Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik dan pengaruh kebijakan pergulaan nasional
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA
GULA DOMESTIK DAN PENGARUH KEBIJAKAN PERGULAAN
NASIONAL
OLEH
ANDINA OKTARIANI H14103063
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
(2)
Domestik dan Pengaruh Kebijakan Pergulaan Nasional (dibimbing oleh IDQAN FAHMI).
Industri gula merupakan salah satu agroindustri yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh kebutuhan terhadap gula sebagai salah satu sumber kalori terus meningkat di Indonesia dengan pertumbuhan konsumsi mencapai 2,6 persen pada tahun 2005/2006 (USDA, www. Republika.co.id, 2005). Kondisi ini tidak diiringi dengan peningkatan produksi gula domestik. Indonesia hanya mampu menyediakan kebutuhan gula sekitar 1,7 juta ton per tahun sementara kebutuhan gula mencapai sekitar 3,2 juta ton per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan dan Lembaga Penelitian IPB, 2002). Hal inilah yang mendorong pemerintah untuk melakukan impor gula. Di satu sisi, volume impor dibutuhkan untuk menutupi kekurangan produksi dalam memenuhi konsumsi gula yang terus meningkat. Di sisi lain, volume impor ini menyebabkan kemunduran industri gula. Hal ini disebabkan karena harga impor gula yang lebih murah dibandingan harga gula domestik di tingkat eceran akibat dari adanya intervensi dari negara-negara eksportir untuk melindungi industri gulanya secara berlebihan. Kondisi ini menunjukkan bahwa industri gula nasional dihadapkan pada persaingan yang tidak adil dengan tarif impor sebesar 25 persen. Pemerintah mengatasi masalah ini dengan menetapkan kebijakan proteksi dan promosi untuk melindungi industri gula nasional.
Kebijakan proteksi dan promosi yang dilakukan oleh pemerintah menimbulkan adanya disparitas harga gula domestik yang lebih tinggi dari harga impor gula. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi gejala penurunan daya saing gula domestik. Pernyataan ini didasarkan bahwa harga merupakan gambaran proyeksi dari daya saing gula domestik. Kondisi ini menimbulkan dugaan ketidaktepatan pada kebijakan pergulaan di Indonesia, terutama pada era proteksi dan promosi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perkembangan kebijakan pergulaan nasional selama periode 1975 hingga 2005, menilai dampak kebijakan pergulaan nasional terhadap kondisi pergulaan di Indonesia, menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik, dan merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan sehingga gula domestik mampu bersaing di tingkat pasar domestik.
Penelitian ini difokuskan pada komoditas gula putih yang dikonsumsi langsung oleh rumah tangga, harga gula domestik hanya terdiri dari harga gula domestik di tingkat eceran dan harga gula di tingkat petani serta pengaruh kebijakan pergulaan nasional dalam penelitian ini hanya pada kebijakan bebas dan transisi dan kebijakan proteksi dan promosi, dimana kebijakan monopoli Bulog sebagai variabel kontrol. Namun, hasil penelitian ini hanya memaparkan pengaruh kebijakan proteksi dan promosi.
Pada penelitian ini, untuk menganalisa perkembangan kebijakan pergulaan nasional dilakukan secara deskriptif, menilai dampak kebijakan pergulaan nasional
(3)
terhadap kondisi pergulaan nasional menggunakan esensi metode Regulatory Impact Assessment (RIA) dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik digunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS) sehingga ketiga analisis ini dapat dijadikan informasi dalam membuat rekomendasi kebijakan. Data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series dengan periode waktu 31 tahun, yaitu dari tahun 1975 hingga 2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pergulaan yang diterapkan pemerintah secara garis besar terdiri dari tiga regim yaitu, periode Bulog (1975-1998), periode bebas dan transisi (1999-2002) dan periode proteksi dan promosi (2003-2005). Penilaian terhadap dampak kebijakan pergulaan nasional yang digambarkan berupa sisi positif dan negatif dari masing-masing kebijakan pergulaan nasional dilakukan secara deskriptif. Penerapan kebijakan pada periode Bulog menunjukkan bahwa sisi negatif lebih banyak daripada sisi positif yaitu menimbulkan adanya fluktuasi harga gula domestik yang memberikan ketidakpastian harga baik produsen maupun konsumen. Kondisi ini digambarkan pada kebijakan yang diterapkan periode bebas dan transisi, dimana sisi negatif lebih banyak dibandingkan sisi positif dari berbagai kebijakan tersebut. Lain halnya pada periode proteksi dan promosi, sisi positif lebih besar dibandingkan sisi negatif. Sisi positif dari kebijakan yang diterapkan pada periode proteksi dan promosi adalah menyehatkan industri gula. Namun, esensi dari sisi negatif kebijakan yang diterapkan pada periode proteksi dan promosi dampaknya lebih jelas pada jangka panjang dan menimbulkan penurunan daya saing gula domestik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga gula di tingkat petani, harga impor gula, harga gula domestik di tingkat eceran tahun sebelumnya dan kebijakan proteksi dan promosi berpengaruh positif sedangkan impor gula dan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap harga gula domestik di tingkat eceran. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa harga gula domestik di tingkat eceran, rasio harga gula di tingkat petani terhadap harga dasar gabah, harga pupuk, tingkat inflasi, dan kebijakan proteksi dan promosi berpengaruh positif terhadap harga gula di tingkat petani. Namun, harga impor gula tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kebijakan bebas dan transisi berpengaruh positif terhadap harga gula di tingkat petani. Kondisi ini tidak sesuai dengan teori dan konsep, dimana kebijakan bebas dan transisi seharusnya berpengaruh negatif terhadap harga gula di tingkat petani. Oleh karena itu, timbul ketidaktepatan pada persamaan dalam penelitian ini sehingga diperlukan re-estimasi.
Ketiga analisis ini memberikan kesimpulan bahwa kebijakan proteksi dan promosi mampu menyehatkan kondisi pergulaan nasional. Namun, adanya disparitas harga gula domestik yang lebih tinggi dari harga impor menunjukkan gejala penurunan daya saing sehingga kebijakan ini belum mampu meningkatkan daya saing gula domestik. Oleh karena itu, kebijakan proteksi dan promosi harus didukung dengan kebijakan lain untuk meningkatkan daya saing gula domestik secara komperhensif dari subsistem hulu sampai hilir.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menganalisa sejauhmana kinerja industri gula mampu menjadi industri yang kompetitif di masa yang akan datang dan menganalisa mekanisme distribusi gula sampai tingkat eceran serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penetapan harga gula domestik di tingkat pedagang antara.
(4)
Bogor. Penulis adalah putri ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Dedy
Muhammad Tauhid, SH, MM dengan Mulyaningsih. Riwayat pendidikan dimulai
dari pendidikan taman kanak-kanak TK Kusuma Jaya Bogor kemudian dilanjutkan
pendidikan sekolah dasar SDN Panaragan 2 Bogor dan pendidikan sekolah lanjutan
pertama SLTPN 2 Bogor diselesaikan pada tahun 2000 selanjutnya sekolah lanjutan
atas yang diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 2 Bogor. Pada tahun 2003, penulis
melanjutkan pendidikan ke Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departemen Ilmu
Ekonomi, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis memperoleh Juara 1 Lomba Karya
Tulis Mahasiswa (LKTM) Bidang Pendidikan Tingkat IPB tahun 2005, Juara 2
LKTM Bidang Pendidikan Wilayah B yang diselenggarakan di Universitas Negeri
Semarang (UNNES) tahun 2005, Finalis LKTM Bidang Pendidikan Tingkat Nasional
dalam rangka Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XVIII dan aktif pada
organisasi Himpunan Profesi Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada divisi
Kajian Ilmiah Ilmu Ekonomi.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke khadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmatnya, penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Harga Gula Domestik dan Pengaruh Kebijakan Pergulaan
Nasional” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1.
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan baik pada waktu persiapan dan penelitian maupun penyusunan
skripsi. Beliau juga sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan
pengarahan selama penulis mengikuti pendidikan.
2.
Dr. Sri Mulatsih, M.Sc sebagai penguji utama sidang yang telah memberikan
kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulisan skripsi agar menjadi lebih
baik.
3.
Ir. Tanti Novianti, M.Si sebagai penguji komisi pendidikan atas kritik dan
saran yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi menjadi lebih baik.
4.
Ir. Bambang Yoelianto, S.MP yang telah membantu, memberikan data serta
informasi lainnya yang diperlukan untuk penyusunan skripsi dalam proses
penelitian.
5.
Pihak Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Badan Pusat
Statistik, PT. Pupuk Sriwijaya, Bank Indonesia, dan Perpustakaan IPB (LSI)
atas kerjasamanya selama penulis melaksanakan penelitian.
6.
Ayah dan Ibu atas doa, pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, perhatian,
waktu untuk berbagi suka dan duka serta dorongannya sangat besar artinya
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semua yang telah diberikan Ibu dan
Ayah tiada taranya dan tidak dapat dinilai dengan apapun, hanya Allah SWT
yang dapat membalasnya. Kakakku tercinta Rizka, kang Opan dan de Ilham
atas semangat dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
(6)
8.
Keluarga Teuku Darmawan atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
9.
Ibu Endun dan Ayah Burhan (almarhumah) atas doa dan dukungannya selama
ini.
10.
Keluarga ua Eros, mas Bayu, mas Dedi yang telah memberikan doa,
dukungannya selama ini.
11.
Kak Irvan atas motivasi, bimbingan dalam mengarahkan penulis mengikuti
pendidikan.
12.
Teman-temanku yang telah memberikan semangat dan warna-warni dalam
bangku kuliah, Linda, Opie, Diyan Timor, Devi, Lea, Heni, Rendina, Dian P,
Desi, Tanti, Maiva, Arie, Echa dan temanku yang setia: Atisha, Erlyn serta
semua rekan-rekan IE angkatan 40.
13.
Kakak-kakak kelas ku IE, kak Nova dan kak Indra Refipal yang telah
memberikan pelajaran bahwa perlu perjuangan yang besar untuk meraih
cita-cita yang diinginkan dan memberikan warna-warni dalam mencapai prestasi
LKTM serta teh Yula yang telah membantu penulis dalam penyusunan
skripsi.
14.
