PENGARUH IKLIM ORGANISASI, MANAJEMEN KONFLIK DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KOMITMEN GURU SMP/MTS SWASTA DI KECAMATAN BANDAR MATARAM
ii ABSTRAK
PENGARUH IKLIM ORGANISASI, MANAJEMEN KONFLIK DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL KEPALA SEKOLAH
TERHADAP KOMITMEN GURU SMP/MTS SWASTA DI KECAMATAN BANDAR MATARAM
Oleh
FEBRI NUR FITRIANTO
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh 1) iklim organisasi terhadap komitmen guru, 2) manajemen konflik terhadap komitmen guru, 3) komunikasi interpersonal kepala sekolah terhadap komitmen guru, 4) iklim organisasi, manajemen konflik, dan komunikasi interpersonal kepala sekolah secara bersama-sama terhadap komitmen guru SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar Mataram.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan non eksperimen dan metode yang digunakan adalah metode survey dengan prinsip ex post facto. Sampel menggunakan rumus Slovin, sebanyak 71 orang dari 250 guru yang mengajar di SMP/MTS Swasta di Kecamatan Bandar Mataram. Data diperoleh melalui angket dan dokumentasi, kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi baik sederhana maupun ganda. Pengujian hipotesis dilakukan dengan regresi dan korelasi ganda yang sebelumnya telah dilakukan uji normalitas dan homogenitas.
Hasil penelitian sebagai berikut : 1) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara iklim organisasi terhadap komitmen guru sebesar 24,5%, 2) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara manajemen konflik terhadap komitmen guru sebesar 16,9%, 3) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara komunikasi interpersonal kepala sekolah terhadap komitmen guru sebesar 16,8%, 4) Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara iklim organisasi, manajemen konflik dan komunikasi interpersonal kepala sekolah terhadap komitmen guru SMP dan MTS Swasta di Kecamatan Bandar Mataram sebesar 36,7%, 5) Variabel yang memiliki kontribusi terbesar terhadap komitmen guru adalah iklim organisasi.
Kata kunci : Iklim organisasi, Manajemen konflik, Komunikasi interpersonal, Komitmen.
(2)
ii
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF CLIMATE ORGANIZATION, CONFLICT MANAGEMENT AND INTERPERSONAL COMMUNICATION OF SCHOOL PRINCIPAL TO THE PRIVATE SMP/MTS TEACHERS
COMMITMENT IN SUB-DISTRICT BANDAR MATARAM By
FEBRI NUR FITRIANTO
The purpose of this study is to describe and analyze the effect of 1) organizational climate to teachers commitment, 2) conflict management to teachers commitment, 3) interpersonal communication of school principals to teachers commitment, 4) organizational climate, conflict management, and interpersonal communication of school principals jointly equal to the private SMP/MTS teachers commitment in District Bandar Mataram.
This research is a quantitative non-experimental design and the method used is a survey method with the principle of ex post facto. Samples using Slovin formula, as many as 75 people from the 250 teachers who teach in SMP / MTS Private in District Bandar Mataram. Data were obtained through questionnaires and documentation, then analyzed using correlational and regression techniques either simple or double. Hypothesis testing is performed with multiple regression and correlation that had previously been tested for normality and homogeneity.
The results of the study as follows: 1) There is a positive and significant effect between organizational climate on teachers commitment of 24.5%, 2) There is a positive and significant effect between conflict management to teachers commitment of 16.9%, 3) There is a positive and significant effect between interpersonal communication principals to teachers' commitment of 16.8%, 4) There is a positive and significant effect between organizational climate, conflict management and interpersonal communication principals to the private SMP/MTS teachers commitment in District Bandar Mataram of 36,7%, 5) the variables that have the greatest contribution to the commitment of teachers is the organizational climate.
Keywords: Organizational climate, Conflict management, Interpersonal communication, Commitment.
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 1 Febuari 1985,
sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Siswanto
(Alm) dan Ibu Kustinah.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri I Susukan pada tahun 1997,
Sekolah Menengah Pertama Negeri I Susukan pada tahun 2000, kemudian
Sekolah Menengah Atas Negeri I Banyumas pada tahun 2003. Pada tahun 2003
penulis melanjutkan belajar di Institut Pertanian Bogor pada program studi
Meteorologi dan lulus tahun 2010.
Pekerjaan yang pernah dijalani oleh penulis adalah menjadi tenaga pengajar
honorer di SMA N 6 Bogor pada tahun 2009 kemudian pada tahun 2010 sampai
saat ini penulis menjadi guru tetap Yayasan Tunas Garuda Sugar Group
(8)
PERSEMBAHAN
Terselesaiakanya tesis ini adalah berkat bantun material dan spiritual dari orang – orang yang berada di sekeliling penulis. Oleh sebab itu tesis ini penulis persembahkan untuk :
1. Ke-empat orang tuaku, Bapak Siswanto (Alm), Ibu Kustinah, Bapak Muhamad Iswahyudi dan Ibu Sri Suwanti yang selalu memberikan semangat dan doanya.
2. Istriku tercinta Dwi Apriyanti yang selalu memberikan motivasi, semangat dan Doanya.
3. Putriku tersayang Defrina Nur Latifah yang memberikan semangat, dorongan dan kebahagiaan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 4. Adik-adiku tercinta yang selalu memberikan semangat dan dorongan. 5. Program Pascasarjana Magister Manajemen Pandidikan FKIP Universitas
Lampung tempat penulis menimba ilmu dan berguru.
6. Segenap Guru dan Kepala Sekolah SMP/MTS Swasta di Kecamatan Bandar Mataram.
(9)
viii SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan pada Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Sugeng Harianto, M.S. Selaku Rektor Universitas Lampung yang telah memfasilitasi dalam penulisan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
2. Prof. Dr. Sudjarwo, M. S. Selaku direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung yang telah memfasilitasi dalam penulisan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
3. Dr. Bujang Rahman, M.Si. Selaku Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memfasilitasi dalam penulisan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
4. Dr. Irawan Suntoro, M.S. Selaku Ketua Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Lampung dan selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan masukan dan saran serta motivasi secara moril dan materiil sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
5. Dr. Sowiyah, M.Pd. selaku Sekretaris Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan masukan dan saran serta motivasi sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
(10)
ix
memberikan masukan dan saran serta motivasi secara moril dan materiil sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
7. Dr. Sumadi, M.S. Selaku Ketua Prodi ketika penulis menempuh pendidikan di Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan dari tahun 2012 dan juga sebagai dosen pembahas pada tesis ini yang telah memberikan masukan demi sempurnanya tesis ini.
8. Bapak Purwadi Santoso M.Pd Selaku Ketua Yayasan Keluarga Besar Tunas Garuda yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di jenjang Pascasarjana.
9. Ibu Elyana Titin Gunawan M.Pd Selaku Kepala Sekolah SMP Gula Putih Mataram yang telah memberikan ijin dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Lampung
10.Kepala sekolah SMP dan MTS swasta di Kecamatan Bandar Mataram yang telah memberikan ijin terhadap penelitian ini.
11.Seluruh Dosen Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Lampung yang telah membekali ilmu dan pengetahuan tentang Manajemen Pendidikan sehingga penulis cukup memahami lika-liku dunia pendidikan.
12.Teman-teman seperjuangan khususnya angkatan 2012 pada Jurusan Manajemen Pendidikan, yang telah memberikan semangat dan dorongan positif dan inspirasi sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
Akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terimakasih, dan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan.
