Dalam mythologies-nya 1957:131, dia mendefinisikan sistem-sistem makna sekunder semacam ini sebagai mitos, kemudian Barthes mendeskripsikan bidang
konotasi ini sebagai ideology. Media masa menciptakan mitologi-mitologi atau ideologi-ideologi sebagai sistem-sistem konotatif sekunder dengan berupaya
memberikan landasan kepada pesan-pesan mereka dengan alam, yang dianggap denotative primer. Pada tataran denotative, mereka mengekspresikan makna
“alami” primer. Pada tataran konotatif, media massa mengungkapkan makna ideologis sekunder.
Gagasan lapisan denotasi primer yang secara ideologis tidak berdosa ini kemudian ditinggalkan. Dalam sz, Barthes mendefinisikan denotasi kembali
sebagai hasil akhir proses konotatif, efek penutupan semiotik Noth, 2006:316.
2.7 Kerangka Berpikir
Novel tidak mengembangkan secara penuh, biasanya berupa aspek personalitas tunggal yang direngkuh melalui kemasan konflik dalam episode yang
juga tunggal. Sebuah batasan yang relative memadai untuk di apresiasi. Novel yang baik di baca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik
adalah novel yang isinya dapat menginspirasikan para pembacanya. Sebaliknya novel ibura hanya di baca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting
memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Banyak novel yang menceritakan tentang kisah seputar anak. Tetapi novel
“SHEILA” memiliki perbedaan yang khas bila dibandingkan dengan novel lain karya Torey Hayden.
Dari berbagai novel yang ada, peneliti tertarik untuk meneliti novel “SHEILA”. Karena novel ini menceritakan sebuah kisah nyata sebuah kehidupan
seorang gadis kecil dan juga ketegaran seorang anak kecil dalam menghadapi kekerasan yang menimpa dalam hidupnya. Akan tetapi faktanya anak merupakan
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Dan juga anak merupakan generasi
penerus cita-cita bangsa yang harus di lindungi dan mendapatkan hak-haknya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional
Pada penelitian ini menggunakan riset kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data
sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling. Bahkan populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang di
kumpulkan sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang di teliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Di sini yang lebih di tekankan adalah
persoalan kedalaman kualitas data bukannya banyaknya kuantitas data Kriantono, 2007: 58.
Menurut Rahmat 2004:24 penelitian semiotik di tujukan untuk beberapa hal diantaranya adalah:
1. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek
yang berlaku. 2.
Membuat perbandingan atau evaluasi. 3.
Mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.
4. Menentukan apa yang di lakukan orang lain dalam menghadapi maslah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
34