Jerman Instrumentasi yang menjamin perlindungan dari penahanan sewenang-wenang

22 bahwa mungkin membebaskan terdakwa. Jaksa mengesahkan setiap proses penyidikan, termasuk yang dilakukan oleh polisi. 57 Jika jaksa mengajukan tuntutan setelah penyidikan selesai, ia akan mengajukan dakwaan di pengadilan dengan membuat surat dakwaan, bersama-sama dengan berkas perkara yang mendukung. Berkas ini berisi laporan dari semua saksi yang dianggap relevan dengan kasus. Selain keterangan saksi yang relevan dengan penentuan bersalah, berkas perkara mencakup informasi yang relevan, seperti keyakinan dan informasi latar belakang lainnya yang dipersiapkan oleh pekerja pengadilan. Ketika berkas perkara mencapai pengadilan, baik pada Amstgericht Pengadilan Negeri dan Landgericht Pengadilan Tinggi, hakim ketua bertanggung jawab untuk melakukan pra-sidang, yang berhubungan dengan penahanan pra-sidang dan pencarian alat bukti dan memeriksa bila ada kejanggalan-kejanggalan dalam prosesnya. Peran hakim menjadi penting, karena dakwaan diletakkan di pengadilan. Institusi pengadilan mengendalikan kasus ini dan menentukan apakah ada bukti yang cukup untuk proses berikutnya. Hakim dapat mengarahkan penyelidikan lebih lanjut, termasuk bahwa saksi tertentu harus diperiksa kembali. Mereka juga dapat melakukan penyelidikan lanjutan sendiri, walaupun itu jarang terjadi. Jika hakim memutuskan bahwa ada cukup bukti untuk dilanjutkan ke pengadilan, ia akan memberitahukan kepada penuntut dan terdakwa bahwa kasus ini secara resmi akan diadili. Hakim menentukan tanggal sidang dan mengarahkan penuntutan untuk memanggil saksi-saksi yang diperlukan. Terdakwa memiliki kesempatan untuk menolak keputusan tersebut dan meminta hakim untuk mempertimbangkan bukti tambahan. Keputusan hakim atas permintaan terdakwa adalah final dan tidak dapat diajukan banding. Terdakwa juga dapat meminta agar hakim memanggil saksi tambahan untuk memberikan bukti di pengadilan atau dapat memanggil mereka secara langsung atas biaya sendiri. Hakim kadang-kadang juga membuat pertemuan dengan penuntut dan terdakwa sebelum ke pengadilan, dalam rangka untuk mempersempit masalah dan membatasi jumlah saksi. Hal ini umum dilakukan di pengadilan negeri setempat. Ada juga semacam tawar-menawar pembelaan sebelum sidang, yang melibatkan penuntut, terdakwa dan hakim, yang dapat mengakibatkan perubahan dakwaan. 58

5. Denmark

Hukum acara pidana Denmark menganut adversarial dan inquisitorial. Dibandingkan negara-negara Eropa lain, para pihak di Denmark lebih mengendalikan pelaksanaan persidangan. Dalam proses pidana mereka, kepolisian berada di bawah institusi kejaksaan, tepatnya di bawah jaksa lokal, yang terdiri dari 12 komisaris. Selain jaksa lokal di tingkat pertama, ada pula di 6 jaksa penuntut umum daerah di tingkat kedua, dan direktur penuntut umum di tingkat ketiga. Dengan struktur yang demikian, ada hubungan yang erat antara polisi dan jaksa di Denmark. Jaksa lokal, semula kewenangannya terbatas pada kasus-kasus kecil, namun semenjak tahun 1992 hampir semua bentuk pelanggaran pidana menjadi kewenangan mereka. Sementara peran jaksa daerah 57 Lihat Sarah J Summers, Fair Trials: The European Criminal Procedural Tradition and the European Court of Human Rights, Portland: Hart Publishing, 2007, hal. 31. 58 Lihat Thomas Scheffer, Kati Hannken-Illjes, and Alexander Kozin, Criminal Defence and Procedure Comparative Ethnographies in the United Kingdom, Germany, and the United States, New York: Palgrave Macmillan, 2010, hal. 106-107. 23 terbatas pada kewenangan untuk memutuskan apakah berhak memproses suatu perkara atau tidak, dan yang terkait dengan kasus yang sangat serius dan kasus tertentu lainnya. Selain itu mereka juga berwenang melakukan banding ke Pengadilan Tinggi PT, serta melakukan pengawasan keseluruhan atas penanganan kasus pidana oleh jaksa di tingkat lokal. Sedangkan otoritas tertinggi dalam kejaksaan berada pada Direktur Penuntut Umum, yang posisinya non-politik. Direktur penuntut umum dan seluruh hirarki kejaksaan bertanggung jawab kepada Menteri Kehakiman. Polisi, di sisi lain, secara yuridis berada di bawah pengawasan umum dan pengawasan kejaksaan dalam penyelidikan atas suatu pelanggaran,. Namun pada praktiknya, polisi melakukan sebagian besar penyelidikan secara independen dan baru melimpahkannya kepada jaksa setelah proses penyelidikan berakhir. Akan tetapi tindakan seperti ini tak bisa dilakukan terhadap kasus-kasus kejahatan ekonomi yang kompleks. Selain itu, dalam penanganan setiap kasus yang memerlukan upaya paksa, yang membutuhkan perintah peradilan atau untuk melakukan penahanan pra-sidang, polisi harus melakukan dengan sepengatahuan Jaksa, karena Jaksa yang bertanggung jawab untuk mencari surat perintah pengadilan tersebut. Jaksa berperan dalam memutuskan apakah perkara harus dilanjutkan atau dihentikan. Ketika proses penyelidikan berakhir, Polisi harus menyerahkan seluruh hasil penyelidikan tersebut kepada jaksa. Kemudian jaksa akan memutuskan apakah berwenang mengadili atau tidak. Tidak seperti negara Eropa lain, di Denmark tidak ada asas legalitas formal yang membutuhkan penuntutan. Namun, hukum acara menentukan keadaan dimana kasus tersebut dapat diberhentikan tanpa penuntutan,