1.7. Landasan Teoritis
a. Teori Hukum Perjanjian
Teori Perjanjian digunakan untuk membahas kedudukan perjanjian sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti menurut
KUHPerdata. Teori hukum perjanjian pertama kali dicetuskan oleh John Locke yaitu
ketika John Locke menerangkan terbentuknya sebuah negara didasari adanya perjanjian dari masyarakat yang menginginkan berdirinya negara
tersebut. Dengan demikian, tujuan berdirinya negara untuk menjamin dan melindungi milik pribadi setiap warga negara yang mengadakan perjanjian
tersebut. Selain itu kuasa dalam perjanjian ini adalah hak untuk menentukan bagaimana setiap manusia mempertahankan diri, dan hak untuk menghukum
setiap pelanggar hukum kodrat yang berasal dari Tuhan.
6
Pasal 1313 KUHPerdata menjelaskan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih. Menurut Doktrin Teori Lama perjanjian adalah perbuatan hukum
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun unsur- unsur perjanjian menurut teori lama adalah adanya perbuatan hukum,
penyesuaian kehendak dari beberapa orang, persesuaian kehendak harus dinyatakan, perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang
6
Samuel Cibro, 2015, “Konsekuensi Hukum Gugatan Perjanjian Sewa Rumah Tanpa Jangka Waktu Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Jo Undang-Undang
Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Pemukiman”, Tesis, Program Studi Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, hal.23-24.
atau lebih pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain, kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum, akibat
hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik, dan persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan
perundang-undangan.
7
Sedangkan Doktrin Teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak
atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori baru ini tidak hanya memandang perjanjian semata-mata, tetapi juga
harus dilihat perbuatan sebelumnya atau mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori ini yaitu tahap prakontraktual,
ialah adanya penawaran dan penerimaan, tahap kontraktual, ialah adanya pesesuaian pernyataan kehendak antara para pihak dan tahap post
kontraktual ialah pelaksanaan perjanjian.
8
Dalam membuat suatu perjanjian harus memperhatikan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:
“1 Sepakat, 2 Cakap, 3 Hal tertentu dan 4 Sebab yang halal.
” Dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata dijelaskan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak ditentukan isinya oleh para pihak dan tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Selain itu, ketentuan ini memiliki suatu kekuatan mengikat karena perjanjian yang
dibuat memiliki kekuatan mengikat layaknya sebagai suatu undang-undang
7
Salim H.S. 2008, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, selanjutnya disingkat Salim HS I, hal. 25
8
Ibid, hal.26.
bagi para pihak yang membuatnya. Itikad baik dalam suatu perjanjian sangat penting sebab dengan adanya itikad baik maka para pihak akan
melaksanakan perjanjian sebagaimana yang telah disepakati hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang menyatakan bahwa
“Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
a. Teori Kepastian Hukum