tatalaksana terbaik. Masalah medis yang lain mungkin dapat mempengaruhi tatalaksana BPH.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, colok dubur, dan pemeriksaan neurologis terfokus harus dilakukan pada semua pasien. Ukuran serta konsistensi prostat harus diperhatikan
walaupun tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala ataupun derajat obstruksi. Pada hiperplasia prostat jinak biasanya akan teraba pembesaran prostat yang elastis,
berbatas tegas, serta permukaannya rata. Jika terdeteksi indurasi, dokter harus memikirkan kemungkinan kanker, serta pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan PSA,
transrectal ultrasound, dan biopsi. Pemeriksaan perut bawah seharusnya dilakukan untuk memeriksa kandung kemih yang terdistensi Pondei K
et al.,
2012
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan
infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Selain itu diperiksa juga faal ginjal, kadar glukosa. Jika dicurigai adanya
keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA Purnomo, 2007. 2.
Pencitraan Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batukalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin Purnomo, 2007.
Pemeriksaan USG dianggap sebagai pemeriksaan yang baik untuk mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi, dan juga relatif murah. Pemeriksaan USG
dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrectal Trans Rectal Ultrasonography, TRUS John T
et al.,
2010 dan Taiwo SS
et al.,
2006 .
2.3. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit Perry Potter, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme didalam tubuh penjamu Linda Tietjen, 2004.
Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan penjamu yang terjadi melalui kode transmisi kuman tertentu. Cara transmisi mikroorganisme dapat terjadi
melalui darah, udara, dan dengan kontak langsung.
ISK merupakan
respon inflamasi dari
urothelium terhadap invasi
bakteri yang
biasanya berhubungan dengan
bakteriuria dan
piuria. Bakteriuria
adalah adanya bakteri
dalam urin
,
yang biasanya bebas dari bakteri
. Bakteriuria dapat bergejala dan tidak bergejala. Sedangkan p
iuria adalah
,
adanya sel-sel darah putih
leukosit
dalam urin
,
umumnya menunjukkan
infeksi dan respon
inflamasi dari
urothelium untuk
bakteri. Bakteriuria tanpa
piuria umumnya
menunjukkan kolonisasi bakteri
tanpa infeksi
saluran kemih
. Sedangkan piuria tanpa bakteriuria bisa dicurigai suatu
tuberculosis, batu, atau kanker. ISK adalah hasil dari interaksi antara pathogen dari saluran kemih dan host.
Infeksi saluran kemih ditentukan oleh faktor-faktor virulensi bakteri, ukuran inokulum, dan ketidak cukupan mekanisme pertahanan host. Faktor-faktor ini juga berperan dalam
menentukan tingkat akhir dari kerusakan pada saluran kemih. Rute infeksi saluran kemih dapat secara asending, limfatik, dan hematogen.
Manifestasi klinis dapat berupa gejala
asimtomatik yang merupakan kolonisasi bakteri
dari kandung kemih
berupa gejala iritasi
seperti frekuensi
dan urgensi yang terkait dengan
infeksi bakteri
yang
berhubungan dengan adanya demam
,
menggigil
,
dan nyeri pinggang
, dan
bakteremia terkait dengan
morbiditas berat
,
termasuk sepsis
Pada penderita BPH awalnya dinding otot kandung kemih menjadi hipertrofi dan menebal pada fase kompensasi. Pada fase ini otot detrusor akan berkontraksi lebih kuat.
Kontraksi detrusor yang terus-menerus akan mengakibatkan penebalan dan penonjolan serat detrusor ke dalam buli-buli yang disebut pula trabekulasi, bentuknya serupa balok-
balok. Mukosa vesika dapat menerobos antara serat detrusor sehingga membentuk sakula dan bila semakin membesar disebut divertikel. Detrusor yang terus-menerus
mengkompensasi pada suatu saat akan jatuh pada fase dekompensasi dimana otot detrusor tidak mampu berkontraksi lagi dan terjadi retesi urin total.
dan kematian.
