Membuat Terang Perkara Pembunuhan
57
cara-cara penjahat melaksanakan perbuatannya. Para penjahat dalam melakukan kejahatan berusaha sedemikian rupa agar tidak meninggalkan bukti-bukti, dengan
harapan para penyidik tidak dapat mengangkapnya. Dengan tidak adanya saksi hidup yang menyaksikan suatu tindak pidana pembunuhan tersebut maka akan
menyulitkan penyidik dalam hal : 1
Sulit untuk mengidentifikasi korban pembunuhan dan menemukan pelaku sebenarnya. Menentukan identitas korban seperti halnya penentuan
identitas pada tersangka pelaku kejahatan merupakan bagian terpenting dari penyidikan.
2 Dengan tidak adanya saksi hidup yang menyaksikan suatu tindak pidana
pembunuhan untuk menentukan cara kematian seseorang pun akan terasa sangat sulit. Penentuan cara kematian ini juga penting, karena bisa saja
orang meninggal bukan karena pembunuhan tetapi mati karena penyakit. 3
Dalam pengusutan kasus pembunuhan penentuan waktu dan tempat kejadian locus dan tempus delicti sangatlah penting karena secara praktis
mempunyai konsekuensi yuridis di bidang penyikan, penuntutan dan peradilan. Adapun konsekuensi tersebut menyangkut hal-hal sebagai
berikut :
48
a. Tempus delicti atau waktu terjadinya kejahatan, perbedaan mengenai
waktu terjadinya kejahatan dalam penyidikan akan mengakibatkan jumlah orang-orang yang dapat disangka melakukan kejahatan akan
lebih banyak; waktu penyidikan akan lebih lama; tenaga serta biaya .
48
Musa Perdanakusuma, Op. cit, halaman 54.
58
yang diperlukan untuk penyelesaian perkara tersebut menjadi lebih banyak pula.
b. Alibi Tersangka, seseorang yang berada di tempat lain pada saat
terjadinya kejahatan, jika terjadi kekeliruan dalam penentuan alat kematian dapat mengakibatkan orang tersebut dituduh sebagai
tersangka dan kejahatan tersebut, padahal orang tersebut bukanlah pelaku kejahatan itu error in persona.
c. Pembebasan Terdakwa, perbedaan waktu mengenai tempus delicti yang
tercantum dalam surat tuduhan dapat mengakibatkan dibebaskannya terdakwa dalam keputusan hakim.
Apabila hal-hal tersebut telah dapat ditentukan, maka pencarian barang- barang bukti yang berkaitan dengan kematian tersebut dapat dilakukan guna
mencari pelaku dari pembunuhan tersebut. Menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapi penyidik dalam mencari
bukti-bukti awal tindak pidana pembunuhan penyidik dapat meminta bantuan ahli forensik untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti awal atau barang bukti
suatu tindak pidana pembunuhan untuk diperiksakan pada laboratorium forensik.
Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 KUHAP yakni penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang “mendatangkan ahli yang diperlukan
dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara”. Disebutkan juga dalam Pasal 120 KUHAP dan
Pasal 133 KUHAP. Maka penyidik dapat mendatangkan ahli untuk meminta bantuan dalam mencari dan mengumpulkan bukti sesuai dengan keahliannya.
59
Apabila ahli tersebut menolak untuk datang ke tempat kejadian, maka Pasal 224 KUHP, dapat dikenakan padanya.
Orang ahli yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang memiliki keahlian forensik, yaitu medicine forensik kedokteran forensik, balistik dan metalurgi
forensik, fisika forensik, kimia dan biologi forensik, dokumen dan uang palsu forensik, psykologi forensik yang telah memberikan keterangan ahli secara tertulis
dengan lebih mengutamakan pembuktian secara ilmiah, sehingga walaupun tersangka tidak memberikan keterangan, atau berdiam diri atau tidak mengakui. Tetapi dengan
forensik tersebut dapat menentukan siapa tersangkanya dan memperkuat keyakinan hakim siapa tersangkanya dan memang terjadi tindak pidana yang disangkakan dan
didakwakan. Tugas dokter sehari-hari di dalam rangka membantu aparat penegak hukum,
pekerjaan yang terbanyak harus dilakukan ialah memeriksa dan bila perlu merawat orang yang telah mengalami kekerasan, disamping itu juga memeriksa mayat dan
melakukan otopsi pada mayat sebagai upaya untuk mencari tahu tentang perkiraan kematian, cara kematian, sebab kematian dan untuk mengidentifikasi mayat yang
kemudian hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam Visum Et Repertum.
Dalam melakukan pencarian bukti yang melibatkan ahli dalam proses penyidikan bantuan yang dapat diberikan yakni bisa secara langsung untuk
mendatangi tempat kejadian perkara guna pencarian bukti adanya tindak pidana ataupun mengirimkan hasil dari pengolahan tempat kejadian perkara kepada ahli
untuk diteliti dan diperiksa secara ilmiah pada laboratorium forensik.
60
Sumber-sumber informasi yang dipakai penyidik dan ahli forensik untuk mendapatkan bukti awal apa tindak pidana pembunuhan adalah :
49
1. Barang bukti physical evidence, seperti :
a Anak peluru
b Bercak darah
c Jejak impression, dari alat, jejak ban, jejak sepatu dan lain sebagainya
d Narkotika
e Tumbuh-tumbuhan
2. Dokumen serta catatan-catatan, seperti :
a Cek palsu
b Surat penculikan
c Tanda-tanda pengenal diri lainnya
d Catatan tentang ancaman
3. Orang-orang, seperti
a Korban
b Saksi-saksi mata
c Si tersangka pelaku kejahatan
d hal-hal lain yang berhubungan dengan korban, tersangka dan keadaan di
TKP. Untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi tersebut tentu dibutuhkan
pemahaman dan bantuan pemeriksaan laboratorium forensik, seperti kriminalistik, fisika, dan khususmya dalam tindak pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan,
49
Ibid, halaman 4.
61
dan nyawa manusia diperlukan pemahaman serta penguasaan prinsip-prinsip dasar dari ilmu kedokteran forensik yang praktis. Laboratorium forensik hadir sebagai
wadah gabungan dari ilmu kedokteran forensik, kimia forensik, dan ilmu alam forensik yang mempelajari bukti mati physical evidence melakukan pemeriksaan
pada Tempat Kejadian Perkara TKP dan pada korban tindak pidana pembunuhan untuk menentukan waktu terjadinya pembunuhan dan sebab
kematian sebagai bukti awal telah terjadinya tindak pidana pembunuhan. 1.
Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara TKP Pemeriksaan perkara di tempat kejadian perkara crime scene processing
merupakan bagian dari fungsi reserse dalam penyidikan tindak pidana. Peyidikan tindak pidana dimulai saat adanya dugaan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi
dan diakhiri bila hasil yang ingin dicapai telah diperoleh atau tidak terdapat bukti- bukti awal kejahatan yang dicari. Dalam pengolahan tempat kejadian perkara
penyidikan tidak berdiri sendiri melainkan didukung oleh unsur dukungan laboratorium forensik maupun kedokteran forensik.
50
Dalam perkara pembunuhan biasanya ditempat ini ditemukan barang bukti korban manusia ataupun bagian dari manusia serta barang-barang bukti lainnya.
Tempat dimana korban ditemukan dapat disebut sebagai TKP pertama primary scene, yang bukan selalu merupakan tempat dimana sesungguhnya peristiwa
tersebut telah terjadi. Jadi dalam kasus pembunuhan kadang-kadang masih dapat ditemukan lokasi lain dimana barang bukti penting lain dapat ditemukan. Dengan
50
Abdul Mun’im Idries, Op. cit, halaman 111.
62
demikian TKP ini merupakan TKP ganda multiple. Lokasi-lokasi yang dapat digolongkan sebagai TKP adalah :
51
a. Tempat dimana korban ditemukan.
b. Tempat dimana tubuh korban dipindahkan.
c. Tempat dimana telah terjadi serangan yang mengakibatkan kematian
korban. d.
Tempat dimana ditemukan barang bukti yang ada hubungannya dengan kejahatan bagian dari tubuh manusia, kendaraan yang dipakai untuk
mengangkut korban dan lain-lainnya. Proses penyidikan tindak pidana pada hakekatnya merupakan suatu upaya
hukum, oleh karena itu harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebelum datang ke TKP ada beberapa hal
yang harus dicatat sehubungan dengan alasan atau persyaratan yuridis, demi kepentingan kasus itu sendiri, mengenai siapa yang memerintahkan atau meminta
datang ke TKP, otoritas, bagaimana perintah atau permintaan itu sampai kepada dokter forensik, dimana TKP dan kapan perintah atau permintaan tersebut
dikeluarkan. Dokter dapat meminta sedikit gambaran mengenai kasus yang akan diperiksa dengan demikian ia dapat mempersiapkan perlengkapannya dengan
baik.
52
Bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana yang mengakibatkan kematian korban telah terjadi, maka pihak penyidik dapat
meminta atau memerintahkan dokter untuk melakukan pemeriksaan di Tempat
51
Ibid, halaman 112.
52
Abdul Mun’im Idries, Agung Legowo Tjiptomarnoto, Op. cit, halaman 9.
63
Kejadian Perkara TKP tersebut sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku dan sesuai pula dengan Undang-Undang Pokok Kepolisian Nomor 13
Tahun 1961 Pasal 13 atau sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Keputusan Menhankam Pangab No. KepB17VI1974.
53
Koordinasi antara penyidik dengan dokter merupakan salah satu kunci keberhasilan didalam pengungkapan kasus kriminal adalah penanganan olah TKP.
Apabila olah TKP dilaksanakan sesuai dengan prosedur, kemudian atas tubuh korban dilakukan pemeriksaan kedokteran forensik yang baik, maka dapat
dikatakan bahwa pengungkapan kasus untuk dibawa ke pengadilan hanyalah masalah waktu. Idealnya dokter forensik diikutsertakan pada setiap kematian yang
diduga ada unsur pidananya, atau yang jelas merupakan kasus pembunuhan. Oleh karena dengan melihat keadaan di TKP, dokter memperoleh gambaran yang utuh
atas suatu kasus yang diperiksanya. Pemeriksaan menjadi lebih terarah, bukti- bukti fisik apa yang perlu dikumpulkan untuk membuat jelas dan terang perkara
kriminal tersebut. Penyidik dapat meminta dokter untuk melakukan serangkaian pemeriksaan forensik, termasuk pemeriksaan laboratorium forensik, sesuai dengan
kebutuhan. Sebaliknya dokter dapat menyarankan kepada pihak penyidik langkah yang harus ditempuh, misalnya senjata alat yang harus dicari, jenis dan kaliber
senjata api yang mana yang harus diupayakan oleh penyidik, apakah kasusnya harus dilanjutkan oleh karena didapat dugaan kuat kearah menyarankan bahwa
penyidikan tidak perlu diteruskan oleh karena temua dokter bermuara pada suatu kasus bunuh diri. Dengan adanya koordinasi yangt baik antara penyidik dengan
53
Ibid, halaman 9.
64
dokter, penyelesaian kasus secara cepat dan tepat dan mempunyai dasar ilmiah akan dapat diwujudkan.
54
Sebelum mendatangi tempat kejadian perkara perlu dipersiapkan personil dan saranaperalatan yang memadaisesuai dengan situasi dan kondisi kasus yang
akan dihadapi meliputi: 1.
Persiapan personil, terdiri dari unsur-unsur SAMAPTA fungsi-fungsi operasional polri, dan RESERSE bila diperlukan berikut unsur dukungan
tehnis seperti labkrim, identifikasi, dan dokfor bila ada. 2.
Penyiapan sarana angkutan dan alat komunikasi untuk kecepatan bertindak dan memilihara kendali dan hubungan petugas dengan induk kesatuan.
3. Peralatan yang diperlukan dalam penanganan TKP, terdiri dari antara lain:
a. Police line garis polisi
b. Test kit
c. Kompas
d. Sarung tangan
e. Alat pengukur jarak meteran
f. Alat pemotret
g. Senjata api, borgol, pisaugunting
h. Tali, kapur tulis, label dan lak
i. alat pembungkus barang bukti seperti:
1 kertas sampul warna cokelat
2 kantong plastik berbagai ukuran
54
Abdul Mun’im Idries, Agung Legowo Tjiptomarnoto, Op. cit, halaman 306.
65
3 tabung plastik berbagai ukuran
4 amplop
j. Perlengkapan P3K
k. Buku catatan, kertas dan alat tulis untuk membuat sketsa
l. Dan lain-lain yang dianggap perlu disesuaikan dengan situasi TKP dan
jenis kasus tindak pidana yang terjadi Selama melakukan pemeriksaan harus dihindari tindakan-tindakan yang
dapat merubah, mengganggu atau merusak keadaan di TKP tersebut walaupun sebagai kelanjutan dari pemeriksaan itu harus mengumpulkan segala barang bukti
trace evidence yang ada kaitannya dengan manusia, seperti mengumpulkan bercak air mani atau bercak darah yang terdapat pada pakaian atau benda-benda
disekitar korban, yang pada dasarnya tindakan pengumpulan barang bukti tadi akan merusak keadaan TKP itu sendiri. Perlu diingat motto : “to touch as little as
possible and displace nothing”. Saat berada di TKP tidak boleh menambah atau mengurangi barang bukti, tidak boleh sembarangan membuang puntung rokok,
tidak meninggalkan perlengkapan sembarangan, jangan membuang air kecil di kamar mandi karena ada kemungkinan barang-barang bukti yang ada ditempat
tersebut akan hanyut dan hilang.
55
Dengan demikian sebelum pemeriksaan dilakukan, TKP harus diamankan, dijaga keasliannya dan diabadikan dengan membuat foto-foto dan atau sketsa
sebelum para petugas menyentuhnya. Dokter membuat foto dan sketsa yang mana harus disimpan dengan baik, oleh karena ada kemungkinan ia akan diajukan
55
Ibid, halaman 10.
66
sebagai saksi ahli pada tingkat pengadilan. Foto dan sketsa tersebut akan sangat berguna untuk memudahkan mengingat kembali keadaan sebenarnya.
Sesampainya di TKP langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan apakah korban masih hidup atau sudah mati. Bila koban masih hidup,
maka segala daya upaya harus dilakukan untuk menolong jiwa korban. Pertolongan pertama diberikan kepada korban dan korban secepatnya diangkut ke
rumah sakit. Dengan mengambil tindakan demikian dapat dihindari terjadinya kematian korban oleh karena sikap yang lebih mementingkan penyidikan
ketimbang menyelamatkan jiwa korban. Apabila korban sudah mati maka janganlah sekali-kali memindahkan jenazah sebelum pemeriksaan di tempat
selesai. Untuk dapat menentukan dengan pasti bahwa korban telah mati, perlu diketahui perihal tanda-tanda kehidupan dan kematian. Tanda-tanda kehidupan
dapat dilihat dari :
56
1. Adanya pergerakan pernafasan yang mudah dilihat di daerah perut bagian
atas tepat di daerah pertemuan kedua lengkung iga daerah epigastrium. 2.
Meraba denyut nadi, yang mudah dirasakan pada daerah leher dan pada pergelangan tangan.
3. Reflek, misalnya reflek mata terhadap sinar, pada orang hidup jika
disinari matanya maka pupil atau teleng matanya akan mengecil. Adapun tanda-tanda kematian adalah sebagai berikut :
1. Terhentinya denyut jantung.
2. Terhentinya pergerakan nafas.
56
H. R. Abdussalam, Op. cit, halaman 24.
67
3. Refleks mata hilang.
4. Melemasnya otot-otot tubuh.
5. Terhentinya aktivitas otak terhentinya aktivitas otak secara tepat dan
cepat hanya dapat diketahui jika kita melakukan pemeriksaan dengan bantuan alat EEG Electro Ensefalo Graf dimana akan terlihat mendatar
selama 5 menit. Dengan telah ditentukannya atau diketahuinya bahwa korban telah
meninggal, kemudian penyidik menutup dan mengamankan tempat kejadian perkara yakni mempertahankan status quo dengan cara membuat batastanda garis
polisi police line di tempat kejadian perkara dengan tali khusus atau alat lain dimulai dari jalur yang diperkirakan merupakan arah masuknya pelaku,
melingkari sekitar letak korban atau tempat yang dapat diperkirakan akan didapatkan barang-barang bukti, kemudian yang diperkirakan merupakan arah
keluarnya pelaku meninggalkan tempat kejadian perkara dan memberikan arah tanda keluar masuknya pelaku. Setelah itu penyidik memerintahkan orang yang
berada di tempat kejadian perkara pada waktu terjadinya tindak pidana untuk tidak meninggalkan tempat kejadian perkara dan mengumpulkannya diluar batas yang
telah dibuat. Setelah TKP diamankan, maka penanganan korban di TKP dapat dilakukan
dengan tenang, cermat, tepat, dan teliti. Selanjutnya dokter membuat sketsa dan foto tentang tempat kejadian perkara. Sketsa merupakan gambaran sederhana
yang menunjukkan letak dan posisi diantara objek yang tidak bergerak terhadap objek-objek lain yang ada di TKP. Dengan sketsa penyidik dapat menggambarkan
68
secara singkat apa yang perlu dan menyingkirkan hal-hal yang tidak perlu tampak di foto. Oleh karena itu sketsa merupakan diagram yang spesifik, selektif,
sederhana, dan jelas. Oleh karena itu sketsa sangat berguna untuk menyegarkan ingatan penyidik, saksi maupun tersangka yang kooperatif sehingga dapat
memberikan pengertian yang lebih jelas kepada penuntut umum maupun hakim tentang segala sesuatu yang kelihatannya komplek. Fotografi forensik atau sering
juga disebut forensic imaging atau crime scene photography adalah suatu proses seni menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau tempat
kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan.
57
Pemotretan umumnya dilakukan pada :
58
a. Tempat kejadian itu sendiri baik dari luar maupun dari dalam.
b. Posisi hubungan barang bukti yang ada di dalamnya.
c. Benda mati yang tidak dapat dipindahkan, misalnya:
1 Lobang tembak pada tembok, pintu dan sebagainya.
2 Tulisan-tulisan pada dinding.
3 Percikan darah pada dinding, ataupun lantai dan tempat-tempat lain.
4 Bekas-bekas kerusakan yang diduga diakibatkan oleh peristiwa
tersebut. d.
Barang-barang bukti yang mudah rusak, misalnya bekas-bekas ban kendaraan, dan lain-lain.
57
Abdul Mun’im Idries, Op. cit, halaman 82.
58
H. R. Abdussalam, Op. cit, halaman 151.
69
e. Barang-barang bukti micro, misalnya kerusakan pada lobang kunci, bekas
congkelan pada brankas, dan bekas-bekas benturan benda-benda keras lainnya.
f. Barang-barang bukti lainnya sebelum dan sesudah diadakan
pembungkusan. g.
Pada korban, meliputi : 1
Keadaan korban dengan lengkap dan teliti sebelum dipindahkan 2
Posisi dan lokasi korban terhadap barang bukti lainnya, misalnya : senjata api, muntahan makananminuman, posisi tali pada korban
gantung diri dan lain-lain. halaman ini sangat penting dilakukan untuk pengusutan yang akan dilakukan seterusnya
h. Benda-benda bekas-bekas yang tidak tampak dengan sinar biasa sinar
putih, mempergunakan sinar infra merah, ultra violet bila peralatan memungkinkan. Misalnya : jelaga, sisa-sisa mesiu pada medium gelap.
i. Dokumen-dokumen, tulisan-tulisan pada dinding, surat-surat berharga dan
sebagainya. Didalam melakukan pemotretan ini harus betul-betul diperhatikan supaya jangan ada yang terluput dari pengawasan sampai hal-
hal yang terkecil sekalipun. Misalnya pada suatu kebakaran penting sekali untuk memotret sumber-sumber api, seperti zekering, kaleng tempat bahan
bakar, tempat-tempat penyimpanan alat-alat kimia yang mudah terbakar dan lain-lain.
Terhadap korban pembunuhan, dengan memanfaatkan bantuan teknis dari dokter forensik penyidik dapat menanyakan tentang jangka waktu kematianlama
70
kematian, cara kematian, dan sebab kematian berdasarkan pengamatan tanda- tanda kematian antara lain kaku mayat, lebab mayat, dan tanda-tanda
pembusukan. Setalah itu dokter memberikan tanda garis letak posisi mayat sebelum dikirim ke rumah sakit. Setelah diambil sidik jari mayat barulah korban
dikirim ke rumah sakit untuk dimintakan Visum Et Repertum dengan diberi label terlebih dahulu pada ibu jari kakinya atau bagian tubuh yang lain.
Apabila pada TKP terdapat saksi maka penyidik mengumpulkan keterangan saksi tersebut dengan cara mewawancara dengan mengajukan pertanyaan kepada
orang-orangpihak-pihak yang diperkirakandiduga melihat, mendengar, dan mengetahui kejadian tersebut. Berdasarkan keterangan-keterangan yang didapat
dari hasil interview yang dilakukan dapat diperoleh beberapa orang yang dapat digolongkan sebagai saksi dan atau orang-orang yang diduga sebagai tersangka.
59
Terhadap barang bukti yang ada di TKP yang sulit ditemukan oleh petugas Polri dilapangan, maka sejak tahap pengolahan tempat kejadian perkara sampai
dengan pemeriksaan ilmiah sebaiknya dilakukan oleh pemeriksaan ahli dari identifikasi, labfor, dan dokter forensik Polri sesuai dengan bidang tugasnya
60
a. Metode Spiral
. Untuk mencari barang bukti di tempat kejadian perkara dapat dilakukan dengan
beberapa metode yaitu :
Dalam metode spiral, caranya adalah tiga orang petugas atau lebih menjelajahi tempat kejadian secara beriring, masing-masing berderet kebelakang
yang satu dibelakang yang lain dengan jarak tertentu, mulai pencarian pada
59
Ibid, halaman 98.
60
Ibid, halaman 99.
71
bagian luar spiral kemudian bergerak melingkar mengikuti bentuk spiral berputar kearah dalam
61
, metode ini baik untuk daerah yang lapang bersemak atau berhutan.
Gambar 1 Metode Spiral
62
b. Metode Zone
Caranya adalah luasnya tempat kejadian perkara di bagi menjadi empat bagian dan dari tiap bagian dibagi-bagi menjadi empat bagian, jadi masing-masing
116 bagian dari luas tempat kejadian perkara seluruhnya. Untuk tiap-tiap 116 bagian tersebut ditunjuk dua sampai empat orang petugas untuk menggeledahnya.
Metode ini baik diterapkan untuk pekarangan, rumah atau tempat tertutup.
Gambar 2 Metode Zone
63
61
Andi Hamzah, Op. cit, halaman 48.
62
Diakses dari situs http:effendi-kriminalistik.blogspot.com. Diakses pada hari Senin, 28 April 2014 pukul 19.00 WIB.
72
c. Metode Strip
Caranya adalah tiga orang petugas masing-masing berdampingan yang satu dengan yang lain dalam jarak yang sama dan tertentu sejajar kemudian bergerak
serentak dari sisi lebar yang satu kesisi lain di tempat kejadian perkara. Apabila dalam gerakan tersebut sampai di ujung sisi lebar yang lain maka masing-masing
berputar kearah semula. Metode ini baik untuk daerah yang berlereng.
Gambar 3 Metode Strip
64
d. Metode Roda
Dalam hal ini, tempat atau ruangan dianggap sebagai suatu lingkaran, caranya adalah beberapa petugas bergerak bersama-sama kearah luar dimulai dari
titik tengah tempat kejadian, dimana masing-masing petugas menuju kearah sasarannya sendiri-sendiri sehingga merupakan arah penjuru mata angin. Metode
ini baik untuk ruangan. Dalam mencari bukti-bukti tersebut, diperlukan ketelitian disamping imajinasi para penyidik, kalau misalnya ruang yang diperiksa itu ialah
ruang tertutup, maka harus diperhatikan kotoran pada lantai, cat, kloset, pakaian, tirai, gorden, dll.
65
63
Diakses dari situs http:effendi-kriminalistik.blogspot.com. Diakses pada hari Senin, 28 April 2014 pukul 19.00 WIB.
64
Diakses dari situs http:effendi-kriminalistik.blogspot.com. Diakses pada hari Senin, 28 April 2014 pukul 19.00 WIB.
65
Andi Hamzah, Op. cit, halaman 50.
73
Gambar 4 Metode Roda
66
e. Metode Kotak yang Diperluas
Caranya adalah dimulai dari titik tengah tempat kejadian perkara dalam bentuk kotak sesuai kekuatan personil yang kemudian dapat dikembangkan atau
diperluas sesuai dengan kebutuhan sampai seluruh TKP dapat ditangani. Setelah pemeriksaan pada TKP telah selesai, berikutnya penyidik memasuki
tahapan akhir penanganan tempat kejadian perkara yang meliputi :
67
a Konsolidasi.
Setelah pengolahan TKP selesai dilaksanakan maka dilakukan pengecekan terhadap personel, perlengkapan dan segala hal yang diketahui ditemukan
dan dilakukan di TKP dan untuk mengetahui sejauh mana penanganan TKP sudah dilakukan.
b Pembukaanpembebasan tempat kejadian perkara.
1 Pembukaanpembebasan TKP dilakukan oleh BamaptaPamapta setelah
mendapat pemberitahuan dari penyidik bahwa pengolahan TKP telah selesai.
66
Diakses dari situs http:effendi-kriminalistik.blogspot.com. Diakses pada hari Senin, 28 April 2014 pukul 19.00 WIB.
67
Ibid, halaman 120.
74
2 Dalam hal petugas pengolahan TKP baik dari reserse maupun dari
bantuan teknis identifikasi, labfor dan dokfor masih memerlukan waktu untuk pengolahan TKP, maka pembukaanpembebasan TKP
selanjutnya dapat dilakukan oleh penyidik setelah mendapat pemberitahuan dari penyidik atau bantuan tehnis dari identifikasi, labor,
dokfor bahwa pengolahan TKP telah selesai. c
Pembuatan berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara. 1
Berita acara pemeriksaan di tempat kejadian perkara dibuat oleh penyidikpenyidik pembantu yang melakukan pengolahan tempat
kejadian perkara adalah yang merupakan: i.
Hasil yang ditemukan di tempat kejadian perkara baik di TKP itu sendiri, korban, saksi-saksi, tersangka maupun barang bukti.
ii. Tindakan yang dilakukan oleh petugas tindakan pertama TKP dan
pengolahan TKP terhadap hasil yang ditemukan di tempat kejadian perkara.
iii. Sebagai bahan untuk pelaksanaan dan pengembangan penyidikan
selanjutnya. iv.
Sebagai bahan evaluasi bagi atasan. 2
Disamping berita acara pemeriksaan di TKP, dibuat pula: i.
Berita Acara Penemuan dan Penyitaan barang bukti di TKP. ii.
Berita Acara Penemuan dan Pengambilan jejak di TKP sidik jari, darah, sperma, dan lain-lain bila ditemukan.
iii. Berita Acara Memasuki rumah di TKP jika di dalam rumah.
iv. Berita Acara Pemotretan di TKP.
75
v. Berita Acara lain-lain sesuai tindakan yang dilakukan.
d Evakuasi Kegiatan
halaman ini dilakukan khusus terhadap tempat kejadian tertentu yang memerlukan penanganan TKP lanjutan karena sifat dan kualitasnya dinilai
tinggi perlu melakukan evakuasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan. 2.
Pemeriksaan Laboratorium Forensik Pada Mayat Pemeriksaan pada mayat, atau dalam istilah kedokteran forensik dikenal
dengan Otopsi Mediko-Legal bedah mayat adalah pemeriksaan yang dilakukan pada mayat yang diduga korban pembunuhan. Otopsi terdiri dari pemeriksaan luar
pada mayat dan pemeriksaan dalam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medico-legal adalah :
68
a. Tempat untuk melakukan otopsi adalah kamar jenazah.
b. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang
berwenang. c.
Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.
d. halaman-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus
dikumpulkan dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.
e. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
68
P.V. Chadha, Op. cit, halaman 18.
76
f. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada
laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dll harus diperoleh.
g. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak
berwenang. h.
Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten. i.
Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus. j.
Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi. Hasil pemeriksaan otopsi tersebut dibuat dalam suatu laporan otopsi yang
terdiri dari tiga bagian :
69
a. Bagian Pendahuluan, bagian ini mencakup nama korban, usia, jenis
kelamin, cara menentukan identitas, tempat dan tanggal pemeriksaan, saat jenazah tiba, petugas polisi yang menyertai jenazah.
b. Bagian Pemberitaan, bagian ini menjelaskan secara lengkap dan terperinci
hasil dari pemeriksaan luar dan dalam. Jenis luka juga harus terperinci berdasarkan penyebab luka, arah luka dan ukurannya. Gambar bisa
dicantumkan jika dirasa perlu. c.
Bagian Kesimpulan, berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh, diambil kesimpulan mengenai penyebab kematian yang pasti dengan jelas.
d. Setiap laporan harus ditanda-tangani oleh yang memeriksa disertai dengan
jabatannya.
69
Ibid, halaman 19.
77
Sumbangan laboratorium forensik dalam melakukan otopsi dalam membantu penyelesaian proses penyidikan perkara pidana menyangkut nyawa
manusia dilakukan dengan tujuan untuk :
70
a. Menentukan secara pasti kematian korban,
b. Memperkirakan saat kematian,
c. Menentukan identitas,
d. Menentukan sebab kematian,
e. Menentukan cara kematian atau memperkirakan cara kematian korban.
a. Menentukan secara pasti kematian korban.
Untuk dapat menentukan dengan pasti bahwa korban telah mati perlu diketahui perihal tanda-tanda kehidupan dan tentunya perihal tanda-tanda
kematian serta perubahan lanjut yang terjadi pada mayat. Tanda-tanda kehidupan dapat dilihat dari :
71
1 Adanya pergerakan nafas, yang mudah dilihat di daerah perut bagian atas
tepat di daerah pertemuan kedua lengkung iga daerah epigastrium. 2
Terabanya denyut nadi, yang mudah dirasakan pada daerah leher dan pada pergelangan tangan.
3 Reflek, misalnya reflek mata terhadap sinar, pada orang hidup jika disinari
matanya maka pupil atau teleng matanya akan mengecil. Tanda-tanda kematian yang penting adalah :
72
1 Terhentinya denyut jantung,
2 Terhentinya pergerakan pernafasan,
70
Abdul Mun’im Idries, Agung Legowo Tjiptomarnoto, Op. cit, halaman 37.
71
Ibid.
72
Ibid, halaman 39.
78
3 Kulit terlihat pucat,
4 Melemasnya otot-otot tubuh,
5 Terhentinya aktivitas otak terhentinya aktivitas otak secara tepat dan
cepat hanya dapat diketahui jika kita melakukan dengan bantuan alat EEG Electro Ensefalo Graf, dimana akan terlihat mendatar selama 5 menit
Dengan telah ditentukan atau diketahui bahwa korban telah mati, maka hal berikutnya yang perlu di perhatikan adalah perubahan yang lebih lanjut pada
mayat, yaitu :
73
1 Perubahan suhu tubuh mayat,
2 Terjadinya lebam mayat,
3 Terjadinya kaku mayat,
4 Terjadinya pembusukan, dan
5 Terjadinya adipocere dan mummifikasi terjadinya adipocere dan
mummifikasi dapat dikatakan jarang dijumpai oleh karena memerlukan berbagai faktor, kondisi yang tidak selamanya ada, khususnya di
Indonesia. b.
Memperkirakan saat kematian. Penentuan saat kematian yang pasti dalam kejahatan merupakan
permasalahan utama yang amat penting dalam medico-legalis. Selama tiga dasawarsa tersebut para ahli ilmu kedokteran forensik telah berusaha menentukan
metode yang paling akurat untuk menentukan saat kematian yang pasti. Kesimpulan ahli forensik tersebut dari hasil penelitiannya adalah bahwa ilmu
73
Ibid, halaman 39.
79
kedokteran forensik hanya mampu memberikan estimating the time of death, yakni suatu perkiraan mengenai saat kematian. Sedangkan mengenai the exact
moment of death, yakni suatu penentuan saat kematian yang pasti, tidaklah dapat ditentukan. Dengan kata lain bahwa aplikasi ilmu kedokteran forensik dalam
menentukan saat kematian seseorang dalam suatu kasus kejahatan hanya dapat menghasilkan suatu estimasi bukan suatu determinasi.
74
Dalam kepustakaan ilmu kedokteran forensik dikenal suatu metode untuk menentukan saat kematian dalam
kasus kejahatan yang disebut Metode Tri Klasik atau The Classic Triad yang meliputi tiga metode sebagai berikut :
75
1 Livor Mortis Lebam Mayat
Livor mortis ialah timbulnya warna ungu kebiru-biruan reddisk blue pada tubuh bagian bawah. Jika mayat dalam keadaan terlentang, tanda-tanda tersebut
dapat terlihat pada bagian punggung. Pada kasus-kasus keracunan karbon monoksida CO
2
dan asam sianida HCN lebam mayat berwarna merah jambu dan pada keracunan potassium chlorate 2KCL lebam mayat berwarna coklat
muda. Lebam mayat timbul karena terhentinya peredaran darah, sehingga terjadi pengendapan butir-butir darah ke bagian tubuh yang letaknya rendah. Saat
timbulnya lebam mayat adalah sekitar tiga puluh menit setelah kematian yakni setelah otak tidak menunjukkan aktivitasnya lagi. Akan tetapi, oleh karena saat
timbulnya livor mortis dipengaruhi pula oleh faktor-faktor sebab-sebab kematiannya serta keadaan sekitar korban seperti kelembapan udara serta suhu
udara tempat korban ditemukan.
74
Musa Perdanakusuma, Op. cit, halaman 53.
75
Ibid, halaman 54.