Semua pihak yang telah membantu dan tidak mungkin disebutkan satu per
satu.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak
kekurangannya. Namun, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
berguna bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor,
April 2007
Andina Oktariani
H14103063
(7)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA
GULA DOMESTIK DAN PENGARUH KEBIJAKAN PERGULAAN
NASIONAL
Oleh
ANDINA OKTARIANI H14103063
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007(8)
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
April 2007
Andina Oktariani
H14103063
(9)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa
: Andina Oktariani
Nomor Registrasi
: H14103063
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul
Skripsi
:
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Harga Gula Domestik dan Pengaruh Kebijakan
Pergulaan Nasional
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec
NIP. 131 803 657
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS
NIP. 131 846 872
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8
1.4. Ruang Lingkup... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10
2.1. Tinjauan Pustaka ... 10
2.1.1. Teori Permintaan dan Penawaran... 10
2.1.2. Harga ... 13
2.1.3. Harga Gula Domestik... 14
2.1.3.1. Harga Gula Domestik di Tingkat Eceran ... 14
2.1.3.2. Harga Gula Domestik di Tingkat Petani ... 16
2.1.4. Teori Perdagangan Internasional... 18
2.1.5. Penelitian Terdahulu ... 21
2.2. Kerangka Pemikiran... 27
2.3. Hipotesis... 29
III. METODE PENELITIAN... 31
3.1. Jenis dan Sumber Data ... 31
3.2. Model Ekonometrika... 32
3.3. Identifikasi Model ... 36
3.4. Metode Analisis data ... 39
3.4.1.Metode Regulatory Impact Assessment (RIA)... 40
3.4.2. Two-Stage Least Square (2SLS) ... 42
3.5. Pengujian Model dan Hipotesis ... 44
3.5.1. Uji Kriteria Ekonomi... 44
3.5.2. Uji Kriteria Statistik ... 44
3.5.2.1. Uji Unit Root(Unit RootTest)... 44
(11)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA
GULA DOMESTIK DAN PENGARUH KEBIJAKAN PERGULAAN
NASIONAL
OLEH
ANDINA OKTARIANI H14103063
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
(12)
Domestik dan Pengaruh Kebijakan Pergulaan Nasional (dibimbing oleh IDQAN FAHMI).
Industri gula merupakan salah satu agroindustri yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh kebutuhan terhadap gula sebagai salah satu sumber kalori terus meningkat di Indonesia dengan pertumbuhan konsumsi mencapai 2,6 persen pada tahun 2005/2006 (USDA, www. Republika.co.id, 2005). Kondisi ini tidak diiringi dengan peningkatan produksi gula domestik. Indonesia hanya mampu menyediakan kebutuhan gula sekitar 1,7 juta ton per tahun sementara kebutuhan gula mencapai sekitar 3,2 juta ton per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan dan Lembaga Penelitian IPB, 2002). Hal inilah yang mendorong pemerintah untuk melakukan impor gula. Di satu sisi, volume impor dibutuhkan untuk menutupi kekurangan produksi dalam memenuhi konsumsi gula yang terus meningkat. Di sisi lain, volume impor ini menyebabkan kemunduran industri gula. Hal ini disebabkan karena harga impor gula yang lebih murah dibandingan harga gula domestik di tingkat eceran akibat dari adanya intervensi dari negara-negara eksportir untuk melindungi industri gulanya secara berlebihan. Kondisi ini menunjukkan bahwa industri gula nasional dihadapkan pada persaingan yang tidak adil dengan tarif impor sebesar 25 persen. Pemerintah mengatasi masalah ini dengan menetapkan kebijakan proteksi dan promosi untuk melindungi industri gula nasional.
Kebijakan proteksi dan promosi yang dilakukan oleh pemerintah menimbulkan adanya disparitas harga gula domestik yang lebih tinggi dari harga impor gula. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi gejala penurunan daya saing gula domestik. Pernyataan ini didasarkan bahwa harga merupakan gambaran proyeksi dari daya saing gula domestik. Kondisi ini menimbulkan dugaan ketidaktepatan pada kebijakan pergulaan di Indonesia, terutama pada era proteksi dan promosi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perkembangan kebijakan pergulaan nasional selama periode 1975 hingga 2005, menilai dampak kebijakan pergulaan nasional terhadap kondisi pergulaan di Indonesia, menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik, dan merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan sehingga gula domestik mampu bersaing di tingkat pasar domestik.
Penelitian ini difokuskan pada komoditas gula putih yang dikonsumsi langsung oleh rumah tangga, harga gula domestik hanya terdiri dari harga gula domestik di tingkat eceran dan harga gula di tingkat petani serta pengaruh kebijakan pergulaan nasional dalam penelitian ini hanya pada kebijakan bebas dan transisi dan kebijakan proteksi dan promosi, dimana kebijakan monopoli Bulog sebagai variabel kontrol. Namun, hasil penelitian ini hanya memaparkan pengaruh kebijakan proteksi dan promosi.
Pada penelitian ini, untuk menganalisa perkembangan kebijakan pergulaan nasional dilakukan secara deskriptif, menilai dampak kebijakan pergulaan nasional
(13)
terhadap kondisi pergulaan nasional menggunakan esensi metode Regulatory Impact Assessment (RIA) dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik digunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS) sehingga ketiga analisis ini dapat dijadikan informasi dalam membuat rekomendasi kebijakan. Data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series dengan periode waktu 31 tahun, yaitu dari tahun 1975 hingga 2005.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pergulaan yang diterapkan pemerintah secara garis besar terdiri dari tiga regim yaitu, periode Bulog (1975-1998), periode bebas dan transisi (1999-2002) dan periode proteksi dan promosi (2003-2005). Penilaian terhadap dampak kebijakan pergulaan nasional yang digambarkan berupa sisi positif dan negatif dari masing-masing kebijakan pergulaan nasional dilakukan secara deskriptif. Penerapan kebijakan pada periode Bulog menunjukkan bahwa sisi negatif lebih banyak daripada sisi positif yaitu menimbulkan adanya fluktuasi harga gula domestik yang memberikan ketidakpastian harga baik produsen maupun konsumen. Kondisi ini digambarkan pada kebijakan yang diterapkan periode bebas dan transisi, dimana sisi negatif lebih banyak dibandingkan sisi positif dari berbagai kebijakan tersebut. Lain halnya pada periode proteksi dan promosi, sisi positif lebih besar dibandingkan sisi negatif. Sisi positif dari kebijakan yang diterapkan pada periode proteksi dan promosi adalah menyehatkan industri gula. Namun, esensi dari sisi negatif kebijakan yang diterapkan pada periode proteksi dan promosi dampaknya lebih jelas pada jangka panjang dan menimbulkan penurunan daya saing gula domestik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga gula di tingkat petani, harga impor gula, harga gula domestik di tingkat eceran tahun sebelumnya dan kebijakan proteksi dan promosi berpengaruh positif sedangkan impor gula dan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap harga gula domestik di tingkat eceran. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa harga gula domestik di tingkat eceran, rasio harga gula di tingkat petani terhadap harga dasar gabah, harga pupuk, tingkat inflasi, dan kebijakan proteksi dan promosi berpengaruh positif terhadap harga gula di tingkat petani. Namun, harga impor gula tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kebijakan bebas dan transisi berpengaruh positif terhadap harga gula di tingkat petani. Kondisi ini tidak sesuai dengan teori dan konsep, dimana kebijakan bebas dan transisi seharusnya berpengaruh negatif terhadap harga gula di tingkat petani. Oleh karena itu, timbul ketidaktepatan pada persamaan dalam penelitian ini sehingga diperlukan re-estimasi.
Ketiga analisis ini memberikan kesimpulan bahwa kebijakan proteksi dan promosi mampu menyehatkan kondisi pergulaan nasional. Namun, adanya disparitas harga gula domestik yang lebih tinggi dari harga impor menunjukkan gejala penurunan daya saing sehingga kebijakan ini belum mampu meningkatkan daya saing gula domestik. Oleh karena itu, kebijakan proteksi dan promosi harus didukung dengan kebijakan lain untuk meningkatkan daya saing gula domestik secara komperhensif dari subsistem hulu sampai hilir.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menganalisa sejauhmana kinerja industri gula mampu menjadi industri yang kompetitif di masa yang akan datang dan menganalisa mekanisme distribusi gula sampai tingkat eceran serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penetapan harga gula domestik di tingkat pedagang antara.
(14)
Bogor. Penulis adalah putri ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Dedy
Muhammad Tauhid, SH, MM dengan Mulyaningsih. Riwayat pendidikan dimulai
dari pendidikan taman kanak-kanak TK Kusuma Jaya Bogor kemudian dilanjutkan
pendidikan sekolah dasar SDN Panaragan 2 Bogor dan pendidikan sekolah lanjutan
pertama SLTPN 2 Bogor diselesaikan pada tahun 2000 selanjutnya sekolah lanjutan
atas yang diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 2 Bogor. Pada tahun 2003, penulis
melanjutkan pendidikan ke Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departemen Ilmu
Ekonomi, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis memperoleh Juara 1 Lomba Karya
Tulis Mahasiswa (LKTM) Bidang Pendidikan Tingkat IPB tahun 2005, Juara 2
LKTM Bidang Pendidikan Wilayah B yang diselenggarakan di Universitas Negeri
Semarang (UNNES) tahun 2005, Finalis LKTM Bidang Pendidikan Tingkat Nasional
dalam rangka Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XVIII dan aktif pada
organisasi Himpunan Profesi Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada divisi
Kajian Ilmiah Ilmu Ekonomi.
(15)
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke khadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmatnya, penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Harga Gula Domestik dan Pengaruh Kebijakan Pergulaan
Nasional” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1.
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan baik pada waktu persiapan dan penelitian maupun penyusunan
skripsi. Beliau juga sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan
pengarahan selama penulis mengikuti pendidikan.
2.
Dr. Sri Mulatsih, M.Sc sebagai penguji utama sidang yang telah memberikan
kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulisan skripsi agar menjadi lebih
baik.
3.
Ir. Tanti Novianti, M.Si sebagai penguji komisi pendidikan atas kritik dan
saran yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi menjadi lebih baik.
4.
Ir. Bambang Yoelianto, S.MP yang telah membantu, memberikan data serta
informasi lainnya yang diperlukan untuk penyusunan skripsi dalam proses
penelitian.
5.
Pihak Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, Badan Pusat
Statistik, PT. Pupuk Sriwijaya, Bank Indonesia, dan Perpustakaan IPB (LSI)
atas kerjasamanya selama penulis melaksanakan penelitian.
6.
Ayah dan Ibu atas doa, pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, perhatian,
waktu untuk berbagi suka dan duka serta dorongannya sangat besar artinya
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semua yang telah diberikan Ibu dan
Ayah tiada taranya dan tidak dapat dinilai dengan apapun, hanya Allah SWT
yang dapat membalasnya. Kakakku tercinta Rizka, kang Opan dan de Ilham
atas semangat dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
(16)
8.
Keluarga Teuku Darmawan atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
9.
Ibu Endun dan Ayah Burhan (almarhumah) atas doa dan dukungannya selama
ini.
10.
Keluarga ua Eros, mas Bayu, mas Dedi yang telah memberikan doa,
dukungannya selama ini.
11.
Kak Irvan atas motivasi, bimbingan dalam mengarahkan penulis mengikuti
pendidikan.
12.
Teman-temanku yang telah memberikan semangat dan warna-warni dalam
bangku kuliah, Linda, Opie, Diyan Timor, Devi, Lea, Heni, Rendina, Dian P,
Desi, Tanti, Maiva, Arie, Echa dan temanku yang setia: Atisha, Erlyn serta
semua rekan-rekan IE angkatan 40.
13.
Kakak-kakak kelas ku IE, kak Nova dan kak Indra Refipal yang telah
memberikan pelajaran bahwa perlu perjuangan yang besar untuk meraih
cita-cita yang diinginkan dan memberikan warna-warni dalam mencapai prestasi
LKTM serta teh Yula yang telah membantu penulis dalam penyusunan
skripsi.
14.
Semua pihak yang telah membantu dan tidak mungkin disebutkan satu per
satu.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih banyak
kekurangannya. Namun, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
berguna bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor,
April 2007
Andina Oktariani
H14103063
(17)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA
GULA DOMESTIK DAN PENGARUH KEBIJAKAN PERGULAAN
NASIONAL
Oleh
ANDINA OKTARIANI H14103063
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007(18)
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
April 2007
Andina Oktariani
H14103063
(19)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa
: Andina Oktariani
Nomor Registrasi
: H14103063
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul
Skripsi
:
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Harga Gula Domestik dan Pengaruh Kebijakan
Pergulaan Nasional
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec
NIP. 131 803 657
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS
NIP. 131 846 872
(20)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8
1.4. Ruang Lingkup... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10
2.1. Tinjauan Pustaka ... 10
2.1.1. Teori Permintaan dan Penawaran... 10
2.1.2. Harga ... 13
2.1.3. Harga Gula Domestik... 14
2.1.3.1. Harga Gula Domestik di Tingkat Eceran ... 14
2.1.3.2. Harga Gula Domestik di Tingkat Petani ... 16
2.1.4. Teori Perdagangan Internasional... 18
2.1.5. Penelitian Terdahulu ... 21
2.2. Kerangka Pemikiran... 27
2.3. Hipotesis... 29
III. METODE PENELITIAN... 31
3.1. Jenis dan Sumber Data ... 31
3.2. Model Ekonometrika... 32
3.3. Identifikasi Model ... 36
3.4. Metode Analisis data ... 39
3.4.1.Metode Regulatory Impact Assessment (RIA)... 40
3.4.2. Two-Stage Least Square (2SLS) ... 42
3.5. Pengujian Model dan Hipotesis ... 44
3.5.1. Uji Kriteria Ekonomi... 44
3.5.2. Uji Kriteria Statistik ... 44
3.5.2.1. Uji Unit Root(Unit RootTest)... 44
(21)
xi
3.5.2.3. Uji F... 45
3.5.2.4. Uji t... 47
3.5.3. Uji Kriteria Ekonometrika... 48
3.5.3.1. Multikolinearitas ... 48
3.5.3.2. Autokorelasi ... 48
3.5.3.3. Heteroskedastisitas ... 50
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI GULA NASIONAL ... 51
4.1. Pengertian Industri Gula... 51
4.2. Perkembangan Industri Gula ... 53
4.3. Kebijakan Pergulaan Negara Produsen dan Konsumen Utama Gula Dunia... 57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 62
5.1. Perkembangan Kebijakan Pergulaan Nasional... 62
5.2. Penilaian Dampak Kebijakan Pergulaan Nasional Terhadap Kondisi Pergulaan Nasional ... 72
5.2.1. Periode Bulog ... 72
5.2.2. Periode Bebas dan Transisi... 75
5.2.3. Periode Proteksi dan Promosi... 79
5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Gula Domestik... 81
5.3.1. Uji Stasioneritas Data... 81
5.3.2. Hasil Estimasi Model Struktural Harga Gula Domestik di Tingkat Eceran ... 82
5.3.2.1. Uji Ekonometrika ... 82
5.3.2.2. Hasil Estimasi Model ... 83
5.3.3. Hasil Estimasi Model Struktural Harga Gula di Tingkat Petani ... 87
5.3.3.1. Uji Ekonometrika ... 87
5.3.3.2. Hasil Estimasi Model ... 88
5.4. Rekomendasi Kebijakan... 96
VI. Kesimpulan dan Saran ... 108
6.1. Kesimpulan... 108
6.2. Saran... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 111
(22)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 3.1. Uji Order Condition... 38
3.2. Uji The Rank Condition of Identifiability... 39 4.1. Persyaratan Teknis Gula Konsumsi Rumah Tangga... 52 4.2. Perkembangan Produksi, Ekspor, Impor, Konsumsi dan Pabrik
Gula Indonesia, 1930-1967 ... 55 4.3. Perkembangan Luas Areal, Produktivitas Tebu, Rendemen,
Produksi Gula dan Produktivitas Gula... 56 4.4. Komitmen Tarif Beberapa Negara dalam GATT... 58 5.1. Perkembangan Kebijakan Pergulaan Periode Bulog (1975-1998) 64 5.2. Perkembangan Kebijakan Pergulaan Periode Bebas dan Transisi
(1999-2002)... 67 5.3. Perkembangan Kebijakan Pergulaan Masa Proteksi dan Promosi
(2003-2005)... 70 5.4. Perkembangan Luas Areal, Rendemen dan Produksi Gula,
1994-1998 ... 74 5.5. Analisis Positif dan Negatif Periode Bulog (1975-1998) ... 75 5.6. Analisis Positif dan Negatif Periode Bebas dan Transisi
(1999-2002)... 78 5.7. Analisis Positif dan Negatif Periode Proteksi dan Promosi
(2003-2005)... 80 5.8. Pengujian Akar-akar Unit (Unit Root Test) ... 82 5.9. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Gula Domestik
di Tingkat Eceran ... 83 5.10. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Gula
di Tingkat Petani ... 88 5.11. Perubahan Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Gula
Domestik di Tingkat Eceran... 94 5.12. Perubahan Hasil Estimasi Parameter Persamaan Harga Gula
di Tingkat Petani ... 95 5.13. Perbandingan Rata-rata Produktivitas Tebu, Rendemen dan
(23)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1.1. Perkembangan Harga Gula Domestik Di Tingkat Eceran dan
Harga Impor Gula (1999-2005) ... 5 1.2. Pasar Gula dengan Harga Provenue... 17 1.3. Perdagangan Internasional ... 20 1.4. Diagram Alir Kerangka Pemikiran ... 28 1.5. Tahapan Metode Regulatory Impact Assessment (RIA) ... 41 1.6. Perkembangan Harga Provenue dan Harga Gula Domestik
(24)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Lama Hari Giling dan Kapasitas Giling, 2005/2006... 115 2. Uji Stasioneritas Data... 116 3. Hasil Estimasi Untuk Mencari Persamaan Harga Gula Domestik
di Tingkat Eceran ... 118 4. Uji Heteroskedasitas ... 118 5. Uji Autokorelasi ... 118 6. Uji Multikolinearitas ... 118 7. Hasil Estimasi Untuk Mencari Persamaan Harga Gula di Tingkat
Petani... 119 8. Uji Heteroskedasitas ... 119 9. Uji Autokorelasi ... 119 10. Uji Multikolinearitas ... 119 11. Uji Rank Condition... 120 12. Perubahan Hasil Estimasi Untuk Mencari Persamaan Harga Gula
Domestik di Tingkat Eceran... 120 13. Uji Heteroskedasitas ... 121 14. Uji Autokorelasi ... 121 15. Perubahan Hasil Estimasi Untuk Mencari Persamaan Harga Gula
di Tingkat Petani ... 121 16. Uji Heteroskedasitas ... 121 17. Uji Autokorelasi ... 121
(25)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri gula merupakan salah satu agroindustri yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karena posisinya sebagai salah satu komoditas stategis yang menjadi tulang punggung ketahanan ekonomi dengan berbasis sumber daya nasional yang memiliki struktur keterkaitan dan kedalaman yang kuat serta memiliki daya saing yang tangguh di pasar internasional (Rindayanti, 2006). Kebutuhan terhadap gula sebagai salah satu sumber kalori di dunia terus meningkat. Peningkatan ini dapat ditunjukkan dari pertumbuhan konsumsi gula dunia dengan laju 0,7 persen pada tahun 2005/2006. Konsumsi gula yang meningkat juga terjadi di Indonesia dengan pertumbuhan konsumsi mencapai 2,6 persen pada tahun 2005/2006 (USDA, www. Republika.co.id, 2006).
Peningkatan konsumsi gula terutama berkaitan dengan pertambahan penduduk, peningkatan kesejahteraan dan perkembangan industri makanan dan minuman. Respon konsumsi terhadap perubahan harga gula dan PDB adalah inelastis, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Akan tetapi, konsumsi gula mempunyai hubungan elastis terhadap perubahan jumlah penduduk, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek (Susila, 2005). Sebagai contoh, jumlah penduduk tahun 2000 adalah 208.925 ribu orang mengkonsumsi gula sebanyak 2.507.100 ton dan pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah penduduk yaitu 220.982 ribu orang dengan konsumsi gula yang meningkat sebanyak 2.651.784 ton (Sekretariat Dewan Gula Indonesia,
(26)
2006). Hal ini menunjukkan perubahan jumlah penduduk menyebabkan perubahan konsumsi gula dalam jumlah yang besar. Perubahan konsumsi ini terutama berkaitan dengan posisi gula yang masih merupakan kebutuhan pokok.
Kondisi di atas tidak diiringi dengan peningkatan produksi gula domestik. Indonesia hanya mampu menyediakan kebutuhan gula sekitar 1,7 juta ton per tahun sementara kebutuhan gula mencapai sekitar 3,2 juta ton per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan dan Lembaga Penelitian IPB, 2002). Ketidakseimbangan terbesar antara produksi dan konsumsi gula domestik dapat ditunjukkan pada tahun 1999, konsumsi gula adalah 2.477.000 ton sedangkan produksi gula domestik hanya mencapai 1.488.599 ton. Hal inilah yang mendorong pemerintah untuk melakukan impor gula sebesar 2.187.133 ton agar pemenuhan kebutuhan konsumsi terpenuhi (Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2006). Di sisi lain, volume impor justru menjadi ancaman bagi industri gula dalam negeri karena harga yang ditawarkan lebih murah daripada gula domestik. Harga gula dunia hanya mencapai US$ 200,6/ton atau setara dengan Rp 1.600/kg pada tingkat kurs Rp 8.000/dolar sedangkan harga gula domestik di tingkat eceran sebesar Rp 2.640/kg pada tahun 1999 (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan dan Lembaga Penelitian IPB, 2002). Keadaan ini menggambarkan gula domestik memiliki daya saing yang rendah secara internasional.
Harga gula dunia yang cenderung rendah disebabkan karena terjadi kelebihan produksi gula dunia dibandingkan dengan permintaan sebesar 1,1 juta ton pada tahun 1998/1999 (ISO dan Bank Dunia dalam Hafsah). Harga gula dunia yang relatif murah ini tidak terlepas dari kebijakan pergulaan di negara-negara
(27)
3
eksportir. Industri gula cenderung dilindungi oleh berbagai kebijakan proteksi dan promosi dari negara-negara produsen dan konsumen utama gula dunia antara lain, Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan Thailand. Kebijakan proteksi yang diterapkan mulai dari pengenaan tarif bea masuk yang tinggi hingga pembatasan impor. Kebijakan promosi yang dilakukan dari pemberian subsidi produksi hingga subsidi pemasaran berupa kredit ekspor. Pemberian subsidi yang cukup besar menyebabkan terjadinya surplus gula dunia sehingga harga gula di pasar internasional menjadi terus tertekan.
Kebijakan pergulaan yang dilakukan negara-negara eksportir gula telah menyebabkan harga gula di pasar internasional terdistorsi. Berdasarkan hasil studi menyebutkan bahwa industri gula merupakan industri dengan tingkat distorsi tertinggi yang bersumber dari intervensi pemerintah sehingga liberalisasi perdagangan tidak berpengaruh pada perdagangan dan industri gula (Kennedy dan Groombrigde, 2001 dalam Susila). Kondisi ini menunjukkan bahwa industri gula Indonesia bersaing pada perdagangan bebas yang tidak adil. Hal ini disebabkan karena pemerintah Indonesia hanya melindungi industri gula dengan tarif impor gula sebesar 25 persen yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 230/MPP/Kep/6/1999. Kebijakan tarif impor ini tetap membuat harga gula domestik tertekan sehingga industri gula mengalami kemunduran.
Persaingan yang tidak adil dari negara-negara produsen dan konsumen utama gula dunia merespon pemerintah untuk mengeluarkan berbagai kebijakan mulai dari ketentuan ICUMSA gula yang dapat diimpor, kejelasan waktu dan pelabuhan impor, penentuan harga di tingkat petani hingga kebijakan promosi
(28)
untuk menghadapi persaingan yang tidak adil dalam menyelamatkan sejumlah pabrik gula. Kebijakan proteksi yang diterapkan dalam dua tahun terakhir ini berupa tarif bea masuk atas impor gula sebesar Rp 790/kg tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan No. 600/PMK.010/2004 tertanggal 23 Desember 2004 kemudian terjadi perubahan tarif bea masuk menjadi 530/kg tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan No. 86/PMK.010/2005 tertanggal 30 September 2005 untuk tetap memperhatikan kepentingan konsumen. Dengan adanya kebijakan proteksi dan promosi industri gula mampu mengatasi pengaruh perdagangan global.
Kebijakan proteksi dan promosi ini menyebabkan harga gula domestik di tingkat eceran cenderung meningkat dari Rp 2.640/kg tahun 1999 hingga Rp 5.490/kg tahun 2005. Kenaikan harga gula domestik di tingkat eceran mencapai laju sebesar 11,04 persen per tahun pada tahun 1999 hingga 2005. Perkembangan harga gula domestik di tingkat eceran ini berada di atas harga impor gula yang hanya mencapai laju sebesar 9,62 persen per tahun selama tahun 1999 hingga 2005. Hal ini memperlihatkan selisih harga gula domestik di tingkat eceran dan harga impor gula sebesar 1,5 persen. Harga gula dunia (London No. 5) pada tahun 1999 adalah US$ 200,6/ton dan pada tahun 2005 US$ 291,1/ton atau setara dengan Rp 1.861/kg pada tahun 1999 dengan tingkat kurs Rp 8.632/dolar dan Rp 3.802/kg pada tahun 2005 dengan kurs Rp 9.830/dolar (Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2006). Hal ini menunjukkan harga gula domestik berfluktuasi mengikuti dinamika harga gula internasional yang bergejolak mengikuti harga
(29)
5
musiman (Sudana et al., 2000). Perkembangan harga gula domestik di tingkat eceran dan harga impor gula dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Sumber : Sekretariat Dewan Gula Indonesia (2006)
Gambar 1.1. Perkembangan Harga Gula Domestik Di Tingkat Eceran dan Harga Impor Gula (1999-2005)
Ketidakseimbangan antara kenaikan harga gula domestik di tingkat eceran dan harga impor gula menandakan bahwa terjadi disparitas harga gula domestik di tingkat eceran yang lebih tinggi dibandingkan harga impor gula. Kondisi ini berarti menunjukkan bahwa gula domestik cenderung mengalami gejala penurunan daya saing. Pernyataan ini didasarkan bahwa harga adalah gambaran dari proyeksi daya saing gula domestik. Hal ini disebabkan karena volume impor masih dibutuhkan untuk menutupi kekurangan produksi dalam memenuhi konsumsi gula sehingga harga impor gula akan ditransmisikan secara langsung ke pasar domestik.
Kondisi di atas memperlihatkan bahwa kebijakan proteksi dan promosi yang diterapkan oleh pemerintah belum mampu meningkatkan daya saing gula domestik. Seharusnya, dengan adanya kebijakan promosi dan proteksi yang diterapkan oleh pemerintah terhadap industri gula nasional mampu menghadapi persaingan di tingkat pasar domestik dari segi harga dan kualitas. Terlebih gula
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
(R
upi
a
h
/k
g
)
(30)
merupakan kebutuhan pokok yang mempunyai pengaruh langsung terhadap inflasi (Susila, 2005). Hal ini menimbulkan dugaan ketidaktepatan kebijakan pergulaan di Indonesia, terutama pada era proteksi dan promosi pada periode 2003 hingga 2005. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk menganalisa perkembangan kebijakan pergulaan nasional dan menilai secara sistematis terhadap dampak yang ditimbulkan dari kebijakan pergulaan nasional serta menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik sehingga dapat mengetahui pengaruh kebijakan pergulaan nasional. Dengan demikian, ketiga analisis ini dapat digunakan sebagai informasi dalam membuat langkah-langkah yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan daya saing gula domestik.
1.2. Perumusan Masalah
Industri gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari sejarah dimulainya industri gula sejak abad ke 17 pada zaman pemerintahan Belanda di Indonesia (Mubyarto, 1984). Pada tahun 1930-an industri gula berhasil menjadi eksportir gula terbesar kedua di dunia sehingga dapat menguasai pasar Internasional. Pada masa sekarang kondisi industri gula mengalami perubahan yang drastis, dari negara eksportir menjadi negara importir terbesar pertama di Asia dan terbesar kedua dunia setelah Rusia.
Kondisi ini berkaitan dengan konsumsi gula nasional yang terus meningkat dengan laju 1,8 persen per tahun tetapi terjadi penurunan produksi gula nasional mencapai -0,9 persen per tahun selama tahun 1993 hingga 2005. Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi ini mendorong pemerintah
(31)
7
untuk melakukan impor gula yang cenderung meningkat dengan laju 5,7 persen per tahun, yaitu dari 260.791 ton pada tahun 1993 menjadi 1.149.812 ton pada tahun 2005. Impor gula terbesar dialami oleh Indonesia pada tahun 1999 yang mencapai 2.187.133 ton (Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2006). Namun, impor ini menjadi ancaman bagi industri gula nasional karena harga impor gula lebih murah daripada gula domestik. Hal ini disebabkan karena adanya kebijakan pergulaan internasional yang terdistori. Kondisi ini menunjukkan bahwa gula domestik dihadapkan pada persaingan bebas yang tidak adil. Industri gula hanya dilindungi oleh kebijakan tarif impor 25 persen.
Perdagangan bebas yang tidak adil membuat pemerintah menerapkan kebijakan proteksi dan promosi bagi industri gula. Akan tetapi, kebijakan pemerintah ini menimbulkan adanya gejala penurunan daya saing gula domestik. Hal ini ditunjukkan oleh kenaikan harga gula domestik di tingkat eceran yang lebih tinggi dari kenaikan harga impor gula.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan kebijakan pergulaan nasional selama periode 1975 hingga 2005?
2. Bagaimana penilaian dampak kebijakan pergulaan nasional terhadap kondisi pergulaan di Indonesia?
3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi harga gula domestik di Indonesia?
(32)
4. Kebijakan apa yang dapat direkomendasikan untuk pemerintah agar gula domestik mampu bersaing di pasar domestik?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dengan melihat kondisi riil secara terperinci pada industri gula nasional penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisa perkembangan kebijakan pergulaan nasional selama periode 1975 hingga 2005.
2. Menilai dampak yang ditimbulkan dari kebijakan pergulaan nasional terhadap kondisi pergulaan di Indonesia.
3. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik di Indonesia.
4. Merumuskan langkah-langkah yang dapat dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan sehingga gula domestik mampu bersaing di tingkat pasar domestik.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai kebijakan pergulaan nasional dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik. 2. Mengetahui tahapan dalam merumuskan suatu kebijakan.
3. Bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pergulaan nasional.
4. Informasi bagi peneliti lainnya untuk penelitian lebih lanjut.
5. Sarana pembelajaran bagi penulis dalam memahami industri gula nasional secara lebih mendalam.
(33)
9
1.4. Ruang Lingkup
Penelitian ini difokuskan pada komoditas gula putih yang dikonsumsi langsung oleh rumah tangga. Analisis harga gula domestik hanya terdiri dari harga gula domestik di tingkat eceran dan harga gula di tingkat petani. Pembatasan pengaruh kebijakan pergulaan nasional dalam penelitian ini hanya pada kebijakan bebas dan transisi dan kebijakan proteksi dan promosi, dimana kebijakan monopoli Bulog sebagai variabel kontrol. Hasil penelitian ini hanya memaparkan pengaruh kebijakan proteksi dan promosi.
(34)
2.1.1. Teori Permintaan dan Penawaran
Permintaan adalah jumlah komoditi yang ingin dibeli oleh para pembeli dengan harga suatu komoditi yang berlaku pada saat itu. Menurut Lipsey (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah:
1. Pergerakan pada kurva permintaan a. Harga komoditi yang bersangkutan
Harga suatu komoditi yang bersangkutan merupakan penyebab pergerakan pada kurva permintaan. Harga suatu komoditi ini berhubungan secara negatif dengan permintaan, ceteris paribus. Jika terjadi kenaikan harga maka permintaan akan komoditi menurun. Sebaliknya, jika harga turun menyebabkan permintaan akan komoditi tersebut akan naik.
2. Pergeseran pada kurva permintaan a. Harga komoditi lain
Perubahan harga suatu komoditi akan berpengaruh terhadap permintaan komoditi lain. Hal ini disebabkan karena kedua komoditi ini mempunyai hubungan sebagai komoditi substitusi atau komoditi komplementer. Jika kedua komoditi tersebut mempunyai hubungan subsitusi maka kenaikan harga suatu komoditi akan menyebabkan peningkatan pada komoditi lain. Sedangkan, jika kedua komoditi tersebut mempunyai hubungan sebagai barang komplementer maka kenaikan harga suatu komoditi mengakibatkan penurunan pada komoditi lain.
(35)
11
b. Tingkat pendapatan
Perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi pembelian suatu komoditi. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi, ceteris paribus.
c. Selera
Selera adalah salah satu variabel yang mempengaruhi besar-kecilnya permintaan terhadap suatu komoditi. Selera dan pilihan konsumen terhadap suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh struktur umur konsumen, terlebih karena faktor adat dan kebiasaan setempat, tingkat pendidikan, atau lainnya.
d. Jumlah penduduk
Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan lebih banyak komoditi yang dibeli pada setiap tingkat harga. Dengan kata lain, semakin banyak jumlah penduduk maka semakin besar pula jumlah permintaan akan komoditi tersebut.
Menurut Lipsey (1993), penawaran adalah jumlah komoditi yang akan dijual oleh para produsen pada harga-harga alternatif komoditi tersebut. Perusahaan bersedia untuk memproduksi sejumlah komoditi dan menawarkan komoditi tersebut untuk dijual kepada para pembeli dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Harga komoditi itu sendiri
Harga komoditi itu sendiri mempunyai hubungan positif dengan penawaran suatu komoditi, ceteris paribus. Semakin tinggi harga suatu
(36)
komoditi maka semakin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan oleh para produsen. Sebaliknya, semakin rendah harga suatu komoditi ini maka semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan oleh produsen.
b. Harga komoditi lain
Pada produksi terdapat hubungan antar komoditi yang saling bersubsitusi maupun komplementer. Jika terjadi kenaikan harga komoditi subsitusi maka penawaran komoditi yang bersangkutan akan menurun. Sebaliknya, penurunan harga komoditi subsitusi akan meningkatkan penawaran komoditi yang bersangkutan. Jika terjadi kenaikan harga pada komoditi komplementer akan menyebabkan peningkatan penawaran komoditi yang bersangkutan. Demikian sebaliknya, penurunan harga komoditi komplementer akan menyebabkan penurunan pula penawaran komoditi yang bersangkutan.
c. Teknologi
Perubahan teknologi dalam proses produksi akan mempengaruhi penawaran suatu komoditi. Jika perubahan teknologi menyebabkan peningkatan produksi berarti penawaran akan suatu komoditi meningkat.
d. Harga input
Harga input merupakan salah satu faktor yang menentukan produsen dalam memproduksi suatu komoditi. Jika terjadi kenaikan harga input maka produsen akan mengurangi penggunaan input tersebut sehingga penawaran akan menurun. Sebaliknya, jika harga input turun maka produsen akan menambah penggunaan input sehingga penawaran suatu komoditi akan meningkat.
(37)
13
e. Jumlah produsen
Jika terjadi penambahan jumlah produsen maka akan menyebabkan penawaran meningkat.
f. Tujuan perusahaan
Tujuan perusahaan secara ekonomi adalah memaksimumkan keuntungan. Disisi lain, terdapat juga perusahaan yang tidak berorientasi pada maksimisasi keuntungan sehingga perusahaan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan produksinya tanpa memperhitungkan keuntungan atau kerugian yang diperoleh perusahaan.
g. Pajak dan subsidi
Adanya pajak akan menyebabkan penawaran suatu komoditi dapat berkurang. Hal ini disebabkan karena pajak mengakibatkan kenaikan pada ongkos produksi sehingga mengurangi insentif untuk berproduksi. Sebaliknya, pemberian subsidi akan menyebabkan penurunan ongkos produksi sehingga penawaran akan meningkat.
2.1.2. Harga
Menurut Krugman dan Obstfeld (2003), harga barang-barang yang diperdagangkan ditentukan oleh penawaran dan permintaan. Perpotongan kurva permintaan dan penawaran suatu barang dalam pasar akan membentuk harga pasar (harga keseimbangan) untuk barang tersebut. Kondisi ini menunjukkan kuantitas barang yang diminta oleh pembeli adalah sama dengan kuantitas yang ditawarkan oleh penjual. Hal ini menandakan keseimbangan harga pasar merupakan hasil interaksi antara permintaan dan penawaran barang di pasar.
(38)
Menurut Nicholson (1985), harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu pertama sebagai pemberi informasi tentang jumlah komoditi yang sebaiknya dipasok oleh produsen untuk memperoleh laba maksimum dan kedua sebagai penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum. Kenaikan permintaan menyebabkan keseimbangan harga meningkat sehingga permintaan mempengaruhi harga secara positif, sedangkan penawaran mempengaruhi harga secara negatif, dimana jika penawaran meningkat maka harga akan cenderung turun disebabkan kuantitas barang yang ditawarkan produsen lebih besar daripada yang dibutuhkan atau yang diinginkan oleh konsumen.
2.1.3. Harga Gula Domestik
2.1.3.1. Harga Gula Domestik di Tingkat Eceran
Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan gula dunia dengan pangsa impor sekitar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia pada dasarnya bersifat sebagai price taker. Kondisi ini menunjukkan bahwa harga gula di tingkat eceran dipengaruhi oleh harga gula di pasar internasional. Dengan kata lain, ketika terjadi guncangan pada sisi permintaan dan penawaran di pasar dunia maka akan mempengaruhi kondisi harga gula di dalam negeri. Oleh karena itu, lebih baik pasar gula di tingkat domestik tidak sepenuhnya dilepaskan pada mekanisme pasar internasional. Hal ini untuk menjaga fluktuasi harga gula yang tajam di pasar domestik dengan berbagai kebijakan domestik yang dilakukan pemerintah. Namun, kebijakan ini diharapkan tidak menimbulkan distorsi dalam pasar domestik yang berlebihan seperti terlalu besarnya perbedaan harga domestik dan harga internasional. Oleh
(39)
15
karena itu, berbagai kebijakan domestik juga dapat mempengaruhi harga gula di pasar domestik.
Menurut Hafsah (2002), Penetapan harga gula yang dilakukan oleh pemerintah secara teoritis terdiri dari tiga pendekatan, yaitu:
1. Hubungan antara harga input dengan harga output.
Hubungan ini menunjukkan bagaimana input seharusnya dialokasikan untuk mendapatkan tingkat produksi yang memberikan keuntungan yang maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa harga output harus lebih besar daripada biaya produksi, agar biaya produksi yang dihasilkan tidak mengalami kerugian dan petani dapat mengusahakan komoditi tersebut secara layak.
2. Hubungan antar produksi suatu komoditi tidak merugikan dibandingkan dengan mengusahakan alternatif komoditi lain.
Hubungan ini mengarah agar sumberdaya yang ada harus digunakan untuk memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan komparatif terbesar. Oleh karena itu, dengan mempengaruhi suatu harga komoditi terhadap komoditi lain maka keseimbangan produksi antar komoditi dapat dipengaruhi.
3. Hubungan antar komoditi di pasar domestik dan pasar internasional.
Hubungan ini menggambarkan tingkat efisiensi dalam memproduksi komoditi di dalam negeri dan sebagai kontrol agar harga komoditi tersebut tidak mahal dibandingkan dengan harga internasional.
Ada dua aspek lain yang mempengaruhi penetapan harga gula, adalah: 1. Bagaimana pengaruh harga terhadap produksi dan distribusi pendapatan. 2. Bagaimana efek dinamis yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan harga terhadap
(40)
2.1.3.2. Harga Gula di Tingkat Petani
Harga gula di tingkat petani merupakan harga gula yang diterima oleh petani, dimana harga gula di tingkat petani dapat dibagi menjadi dua berdasarkan dinamika kebijakan pemerintah, yaitu harga provenue dan harga minimal. Menurut Susila (2005), harga provenue adalah jaminan harga output untuk produsen gula sehingga harga di tingkat petani terhindar dari pengaruh fluktuasi harga gula di pasar internasional. Dengan kata lain, harga provenue gula merupakan kebijakan harga dasar gula yang diterapkan oleh pemerintah untuk melindungi petani tebu. Kebijakan harga provenue mulai diterapkan pada tahun 1975 sebagai kebijakan pendukung dalam pelaksanaan program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) melalui Inpres No. 9 Tahun 1975. Tujuan dari adanya kebijakan harga provenue ini adalah memberikan kepastian harga output kepada petani tebu sehingga memiliki informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan menanam tebu atau komoditas lainnya. Harga provenue yang ditambah keuntungan distributor dan pengecer akan terbentuk harga gula eceran untuk konsumen (Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2006).