Retensi urin total yang terjadi meningkatkan tekanan intravesika. Ketika tekanan intravesika lebih tinggi daripada tekanan sfingter uretra, akan terjadi inkontinensia
paradox overflow incontinence. Retensi urin yang berjalan kronik mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
refluks vesikouretral, yang semakin diteruskan ke atas mengakibatkan dilatasi ureter hidroureter dan sistem pelviokalises ginjal hidronefrosis. Sisa urin dalam vesika
dapat meningkatkan risiko terjadinya batu endapan dan infeksi. Pada umumnya, organisme patogen tidak akan berkembang biak dalam urin dan jarang menyebabkan
ISK Cattell et al, 1974. Namun, flora normal pada urin akan berkembang biak dengan baik Asscher et al, 1968. Faktor yang menentukan pertumbuhan bakteri pada urin
adalah osmolalitas, konsentrasi urea, konsentrasi asam organik, dan pH.
2.3.1 Epidemiologi
Epidemiologi ISK dikelompokkan berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2.3. Pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun, bakteriuria dijumpai
dalam 2,7 dari anak laki-laki dan 0,7 pada anak perempuan Wettergren, Jodal, dan Jonasson, 1985. Kejadian ISK pada laki-laki yang tidak disunat lebih tinggi dari pada
laki-laki yang disunat 1,12 dibandingkan dengan 0,11 Wiswell dan Roscelli, 1986. Pada anak-anak usia 1 sampai 5 tahun, kejadian bakteriuria pada anak perempuan
meningkat menjadi 4,5 , sementara itu penurunan pada anak laki-laki menjadi 0,5 Randolph dan Greenfield, 1964. Sebagian besar ISK pada anak kurang dari 5 tahun
biasanya berhubungan dengan kelainan congenital pada saluran kemih, seperti refluks vesicoureteral atau obstruksi. Insiden bakteriuria tetap relatif konstan pada anak usia 6-
15 tahun . Namun, ISK pada anak-anak lebih mungkin dihubungkan dengan kelainan fungsional saluran kemih, seperti gangguan berkemih. Selama masa remaja, kejadian
ISK meningkat secara signifikan 20 pada wanita muda, dan tetap konstan pada pria muda Sanford, 1975.
Pada pria dengan prostatic hipertrofi obstruksi, kateterisasi, dan pembedahan merupakan faktor risiko yang berkaitan untuk terjadinya infeksi. Untuk pasien yang
lebih tua dari 65 tahun, kejadian ISK biasanya terus meningkat. Pada usia kurang dari 1 tahun dan yang lebih tua dari 65 tahun, morbiditas dan mortalitas dari ISK adalah yang
terbesar Shortliffe dan McCue, 2002 .
Universitas Sumatera Utara
Tabel.2.3
Epidemiologi Genitourinarius
Pondei dkk melakukan penelitian terhadap pasien dengan infeksi saluran kemih di Nigeria. Didapatkan bahwa kejadian infeksi saluran kemih terjadi sebesar 41,6 pada
pasien dengan gangguan patologi ginjal, 39 pada wanita hamil, 16 pada pasien dengan pembesaran prostat Pondei K
et al.,
2012 . Bakteriuria dapat terjadi pada penderita retensi urin karena BPH sebelum
pemasangan kateter, hal ini dapat disebabkan karena terjadi urin statis yang berlarut- larut, apalagi pada penderita dengan riwayat pernah pakai kateter berulang. Furqan
melaporkan bakteriuria sudah terjadi sebelum pakai kateter pada 12,12 dari kelompok yang baru pertama kali pakai keteter, dan 38,46 dari kelompok yang berulang pakai
kateter. Peningkatan bakteriuria yang bermakna ditemukan setelah pemakaian kateter baik pada pemakaian kateter pertama kali atau berulang. Sesuai dengan literatur bahwa
pertumbuhan bakteri sudah terjadi dalam 24 jam pemakaian kateter menetap, dan terjadi peningkatan bakteriuria 10 setiap harinya pada perawatan tertutup Furqan, 2003
Kuman penyebab bakteriuria karena pemakaian kateter menetap dari penelitian ini banyak disebabkan oleh E.coli, kemudian dikuti oleh Staphylococcus aureus, Klebsiella
sp, Citrobacter sp, Enterococcus sp dan Proteus sp. Pondai dkk melaporkan dari total 237 37,38 pasien yang kultur kumannya
tumbuh, sebanyak 195 82,28 adalah gram negatif. Bakteri gram negatif merupakan bakteri yang dominan sebagai penyebab infeksi saluran kemih Pondei K
et al.,
2012 .
