Peraturan Presiden No 22 tahun 2005

kebijakan ini pun dapat menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi masyarakat. Misalnya saja; meningkatnya harga kebutuhan pokok masyarakat, meningkatnya angka kemiskinan dan masalah lainnya. 30 Untuk mengantisipasi masalah tersebut, pemerintah sudah menyertakan kebijakan penyaluran dana kompensasi BBM bagi masyarakat miskin meskipun dengan berbagai masalah yang timbul pada saat realisasinya. 31 Menteri Keuangan Sri Mulyani secara sederhana mengemukakan paling tidak ada tiga opsi untuk mengurangi beban subsidi BBM. Opsi tersebut diantaranya; penghematan tanpa kenaikan harga BBM, penghematan dengan kenaikan harga BBM atau kenaikan harga BBM tanpa penghematan. 30 Masalah yang dimaksud misalnya berkaitan dengan teknis penyaluran dana kompensasi tersebut misalnya dalam hal kategori masyarakat yang berhak untuk mendapatkannya. Selain itu, program ini juga dianggap sangat tidak mendidik karena menimbulkan mental pengemis bagi masyarakat. 31 Fahmy Radhi. 2008. Kebijakan Ekonomi Pro Rakyat; Antara Komitmen dan Jargon. Jakarta. Republika. Hal 134 Tahap keempat: penetapan kebijakan Dalam konteks negara demokrasi yang dianut oleh Indonesia, dikenal prinsip check and balance antarlembaga tinggi negara. Secara khusus dalam menetapkan suatu kebijakan atau peraturan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, prinsip tersebut juga wajib untuk dilakukan. Pemerintah eksekutif dalam menetapkan kebijakan harus tetap berkonsultasi kepada DPR legislatif yang merupakan representasi suara rakyat. Berikut dideskripsikan penetapan kebijakan kenaikan harga BBM pada pemerintahan SBY-JK periode 2004-2009.

A. Peraturan Presiden No 22 tahun 2005

Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, peraturan ini ditetapkan pada tanggal 28 Februari 2005 dan mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Maret 2005. Beberapa catatan penting terkait penetapan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut. Pada rabu malam 23 Februari 2005 hingga kamis dini hari, pemerintah yang dalam hal ini diwakili menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengadakan rapat konsultasi dengan Komisi VII DPR membidangi energi. Sementara itu, pada saat yang bersamaan Menteri Keuangan Jusuf Anwar juga mengikuti rapat konsultasi dengan Panitia Anggaran DPR untuk membahas soal rencana kenaikan harga BBM. Lebih jauh Menteri Purnomo Yusgiantoro menjelaskan, dalam rapat konsultasi tersebut pemerintah menyampaikan struktur kenaikan tarif lima jenis BBM ke depan. Sementara Bappenas menyampaikan program dana kompensasi sosial kenaikan BBM. Menko Kesra memaparkan implementasi penyaluran dana kompensasi sosial. Menteri ESDM mengakui, belum dicapai kesepakatan dalam rapat konsultasi tersebut sehingga rapat diskors dan dilanjutkan Kamis malam 24 Februari 2005. Secara terpisah, Ketua Komisi VII DPR Dewan Perwakilan Rakyat Agusman Effendi mengungkapkan, pertemuan konsultasi tersebut berlangsung alot dan belum dicapai kesepakatan. Sepanjang pertemuan tertutup, pimpinan sidang beberapa kali menskors rapat. Hal-hal yang belum disepakati, antara lain mengenai jaminan keberhasilan program kompensasi tepat sasaran pada penanggulangan kemiskinan dan kesiapan pemerintah melalui kebijakan penanggulangan dampak inflasi berupa kenaikan harga kebutuhan pokok dan tarif jasa akibat kenaikan BBM. Dalam pertemuan itu, Komisi VII mengajukan beberapa poin kepada pemerintah, di antaranya mendesak pemerintah untuk segera mempercepat diversifikasi energi dan menggalakkan penggunaan energi non-BBM, khususnya gas bumi dan geotermal panas bumi. Poin lainnya, mempercepat penyelesaian proyek produksi gas alam untuk memeuhi kebutuhan dalam negeri dan mendatangkan devisa, mengintensifkan perluasan lahan dan eksploitasi cadangan minyak, serta meningkatkan kapasitas produksi minyak nasional agar dapat meningkatkan devisa. Akhirnya, kebijakan kenaikan harga BBM berhasil ditetapkan pada tanggal 28 Februari 2008 dengan keluarnya Peraturan Presiden No 22 tahun 2005. Sementara itu, di tubuh DPR legislatif terbentuk dua kubu antara yang pro dan kontra terhadap kebijakan tersebut. Pihak yang kontra dimotori oleh Fraksi PDI-P dan menyatakan tetap menolak kebijakan tersebut. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan penolakan tersebut adalah penetapan waktu yang tidak tepat karena belum lama pemerintah baru menaikkan harga elpiji sebesar 40 yang pada akhirnya membuat harga sembako semakin meningkat. Hal yang unik pun terjadi karena ketika pemerintah eksekutif sudah resmi mengumumkan kebijakan penyesuaian harga eceran BBM dalam negeri, DPR secara kelembagaan belum memutuskan setuju atau tidak terhadap kebijakan tersebut. Berdasarkan data, hingga tanggal 13 Maret 2005 mayoritas fraksi di DPR justru menolak kebijakan tersebut. Enam dari sepuluh fraksi yang ada di DPR meminta pemerintah mencabut, membatalkan, atau meninjau ulang Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 tentang Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak BBM. Keenam fraksi tersebut adalah; Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan F-PDIP, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa F-KB, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera F-PKS, Fraksi Partai Amanat Nasional F-PAN, dan Fraksi Partai Damai Sejahtera F-PDS. Fraksi Partai Bintang Reformasi F-PBR menggunakan istilah meninjau kembali. Sementara itu, Fraksi yang memahami adalah Fraksi Partai Demokrat F-PD dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi F-BPD. Adapun yang bersikap mengambang adalah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan F-PPP dan Fraksi Partai Golkar F-PG. Selanjutnya, terjadi perdebatan yang cukup alot dalam menentukan sikap DPR terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM tersebut. Akhirnya masalah tersebut menjadi mengambang dan tidak menemui titik temu. F-PDIP melalui juru bicaranya Tjahjo Kumolo menyatakan menolak kenaikan harga BBM. Pemerintah telah membuat keputusan sepihak dan belum pernah mendapat persetujuan DPR untuk menaikkan harga BBM dan itu berarti pemerintah sudah melanggar UU. Pelanggaran terhadap UU juga dinyatakan F- KB. Melalui juru bicaranya, A Helmy Faishal Zaini, F-KB menegaskan pemerintah telah melanggar dua UU, yaitu UU Nomor 172003 tentang Keuangan Negara dan UU No 362004 tentang APBN Tahun 2005. Sementara dua fraksi yang menyatakan memahami adalah Fraksi Partai Demokrat F-PD dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi. Juru bicara F-PD Soetan Batoegana menegaskan bahwa fraksinya dapat memahami keputusan pemerintah karena hal itu merupakan bagian dari proses menyehatkan perekonomian Indonesia.

B. Peraturan Presiden No 55 tahun 2005