80
2 Rigor Mortis Kaku Mayat
Yakni suatu keadaan dimana otot-otot tubuh telah mengkerut atau telah menjadi kaku. Timbulnya rigor mortis disebabkan karena adanya penimbunan
lactic acid didalam jaringan otot, kerusakan glikogen. Menurut beberapa pengarang rigor mortis mulai berkembang dua jam setelah kematian dan seluruh
tubuh akan menjadi kaku sama sekali sekitar 10-12 jam setelah kematian. Cepat lambat timbulnya rigor mortis dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, keadaan
fisik, struktur dan aktivitas otot menjelang kematian serta suhu udara sekeliling. Suhu udara yang dingin, tubuh kurus, usia tua, wanita pada umumnya kecuali
wanita yang berbadan gemuk serta kelelahan tubuh sebelum kematian akan mempercepat timbulnya proses kekakuan mayat. Sebaliknya, keadaan berlawanan
dengan faktor-faktor tersebut diatas akan memperlambat timbulnya rigor mortis. 3
Algor Mortis Suhu Mayat Algor mortis atau penurunan suhu mayat. Secara teoritis angka rata-rata
penurunan suhu mayat adalah 1.5
O
celcius setiap jam. Angka tersebut merupakan angka rata-rata pada umumnya, sedangkan pada didalam praktek angka rata-rata
penurunan suhu tersebut dipengaruhi oleh suhu udara sekeliling. Dalam kepustakaan ilmu kedokteran forensik disebutkan bahwa suhu mayat akan
mengalami penurunan sampai mencapai titik sama dengan suhu udara sekeliling. Dengan perkataan lain bahwa suhu mayat tidak akan menurun lagi apabila telah
sama dengan suhu udara sekeliling. Dari ketiga metode tersebut tersebut terdapat berbagai kendala-kendala yang
menyebabkan penentuan saat kematian menemui banyak hal-hal yang bersifat
81
tidak pasti. Pada livor dan rigor mortis kesulitannya adalah pada cepat atau lambatnya tanda kelaianan post-mortem setelah kematian tersebut tidak dapat
dihitung dengan angka. Bahwa livor mortis pada umumnya timbul setelah setengah jam setelah kematian, akan tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu livor
mortis tersebut dapat timbul lebih cepat atau lambat. Demikian pula halnya dengan rigor mortis. Meskipun pada umumnya rigor mortis mulai timbul dua jam
setelah kematian, akan tetapi karena pengaruh berbagai faktor intern dan ekstern dapat timbul lebih awal atau lebih lambat.
76
Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium forensik dapat memberikan penentuan saat kematian yang lebih akurat. Dengan menggunakan observasi fisika
telah ditemukan suatu cara yang disebut Tonometry, yakni tes Intra Ocular Pressure IOP dengan menggunakan peralatan Tonometer. Disamping itu
terdapat metode ophthalmoscopy, merupakan metode perkiraan lamanya kematian berdasarkan terhentinya peredaran darah. Penentuan saat kematian juga dapat
dilakukan dengan metode reaksi supravital, yakni metode yang didasarkan pada reaksi otot mata, mulut, dan tangan oleh stimulasi elektris, dapat memberikan
informasi mengenai lamanya kematian. Reaksi tersebut tergantung pada Sedangkan pada metode algor mortis
karena adanya hambatan dari suhu udara sekeliling, dapatlah disimpulkan bahwa penggunaan metode penurunan suhu dalam menentukan saat kematian sebagai
suatu metode yang mudah penggunaannya serta akurat hasil perkiraannya terbatas sampai dengan suhu udara sekeliling the decreasing of body temperature
restricted until reaches the temperature of environment.
76
Ibid, halaman 65.
82
konsentrasi glikogen di otot-otot. Disamping itu pula reaksi pupil terhadap beberapa faktor parmakologi, yakni dengan suntikan hematropine ke belakang
rongga mata yang akan menimbulkan dilatasi konstruksi pada pupil tersebut, dapat diketahui lamanya kematian, sepanjang kematian tersebut baru berlangsung
beberapa saat lamanya.
77
Selain dengan observasi fisika dalam bidang biokimia juga dapat menghasilkan metode penentuan saat kematian. Metode yang pertama adalah
metode yang dilakukan melalui pemeriksaan liquor-cerebrospinalis yang akan mengalami perubahan secara biokimia segera setelah terjadi kematian. Metode
lain ialah yang dilakukan melalui pemeriksaan kadar amoniak dalam cairan cisternal dalam periode dini setelah kematian. Disamping itu terdapat pula metode
melalui pemeriksaan kimiawi terhadap serum liquor-amino nitrogen, nonprotein- nitrogen, creatinine dan inorganic phosporus.
Penentuan saat kematian dengan menggunakan observasi fisika hanya dapat dilakukan tidak lama setelah kematian itu terjadi
sekitar 6-8 jam setelah kematian.
Namun adakalanya penyidik dihadapkan pada kasus-kasus dimana barang bukti yang ada tidak berbentuk tubuh korban yang lengkap, melainkan rangka
manusia, sepotong tulang atau hanya pecahan-pecahan tulang saja. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah apakah tulang yang ditemukan itu masih baru, dalam
arti perkiraan saat kematian kurang dari 50 tahun, dimana bila ada pemeriksaan saat kematian lebih dari 50 tahun maka ditinjau dari segi penyidikan kurang
berarti, oleh karena besar kemungkinan si pelaku dari kejahatan itu sendiri sudah
77
Ibid, halaman 64.
83
mati, jadi mungkin hanya mempunyai nilai bila dipandang dari segi arkeologis. Perkiraan saat kematian dapat dilakukan misalnya dengan memakai metode dari
Bernard Knight, yang pada prinsipnya adalah sebagai berikut :
78
1. Penentuan kandungan nitrogen.
Bila nitrogen didapatkan lebih besar dari 3,5 gram persentimeter, ini berarti saat kematian kurang dari 50 tahun. Bila lebih besar dari 2,5 gram
persentimeter, maka saat kematian korban diperkirakan kurang dari 350 tahun.
2. Penentuan kandungan asam amino
Bila saat kematian kurang dari 70-100 tahun, maka pada pemeriksaan akan didapatkan 7 jenis asam amino atau lebih; sedangkan bila pada
pemeriksaan ternyata ditemukan adanya praline dan hidroksi-proline, perkiraan saat kematian korban kurang dari 50 tahun.
3. Reaksi Benzidine
Yang dipakai adalah campuran benzidine-peroxide, dimana dalam hal ini pemeriksaan akan lebih berarti reaksinya memberi hasil negatif, yang
berarti dapat mengeyampingkanekslusi bahwa tulang yang diperiksa itu adalah tulang yang masih baru. Reaksi benzidine ini akan memberikan
hasil positif sampai saat kematian 150 tahun yang lalu, reaksi dilakukan baik pada permukaan tulang maupun pada serbuk tulang.
78
Abdul Mun’im Idries, Agung Legowo Tjiptomarnoto, Op. cit, halaman 177.
84
4. Fluoresensi sinar ultra violet
Pada tulang yang masih baru bila disinari dengan ultra violet akan memberikan fluoresensi secara menyeluruh, yaitu pada perkiraan saat
kematian sampai 100 tahun, yang kemudian akan hilang dengan berlalunya waktu pada 500-800 tahun.
Usaha untuk menentukan saat kematian dalam setiap kasus kejahatan yang menimbulkan kematian seperti pembunuhan atau penganiayaan yang
menyebabkan kematian mempunyai arti penting karena secara praktis mempunyai konsekuensi yuridis dalam bidang penyidikan, pununtutan dan peradilan. Adapun
konsekuensi tersebut menyangkut hal-hal sebagai berikut :
79
1. Tempus delicti, atau waktu terjadinya kejahatan. Perbedaan tempus delicti
dalam penyidikan akan mengakibatkan jumlah orang-orang yang dapat disangka melakukan kejahatan akan menjadi banyak, waktu penyidikan
akan lebih lama, tenaga serta biaya yang diperlukan untuk penyelesaian perkara tersebut menjadi lebih banyak pula.
2. Alibi tersangka, seseorang yang berada di tempat lain pada saat terjadinya
kejahatan. Jika terjadi kekeliruan dalam penentuan saat kematian dapat mengakibatkan orang-orang tersebut dituduh sebagai tersangka dari
kejahatan tersebut, padahal orang tersebut bukanlah pelaku dari kejahatan tersebut.
79
Musa Perdanakusuma, Op. cit, halaman 54.
85
3. Pembebasan terdakwa, perbedaan waktu mengenai tempus delicti yang
tercantum dalam surat tuduhan dapat mengakibatkan dibebaskannya terdakwa dalam keputusan hakim.
c. Menentukan identitas korban
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian orang yang hidup maupun mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.
80
Menentukan identitas korban seperti halnya penentuan identitas pada tersangka pelaku
kejahatan merupakan bagian terpenting dari penyidikan. Dengan dapat ditentukannya identitas dengan tepat dapat dihindari kekeliruan dalam proses
peradilan yang dapat berakibat fatal. Proses identifikasi dilakukan untuk memperoleh data berupa nama korban, umur, jenis kelamin, umur,
kewarganegaraan korban. Penentuan identitas korban dapat dilakukan dengan memakai metode identifikasi sebagai berikut :
81
1 Visual
Termasuk metode yang sederhana dan mudah dikerjakan yaitu dengan memperlihatkan tubuh terutama wajah korban kepada pihak keluarga, metode
ini akan memberi hasil jika keadaan mayat tidak rusak berat dan tidak dalam keadaan busuk.
2 Dokumen
KTP, SIM, Paspor, Kartu pelajar dan tanda pengenal lainnya merupakan sarana yang dapat dipakai untuk menentukan identitas. Dokumen yang ada
didalam saku seorang laki-laki lebih bermakna bila dibandingkan dengan
80
P.V. Chadha, Op. cit, halaman 24.
81
Abdul Mun’im Idries, Agung Legowo Tjiptomarnoto, Op. cit, halaman 44.
86
dokumen yang ada dalam tas seorang wanita. halaman ini terjadi karena laki- laki mempunyai kebiasaan menyimpan dokumen dalam sakunya.
3 Perhiasan
Merupakan metode identifikasi yang baik, walaupun tubuh korban telah rusak atau hangus. Initial yang terdapat pada cincin dapat memberikan informasi
siapa si pemberi cincin tersebut, dengan demikian dapat diketahui pula identitas korban.
4 Pakaian
Pencatatan yang baik dan teliti dari pakaian yang dikenakan korban seperti model, bahan yang dipakai, merek penjahit, label binatu dapat merupakan
petunjuk siapa pemilik pakaian tersebut dan tentunya identitas korban 5
Eksklusi Cara ini dipakai biasanya pada kasus kecelakaan massal, seperti pada kasus
kecelakaan pesawat terbang. Dari 50 korban telah dapat diidentifikasi 49 korban, maka sisanya tentulah korban yang sesuai dengan daftar penumpang.
Cara ini akan memberikan hasil yang baik dalam arti ketepatan bila antemortem records yang ada memang baik.
Metode diatas umumnya dilakukan tanpa bantuan dari seorang ahli atau pemeriksaan laboratorium forensik. Dengan kata lain bahwa mayat yang
ditemukan mudah untuk dikenali. Akan tetapi ada kalanya penyidik sulit untuk menentukan identitas korban. halaman ini ini dapat terjadi apabila korban tidak
ditemui adanya dokemen identitas pada dirinya seperti SIM, KTP, Paspor, dll, korban pembunuhan telah membusuk, korban sudah menjadi tulang kerangka,
87
atau hanya sebagaian dari tubuh korban saja yang ditemukan. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium forensik penting untuk dilakukan guna untuk
menentukan identitas korban. Hasil pemeriksaan laboratorium forensik tersebut kemudian diberikan kepada pihak pihak penyidik supaya melakukan penyelidikan
lebih lanjut guna memperoleh data diri korban seperti nama, pekerjaan, agama, alamat, dll untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan. Sebab
apabila kondisi korban yang di temukan seperti yang diungkapkan diatas maka hasil pemeriksaan laboratorium forensik hanya dapat menentukan usia, jenis
kelamin, dan suku bangsa saja. Pemeriksaan laboratorium forensik pada mayat dilakukan dengan metode sebagai berikut :
1 Medis
Merupakan metode identifikasi yang selalu dapat dipakai dan mempunyai nilai tinggi dalam hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis
medical record, ante-mortem record, yang baik. Jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi dan berat badan, warna rambut, dan mata diklasifikasikan dalam tanda
medis yang umum. Sedangkan yang sifatnya lebih khusus adalah bentuk cacat fisik, bekas operasi, tumor, tatto dan lain sebagainya. Metode ini dapat dibantu
dengan pemeriksaan radiologist roentgen foto, umpamanya untuk membantu perkiraan umur, adanya benda asing dan bekas patah tulang.
82
2 Gigi
Pemeriksaan gigi sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi ahli forensik, akan tetapi dalam prakteknya hampir semuanya pemeriksaan dilakukan oleh dokter ahli
82
Ibid, halaman 46.
88
ilmu kedokteran forensik khususnya ahli patologi forensik. Melihat sifat khusus dari gigi yaitu ketahanannya serta tidak ada kesamaan bentuk gigi pada setiap
manusia pemeriksaan ini mempunyai nilai tinggi seperti halnya sidik jari, khususnya jika ada keadaan mayat telah busukrusak dan terutama bila ada data
ante-mortem record. Gigi juga dapat dipakai untuk membantu dalam hal perkiraan umur serta kebiasaanpekerjaan dan kadang-kadang golongan suku
tertentu. Kebiasaan merokok akan meninggalkan pewarnaan akibat nikotin pada gigi, gigi yang dipanggur diratakan menunjukan rassuku tertentu.
83
3 Sidik jari
Sidik jari atau finger prints dapat menentukan identitas secara pasti oleh karena sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang akan berbeda walaupun pada
kasus saudara kembar satu telur. Keterbatasannya hanyalah cepat rusakmembusuk tubuhnya. Penggunaan sidik jari untuk menentukan identitas
seseorang tentunya baru dapat bila orang tersebut sebelumnya sudah diambil sidik jarinya ada datanya. Akan tetapi walaupun datanya tidak ada, pengambilan sidik
jari tetap bermanfaat yaitu dengan membandingkan sidik jari yang mungkin tertinggal pada alat-alat yang ada di rumah korban latent print. Sedangkan pada
kasus pembunuhan latent print yang ada pada senjata dapat membuat si pelaku kejahatan tidak dapat mungkir atau mengelak dari tuduhan bahwa ia telah
melakukan pembunuhan.
