Teori Kepastian Hukum PENDAHULUAN

bagi para pihak yang membuatnya. Itikad baik dalam suatu perjanjian sangat penting sebab dengan adanya itikad baik maka para pihak akan melaksanakan perjanjian sebagaimana yang telah disepakati hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

a. Teori Kepastian Hukum

Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum rechhtszekerheid dalam pergaulan manusia. Dalam tugas itu terdapat 2 dua tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum bertugas polisionil politionele taak van het recht yang berarti hukum menjaga agar dalam masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri. 9 Teori kepastian hukum mengandung 2 dua pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah, karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. 10 Menurut Tatiek Sri Djatmiati kepastian hukum dijabarkan menjadi beberapa unsur sebagai berikut: 9 Riduan Syahrani, 2008, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23. 10 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I, hal. 158. 1. Adanya suatu aturan yang konsisten yang ditetapkan oleh Negara dan dapat diterapkan; 2. Aparat pemerintah harus menerapkan hukum tersebut secara konsisten dengan tetap berpegangan dan berdasarkan aturan tersebut; 3. Rakyat pada dasarnya harus tunduk pada ketentuan hukum; 4. Adanya hakim yang idependen atau bebas dalam artian tidak memihak dan secara konsisten menerapkan aturan hukum tersebut; 5. Putusan hukum dilaksanakan secara nyata. 11 Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa kepastian hukum berarti hukum harus memberikan kejelasan atas tindakan pemerintah dan masyarakat, sehingga memberikan kepastian hukum, dan tidak menimbulkan multitafsir atas aturan hukum tersebut. Selain itu antara satu aturan dengan aturan lain haruslah terjalin harmonisasi sehingga aturan tersebut tidak kontradiktif antara satu aturan dengan aturan lain. Dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum tentang pelaksanaan kegiatan sewa menyewa rahim ibu pengganti bagi para pasangan suami istri yang menginginkan adanya keturunan secara langsung berdasarkan benih dari diri mereka.

1.8. Metode Penelitian