4 ANALISIS KASUS KEBIJAKAN HUKUM PADA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
148
Maka untuk menggantikan tubuh korban pembunuhan sebagai alat bukti di persidangan, agar hakim dapat memutuskan perkara, maka dalam hal ini bantuan
laboratorium forensik sangat dibutuhkan untuk menegakkan keadilan baik dalam penyusunan Vissum Et Repertum maupun dalam pemberian keterangan di
persidangan oleh dokter forensik. Selain daripada itu dalam kasus pembunuhan terdapat “saksi bisu” atau biasa yang disebut barang bukti sekitar tempat kejadian
perkara maupun ditempat lain, oleh karena itu untuk semakin memperjelas telah terjadinya suatu tindak pidana, laboratorium forensik sangat berfungsi untuk
membuat “saksi bisu” tersebut berbicara di persidangan. Berdasarkan kasus yang penulis dapatkan dari Pengadilan Negeri Medan
dan situs resmi Mahakamah Agung www.mahkamahagung.co.id dimana penulis menganalisa peranan laboratorium forensik dalam penyusunan Vissum Et
Repertum dan peranan ahli forensik yang memeriksa kasus terkait dalam persidangan.
Dalam kasus pembunuhan Putusan nomor 1998Pid.B2012PN. Medan
yang dilakukan oleh terdakwa DEDY ARIANTO NASUTION, berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan di laboratorium forensik oleh Dr. H. Mistar Ritonga SpF
dari RSUD Pringadi Medan, dengan berita acara Pemeriksaan Laboratories Kriminalistik Labfor No. Lab : 2794BSF2012 tanggal 23 Mei 2012 yang di
tandatangani oleh pemeriksa Ir. Sapto Sri Suhartono, Binsaudin Saragih, S.Si dan Supriyadi S.T penyebab kematian korban adalah pendarahan yang banyak pada
rongga perut dan dada disertai hancurnya limpa, ginjal kanan dan kiri, hati akibat luka tembak masuk pada dada sebelah kiri bagian bawah. Pembunuhan korban
149
dilakukan dengan cara ditembak pada dada sebelah kiri bagian bawah dengan menggunakan senjata Revolver Kaliber 38 SPL merek SMITH WESSEN
dalam keadaan berfungsi dengan baik dan dapat menembakkan peluru kaliber 38. Bahwa pembunuhan dengan menggunakan senjata api sangat perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium forensik untuk dapat mengetahui hal-hal yang seperti diatas yang dituangkan dalam Vissum Et Repertum. Sebelumnya
dilakukan pemeriksaan luka yang diakibat anak peluru bullet effect. Luka tembak tersebut dapat memberikan informasi arah tembakan, sikap dari korban
pada saat penembakan dan jumlah peluru yang masih terdapat pada tubuh korban. Pada luka yang diakibatkan oleh anak peluru dalam tubuh korban dilakukan
pemeriksaan kimiawi untuk dapat mendeteksi unsur-unsur yang terdapat dalam mesiu, misalnya pada smokeless gunpowder dapat dideteksi nitrit dan cellulose
nitrate, sedangkan pada blak powder black gun powder yang dapat dideteksi adalah karbon, nitrit, sulfide, sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat, sedangkan
pada senjata yang lebih modern timah hitam, antimony, dan mercury. Selain unsur-unsur kimia yang berasal dari mesiu dapat pula peluru, yaitu : timah hitam,
antimon, nikel, tembaga, bismuth, perak dan thalium. Dari pemeriksaan ini dapat diperkirakan jenis senjata api yang digunakan pelaku untuk melakukan
pembunuhan yang akan berguna untuk penyidikkan.
Dalam kasus pembunuhan Putusan Nomor : 197Pid.B2011PN.Pwt yang
dilakukan terdakwa SUPARNO BIN KUSMANTO, berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan oleh Dr. M. Zaenuri Syamsu Hidayat. Sp.KF, MSi.Med dalam Vissum
Et Repertum dari RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto No.
150
474.324742IPJ10X2011 tanggal 07 Oktober 2011 bahwa korban DINA MARIANA menderita luka-luka antara lain pada bagian :
1 Kepala : Saat kulit kepala di buka, tampak resapan darah dibawah kulit
kepala, jumlah kurang lebih dua buah lokasi resapan darah, ada dikening bagian kanan depan serta pada bagian tengah belakang,
bentuk linkaran tidak teratur dengan garis tengah kurang lebih masing-masing lima sentimeter,
2 Wajah : Wajah nampak sembab, warna merah kebiruan
Tampak bercak perdarahan pada selaput lender mata kiri dan kanan warna merah kebiruan
Tampak memar pada bibir atas dan bawah warna merah kebiruan tampak lidah terjulur keluar, panjang lidah terjulur kurang lebih
empat sentimeter dari gigi.pada lidah bagian gigi tampak jejas gigitan yang melingkari lidah
Tampak luka lecet seperti jejas kuku pada pipi bawah dan dagu, luka berjumlah kurang lebih enam buah dengan panjang masing-
masing kurang lebih nol koma empat sentimeter. 3
Leher : Tampak jejas jerat pada leher, jejas berukuran kurang lebih sepuluh sentimeter kali dua sentimeter, batas tidak tegas, tepi tidak rata,
warna jejas merah kecoklatan, saat saluran nafas dibuka, tampak buih halus pada saluran tenggorok
4
Dada : Paru tampak berwarna putih kemerahan, saat paru dibuka tampak keluar buih halus dari kedua paru.
151
Dengan kesimpulan bahwa penyebab kematian korban disebabkan oleh penjeratan pada leher mengakibatkan tubuh kekurangan oksigenzat asam
diakibatkan terhambatnya aliran udara ke paru-paru sehingga korban mati lemas. Pada tubuh korban adanya bekas jeratan warna kuku kebiruan lidahnya menjulur
keluar dan alat yang digunakan untuk menjerat kemungkinan kain karena jejasnya lebih besar. Kematian korban bisa saja disebabkan oleh penyakit yang diderita
korban misalkan saja asma, tetapi harus ada buih yang keluar dari mulut korban dan lidahnya tidak menjulur keluar. Menurut keterangan ahli dr. Muhamd Zainuri
Syamsu Hidayat, Sp.KF, M.Si., Med yang pada kesimpulannya penyebab kematian korban adalah disebabkan oleh penjeratan pada leher mengakibatkan
tubuh kekurangan oksigen zat asam akibatnya terhambat aliran udara ke paru- paru sehingga korban mati lemas. Maka menurut penulis ini sudah jelas
merupakan suatu kematian yang tidak wajar, atau suatu pembunuhan. Bahwa memar dikepala korban bisa disebabkan karena dipukul atau dibenturkan yang
menyebabkan muka korban sembab. Sesuai dengan keterangan Terdakwa, sebelum menjerat korban dengan sarung bantal korban meronta-ronta dan
melakukan perlawanan oleh karena itu terdakwa membenturkan kepalanya ke dinding setalah korban lemas maka terdakwa menjeratnya dengan sarung bantal
guling. Menurut penulis, sebaiknya dilakukan pemeriksaan sidik jari finger print pada alat yang digunakan oleh pembunuh yang dalam kasus ini adalah sarung
bantal guling untuk lebih memastikan dan membuat terang siapa pelaku pembunuhan, sehingga ia Terdakwa sulit mengelak dari tuduhan bahwa ia telah
melakukan pembunuhan.
152
Dalam kasus pembunuhan Putusan Nomor: 109 PKPid2007 yang dilakukan oleh Terdakwa POLLYCARPUS BUDIHARI PRIYANTO,
berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan oleh Lembaga Forensik Belanda tanggal 13 Oktober 2004 oleh dr. Robert Visser dan dr. B. Kubat mengotopsi mayat dari
tanggal 8 Oktober sampai dengan 13 Oktober menggunakan toksikologi forensik atas tubuh korban bernama MUNIR, S.H bahwa dalam tubuh korban konsentrasi
arsen meningkat didalam darah, konsentrasi meningkat didalam urin, dan konsentrasi arsen meningkat didalam isi lambung.
Selanjutnya pakaian korban MUNIR, S.H. yang terkena muntahan pada saat di atas pesawat, setelah dilakukan pemeriksaan di Pusat Laboratorium Forensik
Badan Reserse Kriminal Polri, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal
Polri Nomor LAB : 3952KTF2002 tanggal 14 Juli 2005, pemeriksaan terhadap barang bukti ; kaos lengan pendek warna abu-abu dan biru, celana panjang jeans
warna hitam, kaos kaki warna biru dan celana dalam warna coklat milik alm. MUNIR, S.H. dapat disimpulkan bahwa barang bukti berupa 1 satu potong kaos
lengan pendek warna abu-abu dan biru serta 1 satu potong celana panjang jeans warna hitam positif mengandung arsen.
Berdasarkan fakta persidangan, Munir meninggal akibat keracunan Arsen. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium foxilogi Apllied Spdeciation And
Consulting, LLC, 953 Industry Drive Tukwila, WA 98188, Seatle USA, Arsen yang terdapat ditubuh korban Munir adalah jenis As III 83 dan As V 17 .
153
Maka sudah jelaslah kematian korban akibat kercunan arsen pada tingkat yang mematikan.
Menurut keterangan ahli forensik yang disampaikan dalam persidangan tenggang waktu antara masuknya arsen ke tubuh manusia dan terlihat gejala awal
adalah : 1.
Keterangan Addy Quresman, S.T : 30 Menit – 4 Jam 2.
Keterangan Dr. Boedi Sampoerna : 10 Menit – 110 Menit 3.