Bandar Lampung, 20 Agustus 2014
(11)
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
HALAMAN JUDUL ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... vi
PERNYATAAN ... vii
RIWAYAT HIDUP ... viii
PERSEMBAHAN ... ix
SANWACANA ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN………... xvi
DAFTAR GAMBAR………. xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 10
1.3 Batasan Masalah ... 11
1.4 Rumusan Masalah ... 11
1.5 Manfaat Penelitian ... 12
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka ... 15
(12)
xiii
2.1.4 Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah ... 45
2.2 Penelitian Yang Relevan ... 57
2.3 Kerangka Pikir ... 59
2.4 Hipotesis ... 63
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 65
3.2 Populasi dan Sampel ... 65
3.3 Variabel Penelitian ... 68
3.4 Teknik Pengumpulan Data... 73
3.6 Kalibrasi Instrumen... 74
3.7 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 83
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 93
4.2 Deskripsi Data... 95
4.3 Pengujian Hipotesis ... 101
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 116
4.5 Keterbatasan Penelitian... 124
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 126
5.2 Implikasi ... 127
5.3 Saran ... 128
DAFTAR PUSTAKA ... 130
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Jumlah guru yang keluar dan masuk di Kecamatan Bandar Mataram ... 5
1.2 Rata-rata tingkat kehadiran guru dan staf di Kecamatan Bandar Mataram .. 5
1.3 Kesesuaian pendidikan dengan pelajaran yang diampu ... 9
3.1 Populasi penelitian ... 66
3.2 Sampel penelitian ... 67
3.3 Kisi-kisi instrument komitmen guru ... 70
3.4 Kisi-kisi instrument iklim organisasi sekolah ... 71
3.5 Kisi-kisi instrument manajemen konflik kepala sekolah ... 72
3.6 Kisi-kisi instrument komunikasi interpersonal kepala sekolah ... 73
3.7 Hasil perhitungan validitas komitmen guru ... 75
3.8 Hasil perhitungan validitas iklim sekolah ... 76
3.9 Perhitungan validitas manajemen konflik ... 78
3.10 Perhitungan validitas komunikasi interpersonal kepala sekolah ... 79
3.11 Reliabilitas komitmen guru ... 81
3.12 Reliabilitas iklim organisasi ... 82
3.13 Reliabilitas manajemen konflik... 82
3.14 Reliabilitas komunikasi interpersonal ... 83
3.15 Hasil uji normalitas variabel penelitian... 84
3.16 Hasil uji homogenitas variabel penelitian ... 87
(14)
4.3 Distribusi skor variabel iklim organisasi ... 97
4.4 Distribusi skor manajemen konflik ... 99
4.5 Distribusi skor komunikasi interpersonal kepala sekolah ... 100
4.6 Koefisien iklim organisasi ... 102
4.7 Ringkasan uji linearitas iklim organisasi ... 103
4.8 Ringkasan uji signifikansi iklim organisasi ... 104
4.9 Model summary iklim organisasi terhadap komitmen guru ... 104
4.10 Koefisien manajemen konflik ... 106
4.11 Ringkasan uji linearitas manajemen konflik ... 107
4.12 Ringkasan uji signifikansi manajemen konflik ... 107
4.13 Model summary manajemen konflik terhadap komitmen guru ... 108
4.14 Koefisien komunikasi interpersonal kepala sekolah ... 109
4.15 Ringkasan uji linearitas komunikasi interpersonal kepala sekolah ... 110
4.16 Ringkasan uji signifikansi komunikasi interpersonal kepala sekolah ... 111
4.17 Model summary komunikasi interpersonal terhadap komitmen guru... 111
4.18 Koefisien iklim organisasi, manajemen konflik dan komunikasi interpersonal kepala sekolah terhadap komitmen guru ... 113
4.19 Ringkasan uji signifikansi iklim organisasi, manajemen konflik dan komunikasi interpersonal kepala sekolah... 114
4.20 Model summary iklim organisasi, manajemen konflik dan komunikasi interpersonal kepala sekolah terhadap komitmen guru ... 115
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1.a Angket penelitian iklim organisasi ... 135
1.b Angket penelitian komitmen guru ... 136
1.c Angket penelitian manajemen konflik ... 137
1.d Angket penelitian komunikasi interpersonal kepala sekolah ... 139
2.a Hasil Uji Validitas Iklim Organisasi ... 142
2.b Hasil Uji Validitas Manajemen Konflik ... 146
2.c Hasil Uji Validitas Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah ... 150
2.d Hasil Uji Validitas Komitmen Guru ... 155
3.a Hasil Uji Reliabilitas Komitmen Guru ... 159
3.b Hasil Uji Reliabilitas Iklim Organisasi ... 160
3.c Hasil Uji Reliabilitas Manajemen Konflik ... 161
3.d Hasil Uji Reliabilitas Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah ... 162
4.a Perolehan Skor Komitmen Guru ... 163
4.b Perolehan Skor Iklim Organisasi ... 166
4.c Perolehan Skor Manajemen Konflik ... 169
4.d Perolehan Skor Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah ... 172
5.a Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ... 180
6.a Hasil Uji Linearitas Komitmen Guru dan Iklim Organisasi ... 180
(16)
7.a Hasil Uji Signifikansi Komitmen Guru dengan Iklim Organisasi ... 182
7.b Hasil Uji Signifikansi Komitmen Guru dengan Manajemen Konflik ... 183
7.c Hasil Uji Signifikansi Komitmen dengan Komunikasi Interpersonal ... 184
7.d Hasil Uji Signifikansi Iklim Organisasi, Manajemen Konflik dan Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah serta Komitmen Guru... 185
8.a Nilai r tabel ... 186
(17)
xiv DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1 Model teoritis pengaruh iklim organisasi (X1), manajemen konflik (X2),
dan komunikasi interpersonal kepala sekolah (X3) terhadap komitmen
guru (Y) ...………..63
4.1 Diagram batang skor komitmen guru ... 96
4.2 Diagram batang skor iklim organisasi ... 98
4.3 Diagram batang skor manajemen konflik ... 99
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Proses mendapatkan pengetahuan (knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan atau ketrampilan (skills developments) atau mengubah sikap (attitude of change) disebut pendidikan. Pendidikan memiliki berbagai peranan penting antara lain meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mengembangkan sumber
daya manusia. Oleh sebab itu pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia
dan pada setiap manusia dituntut peran sertanya secara maksimal dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
Pendidikan nasional Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 1 UU No 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut dibentuklah suatu sistem pendidikan
nasional Indonesia yang berlandaskan pada akar budaya dan falsafah bangsa
dengan berorientasi pada persaingan global dalam kemajuan peradaban dunia.
Melalui manajemen pendidikan nasional, setiap komponen sistem pendidikan;
tenaga, peserta didik, kurikulum, dana, sarana dan prasarana ditata dalam rangka
(19)
pendidikan tersebut dilaksanakan dalam kerangka kebijakan pokok strategi
pendidikan nasional yaitu pemerataan, peningkatan kualitas, relevansi, evektifitas,
dan efisiensi pendidikan dengan mengikutsertakan semua pihak yang terkait
dengan pendidikan yaitu pemerintah, keluarga dan masyarakat.
Ketika mutu pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam rangka
meningkatkan mutu kehidupan bangsa untuk menghadapi persaingan global,
maka pengelolaan komponen pendidikan tersebut perlu mendapatkan perhatian
yang lebih serius. Manusia sebagai salah satu komponen instrumental input merupakan faktor penting sebagai penentu pencapaian suatu tujuan. Karena
ketercapaian tujuan tergantung pada the man behind the gun. Berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dipengaruhi oleh jumlah dan
mutu para aktor yang melaksanakannya (Mastuhu 2003; 109). Syarat-syarat yang
harus dipenuhi supaya penyelenggaraan pendidikan berkualitas adalah :
1. Memiliki kecintaan dan kepedulian yang tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya, serta kesadaran bahwa masing-masing tugasnya tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dalam suatu sistem jaringan kerja secara keseluruhan. 2. Memiliki keahlian dan ketrampilan dalam menangani tugasnya. Mereka harus
tau apa yang harus dilakukan, mengapa harus berbuat dan bagaimana harus menangani tugasnya.
3. Agar mereka, sumber daya manusia, dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana dimaksud dalam butir diatas. Mereka mendapatkan hak-haknya yang adil sesuai dengan masing-masing tugas dan tanggung jawabnya; tidak hanya kecukupan dalam insentif dan lengkapnya alat-alat dan fasilitas yang diperlukan. Tetapi, mereka benar-benar harus paham visi, misi dan tujuan organisasi dan target serta strategi yang digunakan untuk mencapai pendidikan bermutu. Ini adalah tugas pimpinan sekolah untuk menterjemahkan visi, misi dan sebagainya kedalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh semua petugas sesuai dengan level dan kedudukannya, (Mastuhu, 2003: 110-111)
Berkaitan dengan komponen sistem pendidikan, tenaga pendidik atau guru
(20)
karena prestasi belajar peserta didik sangat ditentukan oleh metode pembelajaran
yang diterapkan oleh guru dan terjadi di lingkungan sekolah, lebih tepatnya di
dalam kelas yang menjadi tempat interaksi pembelajaran antara peserta didik
dengan peserta didik atau dengan guru.
Tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai dengan baik jika guru-guru di
sekolah mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengawal dan mewujudkan
tercapainya visi dan misi sekolah, karena komitmen guru merupakan ikatan
psikologis guru terhadap organisasi sekolah yang ditandai dengan adanya
kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi,
kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi dan keinginan
yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi.
Komitmen terhadap organisasi lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena
meliputi sikap mencintai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan upaya
yang lebih tinggi bagi kepentingan organisasi. Berdasarkan definisi tersebut, di
dalam komitmen organisasi terdapat unsur loyalitas terhadap organisasi,
keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan
organisasi.
Rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggung jawab seseorang dalam
menjalankan tugasnya. Persoalan komitmen sama dengan persoalkan tanggung
jawab, dengan demikian ukuran komitmen seorang guru terkait tugasnya sebagai
pendidik di sekolah. Guru dihadapkan pada komitmen untuk loyal terhadap
sekolah, terikat secara emosional dengan sekolah dan turut serta memajukan
(21)
Komitmen guru terhadap lembaga tempat mengajar akan menciptakan iklim
organisasi yang kondusif karena guru merasa tenang dan nyaman dalam
melaksanakan tugasnya. Seorang guru yang mempunyai komitmen yang tinggi
akan ikut merasa memiliki sekolah sehingga berusaha semaksimal mungkin untuk
memajukan sekolah, meningkatkan prestasi anak didik dan mendukung
tercapainya visi dan misi sekolah.
Komitmen guru terhadap lembaga tempat mengajar sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya adalah iklim sekolah, komunikasi yang terjalin baik
antara guru dengan kepala sekolah maupun guru dengan sesama guru, sarana
prasarana yang tersedia di sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, tingkat
pendidikan guru, motivasi berprestasi, profesionalitas dan sistem penggajian.
Kenyataan yang penulis temui di lapangan, pada SMP/MTS swasta di Kecamatan
Bandar Mataram, Lampung Tengah, terdapat gejala-gejala yang menunjukkan
rendahnya komitmen yang dimiliki oleh guru. Indikasi rendahnya komitmen guru
diantaranya adalah tingkat keluar masuk guru yang cukup cepat, keinginan untuk
terus bersama organisasi rendah, dan tingkat kehadiran guru di sekolah yang
rendah.
Rendahnya komitmen guru disebabkan oleh berbagai macam alasan. Diantaranya
adalah sarana prasarana yang tidak lengkap dan kurang memadai, motivasi
berprestasi guru yang rendah, komunikasi yang kurang baik antara kepala sekolah
dengan guru, manajemen konflik yang tidak berprinsip pada keadilan, iklim
(22)
kerja serta tingkat pendidikan dan kualifikasi pendidikan yang tidak sesuai dengan
bidang pekerjaan.
Tabel 1.1 Jumlah guru yang keluar dan masuk di Kecamatan Bandar Mataram
Sumber : Dokumentasi Kecamatan Bandar Mataram
Gejala pertama yang ditemui di SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar Mataram
adalah tingkat keluar masuk guru yang cukup tinggi. Berdasarkan tabel di atas,
jumlah guru yang keluar setiap tahunnya lebih tinggi daripada guru yang diterima.
