21 untuk berperan aktif. Pemeriksaan pendahuluan ini bersifat lebih terbuka daripada penyelidikan
yang dilakukan oleh polisi, meski penyelidikan ini memungkinkan diselenggarakan secara rahasia demi kepentingan investigasi.
Selama proses penyelidikan, pengacara berhak menghadiri setiap persidangan, termasuk mendengarkan keterangan saksi dan ahli, kecuali dilarang untuk kepentingan penyelidikan. Ia dapat
menyarankan pertanyaan yang harus diajukan oleh hakim investigasi kepada saksi dan ahli. Jika pembela tidak hadir di persidangan, ia akan diberitahu secepatnya isi dari proses, kecuali
bertentangan dengan kepentingan penyelidikan. Selama pemeriksaan pendahuluan, hakim berkuasa penuh untuk memutuskan kegiatan investigasi
yang akan dilaksanakan, dan apakah pertanyaan yang diajukan oleh tim pembela harus dijawab oleh saksi dan ahli. Bagi pembela, mereka dapat meminta saksi tambahan atau ahli dalam batas yang
wajar. Artinya, pembela memiliki kesempatan yang lebih luas dalam proses penyelidikan yang dipimpin oleh investigating judge daripada yang dilakukan oleh polisi.
55
Terkait dengan mekanisme pengawasan, selain Rechter Commissaris, di Belanda juga mengenal pranata submissie dan compositie. Submissie diadakan atas permohonan terdakwa yang disepakati
oleh penuntut umum dan berisi permasalahan-permasalahan yang sulit pembuktiannya di persidangan. Kesepakatan tersebut diajukan kepada hakim untuk dimintai putusan tanpa
pembuktian di persidangan. Hakim dengan kewenangannya akan memutus mengenai hal atau kasus tersebut. Dalam compositie, jaksa penuntut umum dapat menghentikan proses penuntutan setelah
terdakwa membayar sejumlah uang tertentu. Pembayaran ini dimaksudkan sebagai penebusan, terutama untuk kejahatan ringan.
Kedua pranata ini terkait dengan perkara yang menurut penuntut umum sulit dibuktikan dan dapat diselesaikan di luar persidangan dengan diajukan pada hakim melalui proses negosiasi. Tindak
pidana yang diancam lebih dari 6 tahun dan tindak pidana pelanggaran dikecualikan dari proses ini.
Pe yelesaia di luar sida g dilakuka jaksa se elu perkara asuk proses sida g pe gadila .
56
4. Jerman
Jerman sebagai peletak dasar sistem hukum Eropa Kontinental menganut sistem inquisitorial dalam hukum acara pidananya. Jerman memiliki penuntutan yang independen dari polisi dan pengadilan.
Namun, ia memiliki jalur karir yang mirip dengan peradilan dan dianggap sebagai otoritas kuasi- yudisial. Sementara, kantor kejaksaan adalah hirarki terstruktur dan bertanggung jawab kepada
Menteri Kehakiman di negara bagian tertentu. Seperti negara Eropa lainnya, Menteri Kehakiman Jerman berhak memberikan arahan ke kejaksaan
termasuk dalam penentuan kebijakan dan keputusan untuk penuntutan dalam kasus-kasus individu. Namun Menteri Kehakiman jarang memberikan arahan dalam kasus yang individual.
Karena jaksa dianggap sebagai bagian dari otoritas kuasi-yudisial yang bersifat adversarial, ia dianggap netral dan obyektif, serta dipercaya untuk menimbang-nimbang kelanjutan proses
penyidikan suatu kasus. Secara khusus, dalam membuat keputusan jaksa diharapkan dapat memperhitungkan, dan menyajikan ke Pengadilan, tidak hanya bukti memberatkan, tetapi juga bukti
55
P.J.P. Tak, The Dutch ... Ibid., hal. 83-84.
56
Lihat Ties Prakken and Taru Spronken, The Investigative Stage of the Criminal Process in the Netherlands, Faculty of Law, Maastricht University, versi elektronik tersedia di
http:ssrn.comabstract=1440214 .
22 bahwa mungkin membebaskan terdakwa. Jaksa mengesahkan setiap proses penyidikan, termasuk
yang dilakukan oleh polisi.
57
Jika jaksa mengajukan tuntutan setelah penyidikan selesai, ia akan mengajukan dakwaan di pengadilan dengan membuat surat dakwaan, bersama-sama dengan berkas perkara yang
mendukung. Berkas ini berisi laporan dari semua saksi yang dianggap relevan dengan kasus. Selain keterangan saksi yang relevan dengan penentuan bersalah, berkas perkara mencakup informasi yang
relevan, seperti keyakinan dan informasi latar belakang lainnya yang dipersiapkan oleh pekerja pengadilan.
Ketika berkas perkara mencapai pengadilan, baik pada Amstgericht Pengadilan Negeri dan Landgericht Pengadilan Tinggi, hakim ketua bertanggung jawab untuk melakukan pra-sidang, yang
berhubungan dengan penahanan pra-sidang dan pencarian alat bukti dan memeriksa bila ada kejanggalan-kejanggalan dalam prosesnya.
Peran hakim menjadi penting, karena dakwaan diletakkan di pengadilan. Institusi pengadilan mengendalikan kasus ini dan menentukan apakah ada bukti yang cukup untuk proses berikutnya.
Hakim dapat mengarahkan penyelidikan lebih lanjut, termasuk bahwa saksi tertentu harus diperiksa kembali. Mereka juga dapat melakukan penyelidikan lanjutan sendiri, walaupun itu jarang terjadi.
Jika hakim memutuskan bahwa ada cukup bukti untuk dilanjutkan ke pengadilan, ia akan memberitahukan kepada penuntut dan terdakwa bahwa kasus ini secara resmi akan diadili. Hakim
menentukan tanggal sidang dan mengarahkan penuntutan untuk memanggil saksi-saksi yang diperlukan. Terdakwa memiliki kesempatan untuk menolak keputusan tersebut dan meminta hakim
untuk mempertimbangkan bukti tambahan. Keputusan hakim atas permintaan terdakwa adalah final dan tidak dapat diajukan banding. Terdakwa juga dapat meminta agar hakim memanggil saksi
tambahan untuk memberikan bukti di pengadilan atau dapat memanggil mereka secara langsung atas biaya sendiri.
Hakim kadang-kadang juga membuat pertemuan dengan penuntut dan terdakwa sebelum ke pengadilan, dalam rangka untuk mempersempit masalah dan membatasi jumlah saksi. Hal ini umum
dilakukan di pengadilan negeri setempat. Ada juga semacam tawar-menawar pembelaan sebelum sidang, yang melibatkan penuntut, terdakwa dan hakim, yang dapat mengakibatkan perubahan
dakwaan.
58
5. Denmark
Hukum acara pidana Denmark menganut adversarial dan inquisitorial. Dibandingkan negara-negara Eropa lain, para pihak di Denmark lebih mengendalikan pelaksanaan persidangan. Dalam proses
pidana mereka, kepolisian berada di bawah institusi kejaksaan, tepatnya di bawah jaksa lokal, yang terdiri dari 12 komisaris. Selain jaksa lokal di tingkat pertama, ada pula di 6 jaksa penuntut umum
daerah di tingkat kedua, dan direktur penuntut umum di tingkat ketiga. Dengan struktur yang demikian, ada hubungan yang erat antara polisi dan jaksa di Denmark. Jaksa
lokal, semula kewenangannya terbatas pada kasus-kasus kecil, namun semenjak tahun 1992 hampir semua bentuk pelanggaran pidana menjadi kewenangan mereka. Sementara peran jaksa daerah
57
Lihat Sarah J Summers, Fair Trials: The European Criminal Procedural Tradition and the European Court of Human Rights, Portland: Hart Publishing, 2007, hal. 31.
58
Lihat Thomas Scheffer, Kati Hannken-Illjes, and Alexander Kozin, Criminal Defence and Procedure Comparative Ethnographies in the United Kingdom, Germany, and the United States, New York: Palgrave Macmillan, 2010, hal.
106-107.