Universitas Sumatera Utara
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang mana ditemukan 100 adalah gram negatif. E.Coli merupakan jenis bakteri yang sering dijumpai Pondei K
et al.,
2012 . Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian ini bakteri yang paling banyak adalah
Escherichia Coli 46.2 serta yang paling sedikit ditemukan adalah Klebsiella Pneumonia 23.1. Hasil ini sama dengan hasil kepustakaan Barat, dimana di negara
maju infeksi saluran kemih 48,6 adalah E.coli, dan pada penelitian ini memperoleh hasil sekitar 46,2. Dari penelitian lain sebelumnya ada yang melaporkan kuman
penyebab bakteriuria terbanyak bukan oleh E. coli, ini mungkin perbedaan tempat dan perlakuan terhadap penderita misalnya penderita yang dirawat inap di rumah sakit
penyebab bakteriuria sering oleh kuman nosokomial pseudomonas dan juga kerap kali berkaitan dengan hyegine dan sanitasi penderita dalam merawat kebersihan kateter
Taiwo SS
et al.,
2006 . Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Taiwo SS dan Aderounmu AOA,
meneliti kuman yang diakibatkan oleh pemasangan kateter. Dari total 122 pasien, sebanyak 76 62,3 diakibatkan oleh pembesaran prostat jinak. Kuman yang paling
banyak ditemukan adalah E.Coli dan Pseudomonas Aerogenosa masing-masing 20,6. Berdasarkan penelitian ini, pada pasien infeksi saluran kemih sebesar 82.05 sensitif
terhadap Imipenem yang kemudian diikuti dengan Amikacin 74.35. Namun pada penelitian yang dilakukan Pondei
et al.,
anti mokroba yang sensitif dan tepat untuk diberikan adalah nitrofurantoin.
Pondei dkk melaporkan bahwa bakteri gram negatif lebih resisten terhadap cloxacilin dan amoxicillin-clavulanat. E. Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis lebih
sensitive terhadap nitrofurantoin dan kurang sensitive terhadap cloxacilin dan amoxicillin-clavulanat. Staphilokokus lebih sensitive terhadap ceftazidim dan kurang
sensitive terhadap cloxacilin, lincomicin dan oxacilin. Selain itu pondei dkk juga melaporkan bahwa tidak ada pengaruh antara usia dan jenis kelamin terhadap
sensitivitas antibiotika pada infeksi saluran kemih Pondei K
et al.,
2012.
2.3.2 Cara Pengambilan Sampel
Dalam keadaan normal urine bersifat steril. Pada keadaan infeksi saluran kemih ISK, akan ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna di dalam urine. Penyebab
terbanyak ISK adalah bakteri enterik terutama Escherichia coli. Pada ± 10 penderita
Universitas Sumatera Utara
ISK dapat ditemukan 2 jenis bakteri yang keduanya mungkin merupakan penyebab. Jika ditemukan 3 jenis bakteri atau lebih, hal ini mungkin disebabkan oleh cara pengambilan
dan pengolahan bahan urine yang tidak sempurna. Walaupun demikian hal ini dapat terjadi pada penderita ISK yang menggunakan kateter menetap. Pemeriksaan
bakteriologik terhadap urine bertujuan untuk menentukan diagnosis bakteriologik ISK.
Bahan urin utuk pemeriksaan harus segar dan sebaiknya diambil pada pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi supra pubik suprapubic puncture=SPP,
dari kateter dan urin porsi tengah midstream urine. Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah dan ditampung dengan wadah bermulut lebar dan
steril Roehrborn CG et al., 2010. Sampel yang diambil adalah urin porsi tengah. Pria yang tidak dikhitan harus
menarik prepusiumnya, membersihkan ujung penis dengan larutan antiseptik, dan tetap menarik prepusiumnya selama berkemih. Pasien pria mulai berkemih ke dalam toilet,
kemudian menempatkan wadah steril dengan mulut lebar di bawah penisnya untuk mengumpulkan sampel urin porsi tengah. Cara ini mencegah kontaminasi spesimen urin
dari organisme kulit dan urethra. Bila perlu semua sampel urin harus diperiksa dalam kurun waktu 1 jam setelah
pengumpulan dan ditempatkan untuk kultur dan sensitivitas jika ada indikasi. Jika urin dibiarkan pada suhu kamar dalam waktu yang lebih lama, bakteri yang muncul akan
tumbuh lebih cepat, pH dapat berubah, dan sel-sel darah merah dan putih dapat tidak terindikasi. Jika tidak mungkin untuk memeriksa urin dengan segera, sampel harus
diletakkan di dalam pendingin pada suhu 5
O
C.
2.3.3 Pengambilan, Penyimpanan Dan Pengiriman Spesimen
A. Tujuan Mendapatkan spesimen urine yang memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan bakteriologik. B. Waktu Pengambilan
Sebaiknya, sebelum pemberian antimikroba atau 48 sampai 72 jam setelah pemberian antimikroba terakhir.
Universitas Sumatera Utara
Disarankan urine pagi pertama pada malam hari tidak buang air kecil . Bila hal ini tidak memungkinkan maka urine diambil 2 jam setelah buang air
kecil terakhir Roehrborn CG et al., 2010.
C. Peralatan dan Bahan 1. Peralatan
a. Semprit b. Wadah steril dari gelas atau plastik bermulut lebar bertutup
rapat, volume lebih kurang 50 ml. 2. Bahan
a. Air hangat b. Alkohol 70
c. Handuk d. Kasa steril
e. Povidon Iodine 10 f. Sabun
D. Prosedur Pengambilan 1. Urine Porsi Tengah
a. Penderita harus mencuci tangan memakai sabun b. Jika tidak disunat tarik kulit preputium kebelakang, keluarkan
urin, aliran yang pertama dibuang, aliran urin selanjutnya ditampung dalam wadah yang sudah disediakan.
c. Wadah ditutup Wadah ditutup rapat dan segera dikirimkan ke laboratorium.
Pada penderita yang tidak mampu melakukan sendiri, hal ini dilakukan dengan bantuan perawat.
E. Pemberian Identitas 1. Formulir permintaan pemeriksaan surat pengantar formulir
permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap :
Universitas Sumatera Utara
a. Tanggal permintaan
b. Tanggal dan jam pengambilan spesimen
c. Identitas pasien nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor
rekam medik d.
Identitas pengirim nama, alamatruangan, nomor telpon e.
Identitas spesimen jenis, volume, lokasi pengambilan f.
Pemeriksaan laboratorium yang diminta g.
Nama pengambil spesimen h.
i. Transpor medial pengawet yang digunakan
2. Label Keterangan klinis : diagnosis atau rawatan singkat
penyakit, riwayat pengobatan
Wadah urine diberi lebel yang memuat : a. Tanggal pengambilan spesimen
b Identitas pasien nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medik .
c. Jenis spesimen
F. Penyimpanan Spesimen Semua spesimen urine harus sudah sampai di laboratorium dalam waktu
1 jam setelah pengambilan. Jika hal ini tidak mungkin dilaksanakan, spesimen harus disimpan di lemari es 2°-8°C segera setelah pengambilan,
selanjutnya harus sudah diproses di laboratorium dalam waktu 18 jam.
G. Pengiriman Spesimen Pengiriman spesimen dilakukan dengan menggunakan cool box
2-8
°
C Kecuali jika waktu perjalanan yang diperlukan kurang dari 1 jam.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Hitung Kuman, Isolasi dan Identifikasi
A. Hitung kuman bertujuan untuk menilai apakah jumlah kuman yang
tumbuh bermakna atau tidak untuk ISK. Sedangkan isolasi dan identifikasi bertujuan untuk mengetahui bakteri penyebab ISK.
Tujuan
B. Peralatan 1. Bunsen burner
2. Cawan petri 3. Inkubator
4. Kaca Objek 5. Kaca Penutup
6. Mikroskop binokuler 7. Penghitung koloni
8. Sengkelit 10
-3
C. Media dan Reagen 1. Agar Darah AD
2. Agar Mac Conkey MC 3. Antesera spesifik
4. Brain Heart Infusion BHI Agar 5. NaCl fisiologis
6. Pewarnaan gram 7. Reagen uji biokimia
D. Prosedur pemeriksaan 1. Mikroskopik
a. b.