Kerangka teoritis harga provenue gula dapat dilihat pada Gambar 1.2. Kondisi belum diterapkan harga provenue menggambarkan bahwa harga di tingkat petani adalah sama dengan harga dunia, ceteris paribus. Pada situasi ini Indonesia memproduksi gula pada tingkat q0 dengan konsumsi sebesar q1 sehingga volume impor sebesar (q1-q0) asumsi Indonesia sebagai small country. Jika pemerintah menerapkan kebijakan harga provenue sebesar Pprov, maka petani menerima harga yang lebih tinggi dari harga sebelumnya. Hal ini menyebabkan
(41)
17
produksi gula meningkat menjadi q2 asumsi kenaikan harga provenue ini meningkatkan harga di tingkat konsumen sehingga konsumsi menurun menjadi q3. Kebijakan harga provenue mengakibatkan volume impor menurun sebesar (q3-q2). Dengan demikian, kebijakan harga provenue akan meningkatkan harga domestik, peningkatan produksi domestik, penurunan impor dan penurunan konsumen P
S Pprov
a Pw b d e T c
D q0 q2 q3 q1 q
Sumber : Susila, 2005
Gambar 1.2. Pasar Gula dengan Harga Provenue
Kebijakan harga provenue bertahan hanya pada tahun 2000. Sejak tahun 2001 tidak ada penetapan harga provenue gula oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena tidak didukung oleh rencana tindak lanjut yang memadai seperti dana yang tidak dimiliki pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Sebagai akibatnya, harga gula di tingkat petani masih tetap mengalami ketidakpastian. Oleh karena itu, sejak tahun 2001 hingga sekarang harga dasar gula tidak ditetapkan oleh pemerintah melainkan hasil kesepakatan dari pelaku bisnis gula disebut sebagai harga minimal.
Menurut Sekretariat Dewan Gula Indonesia (2006), harga minimal pada dasarnya sama dengan kebijakan harga dasar gabah untuk petani padi. Namun
(42)
harga ini tidak diterapkan oleh pemerintah melainkan berdasarkan harga pokok produksi gula yang bersangkutan dan sudah termasuk keuntungan petani sebesar 10 persen hingga 12 persen. Selanjutnya, harga minimal ini dijadikan sebagai patokan terendah dalam mekanisme harga lelang gula. Harga lelang gula ini akan dijadikan sebagai harga jual ditingkat petani. Harga lelang gula ditambah keuntungan distributor dan pengecer akan terbentuk harga gula eceran ditingkat konsumen. Mekanisme lelang gula mulai diterapkan pada tahun 2001 sebagai tanda pelaksanaan pasar bebas di pergulaan nasional.
Menurut Sekretariat Dewan Gula Indonesia (2005), ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menentukan harga dasar, yaitu:
1. Ratio antara harga dasar gula terhadap harga dasar gabah. Harga dasar gula yang dapat menciptakan kondisi persaingan yang sehat antara tanaman tebu dan padi khususnya dilahan sawah adalah 2,4 kali.
2. Pengaruh kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap biaya produksi gula. Kenaikan harga BBM memicu kenaikan harga input dalam produksi gula.
3. Pendekatan ketiga dilakukan dengan menggunakan perspektif pasar global. Harga gula pada pasar dunia yang kompetitif akan mendekati rata-rata biaya produksi gula dunia. Pendekatan ini sangat penting agar industri gula Indonesia dapat bersaing pada pasar gula dunia yang kompetitif.
2.1.4. Teori Perdagangan Internasional
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1992), teori perdagangan dunia mempunyai konsep dasar yang mengatakan bahwa setiap negara mempunyai
(43)
19
keunggulan komparatif absolut dan relatif dalam menghasilkan suatu komoditas dibandingkan dibandingkan negara lain. Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki negara maka suatu negara akan mengekspor komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang lebih tinggi dan mengimpor komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif yang lebih rendah. Perdagangan antar negara akan membawa dunia pada penggunaan sumberdaya langka secara lebih efisien dan setiap negara dapat melakukan perdagangan bebas yang menguntungkan dengan melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimiliki negara yang bersangkutan. Perkembangan teori perdagangaan internasional ditunjukkan dari adanya teori tentang keunggulan kompetitif. Keunggulaan kompetitif ini menitikberatkan bahwa harga dunia sebagai patokan pertukaran barang-barang antar negara. Dengan harga dunia ini diharapkan penggunaan sumberdaya dunia akan lebih efisien dan menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi.
Menurut Ball dan McCulloch (2000), perdagangan internasional terutama timbul karena adanya perbedaan-perbedaan harga relatif di antara negara. Perbedaan-perbedaan ini berasal dari perbedaan dalam biaya produksi yang diakibatkan oleh :
1. Perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi. Tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditas yang diperdagangkan karena faktor-faktor alam yang tidak mendukung.
2. Kemampuan suatu negara dalam menyerap dan menerapkan teknologi untuk menghasilkan komoditas tertentu pada tingkat yang lebih efisien.
(44)
4. Nilai tukar suatu negara terhadap negara lain.
Negara 1 Pasar Internasional Negara 2
Sumber: Salvatore, 1997
Gambar 1.3. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional terjadi ketika ada interaksi antara permintaan dan penawaran dunia. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.3, permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P3. Hal ini disebabkan karena harga internasional sebesar P2 akan menyebabkan negara 2 untuk membeli suatu komoditi lebih banyak sehingga kelebihan permintaan akan komoditi ini terjadi di negara 2 sebesar A’B’E’. Sedangkan, pada negara 1 akan terjadi excess supply sebesar ABE akibat dari harga di tingkat internasional sebesar P2. Kelebihan penawaran negara 1 dan kelebihan permintaan negara 2 akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional, yaitu P2. Kondisi ini akan merupakan dasar terjadinya perdagangan sehingga negara 1 akan mengekspor komoditi sebesar ABE dan negara 2 akan mengimpor komoditi sebesar A’B’E’. Oleh karena itu, besarnya ekspor suatu komoditi dalam perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditi tersebut.
P3 P2 PIS B A E Sx Ekspor Dx A* B* D S
E* B’ E’
Impor
Dx A’
A’” P3
Px Px
Px Sx
(45)
21
Dengan demikian, harga yang terjadi di pasar internasional adalah keseimbangan antara penawaran dan permintaan dunia.
2.1.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2000) menganalisa dampak liberalisasi perdagangan terhadap keragaan industri gula Indonesia dengan menggunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Hasil penelitian menunjukkan tingkat produksi menjadi faktor utama dalam mengekspor bagi negara eksportir sedangkan harga impor dan tingkat konsumsi merupakan pertimbangan utama dalam mengimpor bagi negara importir, adanya intervensi pasar negara eksportir maupun negara importir akan mempengaruhi gula dunia, kebijakan kemandirian produksi gula domestik pada era liberalisasi perdagangan, dan faktor penentu keberhasilan dalam memperbaiki keragaan industri gula domestik adalah akses kredit, penerapan teknologi serta perluasan areal.
Kajian yang dilakukan oleh Fitriadi (2000) mengenai perkembangan dan prospek gula pasir di Indonesia menunjukkan konsumsi secara agregat cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kesejahteraan masyarakat, serta berkembangnya industri berbahan baku gula pasir. Tingkat konsumsi langsung gula per kapita secara statistik untuk wilayah pedesaan dan perkotaan umumnya dipengaruhi peubah kebalikan pendapatan, tingkat pendapatan, harga gula pasir, harga gula merah, harga kopi, dan jumlah anggota keluarga. Jumlah gula pasir yang dibutuhkan per tahun periode 2000 hingga 2010 berada di atas 3 juta ton per tahun. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka jumlah gula pasir yang dibutuhkan semakin besar.
(46)
Gumaa (1991), meneliti tentang perkembangan jangka panjang harga gula dunia menggunakan ekonometrika. Penelitian ini menekankan pada pemisahan faktor-faktor yang kritis dalam penetapan harga yang berubah pada non-regulated market. Model ini mempertimbangkan harga gula yang tidak diatur dunia yakni harga yang ditentukan secara kompetitif oleh faktor-faktor penawaran dan permintaan, dan mengoperasikan bermacam-macam bedakala (lags) dan subyek goncangan (shocks). Adanya goncangan eksogen dari harga gula dunia menunjukkan beberapa tingkatan daya ramal yang ditentukan oleh kecenderungan penawaran dan permintaan gula.
Mahardhika (2004), menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor gula Indonesia dengan menggunakan persamaan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas areal tanaman tebu, produktivitas hablur, dan harga riil gula domestik tahun sebelumnya memberikan pengaruh positif terhadap produksi gula nasional sedangkan impor gula Indonesia dipengaruhi oleh produksi gula domestik tahun sebelumnya, konsumsi gula nasional, harga riil gula internasional dan tarif impor.
Nainggolan (2006), meneliti tentang dampak impor gula terhadap harga gula domestik dan industri gula Indonesia. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Penelitian ini juga menganalisa simulasi kebijakan gula dengan indikator validasi statistik adalah Root Mean Square Error (RMSE), Root Mean Square Percent Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality Coefficient (U). Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan tataniaga impor gula tidak responsif atau bersifat inelastis terhadap
(47)
23
perubahan harga gula eceran domestik dan industri gula Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan tataniaga impor gula hanya mempunyai dampak yang kecil terhadap harga gula eceran domestik dan industri gula Indonesia. Selain itu, salah satu faktor yang mempengaruhi harga gula dalam negeri adalah harga gula impor yang mempunyai hubungan positif terhadap perubahan harga gula eceran dalam negeri. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga gula eceran domestik secara nyata adalah impor gula, harga provenue gula, nilai tukar dan harga gula eceran tahun sebelumnya. Sementara itu, harga gula dunia bersifat elastis terhadap perubahan harga impor gula. Dengan demikian, perubahan harga gula dunia akan diikuti oleh harga gula domestik.