Hal ini menunjukkan komitmen guru SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar
Mataram rendah karena keinginan guru untuk terus bersama dengan organisasi
sekolah adalah salah satu faktor yang menunjukkan komitmen guru.
Tabel 1.2 Rata-rata tingkat kehadiran guru di Kecamatan Bandar Mataram
Sumber : Dokumentasi Kecamatan Bandar Mataram
Gejala kedua yang ditemui di SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar Mataram
adalah tingkat kehadiran guru yang rendah. Berdasarkan tabel diatas, tingkat
kehadiran guru dalam kegiatan pembelajaran hanya mencapai 78% – 83% . Guru sering meninggalkan jam pelajaran baik itu dengan alasan sakit, alasan
kepentingan tertentu atau bahkan tanpa alasan. Hal ini menunjukkan komitmen
Tahun Jumlah Guru Keluar Jumlah Guru Diterima Total Guru
2010 20 10 240
2011 12 7 235
2012 10 6 231
2013 3 22 250
Tahun Persentse Kehadiran (%)
2010 80
2011 78
2012 83
(23)
guru-guru SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar Mataram juga rendah karena
tingkat kehadiran guru dalam kegiatan pembelajaran adalah suatu bentuk loyalitas
guru terhadap sekolah dan loyalitas guru merupakan salah satu faktor yang
menunjukkan komitmen guru terhadap sekolah.
Sekolah sebagai institusi/organisasi, memiliki keanggotaan sekumpulan
orang-orang yang mempunyai tujuan yang berbeda, mereka terhimpun ke dalam satu
susunan yang mempunyai tugas dan tangung jawab yang saling melengkapi,
saling bekerja sama dan memikul tanggung jawab.
Sekolah juga merupakan organisasi formal yang tumbuh dan berkembang di
tengah-tengah masyarakat, guna menjalankan program pendidikan bagi anak
dengan tujuan dan aturan yang jelas untuk membina anak yang berkualitas
sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Organisasi sebagai struktur sosial,
yang didesain guna mengkoordinasikan kegiatan dua orang atau lebih, melalui
suatu pembagian kerja, dan hierarki otoritas, guna melaksanakan pencapaian
tujuan umum. Hubungan keorganisasian yang berkembang di sekolah
menekankan pada sistem nilai dalam hubungan kepada manusia, keorganisasian,
dan situasi yang dirasakan (Iklim) Trewarha dan Newport (dalam Winardi, 2004:
53)
Kepala sekolah dan guru harus menyadari bahwa sekolah sebagai satu sistem
sosial merupakan tempat berlangsungnya komunikasi secara aktif yang
melibatkan dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan. Beberapa hal yang
(24)
dimensi-dimensi yang terdapat di dalamnya, semangat serta konflik yang terjadi dalam
organisasi itu sendiri.
Sebagai sebuah organisai, sekolah memiliki unsur yang saling medukung dalam
rangka mencapai tujuan sekolah. Komponen–komponen tersebut terdiri dari komponen manusia (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, karyawan,
siswa), sarana dan prasarana, termasuk fasilitas keuangan sekolah, disamping
komponen kurikulum pendidikan.
Faktor manusia di lingkungan sekolah terdiri dari tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, dan siswa. Masing-masing faktor manusia tersebut memiliki
pribadi yang berbeda. Mereka memiliki karakter, kepentingan, bahkan juga
kekhawatiran yang berbeda. Akibat perbedaan tersebut terciptalah interaksi yang
unik antara faktor manusia dengan lingkungannya.
Lingkungan sekolah dapat digambarkan sebagai sebuah keluarga yang
keharmonisannya terjaga jika tidak ada konflik di antara anggotanya. Meskipun
demikian konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
manusia, bahkan sepanjang kehidupannya manusia selalu dihadapkan pada
konflik.
Konflik dalam sebuah organisasi khususnya sekolah sering kali menimbulkan
ketegangan, namun konflik tetap diperlukan untuk kemajuan dan perkembangan
organisasi. Konflik dapat menjadi energi yang dahsyat jika dikelola dengan baik,
bahkan dapat dijadikan sebagai alat untuk melakukan perubahan, namun konflik
juga dapat mempengaruhi suasana kerja dan komitmen dalam mendukung visi
(25)
Kepala SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar Mataram terlihat kurang
memahami bahwa konflik ada kalanya positif dan tidak selalu negatif, dalam
menyelesaikan konflik yang terjadi kepala sekolah kurang menggunakan
pendekatan-pendekatan persuasif. Akibatnya hubungan yang tidak harmonispun
tercipta dan mengganggu proses pembelajaran serta menurunkan komitmen guru.
Faktor lain yang mempengaruhi komitmen guru adalah cara komunikasi kepala
sekolah. Kurang jelasnya isi pesan yang disampaikan, kurang adanya umpan balik
terhadap kesalahan pesan yang disampaikan, kurang diperhatikannya kesiapan
dalam menerima pesan baik secara lisan maupun tulisan dan tidak adanya umpan
balik agar pesan lebih bermakna dalam pelaksanaan proses pendidikan akan
menimbulkan masalah pada komitmen guru.
Sebagai seorang administrator atau manajer, dalam melaksanakan tugasnya kepala
sekolah melakukan komunikasi agar dapat menggerakkan organisasi untuk
mencapai tujuan, sekaligus terlaksananya fungsi-fungsi manajerialnya.
Keharmonisan hubungan anggota sekolah ditunjukan dengan adanya komunikasi
yang baik dari kepala sekolah pada saat mengkomunikasikan tugas-tugas yang
harus dikerjakan oleh guru, ketika memberikan informasi baru, mengajak,
memberi perintah, mengatur, menggerakan, membimbing menegur dan lain-lain.
Aktivitas komunikasi kepala sekolah tentu harus diimbangi kemampuan dan
ketrampilan berkomunikasi serta dengan melakukan strategi dan gaya komunikasi
yang tepat.
Kepala SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar Mataram terlihat kurang
(26)
disampaikan atau tidak. Sepertinya guru kurang dihargai sebagai individu yang
memiliki perasaan dan harga diri. Terkait kedudukanya sebagai kepala sekolah
yang pada saat tertentu menilai kinerja guru membuat guru tidak berani
membantah atau melawan atas kesalahan komunikasi yang dilakukan kepala
sekolah.
Akibat lain dari situasi komunikasi yang kurang baik adalah timbulnya konflik
dalam pribadi guru, guru menjadi serba salah dengan arah komunikasi kepala
sekolah, dan dengan situasi sekolah yang menimbulkan konflik terkadang diantara
guru juga terjadi konflik yang disebabkan pesan yang disampaikan oleh kepala
sekolah, baik itu pembagian tugas, pelaksanaan tugas, penetapan kebijakan dan
pengambilan keputusan tidak diterima dengan baik. Hal ini mengakibatkan iklim
kerja menjadi tidak nyaman. Karena ketidakharmonisan hubungan antara guru
dengan kepala sekolah atau dengan guru, akibatnya rasa memiliki sekolah dan
rasa keterikatan terhadap sekolah semakin berkurang dan jauh dari harapan serta
mengakibatkan semakin berkurangnya komitmen guru terhadap sekolah.
Tabel 1.3 Kesesuaian pendidikan dengan pelajaran yang diampu Tahun Presentase Tingkat Kesesuaian Mengajar (%)
2010 80
2011 78
2012 86
2013 87
Sumber : Dokumentasi Kecamatan Bandar Mataram
Faktor lain yang mempengaruhi komitmen guru terhadap sekolah adalah
kompetensi guru yang didasari dari latar belakang pendidikan yang sesuai dengan
(27)
bagi kemampuan guru dalam menyampaikan kompetensi kepada siswa.
Selanjutnya tingkat pendidikan guru yang sesuai dengan bidang tugasnya akan
meningkatkan komitmen guru terhadap sekolah.
Pemberian penghargaan bagi guru berupa gaji di SMP/MTS swasta tergantung
dari kemampuan yayasan yang menaungi dan kebijakan yang dibuat oleh yayasan
tersebut. Semakin guru dihargai dalam konteks gaji, maka guru akan semakin
berkomitmen pada sekolah.
Sumber motivasi seseorang bisa berasal dari luar (ekstrinsik) maupun dari dalam
(intrinsik), namun yang paling penting adalah motivasi yang dimulai dari dalam
dirinya sendiri (motvasi intrinsik), berdasarkan pendapat G.R Terry (dalam
Hasibuan 2003) motivasi yang paling berhasil adalah pengarahan diri sendiri oleh
pekerja yang bersangkutan. Keinginan atau dorongan tersebut harus datang dari
individu itu sendiri dan bukanlah dari orang lain dalam bentuk kekuatan dari luar.
Motivasi yang tinggi akan meningkatkan komitmen terhadap sekolah bila
diimbangi lingkungan kerja yang kondusif.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka permasalahan
yang teridentifikasi mempengaruhi komitmen guru dalam penelitian ini adalah :
1.2.1 Iklim organisasi yang tidak kondusif dan tidak menyenangkan
(28)
1.2.2 Komunikasi interpersonal kepala sekolah yang kurang baik dalam
menyampaikan instruksi, mengingatkan, menegur, membimbing guru
menyebabkan turunnya komitmen guru terhadap organisasi sekolah.
1.2.3 Motivasi berprestasi guru yang rendah menyebabkan turunnya komitmen
guru terhadap organisasi sekolah.
1.2.4 Sarana dan prasarana yang tidak lengkap dan kurang memadai
menyebabkan turunnya komitmen guru terhadap organisasi sekolah.
1.2.5 Kepemimpinan kepala sekolah yang tidak demokratis menyebabkan
turunnya komitmen guru terhadap organisasi sekolah.
1.2.6 Penggajian guru yang tidak sesuai dengan beban pekerjaan menyebabkan
turunnya komitmen guru terhadap organisasi sekolah.
1.2.7 Tingkat pendidikan dan ketidaksesuaian dengan bidang tugasnya
menyebabkan turunnya komitmen guru terhadap organisasi sekolah.
