Pengukuran suhu dan kelembaban udara

104 ♣ Menimbang contoh tanah dalam tabung silindris tanpa tutupnya = a g untuk mengetahui berat tanah keadaan lapangan dengan tabungnya atau di oven selama 24 jam pada suhu 105• C kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering oven dengan tabungnya = b g ♣ Mengukur tinggi tabung t dan Ø tabung sisi dalam d untuk menetapkan volume tabung sisi dalam V d dengan persamaan : V d = ¼ ëd 2 t ♣ Membuang contoh tanah dalam tabung silindris dan menimbang tabungnya = c g ♣ Menetapkan besaran bobot isi tanah pada keadaan kering lapangan dengan persamaan : bobot isi kering lapangan gcc = a-c V d ♣ Menetapkan besaran bobot isi tanah pada keadaan kering oven dengan persamaan : bobot isi kering oven gcc = b-c V d

4. Pengukuran suhu dan kelembaban udara

Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan pada contoh di lapangan. Suhu tanah diukur dengan menggunakan termometer tanah. Suhu udara diukur dengan menggunakan termometer udara dan kelembaban udara diukur dengan menggunakan Hygrometer. 105

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan bukanlah suatu hal yang baru terjadi di hutan- hutan di Indonesia. Bukti ilmiah pendataan karbon radioaktif dari endapan arang di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa kawasan dataran rendah telah berulangkali terbakar paling sedikit 17.500 tahun yang lalu, selama beberapa periode kemarau yang berkepanjangan, yang merupakan ciri utama periode glasial kuarter Goldammer, 1990 dalam FWI, 2001. Tetapi, kebakaran yang terjadi tentu saja berbeda dengan kebakaran hutan saat ini. Penggunaan api secara intensif terutama dalam kegiatan konversi lahan menyebabkan semakin meluasnya kebakaran yang terjadi di Indonesia. Sejak November 1982-April 1983, Agustus 1990, Juni-Oktober 1991, Agustus- Oktober 1994 dan September-November 1997 Februari-Mei 1998 kebakaran hutan dan lahan semakin luas dan menyebar. Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan dampak seperti gangguan kesehatan, tercemarnya lingkungan, terganggunya aktivitas ekonomi serta hilangnya biodiversiti. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 19971998 data World Bank, 2001 disebabkan oleh konversi lahan dalam skala besar 34, perladangan berpindah 25, pertanian menetap 17, konflik sosial dengan masyarakat setempat 14, transmigrasi 8 dan penyebab alami 1. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan sangat besar karena sebagian besar masyarakat Indonesia sangat tergantung pada pertanian dan cara paling mudah dalam penyiapan lahannya adalah dengan menggunakan api. Selain itu pembukaan lahan dalam skala besar dengan menggunakan api untuk penyiapan lahan masih berlangsung seperti pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit. Di atas telah disebutkan beberapa dampak dari kebakaran hutan dan lahan itu sendiri. Salah satu kerusakan yang terjadi adalah hilangnya biodiversiti dan rusaknya habitat makhluk hidup. Kerusakan tanah merupakan contoh kerusakan habitat yang terjadi. Hal ini berdampak pada keberadaan makhluk hidup di permukaan ataupun di bawah permukaan tanah. Kebakaran permukaan menyebabkan hilangnya vegetasi yang menutupi tanah, jika