Autokorelasi Heteroskedastisitas Uji Kriteria Ekonometrika 1.Multikolinearitas

48 Jika pengujian banyak menghasilkan kesimpulan tolak H atau terima H 1 , maka suatu model akan semakin baik untuk dijadikan model pendugaan persamaan simultan. 3.5.3. Uji Kriteria Ekonometrika 3.5.3.1.Multikolinearitas Menurut Gujarati 1995, multikolinearitas adalah adanya hubungan linear antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi sehingga nilai koefisien sulit untuk ditentukan. Jika dalam suatu persamaan regresi terdapat perfect multicolinearity maka nilai koefisien tidak dapat ditentukan dan nilai standar error menjadi tidak terhingga infinite. Metode OLS Ordinary Least Square yang digunakan untuk menduga persamaan yang mengandung near multicolinearity akan tetap menghasilkan parameter yang tidak bias dan tetap mempunyai varians yang minimum. Salah satu cara mendeteksi adanya multikolinearitas dengan melihat Variance Inflation Factor VIF. Jika nilai Variance Inflation Factor VIF 10 maka tidak terdapat multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai Variance Inflation Factor VIF 10 maka terdapat multikolinearitas.

3.5.3.2. Autokorelasi

Menurut Pindyck 1991, autokorelasi adalah korelasi antara kesalahan error term tahun t dengan kesalahan tahun t-1. Asumsi klasik tentang regresi linear E ε i ε j = 0 i ≠ j mensyaratkan tidak ada autokorelasi, sebaliknya autokorelasi terjadi pada asumsi E ε i ε j ≠ 0 i ≠ j . Akibat adanya autokorelasi, metode OLS Ordinary Least Square tidak menghasilkan nilai estimasi BLUE 49 Best Linear Unbiased Estimations. Hasil estimasi parameter masih tetap linear- unbiased tetapi tidak efisien varians under estimate. Nilai standar error hasil estimasi OLS akan lebih kecil dibandingkan dengan standar error yang sebenarnya, sehingga cenderung untuk menolak hipotesa nol. Cara mendeteksi adanya serial correlation yaitu dengan melihat nilai dari the Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test atau dengan Durbin-Watson test yang diformulasikan sebagai berikut. Probability Obs-Square taraf nyata α, maka tolak H Probability Obs-Square taraf nyata α, maka terima H Jika nilai Probability Obs-Square lebih besar dari taraf nyata tertentu maka persamaan tidak mengalami autokorelasi. Sebaliknya, Jika nilai Probability Obs-Square lebih kecil dari taraf nyata tertentu maka persamaan mengalami autokorelasi. atau Nilai dw berkisar antara 0 sampai dengan 4, dimana: • dw = 2 mengindikasikan tidak ada korelasi serial • dw 2 mengindikasikan ada korelasi serial negatif • dw 2 mengindikasikan ada korelasi serial positif 2 1 2 2 1 ∑ ∑ = = = = − − = N t t t N t t t t e e e dw 50

3.5.3.3. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika varians error tidak konstan untuk setiap observasi, dimana var ε i = E ε i ² = σ i ² Gujarati, 1995 . Akibat adanya heteroskedastisitas, estimasi dengan menggunakan OLS Ordinary Least Square akan tetap menghasilkan estimator yang unbiased dan konsisten tetapi tidak efisien. Hal ini disebabkan karena tidak memiliki varian yang minimum varians over estimed sehingga nilai t-statistik dan F-stastistik yang didapatkan terlalu kecil tidak signifikan dan interval dari nilai β terlalu lebar. Cara mendeteksi masalah heteroskedastisitas dapat menggunakan plot grafik, Park test, Glejser test, Spearman’s rank correlation test, Goldfeld-Quandt test, Bart-lett’s homogenity-of variance test, Breusch-Pagan test, Peak test, White’s general heteroscedasticity test. Jika masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity test maka ditunjukkan dengan membandingkan Probability Obs-Square dengan taraf nyata tertentu. Kriteria uji heteroskedastisitas dapat dilihat sebagai berikut. Probability Obs-Square taraf nyata α, maka tolak H Probability Obs-Square taraf nyata α, maka terima H Jika hasil kesimpulan mengindikasikan tolak H maka persamaan mengalami masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, Jika hasil kesimpulan mengindikasikan terima H maka persamaan tidak mengalami masalah heteroskedastisitas.

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI GULA NASIONAL 4.1. Pengertian Industri Gula

Pada umumnya industri gula di Indonesia memproduksi gula pasir yang diekstraksi dari batang tanaman tebu Saccharum officinarum. Gula tersebut sebagian besar dikonsumsi langsung oleh masyarakat sebagai sumber energi, pemberi citarasa, serta memperbaiki warna dan tekstur makanan, dan sebagian lagi digunakan sebagai bahan bakubahan pembantu industri makanan dan minuman Wiryastuti, 2002. Menurut Sutji 1996, gula pasir yang diproduksi di dalam negeri adalah gula konsumsi rumah tangga dan gula industri. Kualitas gula konsumsi rumah tangga dinyatakan dengan SHS Superior Hough Suiker dan terdiri dari tiga kategori, yaitu kualitas SHS 1 standar, SHS 1B, dan SHS 1A. Sedangkan gula industri terdiri dari kualitas semi refined sugar semi rafinasi dan refined sugar gula rafinasi. Menurut Utami dan Sumarno 1996, gula konsumsi rumah tangga yang beredar di Indonesia dalam perdagangan internasional termasuk dalam kategori direct cane plantation white sugar yaitu gula putih yang diproduksi dengan cara ekstraksi langsung dari tanaman dan tidak mengalami pemurnian lanjut seperti refined sugar. Adapun tanaman yang digunakan sebagai sumber sukrosa adalah tebu Saccharum officinarum. Berdasarkan Surat Keputusan Kabulog Nomor Kep 283KA051995, gula konsumsi rumah tangga yang dihasilkan oleh pabrik gula dalam negeri harus memenuhi persyaratan teknis yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.