Siagian (1999), meneliti kemampuan industri gula Indonesia dalam menghadapi liberalisasi perdagangan dan upaya pabrik gula dalam mempertahankan eksistensinya. Penelitian ini menggunakan model translog cost function dari pendekatan multi-input multi-output dan menduga parameter menggunakan Seemingly Unrelated Regression (SUR). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa elastisitas permintaan harga sendiri dan silang adalah inelastis yang berarti bahwa diantara ketiga input tidak tetap, seperti tebu, bahan bakar dan tenaga kerja merupakan input penting dan tidak dapat disubsitusi. Skala ekonomi gula Indonesia menunjukkan kondisi Increasing return to scale, berarti bahwa industri gula nasional belum efisien. Dari segi cakupan usaha (economic of scope) industri gula Indonesia, memproduksi gula dan tetes secara bersama-sama lebih murah dibandingkan dengan hanya membiayai produksi gula atau tetes
(48)
(diversifikasi produk). Pabrik gula milik swasta memiliki efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan pabrik gula milik BUMN.
Suparno (2004), mengkaji dampak kebijakan tataniaga gula terhadap kesejahteraan petani tebu di Indonesia. Dampak kebijakan pra liberalisasi perdagangan melalui program ektensifikasi tanaman tebu mampu meningkatkan kesejahteraan bersih masyarakat secara umum sebesar Rp 10,48 Triliun, sedangkan dampak kebijakan pasca liberalisasi perdagangan berupa kebijakan pengahapusan tataniaga gula oleh Bulog menurunkan kesejahteraan bersih masyarakat sebesar Rp 3,44 Triliun.
Susila (2005), menganalisa dan merumuskan alternatif kebijakan industri gula Indonesia dengan menggunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Validasi model dilakukan dengan kriteria root mean squares percentage error (RMSPE). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan yang langsung berkaitan dengan harga output seperti harga provenue mempunyai efektivitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kebijakan input dan distribusi. Kebijakan harga provenue merupakan instrumen kebijakan pemerintah yang penting untuk mempengaruhi harga gula eceran dalam negeri. Kebijakan harga provenue dan kebijakan tataniaga impor tarif mempunyai efektivitas yang memadai dalam hal peningkatan areal, produksi, dan penurunan impor. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa berbagai kombinasi kebijakan harga provenue, tarif impor, Tariff Rate Quota (TRQ) dan subsidi input merupakan instrumen kebijakan yang efektif untuk mengembangkan industri gula nasional dan
(49)
25
mengurangi impor. Tingkat tarif impor yang mengkompromikan kepentingan produsen dan konsumen diestimasi berkisar antara 49 persen hingga 56 persen.
Widowati (2003), meneliti tentang pengaruh tarif impor terhadap industri gula Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode Two-Stage Least Square (2SLS). Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan tarif impor sebesar 25 persen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap industri gula Indonesia kecuali terhadap konsumsi. Dengan adanya penerapan tarif impor ini meningkatkan harga gula domestik sehingga pendapatan petani meningkat dengan laju 11,6 persen dan mampu menciptakan tambahan lapangan kerja di industri gula adalah 10,97 persen. Namun, adanya kebijakan ini menurunkan surplus konsumen sebesar 15,6 persen.
Widyastutik (2005), menganalisa dampak kebijakan pemerintah terhadap output (komoditas gula) dan input dengan menggunakan analisis Policy Analysis Matrix (PAM). Menurut penelitian ini, kebijakan pemerintah pada output berupa tarif impor gula dan penetapan mekanisme lelang dengan harga referensi menyebabkan harga output privat lebih besar dibandingkan harga output pada kondisi harga bayangan, dimana konsumen membayar lebih tinggi dari harga yang seharusnya dibayar. Dampak kebijakan pemerintah terhadap input menunjukkan bahwa terdapat distorsi pada pasar pupuk. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa sistem komoditi baik input maupun output terdapat proteksi yaitu kebijakan harga output berupa tarif dan harga lelang serta subsidi input yang melindungi pelaku industri gula agar tetap mau berproduksi dan distorsi pasar yang ada pada industri gula, pelaku industri gula diuntungkan karena pelaku
(50)
industri gula memperoleh keuntungan yang positif lebih tinggi dari seharusnya yang bernilai negatif dan adanya kebijakan pemerintah, pelaku industri gula membayar biaya produksi dengan nilai lebih rendah dari biaya imbangan berproduksinya (opportunity cost).
Wiryastuti (2002), melakukan studi tentang strategi peningkatan daya saing industri gula di Jawa dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor aktor utama yang berperan dalam meningkatkan daya saing industri di Jawa adalah biaya produksi sedangkan aktor utama yang berperan terhadap peningkatan daya saing industri gula di Jawa adalah manajemen perusahaan dan pemerintah pusat. Penelitian ini juga menghasilkan prioritas strategi utama yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing industri gula di Jawa adalah peningkatan efisiensi dan menjalin kemitraan dengan mitra strategis yang menguasai bahan baku, pasar, modal, dan teknologi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menilai dampak yang ditimbulkan dari kebijakan pergulaan nasional dengan menggambarkan sisi positif dan sisi negatif dari informasi yang diberikan dalam menganalisa perkembangan kebijakan pergulaan nasional serta menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik sehingga dapat mengetahui variabel-variabel yang saling berhubungan dan mengetahui pengaruh kebijakan pergulaan nasional. Dengan demikian, ketiga analisis ini dapat digunakan sebagai informasi dalam membuat rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan daya saing gula domestik.
(51)
27
2.2. Kerangka Pemikiran
Industri gula merupakan industri yang memiliki kemampuan daya saing kuat di pasar internasional. Hal ini disebabkan karena posisi gula sebagai komoditas agribisnis strategis, baik dari dimensi ekonomi, sosial maupun politik. Industri gula memiliki beberapa permasalahan, diantara lain adalah adanya gejala penurunan daya saing gula di tingkat pasar domestik. Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan harga gula domestik di tingkat eceran yang lebih tinggi dari harga impor gula. Kondisi ini mencerminkan bahwa gula domestik belum mampu bersaing dengan gula impor. Mengingat, volume impor masih dibutuhkan untuk menutupi kebutuhan nasional. Hal ini menimbulkan dugaan ketidaktepatan kebijakan pergulaan di Indonesia, terutama pada era proteksi dan promosi pada periode 2003 hingga 2005. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk menganalisa perkembangan kebijakan pergulaan di Indonesia selama periode 1975 hingga 2005. Analisis ini dapat dijadikan informasi untuk menilai secara sistematis terhadap dampak yang ditimbulkan dari kebijakan pergulaan nasional dengan menggunakan pendekatan esensi metode Regulatory Impact Assessment (RIA) sehingga dapat mengetahui pengaruh kebijakan pergulaan nasional secara deskriptif dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik dengan metode Two-Stage Square (2SLS) sehingga dapat mengetahui pengaruh variabel-variabel yang saling berhubungan dan pengaruh kebijakan pergulaan nasional secara kuantitatif. Dengan demikian, ketiga analisis ini dapat digunakan sebagai informasi dalam membuat rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan daya saing gula domestik. Pengolahan data dengan menggunakan kedua metode
(52)
ini diharapkan memperoleh kesimpulan yang menjadi hasil penelitian. Diagram alir kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.4.
Permasalahan industri gula: Adanya gejala penurunan daya saing
Kenaikan harga gula domestik di atas kenaikan harga impor gula
Rekomendasi kebijakan Esensi metode
Regulatory Impact Assessment (RIA) Menganalisa
perkembangan kebijakan pergulaan nasional pada periode 1975-2005
Metode Two-Stage Least Square (2SLS)
Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik Penilaian dampak
kebijakan pergulaan nasional terhadap kondisi pergulaan nasional
(53)
29
2.3. Hipotesis
Hipotesis yang didasarkan teori dan konsep dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga gula domestik adalah:
1. Harga gula di tingkat petani :
a. Harga provenue diterapkan pada tahun 1975 hingga 2000 berhubungan positif terhadap harga gula domestik di tingkat eceran, artinya kenaikan harga provenue gula akan menyebabkan kenaikan harga gula domestik di tingkat eceran.
b. Harga minimal gula yang diterapkan pada tahun 2001 hingga 2005 mempunyai hubungan terhadap harga gula domestik di tingkat eceran, artinya kenaikan harga minimal gula akan menyebabkan kenaikan harga gula domestik di tingkat eceran.
2. Harga impor gula mempunyai hubungan positif terhadap harga gula domestik di tingkat eceran dan harga gula di tingkat petani, artinya kenaikan harga impor gula akan menyebabkan kenaikan harga gula domestik di tingkat eceran dan harga gula di tingkat petani.
3. Impor gula mempunyai hubungan negatif terhadap harga gula domestik, artinya penurunan impor gula akan menyebabkan kenaikan harga gula domestik di tingkat eceran.
4. Nilai tukar mempunyai hubungan negatif terhadap harga gula domestik di tingkat eceran, artinya penurunan nilai tukar (dollar terapresiasi) akan menyebabkan kenaikan harga gula domestik di tingkat eceran .
5. Harga gula domestik di tingkat eceran tahun sebelumya mempunyai pengaruh positif terhadap harga gula domestik di tingkat eceran tahun tertentu, artinya
(1)
5. PT. PG Rajawali I
1. PG Rejogadung 139 di atas 2.000 Perusahaan Swasta
(Jawa dan Luar Jawa 1. PT. PG Madu Baru
1. PG Madukismo 170 2. PT. Kebon Agung
1. PG Kebon Agung 2. PG Trangkil
184 175
5.800 3.800 3. PT. Gunung Madu Plantation
1. PG Gunung Madu Plantation 173 11.800 4. PT Gula Putih Mataram
1. PG Gula Putih Mataram 174 10.900 5. PT. Sweet Indolampung
1. PG Sweet Indolampung 183 9.000 6. PT. Indolampung Perkasa
1. PG Indolampung Perkasa 183 9.000
7. PT. PG Gorontalo
1. PG Gorontalo 174 5.000
Sumber: Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2006
Lampiran 2. Uji Stasioneritas Data
Uji Stasioneritas Data
•
In First Difference
1. LnPNE (Logaritma harga gula domestik di tingkat eceran)
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.346109 Test critical values: 1% level -4.309824
5% level -3.574244
10% level -3.221728
2. LnHTP (Logaritma harga gula di tingkat petani)
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.045297 Test critical values: 1% level -4.374307
5% level -3.603202
10% level -3.238054
3. LnHRIG (Logaritma harga impor gula)
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.248989 Test critical values: 1% level -4.323979
5% level -3.580623
(2)
4. LnIMG (Logaritma impor gula)
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-4.759586
Test critical values:
1% level
-4.309824
5%
level
-3.574244
10%
level
-3.221728
5. LnER (Logaritma nilai tukar)
6. LnLagPNE (Logaritma harga gula domestik di tingkat eceran tahun
sebelumnya)
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.988304 Test critical values: 1% level -4.323979
5% level -3.580623
10% level -3.225334
7. LnHP (Logaritma harga pupuk)
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.003842 Test critical values: 1% level -4.309824
5% level -3.574244
10% level -3.221728
8. LnRR (Logaritma ratio antara harga gula di tingkat petani terhadap
harga dasar gabah)
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.803544 Test critical values: 1% level -4.356068
5% level -3.595026
10% level -3.233456
9. TIN (Tingkat Inflasi)
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-6.747900
Test critical values:
1% level
-4.323979
5%
level
-3.580623
10%
level
-3.225334
t-Statistic
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-4.743255
Test critical values:
1% level
-4.309824
5%
level
-3.574244
(3)
Lampiran
3. Hasil Estimasi Untuk Mencari Persamaan Harga Gula
Domestik di Tingkat Eceran
Dependent Variable: LNPNE
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 02/25/07 Time: 13:22
Sample(adjusted): 1976 2005
Included observations: 30 after adjusting endpoints
Instrument list: LNHTP LNHRIG LNIMG LNER LNLAGPNE D2
Variable Coefficient
Std.
Error
t-Statistic Prob.
C 0.656260 0.205222 3.197805 0.0040 LNHTP 0.522736 0.103404 5.055291 0.0000 LNHRIG 0.100934 0.062084 1.780178 0.0883 LNIMG -0.074934 0.014076 -1.650502 0.0952 LNER -0.051890 0.077937 -1.579028 0.0992 LNLAGPNE 0.437467 0.086997 5.028510 0.0000 D2 0.041941 0.057212 1.338070 0.1001 R-squared 0.994734 Mean dependent var 6.950865 Adjusted R-squared 0.993360 S.D. dependent var 0.951609 S.E. of regression 0.077542 Sum squared resid 0.138294 F-statistic 724.0916 Durbin-Watson stat 2.398121 Prob(F-statistic) 0.000000Lampiran 4. Uji Heteroskedasitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 3.780720 Probability 0.052117 Obs*R-squared 28.06361 Probability 0.213386
Lampiran 5. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared 1.698630 Probability 0.192467
Lampiran 6. Uji Multikolinearitas
C
LNHTP
LNHRIG
LNLAGPNE LNIMG
LNER
D2
C 0.042116 0.005614 0.003933 -0.006854 -0.002139 -0.003851 0.003911 LNHTP 0.005614 0.010692 -0.002348 -0.006385 -0.000112 -0.002037 -0.000843 LNHRIG 0.003933 -0.002348 0.003854 0.001228 -0.000185 -0.002477 0.000123 LNLAGPNE -0.006854 -0.006385 0.001228 0.007569 0.000292 -0.001893 -0.000557 LNIMG -0.002139 -0.000112 -0.000185 0.000292 0.000198 -6.44E-05 -0.000136 LNER -0.003851 -0.002037 -0.002477 -0.001893 -6.44E-05 0.006074 0.000792 D2 0.003911 -0.000843 0.000123 -0.000557 -0.000136 0.000792 0.003273
(4)
Lampiran 7. Hasil Estimasi Untuk Mencari Persamaan Harga Gula di
Tingkat Petani
Dependent Variable: LNHTP
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 03/04/07 Time: 20:32
Sample(adjusted): 1976 2005
Included observations: 30 after adjusting endpoints
Instrument list: LNPNE LNHRIG LNHP LNRR TIN D1 D2
Variable Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C -0.723979 0.172730 -4.191395 0.0004 LNPNE 0.800646 0.079539 10.06613 0.0000 LNHRIG 0.027012 0.056503 0.478063 0.6373
LNRR 0.541054 0.132492 4.083669 0.0005 LNHP 0.192260 0.100729 1.908682 0.0694 TIN 0.003395 0.001733 1.959557 0.0628
D1 0.163989 0.085456 1.918987 0.0681 D2 0.144340 0.076180 1.894727 0.0713 R-squared 0.995760 Mean dependent var 6.557889
Adjusted R-squared 0.994411 S.D. dependent var 1.007898 S.E. of regression 0.075353 Sum squared resid 0.124919 F-statistic 738.0450 Durbin-Watson stat 1.424252 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 8. Uji Heteroskedasitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 7.821560 Probability 0.000093 Obs*R-squared 25.39955 Probability 0.113039
Lampiran 9. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared 29.28878 Probability 0.107239
Lampiran 10. Uji Multikolinearitas
C
LNPNE
LNHRIG
LNRR
LNHP
TIN
D1
D2
C 0.029836 -0.000468 0.002739 -0.010953 -0.006745 -1.98E-05 0.007620 0.007072 LNPNE -0.000468 0.006326 -0.001154 -0.006374 -0.005851 6.22E-06 0.003461 0.000996 LNHRIG 0.002739 -0.001154 0.003193 -0.002290 -0.002367 -4.05E-05 0.000480 0.000438 LNRR -0.010953 -0.006374 -0.002290 0.017554 0.010330 5.03E-05 -0.004521 -0.001239 LNHP -0.006745 -0.005851 -0.002367 0.010330 0.010146 2.88E-05 -0.006038 -0.003179 TIN -1.98E-05 6.22E-06 -4.05E-05 5.03E-05 2.88E-05 3.00E-06 2.04E-05 2.74E-05 D1 0.007620 0.003461 0.000480 -0.004521 -0.006038 2.04E-05 0.007303 0.004371 D2 0.007072 0.000996 0.000438 -0.001239 -0.003179 2.74E-05 0.004371 0.005803
(5)
Lampiran 11. Uji
Rank Condition
Uji
Rank Condition
Model Struktural Harga Gula Domestik Di Tingkat Eceran
Ln
PNE
Ln
HTP
Ln
HRIG
Ln
IMG
Ln
ER
Ln
LagPNE
D1
D2 Ln
RR
Ln
HP
Ln
TIN
I
1 a
1a
2a
3a
4a
50
a
60 0 0
II
-b
1-1 -b
20 0 0 -b
6-b
7-b
3-b
4-b
5Kemungkinan matriks A yang terbentuk:
A
1= [-b
6]; A
2= [-b
7]; A
3= [-b
3]; A
4= [-b
4]; A
5= [-b
5]
Uji
Rank Condition
Model Struktural Harga Gula Domestik Di Tingkat Petani
Ln
PNE
Ln
HTP
Ln
HRIG
Ln
IMG
Ln
ER
Ln
LagPNE
D1
D2 Ln
RR
Ln
HP
Ln
TIN
I
-1 -a
1-a
2-a
3-a
4-a
50
-a
60 0 0
II
b
11 b
20 0 0 b
6b
7b
3b
4b
5Kemungkinan matriks A yang terbentuk:
A
6= [-a
3]; A
7= [-a
4]; A
8= [-a
5]
Lampiran 12. Perubahan Hasil Estimasi Untuk Mencari Persamaan Harga
Gula Domestik di Tingkat Eceran
Dependent Variable: LNPNE
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 04/18/07 Time: 22:06
Sample(adjusted): 1976 2005
Included observations: 30 after adjusting endpoints
Instrument list: LNHTP LNHRIG LNIMG LNER LNLAGPNE D1
Variable Coefficient
Std.
Error
t-Statistic
Prob.
C 0.682382 0.311582 3.245813 0.0056 LNHTP 0.560131 0.090519 6.188010 0.0000 LNHRIG 0.108330 0.058566 1.849700 0.0772LNIMG -0.109345 0.021439 -1.435909 0.0670 LNER -0.091010 0.072199 -1.399047 0.0751 LNLAGPNE 0.442302 0.080834 5.471714 0.0000
D1* 0.127799 0.055684 2.295086 0.0312 R-squared 0.995699 Mean dependent var 6.950865
Adjusted R-squared 0.994577 S.D. dependent var 0.951609 S.E. of regression 0.070079 Sum squared resid 0.112954 F-statistic 887.3942 Durbin-Watson stat 2.319652 Prob(F-statistic) 0.000000
(6)
Lampiran 13. Uji Heteroskedasitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 68.63481 Probability 0.002464 Obs*R-squared 29.94965 Probability 0.269702
Lampiran 14. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Obs*R-squared 2.229460 Probability 0.135401
Lampiran 15. Perubahan Hasil Estimasi Untuk Mencari Persamaan Harga
Gula di Tingkat Petani
Dependent Variable: LNHTP
Method: Two-Stage Least Squares
Date: 04/18/07 Time: 20:49
Sample(adjusted): 1976 2005
Included observations: 30 after adjusting endpoints
Instrument list: LNPNE LNHRIG LNRR LNHP TIN D1*
Variable Coefficient
Std.
Error
t-Statistic
Prob.
C -0.747258 0.166265 -4.494371 0.0002 LNPNE 0.797668 0.071162 11.20921 0.0000 LNHRIG 0.003973 0.059270 0.067034 0.9471
LNRR 0.572628 0.118932 4.814737 0.0001 LNHP 0.222292 0.088048 2.524682 0.0189 TIN 0.003731 0.001644 2.269419 0.0329 D1* 0.147078 0.071504 2.269419 0.0512 R-squared 0.995700 Mean dependent var 6.557889
Adjusted R-squared 0.994578 S.D. dependent var 1.007898 S.E. of regression 0.074214 Sum squared resid 0.126676 F-statistic 887.6497 Durbin-Watson stat 1.420142 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 16. Uji Heteroskedasitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 28.79150 Probability 0.008887 Obs*R-squared 29.88025 Probability 0.272602