4 dengan menggunakan 105 gram zeolit. Kurniawan et al., 2006 mengemukakan
bahwa NH
3
merupakan bahan yang sangat toksik bagi kehidupan akuatik yang selalu ada pada lindi TPA sampah.
Di lain pihak, produk samping hasil olahan aerasi berupa endapan yang mengandung logam mikro dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair. Endapan ini
mengandung Cu dan Fe yang merupakan hara mikro bagi tanaman Diana, 1997; DKP Kota Bogor, 2003. Hasil penelitian Dimitrion et al. 2006 menunjukkan bahwa
pengaplikasian lindi TPA sampah sebagai pupuk cair yang diberikan bersamaan dengan air irigasi menyebabkan tanaman dapat tumbuh lebih baik. Hamludin
2010 mengemukakan bahwa pengaplikasian pupuk organik cair dari lindi TPA sampah di Wonorejo pada tanaman pangan dan holtikultura juga menunjukkan hasil
yang positif. Pupuk cair ini dihasilkan dengan cara memfermentasikan kembali lindi dari TPA sampah tersebut menggunakan bioaktivator. Hal ini mengindikasikan
bahwa lindi memiliki peluang yang baik untuk dimanfaatkan sebagai pupuk cair. Upaya meningkatkan kadar hara tanaman yang terdapat pada lindi dapat
dilakukan dengan cara pemekatan melalui penambahan kapur atau KMnO
4
dengan proses fisik sentrifugasi atau pengocokan agar hara tanaman yang masih dalam
keadaan terlarut menjadi mengendap. Menurut Asrie 2009, kapur digunakan secara luas untuk mempresipitasikan logam mikro. Singh dan Rawat 2006 mengemukakan
bahwa Kapur CaOH
2
efektif dalam mengendapkan Fe III dan Cu II. Kedua logam ini dapat dimanfaatkan sebagai hara mikro essensial bagi tanaman. Selanjutnya
Waluyo 2005 mengemukakan bahwa kapur dan KMnO
4
biasa digunakan dalam pengolahan air limbah, khususnya untuk mengendapkan logam terlarut dan
membunuh bakteri patogen. Melalui penambahan kapur atau KMnO
4
diharapkan bahan pupuk cair yang dihasilkan dari lindi mengandung hara yang lebih pekat
dengan jumlah bakteri patogen di bawah baku mutu. Layak atau tidak, pupuk cair dari lindi yang berasal dari TPA sampah
ditentukan oleh kadar hara makro atau logam mikro essensialnon essensial maupun mikrooganisme patogen. Sebagai pupuk
cair, lindi yang sudah diolah harus memenuhi Standar Minimal Pupuk yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian.
5
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji efektivitas pengolahan aerasi maupun aerasi yang dilanjutkan dengan
menggunakan zeolit dalam menurunkan polutan lindi. 2. Mengkaji pengaruh pemberian kapur atau KMnO
4
terhadap kadar hara mikro pada lindi.
3. Mengkaji pengaruh pemberian pupuk cair berbahan dasar lindi sebagai pupuk daun terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
1.4 Hipotesis
1. Pengolahan aerasi yang dilanjutkan dengan pengolahan menggunakan zeolit, efektif dalam menurunkan polutan lindi.
2. Kapur atau KMnO
4
dapat mengendapkan hara mikro yang terdapat pada lindi. 3. Pemberian pupuk cair berbahan dasar lindi sebagai pupuk daun mampu
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman,
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Masyarakat bahwa ada sumber pupuk cair baru yang berasal dari lindi TPA
sampah. 2. Pemerintahpengelola TPA sampah bahwa ada teknologi yang dapat diterapkan di
IPAL TPA sampah yang dapat menghindari pencemaran air. 3. Ilmu pengetahuan bahwa ada teknologi baru yang dapat mengolah lindi menjadi
pupuk cair.
1.6 Novelty
Novelty yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Penggunaan teknologi aerasi dan zeolit mampu menjadikan lindi yang berbahaya
menjadi efluen yang layak buang. 2. Penambahan kapurKMnO
4
dapat mengubah lindi menjadi pupuk cair yang berguna bagi tanaman.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 TPA Sampah dan Pembentukan Lindi
Tempat pembuangan akhir TPA sampah merupakan suatu tempat pembuangan sampah bagi penduduk kota. Setiap hari berbagai jenis sampah
penduduk diangkut dari bak-bak sampah yang terdapat di kota, kemudian ditumpuk di TPA. Beberapa bahan organik yang ada di TPA sampah yang bersifat mudah urai
biodegradable umumnya tidak stabil dan cepat menjadi busuk karena mengalami proses degradasi menghasilkan zat-zat hara, zat-zat kimia toksik dan bahan-bahan
organik sederhana, selanjutnya akan menimbulkan bau yang menyengat dan mengganggu Samorn et al., 2002.
Lindi terbentuk di setiap lokasi pembuangan sampah Biehler dan Hagele, 1995. Pembentukan lindi merupakan hasil dari infiltrasi dan perkolasi perembesan
air dalam tanah dari air hujan, air tanah, air limpasan atau air banjir yang menuju dan melalui lokasi pembuangan sampah Nemerow dan Dasgupta, 1991.
Lindi memiliki karakteristik tertentu, hal ini disebabkan limbah yang dibuang pada lokasi pembuangan sampah berasal dari berbagai sumber yang berbeda dengan
tipe limbah yang berbeda pula. Menurut Fadel et al. 1997, komposisi lindi tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik sampah organik, anorganik, tetapi juga mudah-
tidaknya penguraian laruttidak larut, kondisi tumpukan sampah suhu, pH, kelembaban, umur, karakteristik sumber air kuantitas dan kualitas air yang
dipengaruhi iklim dan hidrogeologi, komposisi tanah penutup, ketersediaan nutrien dan mikroba, serta kehadiran inhibitor.
Iklim merupakan faktor penting yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas lindi. Hujan menjadi fase transport untuk pencucian dan migrasi kontaminan dari
tumpukan sampah dan memberikan kelembaban yang dibutuhkan untuk aktivitas biologis. Demikian halnya dengan umur tumpukan sampah, juga mempengaruhi
kualitas lindi dan gas yang terbentuk. Perubahan kualitas lindi dan gas menjadi parameter utama untuk mengetahui tingkat stabilisasi tumpukan sampah Pohland dan
Harper, 1985.