Supernatan dibuang Urine disentrifugasi 3000 rpm selama 5 - 10 menit
c. Teteskan endapan pada 2 kaca objek
d. Tutup kaca objek 1 dengan kaca penutup
e. f.
Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 kali Hitung jumlah leukosit per lapang pandang
Universitas Sumatera Utara
2. Isolasi, hitung koloni dan identifikasi g. Terhadap sedimen pada kaca objek 2, lakukan pewarnaan gram
Spesimen urine yang tidak disentrifuge : a. Masukkan dalarn Brain Heart Infusion BHI dengan
perbandingan 1: 9. b. Lakukan isolasi pada Agar Darah dan Agar Mac Conkey
dengan cara 1 cara 2. 1.
1. Dengan menggunakan sengkelit volume 10
Cara I
-3
2. Khusus inokulasi pada Agar Darah dilakukan dengan cara :
, spesimen urine yang tidak disentrifuge. diinokulasikan pada Agar Darah dan
Agar Mac Conkey.
a. Ambil satu sengkelit volume 10
-3
b. Goreskan secara menyilang di bagian tengah media
Agar Darah. ml urine yang tidak
disentrifus.
c. Selanjutnya dibuat goresan sepanjang goresan pertama,
dengan arah tegak lurus terhadap goresan pertama. Kemudian buat goresan tegak lurus terhadap goresan
terakhir sampai media penanaman penuh. 3. Inkubasi Agar Darah dan Agar Mac Conkey pada suhu 35 -
37
°
4. Hitung koloni yang tumbuh pada Agar C selama 24 jam
5.Dari koloni yang tumbuh pada Agar Darah setelah hitung koloni dan Agar Mac Conkey dilakukan pewarnaan Gram.
6. Kuman Gram + kokus dan koloni Gram- yang tumbuh pada Agar Darah dilanjutkan dengan uji identifikasi.
2. 1.
Buat pengenceran urine, dengan mencampur 0,2 ml urine dengan 9,8 ml NaC1 fisiologis steril
Cara II
2. Masukkan masing-masing 1 tetes 50 µI spesimen tersebut
ke dalam Agar Darah dan Agar Mac Conkey
Universitas Sumatera Utara
3. Aduk rata dengan cara menggoyangkan ke kanan dan ke kiri
supaya urine tercampur rata dengan perbenihan 4.
Inkubasi pada suhu 35°C - 37°C selama 24 jam 5.
Hitung koloni yang tumbuh pada Agar 6.
Buat sediaan Gram dari koloni yang tumbuh pada Agar Darah setelah hitung koloni dan Agar Mac Conkey
7. Lanjutkan dengan uji identifikasi seperti cara I
3. Pembacaan dan interpretasi hasil a. Mikroskopis
Hitung jumlah lekosit yang ditemukan. Untuk laki-laki laporkan bila ditemukan lekosit 2LPB, sedangkan untuk wanita bila 5LPB,
denaan catatan hasil lengkap hitung kuman isolasi dan identifikasi menyusul.
b. Hitung Kuman 1. Pembacaan hasil :
Jumlah kuman dalam 1 ml urine adalah jumlah koloni yang tumbuh dikalikan 1000 karena volume ose yang dipakai 10
Untuk cara I
-3
ml.
Jumlah kuman dalam 50 µ l urine adalah jumlah Y koloni yang turnbuh dikalikan dengan pengenceran 50 X. Dengan
demikian jumlah kuman dalam 1 ml urine = 20 Y. Untuk cara II
2. Intepretasi Hitung Kuman a. Kategori 1 :
Jika didapatkan jumlah kuman kurang dari 10
4
o Pada urine porsi tengah diinterpretasikan
kemungkinan tidak ada infeksi saluran kemih. per ml urine :
o Pada urine pungsi suprapubik atau kateter,
pemeriksaan dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi serta uji kepekaan.
