59
a. Pendaftaran permohonan
KUHAP tidak mengatur tata cara pengajuanpenyampaian permohonan pemeriksaan praperadilan, apakah dapat dikirim melalui kantor pos atau harus diserahkan langsung kepada ketua pengadilan
atau kepada panitera yang bersangkutan. Namun pada praktiknya, permohonan praperadilan yang hendak diperiksa wajib ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri pada daerah hukum terjadinya penangkapan, penahanan, penggeledahan, atau penyitaan itu dilakukan. Prosesnya melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri yang bersangkutan
untuk dilakukan pendaftaran. Permohonan praperadilan pada pokoknya berisi:
403
1. Identitas lengkap pemohon dan termohon,
2. Harus berisi fakta-fakta bahwa pemohon telah mengalami kerugian akibat tindakan
salah yang dilakukan oleh pejabat-pejabat tersebut termohon, 3.
Misalnya karena penangkapan penahanan, dll yang disertai apa alasan-alasannya dalam perkara perdata disebut posita.
Setelah panitera menerima permohonan dan diregister dalam perkara praperadilan yang dipisahkan registernya dengan perkara pidana biasa, Ketua Pengadilan Negeri sesegera mungkin menunjuk
hakim tunggal dan panitera yang akan memeriksa permohonan. Meski tidak disebutkan secara tegas kapan jangka waktu Ketua Pengadilan Negeri menunjuk hakim dan panitera yang memeriksa
permohonan praperadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat 2 KUHAP, namun merujuk pada Pasal 82 ayat 1 huruf a KUHAP, maka penunjukkan tersebut harus dilakukan dalam jangka
waktu tiga hari setelah permohonan tersebut diregister di pengadilan negeri. Sesuai dengan penetapan tiga hari sidang setelah permohonan praperadilan diterima.
Ketentuan pasal di atas memberikan arti bahwa proses beracara praperadilan termasuk dalam kategori peradilan dengan acara tepat. Oleh karena itu, setelah didaftarkan, panitera harus segera
melakukan pencatatan dalam buku register. Panitera selanjutnya akan meminta Ketua Pengadilan Negeri untuk segera menetapkan hakim dan panitera yang akan bertindak memeriksa permohonan.
Jika Ketua Pengadilan Negeri telah menetapkan satuan tugas khusus yang secara permanen menangani perkara praperadilan, maka segera dilimpahkan pada satuan tugas tersebut.
b. Syarat pengajuan praperadilan penahanan
Dalam konteks penahanan, berdasarkan ketentuan Pasal 79 KUHAP, permohonan praperadilan mengenai sah tidaknya penahanan diajukan oleh tersangka, keluarganya, atau kuasa hukumnya
kepada Ketua Pengadilan Negeri, dengan menyebutkan alasan-alasan. Pemohon harus menguraikan bahwa Penahanan yang dilakukan oleh Penyidik atau Penuntut Umum
setidaknya bertentangan dengan:
1. Lembaga yang berwenang menahan sesuai dengan ketentuan Pasal 20 KUHP,
2. Alasan-alasan penahanan yang dikenakan terhadapnya tidak sesuai dengan ketentuan
Pasal 21 ayat 1 KUHAP jo. Pasal 21 ayat 4 KUHAP, 3.
Surat Perintah Penahanan tidak diberikan kepadanya danatau tembusannya tidak diberikan kepada keluarganya berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat 2 KUHAP jo. Pasal
21 ayat 3 KUHAP,
403
Lihat Pasal 77 ayat 1 KUHAP.
60 4.
Surat Perintah Penahanan tidak menyebutkan secara rinci identitas tersangka, tidak menyebutkan alasan penahanan, tidak menyebutkan uraian singkat perkara kejahatan
yang disangkakan, serta tidak tidak menyebutkan tempat ia ditahan berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat 2 KUHAP.
c. Penetapan hari sidang dan jangka waktu persidangan praperadilan
Ketentuan Pasal 82 ayat 1 huruf a KUHAP menggariskan bahwa dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permohonan, Ketua Pengadilan Negeri harus sudah menunjuk hakim dan panitera yang
memeriksa perkara. Hakim yang bersangkutan juga sudah harus menetapkan hari sidang pada saat itu juga. Jadi hari tersebut bukan dihitung dari tanggal penunjukan hakim oleh Ketua Pengadilan
Negeri, tetapi dihitung 3 hari dari tanggal penerimaan atau 3 hari dari tanggal registrasi di kepaniteraan.