1.3Batasan Masalah
Mempertimbangkan tenaga, waktu dan biaya maka variabel yang mempengaruhi
komitmen guru pada penelitian ini adalah :
1.3.1 Iklim organisasi
1.3.2 Manajemen konflik
1.3.3 Komunikasi interpersonal kepala sekolah
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang akan diteliti
(29)
1.4.1 Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara iklim organisasi
terhadap komitmen guru SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar
Mataram?
1.4.2 Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara manajemen konflik
terhadap komitmen guru SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar
Mataram?
1.4.3 Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara komunikasi
interpersonal interpersonal kepala sekolah terhadap komitmen guru
SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar Mataram?
1.4.4 Apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara iklim organisasi,
manajemen konflik, dan komunikasi interpersonal kepala sekolah secara
bersama-sama terhadap komitmen guru SMP/MTS swasta di Kecamatan
Bandar Mataram?
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1.5.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu mengungkapkan tentang iklim organisasi,
manajemen konflik, komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh kepala sekolah
dan komitmen guru serta hubungan keempat variabel tersebut. Selain itu
penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperkaya dan
melengkapi bahan bacaan tentang komunikasi pimpinan dan untuk meningkatkan
kualitas komunikasi kepemimpinan pendidikan dan bagaimana manajemen
(30)
1.5.2 Manfaat praktis
1.5.2.1Manfaat bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu
melengkapi bekal nanti dalam melaksanakan tugas keseharian sebagai
guru, sehingga mampu bersama-sama dengan semua pihak sekolah
menciptakan kondisi atau iklim sekolah yang kondusif untuk proses
pembelajaran.
1.5.2.2Manfaat bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wacana positif dan menjadi rujukan bagi kepala sekolah
bahwa dalam melaksanakan tugas serta fungsi kepemimpinan selalu
berhubungan dengan komunikasi.
1.5.2.3Manfaat bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang pengaruh komunikasi yang dilakukan kepala sekolah,
iklim organisasi dan manajemen konflik kepala sekolah terhadap
komitmen guru.
1.6Ruang Lingkup Penelitian
Penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1.6.1 Ruang lingkup ilmu
Pembahasan mengenai komunikasi pimpinan, manajemen konflik, iklim
organisasi dan komitmen merupakan salah satu topik dalam perilaku organisasi,
sedang perilaku organisasi merupakan salah satu bahasan pokok dalam
manajemen pendidikan tepatnya pada kajian organisasi dan kepemimpinan
(31)
mengenai iklim organisasi, manajemen konflik, komunikasi interpersonal kepala
sekolah dan komitmen guru tercakup dalam bahasan manajemen pendidikan.
1.6.2 Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru-guru di SMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar
Mataram tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 250 orang
1.6.3 Obyek penelitian
Obyek penelitian ini adalah iklim organisasi, komunikasi interpersonal kepala
sekolah, manajemen konflik dan komitmen guru
1.6.4 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan diSMP/MTS swasta di Kecamatan Bandar Mataram
1.6.5 Waktu Penelitian
(32)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1Tinjauan Pustaka
Pada tinjauan pustaka akan dikemukakan mengenai 1) Komitmen Guru,
2) Iklim Organisasi, 3) Manajemen Konflik 4) Komunikasi Interpersonal Kepala
Sekolah
2.1.1 Komitmen Guru
Komitmen organisasi (organizational commitment) adalah salah satu tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai variabel terikat, variabel bebas, maupun variabel mediator. Hal ini antara lain dikarenakan organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang dihasilkannya.
Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekadar keanggotaan formal,
karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan
tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.
Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas
terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap
(33)
Luthans (2006:249) mendefiniskan komitmen sebagai :
“(1) keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu (2) keinginan kuat untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, (3) keyakinan tertentu dan penerimaan nilai serta tujuan organisasi. Komitmen merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya pada organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.”
Blau dan Global (dalam Muchlas, 2005:161) mendefinisikan komitmen sebagai
orientasi seseorang terhadap organisasi dalam arti kesetiaan, identifikasi, dan
keterlibatan. Griffin (2004:15), juga menyatakan bahwa komitmen adalah sikap
yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada
organisasi. Karyawan-karyawan yang lebih berkomitmen terhadap organisasi
memiliki kriteria bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih lama di dalam
organisasi, dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja.
Porter dan Street dalam Munandar (2004:75) menjelaskan bahwa komitmen
adalah sifat hubungan seorang individu dengan organisasi dengan memperlihatkan
ciri-ciri sebagai berikut (1) menerima nilai dan tujuan organisasi, (2) mempunyai
keinginan berbuat untuk organisasinya, (3) mempunyai keinginan yang kuat untuk
tetap bersama dengan organisasinya.
Rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggung jawab seseorang dalam
menjalankan tugasnya. Mempersoalan komitmen sama dengan mempersoalkan
tanggung jawab, dengan demikian, ukuran komitmen seorang guru adalah terkait
tugasnya sebagai pengajar di sekolah. Guru dihadapkan pada komitmen untuk
(34)
2.1.1.1Bentuk-Bentuk Komitmen
Keanggotaan organisasi terdiri dari beragam individu yang memiliki sikap, watak
dan tujuan yang berbeda. Anggota organisasi yang berkomitmen memiliki
berbagai alasan untuk mengikuti tujuan organisasi tersebut dan memiliki
keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Berdasarkan alasan yang membuat anggota organisasi berkomitmen Allen dan
Meyer (dalam Panggabean, 2004:135), mendefinisikan komitmen sebagai sebuah
konsep yang memiliki tiga dimensi (bentuk) yaitu affective, normative, dan continuance commitment. Affective commitment adalah seberapa jauh seorang karyawan secara emosi terikat, mengenal, dan terlibat dalam organisasi.
Continuance commitment adalah suatu penilaian terhadap biaya yang terkait jika meninggalkan organisasi. Normative commitment merujuk kepada tingkat seberapa jauh seseorang secara psikologis terikat untuk menjadi karyawan dari
sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, kehangatan,
pemilikan, kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan, dan lain-lain.
2.1.1.2Konsekuensi Dari Komitmen
Anggota organisasi yang memiliki komitmen akan memberikan kontribusi positif
terhadap keberlangsungan organisasi ataupun ketercapaian visi dan misi
organisasi, karena mereka akan berusaha mempertahankan keanggotaan di
organisasi tersebut dan sepenuhnya mereka akan mendukung tujuan organisasi
(35)
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Greenberg dan Baron (2000:184), yang
menjelaskan bahwa karyawan atau anggota organisasi yang berkomitmen akan
memiliki konsekuensi sebagai berikut : 1. Commited employees are less likely to withdraw. Karyawan yang memiliki komitmen mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk mengundurkan diri. Semakin besar komitmen karyawan pada
organisasi, maka semakin kecil kemungkinan untuk mengundurkan diri karena
komitmen mendorong orang untuk tetap mencintai pekerjaanya dan akan bangga
ketika dia sedang berada disana. 2. Commited employee are less willing to sacrifice for the organization. Karyawan yang memiliki komitmen bersedia untuk berkorban demi organisasinya. Karyawan yang memiliki komitmen menunjukan
kesadaran tinggi untuk loyal dan berkorban yang diperlukan untuk kelangsungan
hidup perusahaan.
2.1.1.3Motif Yang Mendasari Komitmen
Komitmen organisasi adalah suatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang
pasif terhadap organisasi, komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai
dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena pegawai yang
menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberi tenaga dan
tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan
organisasi tempatnya bekerja.
Ricechers (dalam Prayitno, 2004:25) mengungkapkan motif yang mendasari
seseorang untuk berkomitmen pada organisasi atau unit kerjanya antara lain (1)
Side-best orientation, memfokuskan pada akumulasi dari kerugian yang dialami atas segala sesuatu yang telah diberikan oleh individu terhadap organisasi apabila
(36)
meninggalkan organisasi tersebut. Pemikiran ini berdasarkan bahwa
meninggalkan organisasi akan merugikan karena merasa takut kehilangan hasil
kerja kerasnya yang tidak bisa diperoleh dari tempat lain. (2) Goal-congruance orientation, memfokuskan pada tingkat kesesuaian antara tujuan personal individu dan organisasi sebagai hal yang menentukan komitmen pada organisasi.
Pendekatan ini menyatakan bahwa komitmen karyawan pada organisasi dengan
goal congruence orientation akan menghasilkan karyawan yang memiliki sikap menerima atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, keinginan untuk membantu
organisasi dalam mencapai tujuan, serta hasrat untuk tetap menjadi anggota
organisasi.
2.1.1.4Pedoman Untuk Meningkatkan Komitmen
Komitmen pada setiap anggota organisasi sangat penting karena dengan memiliki
komitmen seorang guru/karyawan dapat menjadi lebih bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya dibanding dengan yang tidak mempunyai komitmen.
Guru/karyawan yang memiliki suatu komitmen, akan bekerja secara optimal
untuk mencurahkan perhatian, pikiran, tenaga dan waktunya demi pekerjaanya,
sehingga apa yang sudah dikerjakannya sesuai dengan yang diharapkan oleh
perusahaan.
Mengingat arti penting komitmen dalam sebuah organisasi Dessler (dalam
Luthans, 2006:250), memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan
sistem manajemen yang dapat membantu memecahkan masalah dan
(37)
“(1) berkomitmen pada nilai utama manusia (2) membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat dan mempertahankan komunikasi (3) memperjelas dan mengkomunikasikan misi organisasi, berkarisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai, menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan, membentuk tradisi (4) menjamin keadilan organisasi memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif, menyediakan komunikasi dua-arah yang ekstensif (5) menciptakan rasa komunitas, membangun homogenitas berdasarkan nilai, keadilan, menekankan kerja sama, saling mendukung, tim kerja, berkumpul bersama. (6) mendukung perkembangan karyawan, melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama, memajukan dan memberdayakan, mempromosikan dari dalam, menyediakan aktifitas perkembangan, menyediakan keamanan bagi karyawan tanpa jaminan”.
