Manfaat Penulisan Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dengan berpegang kuat pada akar tradisi, kaum Muslimin di Kauman menolak segala macam bentuk budaya baru yang dibawa oleh kaum kolonial Belanda. Dalam pandangan mereka, segala apa yang dibawa oleh kaum kolonial dianggap haram. Hukumnya haram jika menuntut ilmu di sekolah Belanda. Mengenakan pakaian jas dan celana panjang juga dianggap haram. Para gadis tidak diperkenankan keluar rumah untuk melakukan aktivitas sebagaimana kaum laki-laki. Mereka hanya diperkenankan beraktivitas di dalam rumah. Karena dalam tradisi Jawa, status perempuan diungkapkan lewat pepatah, 24 “suwargo nunut, neroko katut 25 dengan istilah ini menempatkan wanita yang sangat tergantung kepada pasangan hidupnya, dimana wanita tidak mempunyai eksistensi diri. Melihat kondisi yang seperti itu muncullah seorang ulama dari Keraton Yogyakarta, Kyai Haji Ahmad Dahlan, mencoba merintis jalan baru menuju perubahan. Dia bukanlah seorang intelektual hebat. Dia juga bukan seorang aktivis pergerakan bumiputera. Namun, sejak menjabat sebagai Khatib Amin 1896, dia selalu tak sejalan dengan para ulama tradisional yang memandang serba haram segala apa yang dibawa olah kaum kolonial. Dia juga menyadari, kaum Muslimin tertinggal jauh dengan kaum kolonial Belanda dalam hal kehidupan dunia. Untuk mengejar ketertingglan, kaum Muslimin harus bisa memanfaatkan budaya baru yang dibawa oleh kaum kolonial sebagai alat untuk 24 Ibid, hlm. 43 25 “suwargo nunut, neroko katut” artinya: jika suami masuk surga istri juga ikut masuk ke surga, jika suami masuk neraka istri juga ikut masuk neraka. Jadi seorang istri akan mengikuti kemanapun suaminya pergi termasuk sampai ke surga dan masuk ke neraka sekalipun. memajukan agama Islam. Karena jabatannya sebagai ulama Kraton, maka Kyai Haji Ahmad Dahlan sekaligus Khatib Amin di Masjid Besar di Yogyakarta. Sejak BO berdiri 1908, Kyai Haji Ahmad Dahlan memang telah terinspirasi untuk mendirikan sebuah perkumpulan organisasi. Atas jasa Mas Djojosoemarto, Kyai Haji Ahmad Dahlan dapat mengikuti perkumpulan yang diselenggarakan oleh BO. Kyai Haji Ahmad Dahlan diberikan kesempatan mengisi pengajian agama di Kweekschool di Jetis. Dalam sebuah kesempatan, Mas Radji, salah seorang murid Kweekschool, mengutarakan usul supaya Kyai Haji Ahmad Dahlan mengelola pengajian lewat sebuah organisasi. Terhitung sejak murid Kweekschool ini mengajukan usulan membentuk organisasi, Kyai Haji Ahmad Dahlan terus memikirkan perkumpulan yang akan didirikan. Dengan mendapatkan dukungan dari pemuda-pemuda kampung Kauman dan beberapa anggota BO, Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan sebuah perkumpulan yang kemudian dikenal dengan nama “Muhammadiyah”. Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 18 November 1912 Masehi atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah. Kyai Haji Ahmad Dahlan tidak hanya mendirikan Muhammadiyah, tetapi dia juga menaruh perhatian besar terhadap kehidupan kaum perempuan. Dalam pandangan Kyai Haji Ahmad Dahlan, kaum perempuan memiliki hak-hak sepadan dengan kaum pria dalam berpartisipasi memajukan agama dan masyarakat. Di samping berperan dalam rumah tangga, kaum perempuan juga mampu berperan aktif dalam pembangunan masyarakat. Gagasan brilian Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir seabad silam ketika masyarakat Kauman masih memandang kaum perempuan sekedar konco wingking “teman dibelakang” yang hanya mengurusi