3 Beberapa kelebihan lain dari pengolahan ini, diantaranya: 1 dapat menghilangkan
polutan dengan kecepatan lima kali lebih besar dibanding pada kondisi anaerobik Leikam, Heyer dan Stegmann, 1999, 2 dapat mengubah bahan toksik menjadi
bahan yang relatif lebih aman bagi lingkungan Metcalf dan Eddy, 2003, 3 dapat mengendapkan logam-logam terlarut yang merupakan hara bagi tanaman Moore,
1991, 4 dapat menurunkan jumlah bakteri patogen akibat terbentuk H
2
O
2
yang merupakan
racun bagi
bakteri tersebut
Park et al.,
1994, dan 5 dapat menghasilkan hara makro berupa NO
3 -
, SO
4 2-
dan PO
4 3-
Achmad, 2004. Secara bagan, kerangka pemikiran dari permasalahan tersebut sebagai berikut.
Pengolahan Aerasi
Kebutuhan Air Terpenuhi
Pupuk Cair TPA SAMPAH GALUGA
Endapan mengandung C
u, Zn, Mn Fe
Sawah, Badan-badan air
Ya
Produktivitas Tanaman Meningkat Bau, kotor dan
ketidaknyaman Dampak Negatip
Sosial, ekonomi
Diolah?
Tidak
Penolakan Masyarakat Thd TPA
SAMPAH
Rasa Memiliki Masyarakat Terhadap TPA Sampah
TPA SAMPAH LESTARI TPA SAMPAH
DITUTUP Lindi
Hujan
Penggunaan Zeolit sebagai penjerap
Sesuai baku mutu?
Tidak Ya
Upaya Pemekatan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Upaya untuk memaksimalkan penghilangan polutan dari efluen yang akan
dialirkan ke lingkungan dapat dilakukan dengan melewatkan efluen hasil olahan aerasi melalui zeolit karena menurut hasil penelitian Husaini 1992 zeolit mampu
menjerap logam berat, bahan organik dan mikroorganisme dari air limbah. Hasil penelitian Tang et al. 2010 menunjukkan bahwa 15 liter air limbah yang
mengandung 20 ppm NH
3
dapat diturunkan kadarnya menjadi kurang dari 5 ppm
4 dengan menggunakan 105 gram zeolit. Kurniawan et al., 2006 mengemukakan
bahwa NH
3
merupakan bahan yang sangat toksik bagi kehidupan akuatik yang selalu ada pada lindi TPA sampah.
Di lain pihak, produk samping hasil olahan aerasi berupa endapan yang mengandung logam mikro dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair. Endapan ini
mengandung Cu dan Fe yang merupakan hara mikro bagi tanaman Diana, 1997; DKP Kota Bogor, 2003. Hasil penelitian Dimitrion et al. 2006 menunjukkan bahwa
pengaplikasian lindi TPA sampah sebagai pupuk cair yang diberikan bersamaan dengan air irigasi menyebabkan tanaman dapat tumbuh lebih baik. Hamludin
2010 mengemukakan bahwa pengaplikasian pupuk organik cair dari lindi TPA sampah di Wonorejo pada tanaman pangan dan holtikultura juga menunjukkan hasil
yang positif. Pupuk cair ini dihasilkan dengan cara memfermentasikan kembali lindi dari TPA sampah tersebut menggunakan bioaktivator. Hal ini mengindikasikan
bahwa lindi memiliki peluang yang baik untuk dimanfaatkan sebagai pupuk cair. Upaya meningkatkan kadar hara tanaman yang terdapat pada lindi dapat
dilakukan dengan cara pemekatan melalui penambahan kapur atau KMnO
4
dengan proses fisik sentrifugasi atau pengocokan agar hara tanaman yang masih dalam
keadaan terlarut menjadi mengendap. Menurut Asrie 2009, kapur digunakan secara luas untuk mempresipitasikan logam mikro. Singh dan Rawat 2006 mengemukakan
bahwa Kapur CaOH
2
efektif dalam mengendapkan Fe III dan Cu II. Kedua logam ini dapat dimanfaatkan sebagai hara mikro essensial bagi tanaman. Selanjutnya
Waluyo 2005 mengemukakan bahwa kapur dan KMnO
4
biasa digunakan dalam pengolahan air limbah, khususnya untuk mengendapkan logam terlarut dan
membunuh bakteri patogen. Melalui penambahan kapur atau KMnO
4
diharapkan bahan pupuk cair yang dihasilkan dari lindi mengandung hara yang lebih pekat
dengan jumlah bakteri patogen di bawah baku mutu. Layak atau tidak, pupuk cair dari lindi yang berasal dari TPA sampah
ditentukan oleh kadar hara makro atau logam mikro essensialnon essensial maupun mikrooganisme patogen. Sebagai pupuk
cair, lindi yang sudah diolah harus memenuhi Standar Minimal Pupuk yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian.