Kebijakan Hukum Pidana KEBIJAKAN HUKUM PADA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
111
Bertolak dari penegrtian tersebut Prof. Sudarto selanjutnya menyatakan, bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk
mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Dengan demikian, dilihat sebagai
bagian dari politik hukum, maka politik hukum pidana mengandung arti, bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundang-
undangan pidana yang baik. Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik
pada hakikatnya tidak terlepas dari tujuan penanggulangan kejahatan. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga
merupakan bagian dari usaha penegakan hukum khususnya penegakan hukum pidana. Oleh karena itu kebijakan hukum pidana sering pula dikatakan
merupakan bagian dari kebijakan penegekan hukum pidana. Prof. Sudarto, S.H pernah mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan
kriminal, yaitu :
117
a. Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar
dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana b.
Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi
c. Dalam arti paling luas ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan
melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.
117
Ibid.
112
Kemudian Sudarto mengungkapkan bahwa melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan dalam rangka mencapai hasil perundang-
undangan pidana yang lebih baik dengan memenuhi syarat keadilan dan daya guna. A. Mulder mengungkapkan lebih rinci tentang ruang lingkup politik hukum
pidana yang menurutnya politik hukum pidana adalah garis kebijakan untuk menentukan :
118
a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diadakan
pembaharuan atau perubahan. b.
Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya kejahatan. c.
Bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan.
Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat social defence
dan upaya untuk mencapai kesejahteraan masyarakt social welfare. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau utama dari kebijakan hukum adalah
memberikan perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya perlindangan masyarakat social defence dilakukan melalui
kebijakan hukum criminal policy yaitu Penal dan non penal. Secara kasar kebijakan hukum penal lebih menitik beratkan pada sifat repressive penindasan
pemberantasan penumpasan sesudah kejahatan terjadi. Dua masalah sentral
118
Ibid.
113
dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal hukum pidana ialah masalah penentuan :
119
a.
Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana
b.
Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.
Sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventive pencegahan penangkalan pengendalian sebelum kejahatan terjadi. Karena
penanggulangan kejahatan lewat jalur “non-penal” lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani
faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatn baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selanjutnya terkait dengan penyelesaian tindak pidana pembunuhan, penggunaan kebijakan hukum penal dengan memberikan pemidanaan kepada
pelaku yang diselesaikan dengan melalui jalur pengadilan dirasa sudah tepat. Karena menurut Sue Titus Reid dalam M. Sholehuddin mengajukan filsafat
pemidanaan, yaitu rehabilitasi, inkapasitasi, pencegahan dan retribusi.
120
Pemidanaan bersifat rehabilitasi yaitu dengan pendidikan kembali re- edukasi. Pemidanaan diperhitungkan memiliki kemampuan untuk mendidik
kembali seorang pelanggar dengan cara begitu akan mengembalikannya ke dalam masyarakat sebagai manusia utuh. Pemidanaan bersifat mencegah dimana
ancaman pemidanaan membuat seseorang merasa takut dan menahan diri untuk melakukan kejahatan. Namun “the net deterrence effect” dari ancaman secara
khusus kepada seseorang ini dapat juga menjadi ancaman bagi seluruh masyarakat
119
Ibid.
120
Marlina, Hukum Penitensier, PT Refika Aditama, Bandung, 2011, halaman 37.
114
untuk tidak melakukan kejahatan. Pemidanaan bersifat retribusi, pemidanaan sebagai suatu tuntutan mutlak untuk mengadakan pembalasan terhadap orang-
orang yang telah melakukan perbuatan jahat. Pembalasan ini di dilandaskan pada pemikiran bahwa setiap individu bertanggungjawab dan mempunyai kebebasan
penuh secara rasional dalam mengambil keputusan.
121