Rumusan Masalah Sistematika Penulisan

BAB II LATAR BELAKANG KEHIDUPAN NYAI AHMAD DAHLAN

A. Muhammadiyah dan Kaum Perempuan di Kauman Yogyakarta

Pada umumnya dalam kebanyakan bangsa, dari dahulu sampai sekarang wanita memang selalu berada pada posisi kedua dalam kedudukannya di masyarakat. Walaupun harus diakui sebenarnya wanita mempunyai peranan penting dalam keluarga, sebab seorang wanita yang meletakkan dasar pertama dalam membimbing anak untuk perkembangan selanjutnya dari akal budi anak dan kemudian akan menjadi penuntun bagi anak tersebut dalam menjalani kehidupan selanjutnya. 22 Di samping itu, kegiatan kaum wanita berkembang pula. Kegiatan tersebut tidak hanya dalam rumah tangga tetapi juga berkembang pula di masyarakat, bahkan untuk kepentingan bangsa. Lewat organisasi kegiatan seperti itu juga ditunjukkan untuk wanita-wanita dari kampung Kauman. Sampai akhir abad ke-19, masyarakat kampung Kauman masih mempertahankan tradisi lama. Selain mempertahankan tradisi turun-temurun, mereka juga bersikap tertutup, mengisolasi diri dari perkembangan dunia di luar kampung Kauman. Di luar kampung, gerakan kebangkitan kaum bumiputra tengah menggeliat ketika dokter Wahidin Soedirohoesodo membidani kelahiran organisasi Boedi Oetomo BO. Tetapi, masyarakat kampung Kauman seakan tak tergerak untuk berpartisipasi aktif dalam gerakan kebangkitan kaum bumiputra. 23 22 Ny. Maria Ulfah Subandio dan Ny. T. O. Ihromi, Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia Bunga Rampai Tulisan-Tulisan, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1978, hlm. 36 23 Mu’arif dan Hajar Nur Setyowati, Srikandi-Srikandi’ Aisyiyah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2011, hlm. 1 10 Dengan berpegang kuat pada akar tradisi, kaum Muslimin di Kauman menolak segala macam bentuk budaya baru yang dibawa oleh kaum kolonial Belanda. Dalam pandangan mereka, segala apa yang dibawa oleh kaum kolonial dianggap haram. Hukumnya haram jika menuntut ilmu di sekolah Belanda. Mengenakan pakaian jas dan celana panjang juga dianggap haram. Para gadis tidak diperkenankan keluar rumah untuk melakukan aktivitas sebagaimana kaum laki-laki. Mereka hanya diperkenankan beraktivitas di dalam rumah. Karena dalam tradisi Jawa, status perempuan diungkapkan lewat pepatah, 24 “suwargo nunut, neroko katut 25 dengan istilah ini menempatkan wanita yang sangat tergantung kepada pasangan hidupnya, dimana wanita tidak mempunyai eksistensi diri. Melihat kondisi yang seperti itu muncullah seorang ulama dari Keraton Yogyakarta, Kyai Haji Ahmad Dahlan, mencoba merintis jalan baru menuju perubahan. Dia bukanlah seorang intelektual hebat. Dia juga bukan seorang aktivis pergerakan bumiputera. Namun, sejak menjabat sebagai Khatib Amin 1896, dia selalu tak sejalan dengan para ulama tradisional yang memandang serba haram segala apa yang dibawa olah kaum kolonial. Dia juga menyadari, kaum Muslimin tertinggal jauh dengan kaum kolonial Belanda dalam hal kehidupan dunia. Untuk mengejar ketertingglan, kaum Muslimin harus bisa memanfaatkan budaya baru yang dibawa oleh kaum kolonial sebagai alat untuk 24 Ibid, hlm. 43 25 “suwargo nunut, neroko katut” artinya: jika suami masuk surga istri juga ikut masuk ke surga, jika suami masuk neraka istri juga ikut masuk neraka. Jadi seorang istri akan mengikuti kemanapun suaminya pergi termasuk sampai ke surga dan masuk ke neraka sekalipun. memajukan