Universitas Sumatera Utara
b. Kategori 2 : Jika jumlah kuman antara 10
4
- 10
5
Jika pasien menunjukkan gejala infeksi saluran kemih, pemeriksaan dilanjutkan dengan identifikasi dan
uji kepekaan. Jumlah kuman pada batas ini, disertai dengan lekosituri, sangat dicurigai adanya infeksi. Jika meragukan,
mintakan urine kedua untuk pemeriksaan ulang. per ml urine dan
pasien tidak menunjukkan keluhan, mintakan urine kedua dan hitung kuman diulangi.
c. Kategori 3 : Pada urine porsi tengah, jika jumlah kuman lebih dari
10
5
Kategori ini tidak berlaku bagi urine kateter dan urine pungsi supra- pubik.
per ml urine, pemeriksaan dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi serta uji kepekaan, meskipun penderita
tidak menunjukkan gejala.
4. Pencatatan dan pelaporan Setelah hasil ditemukan lengkap, dicatat dalam buku
registrasi laboratorium dan dilaporkan pada pengiriman dalam formulir hasil pemeriksaan.
Rekomendasi umum untuk pelaporan hitung kuman pada urine porsi tengah :
Jika jumlah kuman kurang dari a. Kategori 1 :
10
4
per ml urine dilaporkan kemungkinan tidak ada infeksi suprapubik atau kateter, jumlah
kuman ini harus dilaporkan bersama hasil identifikasi dan uji kepekaan.
b. Jika jumlah kuman antara 10
Kategori 2 :
4
- 10
5
per ml urine dan pasien menunjukkan gejala infeksi saluran kemih, laporkan bersama hasil
identifikasi dan uji kepekaan serta ada tidaknya leukosituri.
Universitas Sumatera Utara
c. Jika jumlah lebih dari 10
Kategori 3 :
5
per ml urine, dilaporkan bersama hasil identifikasi dan uji kepekaan.
2.3.5
Untuk pasien dengan gejala pemeriksaan urinalisis mikroskopik untuk bakteriuria, piuria, dan hematuria harus dilakukan. Urinalisis dilakukan untuk
mengidentifikasi bakteri dan leukosit dan sebagai diagnosis dugaan ISK. Biasanya ISK,
ditemukan leukosit urin dengan sedimen 5 LPB.
Urinalisa
2.3.6 Kultur Urin
Standar baku untuk diagnosa
ISK adalah kultur
urin secara
kuantitatif
.
Urin harus
dikumpulkan dalam wadah
steril dan segera dikultur
.
Bila tidak langsung dikultur,
urin dapat
disimpan dalam lemari es
sampai 24 jam
.
Sampel tersebut kemudian diencerkan
dan
di
sebar di
piring
kultur.
Setiap bakteri
akan membentuk koloni
tunggal pada piring
.
Jumlah koloni
dihitung dan
disesuaikan per mililiter
urin
CFU
mL
Stamm
et al
,
1982
. Bakteriuria
mikroskopis ditemukan lebih dari 90 dari infeksi dengan jumlah 10
5
koloni CFU mililiter urin dan ini merupakan temuan yang sangat spesifik Stamm, 1982; Jenkins et
al,1986.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian cross-sectional.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Urologi Fakultas Kedokteran USU RSUP H. Adam Malik dari bulan Januari sampai April 2014.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian semua penderita Benign Prostate Hyperplasia BPH dengan infeksi saluran kemih yang datang ke poliklinik bedah urologi RSUP H. Adam Malik
Medan. Sampel penelitian adalah penderita Benign Prostate Hyperplasia BPH dengan infeksi saluran kemih yang datang ke poliklinik bedah urologi RSUP H. Adam
Malik Medan, yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
3.4. Besar Sampel
Perhitungan besar sampel menggunakan rumus dibawah ini :
n = Zα
2
d PQ
n = 1,96
2 2
0,2 . 0,16. 0, 84
n = 13 orang
2
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: n
: Jumlah sampel Zα : Tingkat kepercayaan, yaitu sebesar 95 maka nilai Zα = 1,96
P : Proporsi penderita BPH dengan infeksi saluran kemih
Q : 1-P
d : besar penyimpangan sebesar 20
3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi