Unsur-Unsur Perjanjian Asas-Asas Perjanjian

pemegangpembawa” pada surat-surat tagihan hutang schuldvordering papier. Tentang siapa yang menjadi debitor, sama keadaannya dengan orang-orang yang dapat menjadi kreditor : 1 Individu sebagai persoon yang bersangkutan : natuurlijke persoon atau manusia tertentu, rechts persoon atau badan hukum. 2 Seseorang atas kedudukankeadaan tertentu bertindak atas orang tertentu. Dan 3 Seseorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitor semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun izin persetujuan debitor.

2.1.4. Unsur-Unsur Perjanjian

Kesepakatan antara pihak pertama dan pihak kedua untuk memenuhi aspek- aspek hukum perjanjian, karena terdapat unsur-unsur sebagai berikut : 18 a. Essentialia Unsur yang sangat esensipenting dalam suatu perjanjian yang harus ada. Bagian ini merupakan sifat yang harus ada didalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta constructive oordeel. Seperti persetujuan antara para pihak dan objek perjanjian. b. Naturalia Unsur perjanjian yang sewajarnya ada jika tidak dikesampingkan oleh kedua belah pihak menurut Pasal 1474 KUHPerdata dalam perjanjian 18 Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Bisnis, Alumni, Bandung, hal. 99. jual beli barang, penjual wajib menjamin cacat yang tersembunyi. Merupakan sifat bawaan natuur perjanjian secara diam-diam melekat pada perjanjian. c. Accidentalia, Unsur perjanjian yang ada jika dikendaki oleh kedua belah pihak. Sebagai kelengkapan surat perjanjian pembiayaan konsumen yang dikeluarkan oleh pihak pertama, maka pihak pertama juga membuat kesepakatan lain dengan pihak kedua berupa surat penyerahan jaminan secara fidusia. bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjiakan oleh para pihak.

2.1.5. Asas-Asas Perjanjian

Berikut ini dibahas asas-asas hukum perjanjian: 1. Asas pacta sunt servanda Asas pacta sunt servanda berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulakan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.” Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal di dalam hukum Gereja. Namun dalam perkembangannya asas pacta sunt servanda di beri arti pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya , sedangkan nudus pactum sudah cukup dengan sepakat saja. 19 19 Salim HS, 2011, Pengantar Hukum Perdata Tertulis BW, cet. VII, Sinar Grafika, Jakarta, selanjutnya disingkat Salim HS II, hal. 158. 2. Asas kebebasan berkontrak Asan kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berla ku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya.” Asas kebebasan berkontarak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: 1 membuat atau tidak membuat perjanjian; 2 mengadakan perjanjian dengan siapa pun: 3 menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; 4 menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan. 20 Makna asas kebebasan berkontrak harus dicari dan ditemukan dalam kaitannya dengan pandangan hidup bangsa. Disepakati sejumlah asas hukum kontrak menurut Mariam Darus Badrulzaman sebagai berikut: 21 a. Asas Konsensualisme. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Artinya perjanjian itu lahir karena adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak dari para pihak. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian. b. Asas Kepercayaan. Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan 20 Ibid. 21 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hal. 42-44. kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. c. Asas Kekuatan Mengikat Demikian seterusnya dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatuhan akan mengikat para pihak. d. Asas Persamaan Hak Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan. e. Asas Keseimbangan Asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang. f. Asas Moral Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, di mana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming, di mana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela moral yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, asas ini terdapatnya dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada “kesusilaan” moral, sebagai panggilan dari hati nuraninya. g. Asas Kepatutan Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. h. Asas Kebiasaan Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo.1347 KUHPerdata, yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas, tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang diikuti. i. Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai Undang-undang bagi para pihak.

2.1.6. Jenis-Jenis Perjanjian