Berdasarkan beberapa definisi yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa
komitmen organisasi merupakan ikatan psikologis guru pada organisasi sekolah
yang ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap
tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk mengusahakan tercapainya
kepentingan organisasi, keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan
sebagai anggota organisasi dengan indikator : (1) afektif, terdiri dari keterikatan,
mengenal, keterlibatan, (2) berkelanjutan terdiri dari kekhawatiran, kerugian,
kebutuhan, (3) normatif terdiri dari kesetiaan, kebanggaan, kesenangan.
2.1.2 Iklim Organisasi
Iklim organisasi sekolah merupakan suasana dalam suatu organisasi yang
diciptakan oleh pola hubungan antar pribadi ( interpersonal relationship) yang berlaku. Pola hubungnan ini bersumber dari hubungan antar guru dengan guru
lainnya atau mungkin hubungan antar pemimpin dengan guru. Pola hubungan
antara guru dengan pemimpin membentuk sesuatu jenis kepemimpinan dalam
(38)
Subsistem yang paling penting dalam suatu organisasi adalah subsisteminisasi.
Hal ini disebabkan berhasil atau tidaknya organisasi itu mencapai tujuan dan
mempertahankan eksistensinya lebih banyak ditentukan oleh faktor manusianya.
Oleh sebab itu, dalam melaksanakan aktivitasnya, manusia yang bekerja pada
organisasi tersebut perlu disubstitusi dengan berbagai stimulus dan fasilitas yang
dapat meningkatkan kebutuhan dan gairah kerjanya.
Hoy dan Miskel (2001:216) mengemukakan bahwa terdapat tingkah laku didalam
setiap organisasi mempunyai fungsi yang tidak sederhana karena didalamnya
terdapat sejumlah kebutuhan individu-individu dan tujuan-tujuan organisasi yang
ingin dicapai bersama. Hubungan-hubungan antar unsur di dalamnya sangatlah
dinamis, mereka membawa kebiasaan-kebiasaan unik dari rumah masing-masing
dengan segala simbol dan motifasi.
Herzberrg sebagaimana dikutip oleh Hersey dan Blancard (1998:64) menyatakan
aktifitas yang dilakukan oleh manusia dapat berjalan dengan baik jika situasi dan
kondisinya mendukung serta memungkinkan aktifitas itu terlaksana. Dengan
demikian dapat di simpulkan bahwa kondisi lingkungan kerja iklim organisasi
sekolah harus diciptakan dengan sedemikian rupa sehingga guru merasa nyaman
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Lingkungan atau iklim kondusif akan mendorong guru lebih berprestasi optimal
sesuai dengan minat dan kemampuanya. Lingkungan kerja yang kurang
mendukung seperti lingkungan fisik pekerjaan dan hubungan kurang serasi antara
(39)
Indrawijaya, Adam (1999:3) mengatakan bahwa organisasi adalah setiap bentuk
persekutuan antar dua orang atau lebih yang bekerja sama secara optimal dan
terikat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan ikatan
sebagai atasan atau bawahan di antara sekelompok orang. Sependapat dengan
pendapat itu, Indrawijaya, Adam (1999:4) mendefinisikan organisasi sebagai
struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja sama antara
sekelompok orang pemegang posisi tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan
tertentu. Dengan demikian organisasi dapat disimpulkan sebagai suatu proses
kerja sama antar sekelompok orang yang satu sama lain saling mempengaruhi dan
tersusun dalam unit-unit tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sudah
ditentukan sebelumnya. Dengan demikian iklim organisasi adalah lingkungan
manusia dimana para guru melakukan pekerjaan mereka atau serangkaian sifat
lingkungan kerja yang dinilai langsung atau tidak langsung oleh guru yang
dianggap menjadi kekuatan utama dalam mempengaruhi prilaku guru (Gibson,
Ivancevih & Donneily, 2003:107). Yang dimaksud dengan lingkungan manusia
adalah kepemimpinan, motifasi, komunikasi, interaksi pengaruh, pengambilan
keputusan, penyusunan tujuan dan pengadilan. Dengan demikian dapat
disimpulkan iklim organisasi adalah kualitas serangkaian sifat lingkungan kerja,
yang dinilai langsung atau tidak langsung oleh pimpinan.
Iklim orgaisasi yang kondusif sangat dibutuhkan bagi guru untuk menumbuhkan
dorongan dalam diri guru tersebut untuk bekerja lebih bersemangat. Dapat
dijelaskan bahwa iklim organisasi sekolah berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
motivasi para guru. Ini memberikan pengertian kepada kita terutama kepada para
(40)
memperhatikan iklim organisasi sekolah. Dalam organisasinya pemimpin harus
berusaha mengelola iklim organisasi sekolah agar dapat menciptakan suasana
yang dapat menumbuhkan semangat dan kegairahan kerja para gurunya. Melalui
suasana yang demikian guru akan merasa tenang, nyaman, dan tidak ada yang
ditakuti dalam bekerja.
Iklim organisasi sekolah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat
kebutuhan komunikasi diantara orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan dan
tingkat keterbentukan merupakan salah satu kategori iklim organisasi yang
dikembangkan oleh Hoy dan Miskel, (2001:190) yang disebutnya sebagai Open Climate.
Definisi iklim organisasi sekolah yang lebih oprasional dikemukakan oleh Robert
Stringer (1984:1), yaitu: “asset measurable properties of the work enviroment, based on the collective perception of the people who live and work in the enviroment and demonstrated to unfluencew there behafior,” atau dapat dijelaskan bahwa iklim organisasi sekolah merupakan seperangkat persepsi
orang-orang yang hidup dan bekerja dalam suatu lingkungan serta mempengaruhi
perilaku mereka.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi
sekolah adalah sejumlah persepsi orang-orang terhadap lingkungan di mana ia
bekerja. Lebih jauh persepsi tersebut mempengaruhi perilaku mereka dalam
bekerja. Banyak dimensi iklim organisasi sekolah seperti yang dikemukakan oleh
Hoy dan Miskel (2001:190-198), yaitu: suportive, directive, restrictive, collegial, intimate, dan disengaged.
(41)
Dimensi-dimensi tersebut membentuk tipe-tipe iklim organisasi sekolah yaitu:
open, engaged, disenganged, and closed. Seperti yang telah dikemukakan tersebut, bahwa pada penelitian ini tidak mengidentifikasi tipe-tipe iklim tersebut
secara keseluruhan, melainkan salah satu tipe iklim terbuka dengan dimensi yang
ditelusuri yaitu: supportive, collegial dan intimate.
Dimensi iklim tersebut diwujudkan dalam konteks komunikasi diantara
orang-orang yang sedang bekerja. Dengan demikian pertanyaan yang perlu diajukan
adalah: (1) bagaimana tingkat supportive (keterdukungan) orang-orang yang sedang bekerja satu sama lain; (2) bagaimana tingkat collegial (pertemanan) orang-orang yang sedang bekerja; dan (3) bagaimana tingkat intimate (keintiman) orang-orang yang sedang bekerja. Ketiga dimensi tersebut merupakan indikator
yang dikaji dalam penelitian ini. Karena perilaku dapat diamati bisa diukur, dan
mempunyai nilai keterbukaan yang tinggi dibanding dimensi lain (Hoy dan
Miskel, 2001:194).
Iklim merupakan sebuah konsep umum yang mencerminkan kualitas kehidupan
organisasi. Kualitas kehidupan organisasi tersebut banyak ditinjau dari berbagai
sudut pandang. Salah satu konsep dan pengukuran iklim ditinjau dari pelaku
pimpinan dan bawahan. Hoy dan Miskel (2001:190) telah meneliti perilaku
tersebut di bidang persekolahan yaitu perilaku kepala sekolah dan guru. Terdapat
enam dimensi iklim yang dipelajarinya, tiga dimensi merupakan perilaku kepala
sekolah yaitu supportive, directive, dan restrictive tiga buah lagi merupakan perilaku guru-guru yaitu collegial, intimate dan disengaged. Kombinasi dimensi
(42)
tersebut menghasilkan empat iklim yang open, engaged, disengaged climate dan closed.
2.1.2.1Pengertian Iklim Organisasi Sekolah
Sekolah merupakan organisasi atau wadah untuk bekerja sama dalam upaya
melakukan pekerjaan berkaitan dengan aktivitas pendidikan. Organisasi
merupakan suatu wahana yang teratur dari kelompok orang, masing-masing
membawa maksud sendiri dalam rangka mencari tujuan tertentu dari kelompok
orang.
Heresy dan Blanchard (1998:9), menemukakan bahwa organisasi merupakan
sistem sosial terdiri dari subsistem manusia, subsistem teknologi, subsistem
administrasi dan subsistem informasi. Subsistem yang paling penting dalam
organisasi adalah subsistem manusia, manusialah sebenarnya yang akan
menentukan tercapai atau tidak tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu,
manusia yang bekerja pada organisasi perlu dipelihara dan diberikan stimulus dan
fasilitas yang dapat meningkatkan gairah kerjanya.
Iklim organisasi apabila dikaitkan dengan guru-guru dalam bekerja sama
melaksanakan kondisi lingkungan organisasi sekolah dimana guru-guru
melaksanakan tugasnya. Hoy dan Miskel (2001:430) menambahkan bahwa
lingkungan kerja yang kurang mendukung seperti lingkungan fisik pekerjaan dan
hubungan kurang serasi antara seseorang guru dengan guru lainnya ikut
(43)
Hoy dan Miskel (2001:431), mengemukakan bahwa :
“Organization climate is a relatively enduring quality of scool environment that experience by teachers affect their behavior, and is besed om their collective perpection of behavior in school. A climate emerges through the interaction of members and exchange of sentiment omong them. The climate of a school is its “personality”. “(Iklim organisasi adalah kualitas lingkungan sekolah yang berlangsung secara relatif yang dialami oleh guru mempengaruhi sikap-sikapnya dan itu berdasarkan kepada kepentingan secara bersama tentang “sikap” di sekolah. Suatu iklim timbul melalui interaksi dari anggota dan pertukaran perasaan diantara mereka iklim organisasi sekolah adalah keperibadianya).”
Dikatakan lebih lanjut, bahwa ada “tiga konsep” iklim yang berbeda telah digambarkan dan dianalisis (“there different conceptualization of climate were described and analyzed”). Yaitu (1) iklim terbuka, yaitu adanya karakteristik yang efektif, (2) iklim sehat, yaitu adanya dinamika yang lebih sehat dari sekolah
yang lebih besar adalah kepercayaan dan keterbukaan dalam hubungan antar
anggota dan prestasi siswa, (3) iklim sosial, iklim sosial dari sekolah tersusun
dalam rangkaian kesatuan yang panjang dalam orientasi pengawasan murid dari
penjagaan sampai ke perikemanusiaan. Penjagaan adalah pengawasan baku,
timbul dalam konsentrasi utamanya adalah pemerintah. Sekolah berfikir
kemanusiaan adalah karakter dengan penekanan pada disiplin pribadi siswa dan
tukar pendapat pengalaman dan kegiatan siswa dan guru.
Dengan demikian, iklim organisasi sekolah dapat didefinisikan sebagai suasana
lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial pekerjaan
yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang terlibat dalam proses pembelajaran,
langsung atau tidak langsung yang tercipta akibat kondisi kultural organisasi
(44)
2.1.2.2 Tipe-Tipe Iklim Organisasi Sekolah
Setiap organisasi sekolah memiliki tipe iklim yang bebeda. Perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh berbagai hal seperti adat istiadat, manajemen sekolah,
kurikulum sekolah, profesionalitas guru, kepala sekolah serta tenaga
kependidikan.
Berdasarkan dimensi-dimensi perilaku dari kepala sekolah dan guru, yaitu
supportive behavior, directive behavior, collegial behavior, restrictive behavior, intimate behavior, dan disengaged behavior, Hoy dan Miskel (2001:190) membentuk beberapa tipe iklim organisasi yaitu :
a. Iklim Terkendali (engaged climate)
Iklim terkendali ditandai dengan usaha yang tidak efektif oleh pimpinan untuk
mengontrol dan adanya kinerja professional dari para guru. Pimpinan keras dan
autokratik, dengan memberikan petunjuk, intruksi, perintah yang tinggi dan tidak
respek kepada kemampuan profesional serta kebutuhan para guru. Selain iu
pimpinan menghalangi para guru dengan aktivitas yang berat. Para pegawai tidak
mempedulikan prilaku pimpinan dan memperlakukan mereka sendiri seperti para
perofesional. Mereka satu sama lain saling menghormati dan saling mendukung,
mereka bangga akan pesan kerja mereka dan menikmati pekerjaan, mereka
benar-benar berteman. Selain itu guru tidak hanya respek atas kemampuan mereka
masing-masing, tetapi mereka juga menyukai satu sama lain (benar-benar intim).
Guru-gurunya profesional dan produktifitas walaupun memiliki pimpinan yang
(45)
b. Iklim Lepas (disengaged climate)
Iklim ini ditandai dengan adanya prilaku pimpinan bersifat terbuka, peduli dan
mendukung. Pimpinan mendengar dan terbuka terhadap guru (sangat
mendukung), memberi kebebasan terhadap untuk berbuat sesuai dengan
pengetahuan profesional mereka. Namun demikian, guru tidak mau menerima
pimpinan, guru secara aktif bekerja untuk melakukan sabotase terhadap pimpinan,
guru tidak memperdulikan pimpinan. Guru tidak hanya tidak menyukai pimpinan,
tetapi mereka tidak respek dan tidak menyukai satu sama lain (intimasi rendah
atau hubungan kolega yang rendah). Guru benar-benar terlepas dari tugas-tugas.
c. Iklim Tertutup (closed climate)
Pada iklim tertutup, pimpinn dan bawahan benar-benar terlihat melakukan usaha,
pimpinan menekankan pekerjaan yang kurang penting dan pekerjaanya sendiri,
sedangkan guru merespon secara minimal dan menunjukan komitmen yang
rendah. Kepemimpinan atasan terlihat sebagai pengawasan, kaku, tidak peduli,
tidak simpatik dan memberikan dukungan yang rendah. Bahkan pimpinan
menunjukan kecurigaan, kurangnya perhatian terhadap guru, tertutup, kurang
fleksibel, apatis dan tidak komitmen.
d. Iklim Terbuka (open climate)
Iklim terbuka ditandai dengan adanya kerjasama dan respek diantara guru dan
pimpinan. Kerjasama tersebut menciptakan iklim dimana pimpinan mendengarkan
dan terbuka terhadap guru, pimpinan memberikan hadiah yang benar-benar ikhlas,
terus menerus, dan respek terhadap kemampuan profesionalisme dari guru serta
(46)
terbuka, dan hubungan dengan teman sejawat tinggi. Guru menunjukan
pertemanan yang terbuka (intimasi tinggi), dan komitmen terhadap pekerjaan.
Singkatnya antara pemimpin dan guru saling terbuka.
2.1.2.3Cara Mengkreasikan Iklim Sekolah
Iklim organisasi sekolah yang kondusif secara langsung akan mempengaruhi
suasana lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
pekerjaan yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang terlibat dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab itu iklim organisasi sekolah perlu dibentuk atau
dikondisikan.
Iklim sekolah itu tidak muncul dengan sendirinya. Iklim sekolah perlu diciptaan
dan dibina agar dapat bertahan lama. Untuk menciptakan lingkungan belajar
mengajar yang sehat dan produktif menurut Pidarta (1998: 178) haruslah ada
kesempatan dan kemauan para professional untuk :
1. Saling memberi informasi, ide, persepsi dan wawasan
2. Kerja sama dalam kelompok mereka. Kerja sama itu dapat saling memberi dan menerima tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas mereka sebagai pendidik.
3. Membuat para personalia pendidikan khususnya para pengajar sebagai masyarakat paguyuban di lembaga pendidikan.
4. Mengusahakan agar fungsi kepemimpinan dapat dilakukan secara bergantian, sehingga tiap orang mendapat kesempatan mengalami sebagai pemimpin untuk menunjukan kemampuanya.
5. Menciptakan jaringan komunikasi yang memajukan ketergantungan antara anggota yang satu dengan yang lain.
6. Perlu diciptakan situasi-situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan yang membuat para anggota tertarik pada kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan untuk kepentingan bersama.
7. Usahakan kegiatan – kegiatan yang dilakukan menyerupai hidup dalam keluarga dan dihilangkan situasi tegang.
8. Wujudkan tindakan dalam setiap kegiatan yang menggambarkan bahwa lembaga pendidikan adalah milik setiap paguyuban.
(47)
Usaha-usaha yang mengkreasikan iklim sekolah yang hangat tersebut dimulai dari
kepala sekolah atau para manajer di lembaga pendidikan. Usaha-usaha tersebut
juga perlu didukung oleh seluruh warga sekolah agar iklim sekolah yang hangat
dapat tercapai dengan baik.
2.1.2.4Dimensi dan Skala Iklim Organisasi
Dimensi iklim sekolah dikembangkan atas dasar dimensi umum yang
dikemukakan oleh Moos dan Arter dalam Hadiyanto (2004: 119), yaitu dimensi
hubungan, dimensi pertumbuhan atau perkembangan pribadi, dimensi perubahan
dan perbaikan sistem, dan dimensi lingkungan fisik.
1) Dimensi Hubungan
Dimensi hubungan mengukur sejauh mana keterlibatan personalia yang ada di
sekolah seperti kepala sekolah, guru dan peserta didik, saling mendukung dan
membantu, dan sejauh mana mereka dapat mengekspresikan kemampuan mereka
secara bebas dan terbuka. Moos mengatakan bahwa dimensi ini mencakup aspek
afektif dari interaksi antara guru dengan guru, dan antara guru dengan personalia
sekolah lainnya dengan kepala sekolah. Skala yang termasuk dalam dimensi ini
diantaranya adalah dukungan peserta didik, afiliasi, keretakan, keintiman,
kedekatan, dan keterlibatan.
2) Dimensi Pertumbuhan atau Perkembangan Pribadi
Dimensi pertumbuhan pribadi yang disebut juga dimensi yang berorientasi pada
tujuan, membicarakan tujuan utama sekolah dalam mendukung pertumbuhan atau
perkembangan pribadi dan motivasi diri guru untuk tumbuh dan berkembang.
(48)
diantaranya adalah minat profesional, halangan, kepercayaan, standar prestasi dan
orientasi pada tugas.
3) Dimensi Perubahan dan Perbaikan Sistem
Dimensi ini membicarakan sejauh mana iklim sekolah mendukung harapan,
memperbaiki kontrol dan merespon perubahan. Skala-skala iklim sekolah yang
termasuk dalam dimensi ini antara lain adalah kebebasan staf, partisipasi dalam
pembuatan keputusan, inovasi, tekanan kerja, kejelasan dan pegawasan.
4) Dimensi Lingkungan Fisik
Dimensi ini membicarakan sejauh mana lingkungan fisik seperti fasilitas sekolah
dapat mendukung harapan pelaksanaan tugas. Skala-skala yang termasuk dalam
dimensi ini diantarnya adalah kelengkapan sumber dan kenyamanan lingkungan.
Studi tentang keterkaitan antara iklim lembaga kerja dengan tingkah laku
seseorang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1935, diantaranya dilakukan oleh
Lewin, Fisher, yang dapat dimengerti bahwa lingkungan (sekolah) dapat
menyebabkan perubahan tingkah laku anak dan juga guru yang pada gilirannya
juga akan mempengaruhi prestasi kerja atau kinerja mereka.
