Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah sebagai wadah pendidikan formal membelajarkan siswa mengenai aspek afektif aspek sikap, aspek psikomotorik aspek keterampilan motorik, dan aspek kognitif aspek pengetahuan. Peneliti dalam penelitian ini hanya meneliti pada aspek kognitif atau disebut juga aspek pengetahuan. Piaget Paul Suparno, 2001: 24 mengelompokkan tahap-tahap perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat tahap yaitu sensori motori, praoperasi, operasi konkret, dan operasi formal. Berdasarkan tahapan tersebut, siswa SMP kelas VIII yang berusia 14 – 16 tahun telah memasuki tahap perkembangan kognitif operasi formal. Dasar pemikiran dari tahap ini adalah deduktif hipotesis, induktif dan abstrak. Deduktif hipotesis berarti mengambil kesimpulan khusus dari pernyataan-pernyataan umum. Dua dasar pemikiran yang lain yaitu induktif dan abstrak mutlak diperlukan dalam matematika sehingga kemampuan melakukan abstraksi dan induksi harus dikembangkan dalam diri siswa. Kemampuan tersebut dapat dinilai dengan serangkaian tes. Sebagai hasilnya, deskripsi kemampuan berpikir siswa dalam mengerjakan soal matematika dapat diketahui. Kemampuan berpikir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menganalisis permasalahan matematika serta kemampuan siswa dalam berpikir secara global. Salah satu penilaian kemampuan matematika yang dikembangkan dan digunakan secara internasional adalah TIMSS. TIMSS Trends in International Mathematics and Science Study adalah penelitian yang disponsori oleh International Association for the Evaluation of Educational Achievement IEA tentang kecenderungan atau perkembangan matematika dan sains. TIMSS diselenggarakan setiap 4 tahun sekali yaitu tahun 1995, 1999, 2003, 2007, 2011, dan saat ini 2015. Salah satu kegiatan TIMSS adalah menguji kemampuan matematika siswa kelas IV SD Sekolah Dasar dan kelas VIII SMP Sekolah Menengah Pertama. Namun, pada penelitian ini, penulis hanya membahas TIMSS pada kelas VIII. Siswa kelas VIII SMP Indonesia telah diikutsertakan dalam TIMSS sebanyak 4 kali 1999, 2003, 2007, dan 2011. Selama empat kali mengikuti TIMSS, Indonesia selalu berada pada peringkat 10 besar paling rendah. TIMSS pada kelas VIII meneliti pada dua bidang, yaitu sains dan matematika. TIMSS dalam bidang matematika dirancang pada dua wilayah yaitu wilayah materi dan wilayah kognitif. Wilayah materi pada TIMSS berisi tentang subyek permasalahan dalam matematika, sedangkan pada wilayah kognitif berisi tentang proses berpikir yang dinilai. Terdapat empat wilayah materi yang dinilai pada kelas delapan, yaitu materi bilangan, aljabar, geometri, dan statistika serta ada tiga wilayah kognitif yang mendeskripsikan proses kognitif siswa dalam memecahkan masalah dalam matematika yang berkaitan, yaitu knowing pengetahuan, applying penerapan, dan reasoning penalaran. Penelitian ini hanya membahas pada materi aljabar dan geometri mengacu pada teori yang dijelaskan Piaget. Berdasarkan Piaget, seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, siswa SMP telah melewati tahap operasi formal yang berarti dasar pemikiran dari tahap ini adalah deduktif hipotesis, induktif dan abstrak. Matematika, seperti yang telah dijelaskan, mengajarkan cara berpikir secara induktif dan abstrak. Proses induksi adalah proses generalisasi dimana kesimpulan umum diambil dari pernyataan-pernyataan khusus. Aljabar ada dalam kehidupan sehari-hari karena pada dasarnya hampir seluruh permasalahan sehari-hari membutuhkan pola. Aljabar memungkinkan siswa agar dapat berpikir secara induktif karena aljabar mengajarkan penggeneralisasian pola dalam suatu rumus umum atau persamaan umum sehingga perhitungannya tidak dilakukan lagi dan lagi sehingga melalui pembelajaran di sekolah, siswa diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan aljabar yang kontekstual pada kehidupan siswa. Sesuai dengan tingkatannya, soal-soal aljabar lebih sering ditemui di tingkat sekolah menengah. Aljabar akan terus ditemui siswa sampai ke jenjang selanjutnya selama siswa belajar matematika sehingga aljabar sangat penting untuk dipelajari dan dikuasai sebagai dasar dalam matematika dalam belajar berpikir induktif. Kemampuan berpikir abstrak atau bisa juga disebut proses abstraksi yaitu proses dimana seseorang individu nemusatkan perhatian pada salah satu atau beberapa sifat khusus dari himpunan obyek dan mengabaikan sifat lain Yansen Marpaung : 1986. Geometri merupakan salah satu materi yang mengajarkan siswa untuk berpikir abstrak. Berdasarkan hasil TIMSS tahun 2011 dan 2007, secara umum, siswa kelas VIII di berbagai negara lebih mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal materi geometri dibandingkan dengan tiga materi yang lain. Hal tersebut karena sifat abstrak pada materi geometri lebih tinggi dari materi lainnya. Misalnya, konsep garis dan titik. Tidak ada bentuk yang dapat dilihat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari karena garis mempunyai panjang yang tak hingga dan titik tidak memiliki panjang ataupun lebar. Garis dan titik yang biasanya dilihat adalah hasil representasi agar siswa mendapatkan pengertian dari garis dan titik. Contoh sederhana tersebut merupakan contoh sifat abstrak dalam matematika yang tidak memiliki wujud nyata dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti kemampuan siswa kelas VIII dalam mengerjakan soal- soal TIMSS materi aljabar dan geometri. Soal-soal matematika dalam TIMSS mengukur tingkatan kemampuan siswa mulai dari mengetahui fakta, prosedur dan konsep hingga menggunakannya untuk memecahkan masalah yang sederhana sampai masalah yang memerlukan penalaran tinggi. Penilaian dari TIMSS dapat memberikan informasi mengenai profil kemampuan siswa terhadap matematika. Profil tersebut akan memberikan gambaran kemampuan berpikir siswa dalam mengerjakan soal matematika. Berdasarkan penelitian IEA pada buku TIMSS 2011 International Result in Mathematics 2012, ada hubungan yang positif antara pengaruh instruksional guru di kelas misalnya, cara pembelajaran yang menyenangkan, menghadirkan soal-soal yang kontekstual, dan sebagainya dengan pencapaian siswa dalam bidang matematika yang diukur melalui TIMSS. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pembelajaran yang diterapkan pada kurikulum 2013 yang menuntut siswa untuk lebih aktif dan guru lebih kreatif sehingga diharapkan dengan diterapkannya kurikulum 2013, siswa lebih memahami materi yang diberikan yang kemudian berimbas pada peningkatan kualitas siswa dalam pembelajaran. Sekolah yang menggunakan kurikulum 2013 disebut juga sebagai sekolah percontohan karena beberapa tahun mendatang, semua sekolah akan mengikuti sekolah- sekolah percontohan untuk menggunakan kurikulum 2013. Sekolah yang berakreditasi A belum tentu menjadi sekolah percontohan. Sekolah-sekolah yang menjadi sekolah percontohan adalah sekolah-sekolah yang memenuhi standar yang ditetapkan yang dapat menjalankan kurikulum 2013. Salah satu sekolah yang menjadi sekolah percontohan adalah SMP Negeri 1 Prambanan Klaten. Sekolah berakreditasi A tersebut memiliki sistem seleksi masuk peserta didik yang ketat sehingga diharapkan siswa-siswi SMP Negeri 1 Prambanan Klaten memiliki kelebihan dalam bidang akademis dengan diterapkannya kurikulum 2013. Keistimewaan lain dari SMP Negeri 1 Prambanan Klaten adalah memiliki kelas unggulan yaitu kelas A VIII – A dan IX – A . Kelas unggulan merupakan kelas terbaik pada sekolah tersebut karena siswa yang masuk dalam kelas unggulan adalah siswa-siswa pilihan. Siswa kelas VIII – A dipilih dari lima peringkat terbaik di masing-masing kelas pada jenjang sebelumnya yang kemudian diseleksi lagi sehingga didapatkan 32 siswa terbaik yang kemudian menjadi siswa kelas VIII – A sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tingkat kemampuan berpikir matematis kelas tersebut. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa walaupun berada dalam kelas yang sama, masing-masing siswa berkemungkinan untuk memiliki tingkat kemampuan berpikir yang belum tentu sama. Selalu ada siswa yang lebih cerdas dari siswa lainnya. Permasalahannya adalah bagaimana perbedaan kemampuan berpikir antar siswa dalam kelas tersebut. Berdasarkan uraian yang peneliti jabarkan, peneliti merasa tertarik untuk mencari tahu lebih jauh mengenai profil kemampuan matematika dalam materi aljabar dan geometri berdasarkan soal-soal TIMSS pada siswa kelas VIII – A SMP Negeri 1 Prambanan Klaten tahun ajaran 20142015.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATERI ALJABAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 BANGIL