suhu yang dihasilkan tinggi atau cukup tinggi untuk memanaskan tanah sampai ke bawah permukaannya dalam jangka waktu tertentu maka akan sangat berpengaruh pada sifat biologi tanah khususnya organisme tanah seperti serangga tanahnya. Suhu kebakaran yang melebihi suhu letal serangga- serangga tanah tersebut akan menyebabkan kematian. Hal ini dapat menyebabkan berkurang atau bahkan menghilangkan jenis-jenis serangga tanah tertentu. Hilangnya serangga-serangga tanah tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem. Manfaat serangga-serangga tanah seperti pendekomposisi bahan organik, berperan dalam siklus nitrogen termasuk 106 mineralisasi, denitrifikasi dan fiksasi N serta pengambilan nutrien seperti simbiosis mikoriza dengan akar tumbuhan yang membantu pengambilan P dan nutrien yang lain DeBano et al.1998. Jika serangga-serangga tanah ini terganggu sehingga berkurang atau hilang maka manfaat-manfaatnya pun akan hilang dan akan berdampak terhadap vegetasi sendiri. Dampak pada vegetasi hutan yaitu terganggunya siklus hara sehingga tidak dapat tumbuh secara optimal, sehingga menyebabkan kerusakan hutan. Hal tersebut menunjukan adanya hubungan antara terganggunya organisme tanah dengan kerusakan hutan. Untuk mengetahui sejauh mana gangguan yang terjadi terhadap hutan maka perlu ada monitoring terhadap kesehatan hutan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan Forest Health Monitoring FHM dengan kerusakan terhadap sifat biologi tanah organisme- organisme tanah sebagai salah satu indikator kesehatan hutan. Pemantauan kondisi hutan dengan metode FHM ini sangat penting untuk dilakukan terutama pada areal hutan dan lahan bekas terbakar. Sampai saat ini penelitian dengan metode FHM pada areal hutan dan lahan bekas terbakar masih sangat sedikit dilakukan terbukti dengan kurangya informasi-informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi di areal bekas terbakar tersebut, baik kondisi lahannya maupun biodiversitasnya. Hal ini sangat memprihatinkan karena tahun 1998 kebakaran hutan yang terjadi mepunyai luasan ±10 juta Ha dan belum ada pemantauan secara kontinyu terhadap kondisi hutan tersebut, apakah hutan tersebut masih dapat menjalankan fungsi-fungsinya atau tidak. Informasi-informasi tentang kondisi hutan bekas terbakar ini sangat penting untuk pengelolaan hutan selanjutnya. Pentingnya penelitian dengan metode FHM ini juga disebabkan oleh hutan-hutan Indonesia yang mempunyai kondisi ekosistem berbeda sehingga pemantauan tidak cukup dilakukan di satu daerah saja. Perbedaan ekosistem akan menyebabkan perbedaan kondisi alam, biodiversitas serta responnya terhadap kebakaran. Metode FHM ini diharapkan mampu memantau kondisi hutan dari waktu ke waktu. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 7. Mempelajari pengaruh kebakaran hutan yang terjadi terhadap makrofauna tanah dengan metode Forest Health Monitoring FHM . 8. Memperoleh informasi yang akurat tentang jenis-jenis organisme-organisme tanah yang hilang, berkurang atau bertambah di suatu areal akibat kebakaran yang terjadi di areal tersebut. 9. Mempelajari sifat fisik tanah tekstur dan bulk density yang dapat mempengaruhi keberadaan makrofauna tanah 107