2.1.2.5Iklim Sekolah Yang Kondusif
Iklim sekolah yang kondusif-akademik baik fisik maupun non fisik merupakan
landasan bagi penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan produktif. Oleh
karena itu sekolah perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk menumbuh
(49)
kondusif diharapkan tercipta suasana yang aman, nyaman dan tertib sehingga
pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan.
Iklim yang kondusif menurut Mulyasa (2004:23) mencakup :
1. Lingkungan yang aman, nyaman dan tertib
2. Ditunjang oleh optimisme dan harapan warga sekolah
3. Kesehatan sekolah
4. Kegiatan-kegiatan yang berpusat pada pengembangan peserta didik
Seperti halnya iklim fisik, suasana kerja yang tenang dan menyenangkan juga
akan membangkitkan kinerja para tenaga kependidikan. Mulyasa (2004:120).
Untuk itu semua pihak sekolah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang
harmonis, serta menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan menyenangkan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian iklim sekolah adalah
suatu kondisi, dimana keadaan sekolah dan lingkungannya dalam keadaan yang
aman, nyaman, damai dan menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar,
dengan dimensi yang meliputi : (1) Dimensi Lingkungan Fisik, (2) Dimensi
Hubungan, (3) Dimensi Pertumbuhan atau Perkembangan Pribadi, (4) Dimensi
Perubahan dan Perbaikan Sistem.
2.1.3 Manajemen Konflik
Konflik dalam organisasi, dalam hal ini di lingkungan lembaga pendidikan terjadi
dalam berbagai bentuk dan corak, yang merentansi hubungan individu dengan
kelompok ataupun kelompok yang lebih besar. Berhadapan dengan orang-orang
yang mempunyai pandangan yang berbeda sering berpotensi menyebabkan
(50)
dalam kancah konflik yang berkepanjangan, terutama antara karyawan yang
karena tugas selalu berhubungan satu sama lain. Meskipun ketergantungan dan
interaksi antar-individu dalam melaksanakan tugas merupakan suatu hal yang
lumrah dalam suatu perusahaan. Dikatakan konflik sebagai suatu hal yang tidak
dapat dielakan dalam perusahaan, tetapi dapat diselesaikan dan diredakan pada
tahap paling minimum dan tidak mengganggu kelancaran jalannya perusahaan.
2.1.3.1Pengertian Konflik
Konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota
atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa
mereka harus membagi berbagai sumber daya yang terbatas atau
kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status,
tujuan, nilai atau persepsi. Konflik adalah adanya situasi atau keadaan oposisi atau
pertentangan pendapat, sikap, tindakan di antara orang-orang,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi (Schermerhorn, 1986). Konflik juga dapat
dikatakan sebagai suasana batin yang berisi kegelisahan karena pertentangan dua
motif atau lebih, yang mendorong seseorang berbuat dua atau lebih kegiatan yang
saling bertentangan pada waktu yang bersamaan.
Thomas (dalam Marwansyah, 2010:302) mendefinisikan konflik sebagai “a process that begins when one party perceives that another party has negatively affect, or is about to negatively affect something that the first party cares about” (sebuah proses yang diawali ketika satu pihak menganggap bahwa pihak lain
mengganggu/mempengaruhi secara negatif, atau akan mengganggu, sesuatu yang
(51)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konflik adalah pertentangan dalam
hubungan kemanusiaan antara satu pihak dengan pihak lain dalam mencapai satu
tujuan, yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan emosi/psikologi dan
nilai.
Pada dasarnya proses konflik bermula pada saat satu pihak dibuat tidak senang
oleh atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai suatu hal
yang oleh pihak pertama dianggap penting. Dalam batasan tertentu konflik justru
dapat memberikan pengaruh yang positif atau menguntungkan. Namun, apabila
lewat suatu batas tertentu, konflik dapat menimbulkan hal yang negatif atau
merugikan.
Konflik juga merupakan proses pembelajaran, melalui konflik seorang pimpinan
setidaknya akan memperoleh berbagai hal, yaitu: (a) pemahaman mengapa konflik
bisa terjadi dalam suatu organisasi, (b) pengalaman bagaimana suatu organisasi
mengambil tindakan untuk mengatasi konflik, (c) menilai tindakan yang diambil
suatu organisasi untuk menyelesaikan konflik, (d) membuat solusi untuk
menyelesaikan konflik di tingkat organisasi, (e) mengembangkan kesadaran
terhadap keberbedaan, (f) pemahaman bahwa konflik merupakan realitas
kehidupan sehari-hari dalam kehidupan organisasi, (g) mengembangkan
kemampuan berfikir kritis, dan (h) melatih keterampilan sosial dan keterampilan
(52)
2.1.3.2Komponen Konflik
Konflik dapat didefinisikan sebagai pertentangan dalam hubungan kemanusiaan
antara satu pihak dengan pihak lain dalam mencapai satu tujuan. Konflik dapat
timbul akibat adanya perbedaan komponen seperti kepentingan emosi/psikologi
dan nilai.
Menurut Rivai dan Murni (2009:750) secara umum konflik terdiri dari tiga
komponen. Yaitu:
1. Interest (kepentingan), yaitu sesuatu yang memotivasi orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi ini tidak hanya dari bagian keinginan pribadi seseorang, tetapi juga dari peran dan statusnya.
2. Emotion (emosi), yang sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, penolakan. 3. Values (nilai), yakni komponen konflik yang paling susah dipecahkan karena
nilai itu merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dinyatakan secara nyata. Nilai berada pada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara perilaku manusia.
2.1.3.3Sumber Konflik
Konflik dalam sebuah organisasi bersumber dari kenyataan bahwa anggota
organisasi harus membagi berbagai sumber daya yang terbatas atau
kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status,
tujuan, nilai atau persepsi.
Menurut Rivai dan Murni (2009:750) sumber-sumber konflik dapat dibagi
menjadi lima bagian yaitu :
1. Biososial: para pakar manajemen menempatkan frustasi-agresi sebagai sumber konflik. Berdasarkan pendekatan ini frustasi sering menghasilkan agresi yang mengarah pada terjadinya konflik. Frustasi juga dihasilkan dari kecenderungan ekspektasi pencapaian yang lebih cepat dari apa yang seharusnya.
(53)
2. Kepribadian dan interaksi: termasuk didalamnya kepribadian yang abrasif (suka menghasut), gangguan psikologi, kemiskinan, ketrampilan interpersonal, kejengkelan, persaingan (rivalitas), perbedaan gaya interaksi, ketidaksederajatan hubungan.
3. Struktural : banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat. Kekuasaan, status dan kelas merupakan hal-hal yang berpotensi menjadi konflik, seperti hak asasi manusia, gender, dan sebagainya.
4. Budaya dan Ideologi: intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan dari perbedaan politik, sosial, agama dan budaya. Konflik juga timbul diantara masyarakat karena perbedaan nilai.
5. Konvergensi (gabungan): dalam situasi tertentu sumber-sumber konflik itu menjadi satu sehingga menimbulkan kompleksitas konflik itu sendiri.
2.1.3.4Jenis-Jenis konflik
Dilihat dari jenisnya, konflik dibedakan menjadi konflik substantif (substantive conflict) dan konflik emosional (emotional conflict) Walton (1989). Konflik substantif meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti: tujuan-tujuan,
alokasi sumber-sumber daya, distribusi-distribusi imbalan-imbalan,
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur serta penugasan pekerjaan dalam suatu
organisasi. Sedangkan konflik emosional timbul karena perasaan-perasaan marah,
ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut dan sikap menentang, maupun
bentrokan-bentrokan kepribadian antarpribadi dalam suatu organisasi Walton
(1989).
Menurut Marwansyah (2010:204) berdasarkan sifatnya konflik dibedakan menjadi
dua yaitu konflik realistik dan konflik non realistik.
1. Konflik Realistik
Konflik realistik terjadi ketika orang atau kelompok orang, mempunyai kebutuhan, tujuan, nilai, kepentingan, peran, atau cara kerja yang berbeda atau pertentangan.
(54)
Konflik non-realistik berdasar pada perbedaan yang dipersepsikan sementara faktanya adalah persepsi tersebut keliru, salah atau terdistorsi. Konflik non-realistik berasal dari ketidaktahuan, kesalahan, tradisi, prasangka, struktur organisasi yang tidak fungsional, permusuhan, ketegangan, dan persaingan kalah menang.
Dilihat dari orang-orang yang terlibat didalamnya, konflik dapat dibagi menjadi
konflik antar-pribadi dan konflik antar-kelompok.
1. Konflik antar-pribadi akan sangat mempengaruhi emosi seseorang. Dalam
konflik ini terdapat kebutuhan untuk melindungi citra diri dan harga diri
dalam pandangan orang lain.
2. Konflik antar kelompok. Konflik antar kelompok terjadi karena perbedaan
pandangan, loyalitas kelompok dan persaingan untuk memperoleh
sumberdaya yang terbatas.
2.1.3.5Faktor Penyebab Konflik
Konflik yang terjadi dalam organisasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu
faktor-faktor organisasi dan faktor-faktor antar pribadi
1. Faktor-faktor organisasi
Faktor-faktor organisasi meliputi persaingan untuk mendapatkan sumber daya
yang langka, ketidakjelasan tanggung jawab dan wewenang, interdependensi dan
kejadian yang muncul akbat saling ketergantungan, dan sistem imbalan.
2. Faktor-faktor antar pribadi
Faktor-faktor antar pribadi meliputi rasa iri hati atau dendam, kesalahan anggapan
atau kesalahan atribusi, komunikasi yang buruk, ketidakpercayaan, karakteristik
(55)
2.1.3.6Cara Mengelola Konflik
Dalam setiap organisasi konflik adalah sebuah fenomena yang biasa terjadi.
Konflik secara umum dapat memengaruhi jalanya sebuah organisasi karena bisa
berpengaruh positif atau negatif. Oleh sebab itu koflik harus dikelola dengan baik
dan diarahkan demi kemajuan organsasi.