404
Pada hari penetapan sidang sekaligus hakim menyampaikan panggilan. Panggilan ini ditujukan kepada para pihak, baik yang memohon praperadilan pemohon maupun kepada pejabat terkait
penyidik atau penuntut, yang menimbulkan terjadinya pemeriksaan praperadilan termohon. Panggilan sidang pengadilan ini berbentuk surat panggilan. Oleh karena itu, surat panggilan ini tidak
bisa dilakukan secara lisan. Walaupun dalam praktiknya, ada beberapa pihak yang menyatakan dapat saja panggilan dilakukan secara lisan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP, putusan praperadilan harus dijatuhkan dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari. Hakim yang duduk dalam pemeriksaan sidang praperadilan
adalah hakim tunggal. Jadi semua permohonan yang diajukan terkait praperadilan, diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal yang dibantu oleh seorang panitera.
405
d. Penugasan jaksa dalam sidang praperadilan
Berdasarkan Surat Edaran Jampidum No. B-249E51996, tanggal 15 Mei 1996, terhadap praktik penanganan sidang praperadilan, menunjukkan adanya ketidakseragaman antara daerah satu
dengan lainnya. Hal ini nampak khususnya di dalam penugasan jaksa, ada yang dituangkan dalam bentuk Surat Perintah, ada yang menerbitkan Surat Kuasa Khusus.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diberikan petunjuk sebagaimana dituangkan dalam Surat Edaran Jampidum berikut ini:
1. Praperadilan adalah wewenang pengadilan yang masih dalam ruang lingkup peradilan
pidana yaitu menyangkut kewenangan memeriksa sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan serta memeriksa tuntutan ganti rugi dan
atau rehabilitasi Pasal 77 sd 81 dan Pasal 95 KUHAP. Dengan memerhatikan materi perkara yang diperiksa seperti tersebut, praperadilan jelas merupakan sub-sistem dari
peradilan pidana terpadu dan merupakan sub-sistem peradilan perdata. Akan lebih jelas lagi kalau diperhatikan ketentuan Pasal 77 b KUHAP yang menetapkan ganti kerugian danatau
rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Dalam praktiknya, pihak-pihak tidak disebut penggugat dan tergugat
melainkan pemohon dan termohon.
404
Berdasarkan ketentuan ini, Yahya Harahap berpendapat bahwa penetapan hari sidang dihitung dari tanggal diterimanya permohonan atau pencatatan di register, bukan dari tanggal penunjukkan hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri. Lihat M.
Yahya Harahap, Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 13.
405
Lihat Pasal 78 ayat 2 KUHAP.
61 2.
Tidak tepat jika penugasan jaksa yang menangani masalah praperadilan dituangkan dalam
e tuk “urat Kuasa Khusus yang dipakai dalam proses perkara perdata dan tata usaha
negara. Akan lebih tepat apabila penugasan tersebut dituangkan dalam bentuk “urat
Perintah sebagaimana terlampir.
3. Dalam menghadapi pemeriksaan sidang praperadilan hendaknya lebih diutamakan untuk
jaksa yang ditugasi melakukan penelitian terhadap berkas perkara dalam tahap prapenuntutan, sehingga diharapkan penguasaan atas perkaranya akan lebih baik
dibebankan pada Jaksa lainnya. D.
Tata cara persidangan D.1. Model pemeriksaan praperadilan
Pemeriksaan dalam sidang praperadilan bukan hanya terhadap pemohon, tetapi juga pejabat yang menimbulkan terjadinya alasan permintaan pengajuan pemeriksaan praperadilan. Proses
pemeriksaan praperadilan mirip dengan sidang pemeriksaan perkara perdata. Dalam persidangan ini pemohon bertindak sebagai penggugat, sedangkan pejabat yang bersangkutan berkedudukan
sebagai tergugat. Pemeriksaan sidang memeriksa keputusan pejabat yang terlibat, perihal sah atau tidaknya tindakan upaya paksa yang dikenakannya kepada tersangka.
D.2. Tahap pemeriksaan praperadilan Dalam persidangan praperadilan dikenal tahap pemeriksaan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan surat kuasa dan ataupun pembacaan isi surat permohonanya,
2. Sidang berikutnya adalah jawaban dari termohon,
3. Sidang berikutnya adalah replik dari pemohon,
4. Sidang berikutnya adalah duplik dari termohon,
5. Sidang pembuktian baik saksi-saksi maupun surat-surat dari kedua belah pihak,
6. Sidang pembacaan isi putusan hakim.
Dalam pemeriksaan praperadilan, hakim memerhatikan surat permohonan praperadilan. Meskipun KUHAP tidak mengatur mengenai bentuk dari permohonan pemeriksaan praperadilan, harus tertulis
atau dapat disampaian secara lisan, namun dalam praktiknya selama ini diajukan dalam bentuk tertulis.
Praperadilan pada umumnya dibuat oleh penasihat hukum atau kuasa hukum dalam bentuk surat permohonan, yang materi dan susunannya mirip dengan bentuk dan susunan surat gugatan perdata.