Keterangan Dr. Ridla Bakri : 30 Menit – 90 menit Pada tingkat peninjauan kembali ditemukannya bukti baru berupa
Keterangan Ahli Dr. Rer. Nat I Made Agung Gelgel Wirasuta, Msi, Apt. menerangkan sebagai berikut :
1 Korban terdedah oleh Arsen campuran III sebanyak 83 dan As V
sebanyak 17 Arsen dalam usus korban belum sempurna terserap. 2
Konsentrasi As III yang relative tinggi di dalam tubuh korban dapat menyebabkan inhibasi reaksi detoksifikasi;
3 Terjadi penekanan ekskresi Arsen melalui ginjal akibat pengaruh keracunan
akut Arsen; 4
Analisa ratio konsentrasi As III dan As V di darah korban dan berdasarkan atas simulasi farmakokinetik konstrasi Arsen di darah, dapat diperkirakan
waktu “intake “ Arsen terjadi sekitar delapan hingga Sembilan jam sebelum meninggal;
Sesuai dengan fakta persidangan korban meninggal dunia sekitar 3 jam sebelum mendarat di bandara Schipol Belanda. Bahwa jarak tempuh Changi –
154
Schipol Belanda 12 jam. Maka dapat disimpulkan korban mengkonsumsi racun ketika masih berada di Bandara Changi Singapura.
Menurut penulis, peranan pemeriksaaan laboratorium forensik sangat berguna dalam kasus ini, laboratorium forensik dapat menjawab pertanyaaan yang
biasanya muncul dalam pembunuhan yaitu mengenai identitas korban, penyebab kematian korban, cara kematian korban, dan waktu kematian korban. Seperti yang
dilihat sebelumnya pada tingkat kasasi Mahkamah Agung, Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan,
namun setelah ditemukannya bukti baru berupa keterangan ahli yang menyimpulkan bahwa korban diracuni pada saat di Bandara Changi Singapura
dan dapat meyakinkan hakim bahwa telah terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban.
Tidak hanya pada kasus MUNIR, SH, pada kasus Putusan nomor 1998Pid.B2012PN. Medan oleh terdakwa DEDY ARIANTO NASUTION
Vissum Et Repertum No : 83AKKVER2012 tanggal 03 Mei 2012 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. H. Mistar Ritonga, SpF dari RSUD Pringadi Medan
dan dengan berita acara pemeriksaan Laboratories Kriminalistik No. Lab : 2794BSF2012 tanggal 23 Mei 2012 yang dibuat dan ditandatangani pemeriksa
Ir. Sapto Sri Suhartono, Binsaudin Saragih, S.Si dan Supriyadi, S.T., menjadi bahan pertimbangan hakim dan dapat meyakinkan hakim untuk menjatuhkan
putusan sesuaai dengan dakwaan penuntut umum. Begitu juga dengan kasus B.2 Putusan Nomor: 197Pid.B2011PN.Pwt oleh
terdakwa SUPARNO BIN KUSMANTO, bahwa dari bukti surat berupa Visum et
155
Repertum Nomor: 474.324741IPJ10X2011 tertanggal 7 Oktober 2011 yang dibuat dan ditandatangani
oleh dr. M. Zaenuri Syamsu Hidayat, Sp.KF,M.Si.Med., dokter Spesialis Forensik pada Rumah Sakit Umum Daerah
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dalam kesimpulannya menjelaskan penyebab kematian korban adalah akibat penjeratan sehingga korban
mati lemas. kematian korban diperkirakan kurang dari empat sampai lima jam setelah makan terakhir. Diperkuat dengan keterangan ahli dr. M. Zaenuri Syamsu
Hidayat, Sp.KF,M.Si.Med., yang menerangkan hal yang sama. Dapat meyakinkan hakim bahwa telah terjadinya tindak pidana pembunuhan sesuai dengan dakwaan
Penuntut Umum. Dari ketiga kasus tersebut pembuktian dengan menggunakan hasil
pemeriksaan laboratorium forensik sangat berguna dalam membuktikan dakwaan penuntut umum dan meyakinkan hakim untuk menjatuhkan putusan sesuai dengan
tuntutan penuntut umum. Dapat dilihat pada putusan hakim yang selalu berujung pada vonis penal kepada terdakwa. Pada kasus pertama atas terdakwa Deddy
Arianto Nasution majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah dan menjatuhkan hukuman selama 12 tahun penjara. Pada kasus kedua atas terdakwa Suparno bin
Kusmanto majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara selama 10 tahun. Pada kasus ketiga atas terdakwa Pollycarpus
Budihari Priyanto mengalami proses persidangan mulai dari tingkat Pengadilan Negeri hingga Peninjauan Kembali, akhirnya majelis hakim berkeyakinan dan
terdakwa dinyatakan bersalah serta menjatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun.
156
Mungkin kasus pertama dan kedua diatas merupakan kasus yang mudah dipecahkan dan pelakunya menyerahkan barang bukti dan mengakui perbuatannya
kepada penyidik, sehingga penuntut umum tidak begitu bersusah payah untuk membuktikannya. Bagaimana jika ini adalah kasus yang rumit? Seperti kasus
yang ketiga, dimana proses hukum sangat panjang sampai pada tingkat peninjauan kembali, penyidik harus bekerja keras mencari identitas pelaku, motif, dan modus
operandi dalam suatu kasus pembunuhan. Oleh karena itu Laboratorium forensik hadir untuk membantu penyidik dan penuntut umum dalam menjawab pertanyaan
tersebut untuk membuktikan suatu tindak pidana pembunuhan.
157