Konflik memiliki sisi destruktif dan sisi konstruktif (Robbins, 1974; Yukl, 1994).
Sisi destruktif dari konflik, adalah timbulnya kerugian bagi individu-organisasi,
atau individu-individu, dan organisasi-organisasi. Konflik destruktif terjadi
apabila dua orang karyawan tidak dapat bekerjasama karena terjadi sikap
permusuhan individu-individu yang ada di antara mereka. Konflik ini berdampak
negatif terhadap kelangsungan hidup individu dan atau organisasi.
Pada tingkat individu, konflik destruktif, akan merugikan orang-orang yang
berkonflik seperti: perasaan cemas atau tercekam, intensitas komunikasi yang
berkurang drastis, persaingan yang makin menghebat, dan perhatian yang makin
menyusut terhadap tujuan bersama. Pada tingkat kolektif atau organisasi,
konflik-konflik destruktif dapat menyebabkan berkurangnya efektivitas individu-individu
dan kelompok-kelompok, karena terjadi gejala menyusutnya produktivitas dan
kepuasan. Sisi konstruktif dari konflik adalah terciptanya keuntungan-keuntungan
bagi individu dan atau organisasi-organisasi yang terlibat konflik, antara lain: (1)
peningkatan kreativitas dan inovasi. Akibat konflik individu-individu semakin berupaya untuk melaksanakan pekerjaan atau berperilaku dengan cara-cara yang
lebih baik; (2) peningkatan upaya. Konflik dapat mengatasi perasaan apatis dan dapat menyebabkan orang-orang yang berkonflik dapat bekerja lebih keras. (3)
(56)
penguatan ikatan antaranggota kelompok. Konflik dapat memperkuat identitas kelompok, dan komitmen untuk mencapai tujuan bersama; dan (4) peredaan ketegangan.
Menurut Rivai dan Murni (2009:811) terdapat tiga metode dalam mengelola
konflik yaitu metode stimulasi konflik, metode pengurangan konflik dan metode
penyelesaian konflik.
1. Metode Stimulasi Konflik
Metode ini digunakan untuk menimbulkan rangsangan anggota, karena anggota
pasif yang disebabkan oleh situasi dimana konflik terlalu rendah. Metode ini
digunakan untuk merangsang konflik yang produktif. Metode stimulasi konflik ini
meliputi hal-hal berikut :
a) Pemasukan atau penempatan orang luar ke dalam kelompok
b) Penyusunan kembali organisasi
c) Penawaran bonus, pembayaran insentif dan penghargaan untuk
mendorong persaingan
d) Pemilihan manajer-manajer yang tepat
e) Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan
2. Metode Pengurangan Konflik
Metode ini mengurangi antagonisme (permusuhan) yang ditimbulkan oleh konflik. Metode ini mengelola tingkat konflik melalui „pendinginan suasana‟, tetapi tidak menangani masalah-masalah semula yang menimbulkan konflik.
(1)
3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara komunikasi interpersonal kepala sekolah terhadap komitmen guru SMP dan MTS Swasta di Kecamatan Bandar Mataram yaitu sebesar 16,8%. Variabel komunikasi interpersonal kepala sekolah terdapat kecenderungan terhadap variabel komitmen guru, artinya semakin tinggi persepsi guru terhadap komunikasi interpersonal kepala sekolah maka semakin tinggi pula komitmen guru.
4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara iklim organisasi, manajemen konflik dan komunikasi interpersonal kepala sekolah terhadap komitmen guru SMP dan MTS Swasta di Kecamatan Bandar Mataram yaitu sebesar 36,7%. Variabel iklim organisasi, manajemen konflik dan komunikasi interpersonal kepala sekolah terdapat kecenderungan terhadap variabel komitmen guru, artinya semakin tinggi persepsi guru terhadap iklim organisasi, manajemen konflik dan komunikasi interpersonal kepala sekolah maka semakin tinggi pula komitmen guru. Variabel yang memiliki kecenderungan paling kuat dalam peningkatan komitmen guru adalah iklim organisasi . Hal ini menunjukan bahwa guru akan semakin berkomitmen terhadap sekolah jika iklim organisasi sekolah kondusif.
5.2Implikasi
Implikasi yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah seluruh keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya baik dalam proses belajar mengajar maupun administratif sangat dipengaruhi oleh komitmen guru.
(2)
Oleh sebab itu komitmen guru sebagai anggota organisasi harus dijaga dan dipelihara dengan baik sehingga seluruh tanggungjawab guru dapat terlaksana dengan semestinya.
Selain itu implikasi hasil penelitian yang selanjutnya dapat dilihat dari upaya peningkatan pengelolaan iklim organisasi oleh kepala sekolah, kepala sekolah dapat melakukan berbagai macam strategi dan terobosan dalam membuat/mengkondisikan iklim organisasi yang kondusif dan nyaman untuk menumbuhkan komitmen yang tinggi terhadap organisasi sehingga guru – gurupun akan merasa nyaman berada di dalam organisasi tersebut.
Kemampuan kepala sekolah dalam menyelesaikan konflik dan cara berkomunikasi kepala sekolah juga tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi komitmen guru. Karena penyelesaian konflik yang baik akan menyelesaikan masalah tanpa meninggalkan rasa ketidak adilan atas penyelesaian yang dilakukan. Selain itu cara komunikasi yang baik juga akan menimbulkan kesepahaman dan menghindarkan kesalahpahaman akan maksud dari instruksi, atau teguran dari kepala sekolah, sehingga komitmen gurupun terjaga dan dapat ditingkatkan.
5.3Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti dapat memberikan saran kepada guru, kepala sekolah, maupun peneliti yang akan meneliti masalah ini selanjutnya :
(3)
5.3.1 Guru, (a) meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam mengajar, (b) bersama – sama kepala sekolah menciptakan iklim organisasi yang kondusif demi terciptanya kondisi belajar mengajar yang efektif.
5.3.2 Kepala sekolah, (a) melakukan manajemen konflik yang persuasif yang dapat memuaskan semua pihak sehingga dapat meingkatkan loyalitas dedikasi dan komitmen guru untuk kemajuan sekolah, (b) berusaha meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal, kemampuan akademik dan ketrampilan baik melalui jalur pendidikan formal, pelatihan-pelatihan, karya ilmiah, dan modul pembelajaran.
5.3.3 Peneliti, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan iklim organisasi, manajemen konflik dan komunikasi interpersonal kepala sekolah dengan menambah faktor-faktor lain guna mendapatkan berbagai informasi dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Agus Irianto. (2009). Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan dan Praktik). Jakarta: Rieneka Cipta
Arni Muhammad. (2005). Komunikasi Organisasi.Jakarta: Bumi Aksara. Burhanuddin. 1994. Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan
Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Gibson, Ivancevich, dan Donnely (2003) Organisasi dan Manajemen: Prilaku Struktur. Jakarta: Terjemahan Edisi Keempat. Erlangga
Greenberg, Jerald & Baron, Robert. (2000). Behavior in Organizations. (9th edition). Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ.
Griffin, 2003, Manajemen, Jilid 1 Edisi 7, Jakarta : Erlangga.
Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Rineke Cipta
Hasibuan, S.P. 2003. Organisasi dan Motivasi. Jakarta : Bumi Aksara.
Herrsey, Paul dan Blanchard, K. H. (1998).Management of Organization Behavior, New York : Englewood Cliffs.
Hoy, Wayne K. & Miskel, Cecil G. (2001). Education Administration: Theory, Research, and Practice (6th ed., international edition). Singapure: Mc Graw-Hill Co.
Indrawijaya, Adam. (1999). Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru
Luthans, Fred, 2006, Perilaku Organisasi, Alih bahasa Vivin Andhika, Andi, Yogyakarta.
Marwansyah, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : CV ALFABETA
Mastuhu. 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insania Press.
(5)
Muchlas, Makmuri. 2005. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Mulyasa, E, 2004. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung, Rosda Karya.
Munandar, A.S. 2004. Peran Budaya Organisasi Dalam Peningkatan Unjuk Kerja Perusahaan. Bagian Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi UI. Jakarta.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia. Jakarta
Panggabean, Mutiara, S, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indonesia, Bogor.
Pidarta, Made, 1998. Peranan Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar, Binarupa Aksara, Jakarta.
Prayitno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Jakarta : MediaKom.
Prayitno, W. Y. 2004. Budaya Kerja, Kemampuan dan Komitmen Pegawai Negeri Sipil di Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur. Tesis. Surabaya : Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga
Rakhmat, Jalaludin. 2005, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Riduwan, 2008. Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur, Bandung, Alfabeta.
Rivai, V., & Murni, S. 2009. Education Managemen. Jakarta : RajaGrafindo Perkasa.
Robbin, S.P. 1974. Managing Organizational Conflict. Englewood Cliffs, New Yersey: Prentice - Hall, Inc.
Schermerhorn, Jr., & John, R. 1986. Management for Productivity. New York: John Willey & Sons.
Sidarta, Made, 2000. Peranan Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar, Jakarta,Binarupa Aksara.
Stringer, Robert. (1984). Efektifitas Organisasi. LP3S: Jakarta.
Sugiyo. 2005. “Komunikasi Antarpribadi”. Semarang: UNNES Press
Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta
(6)
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D). CV. Alfabeta. Bandung.
Supratiknya, A. 1995. Komunikai Antar Pribadi: Tinjauan Psikologis. Yogyakarta: Kanisius.
Suranto A. W. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Uchjana, Effendi, 2003, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: BP. Restindo Mediatama
Walton, R.F. 1989. Interpersonal Peacemaking Confrontations, and Third Party Consultation. New York: Addison Reading Mass.
Winardi.(1994) Manajemen Konflik.Bandung : Mandar Maju.
Winardi. J. 2004, Manajemen Perilaku Organisasi, Pranada Media, Jakarta Wiryanto. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT Gramedia.
Widiasarana Indonesia.