Bentuk surat permohonan umumnya terdiri dari:
1. Persyaratan formal berisi identitas pemohon dan termohon,
2. Persyaratan materiil berisi dasar alasan dan dasar hukum fundamentum petendiposita,
3. Uraian mengenai apa yang dituntutdomohon petitum untuk diputus oleh hakim
praperadilan, 4.
Penyerahanpendaftaran permohonan pemeriksaan praperadilan. Secara formal kedudukan dan kehadiran pejabat yang bersangkutan dalam pemeriksaan sidang
praperadilan hanya untuk memberi keterangan. Keterangan pejabat didengar hakim dalam sidang sebagai bahan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan.
Dengan demikian putusan hakim tidak hanya berdasar atas permohonan dan keterangan pemohon saja, tetapi didasarkan juga atas data dan fakta, baik yang ditemukan pemohon maupun dari pejabat
yang bersangkutan.
62 Sifat keterangan yang dikemukakan pejabat berupa bantahan atas alasan permohonan yang
diajukan pemohon, sehingga proses pemeriksaan keterangan pejabat dalam praperadilan, mirip sebagai sangkalan atau bantahan dalam acara pemeriksaan perkara perdata. Pejabat yang
bersangkutan memang bukan sebagai tergugat atau sebagai terdakwa, namun dari segi prosesual pejabat tadi mirip berkedudukan sebagai tergugat semu atau terdakwa semu.
D.3. Jangka waktu sidang praperadilan penahanan Berdasarkan ketentuan Pasal 82 ayat 1 hurud c KUHAP, pemeriksaan praperadilan dilakukan
dalam acara cepat dan selambat-lambatnya dalam 7 hari hakim harus menjatuhkan putusan. Pada saat hakim yang ditunjuk menerima permohonan harus segera menetapkan hari sidang dan
sekaligus memerintahkan panitera menyampaikan panggilan kepada pihak pemohon dan pejabat yang terlibat.
Ketentuan Pasal 82 ayat 1 huruf c
KUHAP e uat kata harus , dengan demikian pasal ini bersifat imperatif, yang memerintahkan hakim untuk menjatuhkan putusan dalam waktu 7 hari. Tidak ada
pilihan bagi hakim untuk untuk mengingkari, jika berpegang kepada ketentuan undang-undang. Hakim harus memberikan pelayanan yang cepat, sehingga putusan harus dijatuhkan dalam waktu 7
hari. Para pihak juga harus memenuhi panggilan pemeriksaan sidang praperadilan. Jika pemohon atau
pejabat yang terlibat tidak hadir pada hari sidang yang ditentukan, semestinya tidak menjadi hambatan bagi hakim untuk memeriksa dan memutusnya.
Ketidakhadiran bukan merupakan faktor yang menghambat dan memperlambat jalannya pemeriksaan dan tidak boleh mengakibatkan hakim tidak dapat memutuskan dalam waktu 7 hari.
Tidak menjadi soal keterangan pemohon atau pejabat telah di dengar atau tidak. Alasan penundaan putusan melewati jangka waktu adalah melanggar ketentuan Pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP.
D.4. Pemeriksaan praperadilan Menurut Pasal 82 ayat 1 huruf b KUHAP, pemeriksaan praperadilan yang menyangkut sah atau
tidaknya penangkapan penahanan, maka hakim mendengarkan keterangan pemohon dan keterangan pejabat yang bersangkutan. Dalam hal ini, aparat penegak hukum pejabat berwenang
harus menghadirkan bukti-bukti yang jelas dan meyakinkan mengenai syarat-syarat penahanan. Ketentuan ini tidak bersifat imperatif, di dalamnya tidak terdapat kata-kata yang bersifat memaksa.
Oleh karena itu, mendengarkan keterangan pemohon maupun pejabat yang bersangkutan adalah bersifat fakultatif, dalam arti sebaiknya keterangan mereka didengar. Namun demikian jika
pemohon atau pejabat yang terlibat tidak hadir pada hari sidang yang ditentukan, tidak menjadi hambatan bagi hakim untuk memeriksa dan memutuskan permohonan praperadilan.
Dalam praktik peradilan terdapat suatu ajaran dan anggapan bahwa ketidakhadiran di sidang pengadilan dapat dijadikan dasar pertimbangan, bahwa ketidakhadiran para pihak adalah bentuk
sukarela dari para pihak tersebut untuk melepaskan haknya guna membela dan mempertahankan kepentingannya.
Tegasnya, hakim sedapat mungkin mendengar keterangan pemohon dan pejabat yang terlibat. Namun, lagi-lagi ketidakhadiran salah satu pihak, tidak boleh dijadikan dalih untuk melanggar
ketentuan undang-undang.