III. TINJAUAN PUSTAKA

Kebakaran Hutan Proses kebakaran Kebakaran hutan adalah suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas, mengkonsumsi bahan bakar alami hutan seperti serasah, rumput, humus, ranting-ranting kayu mati, tiang, gulma, semak, dedaunan serta pohon-pohon Brown and Davis, 1973. Ada 3 komponen penting untuk terjadinya kebakaran. Pertama, tersedianya bahan bakar yang mudah terbakar. Kedua, panas yang dapat meningkatkan temperatur bahan bakar sehingga mencapai titik nyala, dan ketiga suplai oksigen O 2 yang cukup untuk menjaga kelangsungan proses pembakaran. Ketiga komponen diatas membentuk segitiga api. Setiap komponen tersebut harus tersedia dalam waktu yang bersamaan, jika tidak maka tidak ada api DeBano et al., 1998. 108 Oksigen O 2 Bahan Bakar Sumber panas Gambar 1. Segitiga api Menurut Brown dan Davis 1973, proses kebakaran secara kimia merupakan kebalikan dari proses fotosintesis. ♣ Reaksi fotosintesis : CO 2 + H 2 O + sinar matahari → C 6 H 12 O 5 n + O 2 ♣ Reaksi pembakaran : C 6 H 12 O 5 n + O 2 + suhu penyalaan → CO 2 + H 2 O + panas Ada 5 fase yang terjadi selama proses pembakaran berlangsung, yaitu : Preignition pra penyalaan Bahan bakar mulai terpanaskan sehingga mengalami dehidrasi dan terjadi pelepasan uap air serta pelepasan gas-gas yang mudah terbakar methane dan hydrogen yang berasal dari dekomposisi termal hemiselulosa, selulosa dan lignin. Reaksinya berubah dari memerlukan panas eksotermik menjadi pemanasan sendiri endotermik. Flaming penyalaan Proses pirolisis pelepasan uap air dan gas-gas yang mudah terbakar semakin meningkat. 3 Smoldering Pembaraan Pada kebakaran bawah smoldering berjalan lambat Pada fase ini laju penjalaran api mulai menurun demikian pula panas yang dilepaskan serta suhu yang dihasilkan. 4 Glowing Pemijaran 109 Merupakan bagian akhir dari proses smoldering. Sebagian besar dari gas-gas yang mudah menguap menghilang. Fase ini menghasilkan CO dan CO 2. 5 Extinction Proses pembakaran terhenti dan semua bahan bakar sudah dikonsumsi. Penyebab Kebakaran Kebakaran di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, dan sebagian besar adalah karena ulah manusia terutama kebakaran pada tahun 1998. Penyebab- penyebab tersebut antara lain : h Konversi lahan skala besar, dimana lahan hutan dikonversi menjadi perkebunan kebun kelapa sawit, kebun karet ataupun menjadi lahan non hutan lainnya pemukiman. Sebagian besar land clearing dilakukan dengan pembakaran. i Aktivitas pembalakan logging yang tidak beraturan. Pembalakan ini menyebabkan terbukanya tajuk hutan sehingga akses sinar matahari sangat besar. Pada musim kemarau menyebabkan pengeringan terhadap bahan bakar dan suhu tinggi dapat mempermudah terjadinya kebakaran hutan. j Perladangan berpindah yang sampai saat ini masih menggunakan api pembakaran dalam penyiapan lahannya sehingga kemungkinan untuk terjadinya kebakaran cukup besar terutama jika tidak dilakukan oleh masyarakat lokal. k Konflik sosial dengan masyarakat lokal. Untuk penyelesaian konflik terkadang masyarakat membakar lahan yang disengketakan. l Transmigrasi yang membutuhkan lahan yang luas, sehingga pembangunan fasilitas bagi trnsmigran dilakukan pembakaran untuk pembersihan lahan. m Pertanian menetap, pembakaran dilakukan untuk memperbaiki kondisi tanah. n Natural causes, dimana kebakaran terjadi karena peristiwa alam seperti petir, perubahan lingkungan yang spontan dan lava gunung api. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran 110 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebakaran menurut Whelan 1995 adalah : g Muatan bahan bakar Muatan bahan bakar menentukan energi maksimum yang tersedia dalam kebakaran; susunan bahan bakar mempengaruhi aerasi ketebalan bahan bakar, penyebaran vertikal penyebaran pada kanopi dan penyebaran horizontal pada bahan bakar bawah. Distribusi ukuran bahan bakar sangat mungkin mempengaruhi pada ignition awal. Kandungan kimia bahan bakar dapat meningkatkan penyalaan resin dan minyak atau menurunkannya kandungan mineral. h Iklim keseluruhan Menentukan produktivitas tumbuhan dan juga akumulasi bahan bakar rata-rata i Curah hujan dan kelembaban Meningkatkan kelembaban bahan bakar, kombinasi dengan kelembaban relatif yang tinggi menurunkan kemungkinan adanya ignition, pembakaran rata-rata dan penyebaran api rata-rata. j Angin Menyebabkan pengeringan bahan bakar, meningkatkan ketersediaan oksigen dalam pembakaran dan perubahan arah angin dapat meningkatkan muka api. k Topografi Menyebabkan variasi pada iklim lokal kelembaban bahan bakar, kelembaban relatif dan interaksi dengan angin, penyalaan api yang berasal dari atas bukit dapat menyebabkan sekat bakar alami. l Waktu Siang hari : Kelembaban rendah, temperatur tinggi, angin kencang Malam hari : Kelembaban tinggi, temperatur rendah, angin lebih tenang Sementara, faktor-faktor yang mempengaruhi transfer panas pada tanah mineral adalah kelembaban tanah; sebagaimana serasah maka jumlah air pada tanah dapat mempengaruhi transfer panas. Bahan kimia dan fisika tanah ; jumlah bahan organik, termasuk akar-akar, suplai O 2 yang cukup, menentukan besarnya pembakaran terjadi di bawah lapisan serasah. Konduktivitas termal, pemanasan spesifik dan bulk density menentukan rata-rata aliran panas pada tanah mineral. Material induk tanah, porositas, kandungan air, gradien temperatur, konduktivitas 111 hidrolik dan faktor lainnya secara tidak langsung mempengaruhi aliran panas rata- rata DeBano et al., 1998. Sifat Biologi Tanah

1. Pengertian dan responnya terhadap kebakaran