1 48 17

KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKAALJABAR BERBASIS TIMSS Analisis Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Aljabar Berbasis TIMSS pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Tawangsari Tahun Ajaran 2016/2017.

0 2 16

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOALMATEMATIKA ALJABAR BERBASIS TIMSS PADA SISWA Analisis Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Aljabar Berbasis TIMSS pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Tawangsari Tahun Ajaran 2016/2017.

0 3 15

PENDAHULUAN Analisis Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Aljabar Berbasis TIMSS pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Tawangsari Tahun Ajaran 2016/2017.

1 8 5

ANALISIS KESALAHAN DALAM PENYELESAIAN SOAL MATEMATIKA BERBASIS TIMSS KONTEN GEOMETRI PADA SISWA KELAS VIII Analisis Kesalahan Dalam Penyelesaian Soal Matematika Berbasis Timss Konten Geometri Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 1 Mojosongo Ta

0 2 17

Profil kemampuan siswa SMP Negeri Enam Yogyakarta kelas VIII B tahun ajaran 2013/2014 dalam menyelesaikan soal TIMSS.

0 0 200

Kemampuan siswa kelas VIII dalam menyelesaikan soal-soal TIMSS tipe penalaran.

1 15 24

Profil kemampuan siswa SMP Negeri Enam Yogyakarta kelas VIII B tahun ajaran 2013 2014 dalam menyelesaikan soal TIMSS

0 2 198

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL OLIMPIADE MATEMATIKA SMP KELAS VIII BIDANG GEOMETRI MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME.

0 45 192

Profil kemampuan siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith kelas X dalam menyelesaikan soal-soal TIMSS grade 8 tipe penalaran - USD Repository

0 1 188