijakan. Lembaga Yudikatif Lembaga ini memegang peranan yang sangat besar dalam pembentukan kebijakan di Amerika Serikat. Namun sejauh mana badan ini mempunyai pengaruh di dalam pembentukan kebijakan di Indonesia tentunya memerlukan telaah yang lebih lanjut, walaupun bila didasarkan pada UUD badan ini mempunyai kekuasaan cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui pengujian kembali suatu undang-undang atau peraturan. Pada dasarnya, tinjauan yudisial merupakan kekuasaan pangadilan untuk menentukan apakah tindakan-tindakan yang diambil oleh cabang-cabang eksekutif maupun legislatif sesuai dengan konstitusi atau tidak. Bila keputusan-keputusan tersebut melawan atau bertentangan dengan konstitusi negara, maka badan yudikatif ini berhak membatalkan atau menyatakan tidak sah terhadap peraturan atau undang-undang yang telah ditetapkan. Lembaga legislatif Di Amerika Serikat lembaga ini lebih dikenal sebagai kongres. Sementara di Indonesia, lembaga ini disebut sebagai DPR Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga ini bersama-sama dengan pihak eksekutif presiden dan pembantunya memegang peranan penting di dalam perumusan kebijakan. Setiap undang-undang menyangkut persoalan-persoalan publik harus mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatiaf. Selain itu, keterlibatan lembaga legislatif dalam perumusan kebijakan juga dapat dilihat dari mekansisme dengar pendapat, penyelidikan- penyelidikan dan kontak-kontak yang mereka lakukan dengan pejabat-pejabat administrasi, kelompok kepentingan dan lain sebagainya. Dengan demikian, bersama-sama dengan lembaga eksekutif, lembaga legislatif memegang peran yang krusial dalam pembuatan keputusan kebijakan. Pemeran serta tidak resmi dalam perumusan kebijakan Di samping para pembuat keputusan kebijakan yang resmi, ada juga para pemeran serta yang tidak resmi. Mereka biasanya berpartisipasi di dalam proses pembuatan kebijakan. Kelompok-kelompok ini dikatakan tidak resmi karena meskipun mereka terlibat secara aktif dalam proses perumusan kebijakan, akan tetapi mereka tidak mempunyai kewenangan yang sah untuk membuat keputusan yang mengikat. Berikut penjelasan singkat mengenai para pemeran serta tidak resmi dalam perumusan kebijakan. Kelompok-kelompok kepentingan Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan peran penting dalam pembuatan kebijakan di hampir semua negara terutama di negara yang menganut sistem politik demokrasi. Hal ini terjadi karena dalam sistem politik demokrasi, kebebasan berpendapat dilindungi serta warganegara lebih mempunyai keterlibatan politik. Kelompok kepentingan memiliki fungsi artikulasi kepentingan yaitu menyatakan tuntutan-tuntutan dan memberikan alternatif-alternatif tindakan kebijakan. Selain itu, kelompok ini juga sering memberikan informasi kepada para pejabat publik dimana informasi yang diberikan bersifat teknis mengenai sifat serta konsekuensi yang mungkin timbul dari usul-usul kebijakan yang diajukan. Pengaruh kelompok kepentingan terhadap keputusan kebijakan tergantung pada banyak faktor yang menyangkut ukuran keanggotaan kelompok, keuangan dan sumbernya, kepaduannya, kecakapan dari orang yang memimpin kelompok tersebut, ada tidaknya persaingan organisasi, tingkah laku para pejabat pemerintah, dan tempat pembuatan keputusan dalam sistem politik. Partai-partai politik Dalam sistem demokrasi, partai-partai politik memegang peranan penting. Dalam sistem ini, partai politik digunakan sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Namun hal ini tidak berarti bahwa partai politik tidak berperan sama sekali dalam kebijakan publik dan hanya berorientasi pada kekuasaan. Dalam masyarakat modern, partai-partai politik seringkali melakukan agregasi kepentingan yaitu berusaha untuk mengubah tuntutan-tuntutan tertentu dari kelompok-kelompok kepentingan menjadi alternatif-alternatif kebijakan. Warganegara individu Dalam pembahasan mengenai perumusan kebijakan, warganegara individu sering diabaikan dimana peran legislatif dan kelompok kepentingan dan pemeran serta lainnya justru lebih menonjol. Walaupun tugas pembuatan kebijakan pada dasarnya diserahkan kepada para pejabat publik, namun dalam beberapa hal para individu warganegara masih dapat mengambil peran secara aktif dalam pengambilan keputusan. Di negara-negara yang mendasarkan diri pada sistem otoriter, kepentingan dan keinginan warganegara biasanya merupakan akibat dari kebijakan-kebijakan publik. Para diktator dalam ssitem otoriter tetap akan menaruh perhatian pada keinginan rakyat agar kekacauan sedapat mungkin diminimalkan. Sementara itu di negara-negara demokratis, pemilihan umum barangkali merupakan tanggapan tidak langsung terhadap tuntutan-tuntutan warganegara.

F. Defenisi Konsep