63
E. Putusan praperadilan
Bertitik tolak dari prinsip acara pemeriksaan cepat, maka bentuk putusan praperadilan sudah selayaknya menyesuaikan diri dengan sifat proses acara cepat. Oleh karena itu, bentuk putusan
praperdilan cukup sederhana, tanpa mengurangi isi pertimbangan yang jelas berdasarkan hukum dan undang-undang. Sifat kesederhanaan bentuk putusan tidak boleh menghilangkan penyusunan
pertimbangan yang jelas dan memadai, serta tidak boleh mengurangi dasar alasan pertimbangan yang utuh dan menyeluruh.
Berdasarkan Pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP, proses pemeriksaan sidang praperadilan dilakukan dengan acara cepat. Ketentuan ini harus diterapkan secara konsisten dengan bentuk dan pembuatan
putusan dalam acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan cepat. Bentuk putusan yang sesuai dengan proses pemeriksaan singkat dan cepat adalah putusan yang dirangkaikan menjadi satu
dengan berita acara. Selanjutnya Pasal 83 ayat 3 huruf a dan Pasal 96 ayat 1 KUHAP menyebutkan, bentuk putusan
praperadilan berupa penetapan. Bentuk putusan penetapan pada lazimnya merupakan rangkaian berita acara dengan isi putusan itu sendiri. Penetapan yang bersifat volunter secara exparte, dalam
proses perdata adalah bentuk putusan yang berupa rangkaian antara berita acara dengan isi putusan tidak dibuat secara terpisah.
Bentuk putusan praperadilan, hampir mirip dengan putusan volunter dalam acara perdata. Putusan praperadilan juga bersifat deklaratoir, yang berisikan pernyataan tentang sah atau tidaknya
penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan. Putusan ini juga memiliki sifat yang komdenatoir, khususnya dalam putusan ganti kerugian, perintah mengeluarkan tersangka atau
terdakwa dari tahanan apabila penahanan dinyatakan tidak sah, maupun perintah melanjutkan penuntutan apabila penghentian penyidikan dinyatakan tidak sah.
Secara garis besar dapat dikatakan, bentuk dan pembuatan putusan praperadilan merupakan penetapan yang memuat rangkaian kesatuan antara berita acara dengan isi putusan. Putusan tidak
dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam berita acara sebagaimana bentuk dan pembuatan putusan dalam proses acara singkat yang diatur dalam Pasal 203 ayat 3 huruf d.
Kaitannya dengan isi putusan atau penetapan praperadilan, secara umum telah diatur di dalam ketentuan Pasal 82 ayat 2 dan 3 KUHAP. Bersandar ketentuan tersebut, di samping penetapan
praperadilan memuat alasan dasar pertimbangan hukum, juga harus memuat amar. Amar yang harus dicantumkan dalam penetapan disesuaikan dengan alasan permintaan
pemeriksaan. Amar yang tidak sejalan dengan alasan permintaan, keluar dari jalur yang ditentukan undang-undang. Terhadap praperadilan mengenai sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan,
maka amar penetapannya pun harus memuat pernyataan tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan.
Terhadap putusan praperadilan, berdasarkan Putusan MK No. 65PUU-IX2011 pada pengujian KUHAP, disebutkan terhitung mulai 1 Mei 2012, seluruh putusan praperadilan tidak dapat lagi
dimintakan banding ke Pengadilan Tinggi. Menurut MK, mengingat proses pemeriksaan praperadilan yang menganut hukum acara pemeriksaan singkat dan cepat, maka putusan praperadilan termasuk
yang dikecualikan dari upaya banding.
64
F. Gugurnya praperadilan
Pemeriksaan praperadilan bisa gugur. Artinya pemeriksaan praperadilan dihentikan sebelum putusan dijatuhkan atau pemeriksaan dihentikan tanpa putusan. Hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat
1 huruf d KUHAP yang menyatakan, dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri sedang pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka
permintaan tersebut gugur. Memerhatikan ketentuan itu gugurnya pemeriksaan praperadilan terjadi apabila:
i perkaranya telah diperiksa oleh Pengadilan Negeri; dan
ii pada saat perkaranya diperiksa Pengadilan Negeri, pemeriksaan Praperadilan belum
selesai. Jelas, apabila perkara pokok telah diperiksa Pengadilan Negeri, sedang praperadilan belum
menjatuhkan putusan, dengan sendirinya permintaan praperadilan gugur. Ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penjatuhan putusan yang berbeda. Oleh karena itu, lebih tepat pemeriksaan
praperadilan dihentikan dengan jalan menggugurkan permintaan dan sekaligus semua hal yang berkenan dengan perkara itu di tarik ke dalam kewenangan Pengadilan Negeri untuk menilai dan
memutusnya. Putusan yang dijatuhkan praperadilan dalam tingkat penyidikan tidak menggugurkan atau