agama Islam. Karena jabatannya sebagai ulama Kraton, maka Kyai Haji Ahmad Dahlan sekaligus Khatib Amin di Masjid Besar di Yogyakarta. Sejak BO berdiri 1908, Kyai Haji Ahmad Dahlan memang telah terinspirasi untuk mendirikan sebuah perkumpulan organisasi. Atas jasa Mas Djojosoemarto, Kyai Haji Ahmad Dahlan dapat mengikuti perkumpulan yang diselenggarakan oleh BO. Kyai Haji Ahmad Dahlan diberikan kesempatan mengisi pengajian agama di Kweekschool di Jetis. Dalam sebuah kesempatan, Mas Radji, salah seorang murid Kweekschool, mengutarakan usul supaya Kyai Haji Ahmad Dahlan mengelola pengajian lewat sebuah organisasi. Terhitung sejak murid Kweekschool ini mengajukan usulan membentuk organisasi, Kyai Haji Ahmad Dahlan terus memikirkan perkumpulan yang akan didirikan. Dengan mendapatkan dukungan dari pemuda-pemuda kampung Kauman dan beberapa anggota BO, Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan sebuah perkumpulan yang kemudian dikenal dengan nama “Muhammadiyah”. Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 18 November 1912 Masehi atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah. Kyai Haji Ahmad Dahlan tidak hanya mendirikan Muhammadiyah, tetapi dia juga menaruh perhatian besar terhadap kehidupan kaum perempuan. Dalam pandangan Kyai Haji Ahmad Dahlan, kaum perempuan memiliki hak-hak sepadan dengan kaum pria dalam berpartisipasi memajukan agama dan masyarakat. Di samping berperan dalam rumah tangga, kaum perempuan juga mampu berperan aktif dalam pembangunan masyarakat. Gagasan brilian Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir seabad silam ketika masyarakat Kauman masih memandang kaum perempuan sekedar konco wingking “teman dibelakang” yang hanya mengurusi persoalan rumah tangga. Menanamkan gagasan pembaruan yang melibatkan peran kaum perempuan dalam kehidupan masyarakat pada awal abad ke-20 jelas bukannya tanpa hambatan. Tetapi Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, telah mengawali gagasan perubahan lewat pendekatan kekeluargaan yang sangat egaliter. Langkah yang dilakukan adalah mendorong kaum perempuan, terutama para gadis, untuk belajar dan memasuki sekolah- sekolah umum. Gadis-gadis yang mengawali tradisi baru dalam masyarakat Kauman tidak lain adalah putri-putri dari sahabat karib Kyai Haji Ahmad Dahlan. Mereka adalah Siti Bariyah putri Haji Hasyim Ismail, Siti Wadingah, dan Siti Dwimah kemenakan Haji Fachrodin. Ketiganya dianjurkan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan untuk masuk ke Neutraal Meisjes School di Ngupasan. Usaha Kyai Haji Ahmad Dahlan ini bukannya tanpa halangan. Reaksi para ulama tradisional di kampung Kauman cukup keras. Dalam pandangan mereka, Neutraal Meisjes School Sekolah Netral adalah lembaga pendidikan yang dikelola oleh kaum kafir. Siapa yang masuk ke sekolah tersebut, maka dianggap kafir pula. Ketiga gadis Kauman yang dianggap telah menjadi kafir karena mendapat anjuran dari Kyai Haji Ahmad Dahlan. Dengan begitu, Kyai Haji Ahmad Dahlan dituduh telah merusak kaum perempuan. Mendapat reaksi keras dari para ulama tradisional di kampung Kauman, Kyai Haji Ahmad Dahlan makin bersemangat dalam menjaga para gadis yang telah sukses masuk Sekolah Netral. Ini dibuktikan dengan langkah Kyai Haji Ahmad Dahlan memasukkan gadis-gadis yang lain untuk sekolah di lembaga pendidikan umum. Selain menganjurkan para gadis di Kauman untuk menuntut