84
83
Ibid.
84
Ibid.
89
4 Tulang
Penyatuan ujung tulang epiphyseal union, yang dapat dievaluasi dengan pemeriksaan secara radiologist sinar x, dapat dipakai untuk memperkirakan
umur. Penyatuan ujung tulang paha, siku, dan mata kaki dapat dilihat pada umur 20 tahun, sedangkan penyatuan dari lutut, pergelangan kaki tangan dan bahu akan
lengkap pada umur 23-24 tahun. Perkiraan umur atas dasar penutupan tulang yang membentuk tengkorak akan menghasilkan perkiraan yang kasar, yaitu dengan
jarak perkiraan 10 tahunan. Dengan demikian perkiraan umur berdasarkan atas dasar penutupan tulang-tulang yang membentuk tengkorak ini penilaiannya akan
lebih baik bila dikombinasikan dengan lain, jadi jangan berdiri sendiri.
85
Untuk penentuan jenis kelamin tidaklah sulit dilakukan bila tulang yang diperiksa berasal dari tubuh korban yang telah dewasa. Penentuan jenis kelamin
paling mudah dilakukan dari pemeriksaan bentuk tulang panggul, dimana panggul seorang wanita mempunyai kecenderungan lebih lebar bila dibandingkan dengan
panggul milik seorang pria dan bentuk panggul wanita biasanya berbentuk oval. Penentuan jenis kelamin dapat pula dilakukan dengan melihat sifat-sifat umum
dari tulang, khususnya tengkorak. Tengkorak pria akan lebih kasar bila dibandingkan dengan tengkorak wanita, demikian pula dengan tulang-tulang
lainnya.
86
85
Ibid, halaman 178.
86
Ibid, halaman 180.
90
Penentuan suku bangsaras juga dapat ditentukan dari pemeriksaan tulang. Apakah tulang yang diperiksa itu berasal dari manusia yang tergolong dari ras
mongoloid, negroid, atau ras kaukasoid.
87
d. Menentukan sebab kematian
Untuk menentukan sebab-sebab kematian dapat dilakukan melalui dua cara, pertama, melalui pemeriksaan luar daripada mayat, kedua dengan melakukan
bedah mayat autopsy. Pemeriksaan luar terhadap mayat dilakukan berdasarkan bukti-bukti fisik yang terdapat pada tubuh korban yang bersangkutan. Bukti-bukti
itu berupa :
88
1 Bekas-bekas luka
2 Bekas muntah
3 Urine
4 Faeces dan sebagainya
Namun untuk menentukan sebab kematian secara pasti mutlak harus dilakukan pembedahan mayat, dengan atau tanpa pemeriksaan mikroskopis,
pemeriksaan toksikologis, pemeriksaan bakteriologis dan lain sebagainya tergantung kasus yang dihadapi. Contoh sebab kematian yang lazim ditemui
adalah :
89
1 Karena tusukan benda tajam
2 Karena tembakan senjata api
3 Karena pencekikan
4 Karena keracunan morfin
87
Ibid, halaman 181.
88
Musa Perdanakusuma, Op. cit, halaman 126.
89
Abdul Mun’im Idries, Agung Legowo Tjiptomarnoto, Op. cit, halaman 49.
91
5 Karena tenggelam
6 Karena terbakar
7 Karena kekerasan benda tumpul
halaman-hal yang perlu diperiksa dalam suatu bedah mayat adalah :
90
1 Rongga Otak dengan isinya
Tengkorak digergaji sampai atap tengkorak lepas, otak dikeluarkan dan diperiksa.
2 Rongga dada dengan isinya
Rongga dada dibuka, jantung dan paru-paru dikeluarkan dan diperiksa. 3
Rongga perut dengan isinya a
Usus halus dan usus besar dikeluarkan dan diperiksa b
Limpa dikeluarkan dan diperiksa c
Pada laki-laki, kedua ginjal, aliran ginjal, kandung kencing, usus poros dikeluarkan dan diperiksa. Pada wanita, kedua ginjal, aliran ginjal,
kandung kencing, rahim, saluran telur, indung telur, usus poros dikeluarkan dan diperiksa.
4 Lidah, tenggorokan, kerongkongan dikeluarkan dan diperiksa
5 Nadi besar dibuka dan diperiksa
Bagi pihak penyidik hasil pemeriksaan bedah mayat tersebut akan sangat membantu dalam melaksakan tugasnya. Ia dapat mencari dan mensita benda yang
diperkirakan dipakai sebagai alat pembunuh, ia dapat mencari dan mengumpulkan racun-racun apa yang diperlukan bagi bagi kelengkapan alat bukti dan lainnya,
90
Musa Perdanakusuma, Op. cit, halaman 127.
92
apabila dalam kesimpulan Visum Et Repertum sebab kematian adalah karena keracunan morfin dan sebagainya.
91
e. Menentukan cara kematian atau memperkirakan cara kematian korban
Menentukan cara kematian atau memperkirakan cara kematian korban pada umumnya dapat dilakukan dengan hasil yang baik bila dokter diikutsertakan pada
pemeriksaan di TKP, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mayat oleh dokter yang bersangkutan. Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal tiga cara kematian,
yang tidak boleh selalu diartikan dengan istilah dan pengertian secara hukum yang berlaku. Cara kematian tersebut adalah :
92
1 Kematian wajar natural death, dalam pengetian kematian korban oleh
karena penyakit bukan karena kekerasan atau rudapaksa. Misalnya kematian karena penyakit jantung, karena pendarahan otak dan karena
tuberkulosa. 2
Tidak wajar un-naural death, yang dapat dibagi menjadi kecelakaan, bunuh diri, dan pembunuhan.
3 Tidak dapat ditentukan un-determined, hal ini disebabkan kedaan mayat
telah sedemikian rusak atau busuk sekali sehingga baik luka ataupun penyakit tidak dapat dilihat dan ditemukan lagi.
Dari hasil pemeriksaan di TKP yang kemudian di konfirmasikan dengan hasil pembedahan mayat serta informasi dari para saksi pada umumnya mudah
untuk menentukan cara kematian korban. Istilah perkiraan atau memperkirakan cara kematian dipakai bila data-data yang diperoleh tidak dapat dengan jelas
91
Abdul Mun’im Idries, Agung Legowo Tjiptomarnoto, Op. cit 49.
92
Ibid, halaman 50.
93
mengetahui bagaimana kejadian yang sebenarnya. Penentuan cara kematian penting bagi penyidik sesuai dengan fungsinya, apakah kasus yang dihadapinya
itu dapat diklasifikasikan sebagai kasus kriminal yang berarti akan ada penuntutan ataukah non-kriminal.
93